Berhenti dari pekerjaan sebagai supir kaget, membuat Zeliya kembali memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan yang bisa dilakukan sambil berkuliah. Ayah mertuanya memang menyusuruhnya untuk tidak bekerja dan biar saja pria itu yang memberi suntikan dana padanya. Namun, dari awal ia memang tidak menginginkan apa-apa dari Eric. Selain, menghargai usaha pria itu untuk membuat anaknya menjadi pribadi yang lebih baik.Notifikasi Whatsapp dari Arham membuat Zeliya terkejut ketika ia sedang mencari lowongan pekerjaan di Instagram. Sisca sempat menawarkannya bekerja di cafe, tapi sayang sekali tidak mendukung untuk pakaiannya, lagi-lagi Zeliya menemukan masalah yang sama. Tinggal di perkotaan memang tidak semudah yang di kira namun juga tidak sesulit yang dibayangkan. Buktinya, ia dan Ibunya masih bisa hidup berkecukupan sampai saat ini.[Assalamualaikim. Zeliya][Wa'alaikumussalam][Maafkan perkataanku tempo hari. Aku nggak berfikir dulu sebelum bicara. Maaf ya][Aku sudah lupa ko Bang. Ada
Zeliya menghentikan sepeda motornya tepat di depan fakultas suaminya. Bryan juga berhenti, untuk sekedar membicarakan sesuatu dengan sang istri."Kalau aku lagi kumpul sama temen-temenku. Kamu pergi aja, nggak usah nyamperin apalagi ikut nimbrung," jelas Bryan dengan wajah datar."Kenapa? mereka berhak tau aku istrimu ya 'kan?" tanya Zeliya."Ish, pas kita nikah aja, harus pisah pelaminan, biar kamu nggak dilihat cowok asing. Kenapa sekarang, pengen unjuk gigi huh? mau pamer mata cantik kamu itu?" kesal Bryan hingga tidak sadar, ia memuji mata indah Zeliya. Padahal, bukan Bryan merasa gengsi memperkenalkan langsung antara wanita itu dengan kawanannya. Hanya saja, ia tidak ingin mempertemukan Zeliya dengan Angkasa.Diam-diam hati Zeliya merasa tersentuh. Ia merasa dilindungi oleh suaminya sendiri. Mungkin maksud Bryan adalah baik, menjaganya dari mata-mata buas yang penasaran akan mata cantiknya? eh apa tadi? Bryan mengatakan kalau matanya cantik?
"Gue tau lo sekarang adalah istri Bryan." Selena memulai pembicaraan. Wanita dengan wangi tubuhnya yang semerbak hingga menusuk-nusuk hidung Zeliya walau di balik cadar itu terlihat menatap datar ke depan."Dan gue juga tau. Kalau kalian di jodohkan. Bryan tidak ingin perjodohan ini, nggak tau kamu. Nikah sama anak orang kaya, mungkin impian wanita sepertimu," lanjut Selena dengan nada datar namun mengandung pernyataan yang merendahkan."Maksud anda apa? perempuan seperti saya?" ulang Zeliya. Jika menyangkut harga diri sebagai seorang muslimah, jelas ia harus membela. Selena pasti berfikir bahwa dirinya menikah gara-gara tergiur dengan kekayaan Eric Davidson."Berlindung di balik pakaian, ternyata menggaet anak konglomerat untuk di porotin. Kamu nggak jauh beda sama wanita liar di luar sana yang mangkal di tempat pelacuran, hanya saja kamu berbeda, memakai pakaian agama," jelas Selena dengan pedasnya, membuat Zeliya tidak bisa tinggal diam. Wanita dengan paha ya
Bryan terdiam melihat sudut mata Selena yang mengeluarkan air mata. "Selama ini, gue merhatiin lo diam-diam, pengen ikut kemana lo pergi, dan gue ajak lo ikut pemotretan biar apa? biar gue bisa lebih deket. Lo nggak sadar?" tanya Selena lagi."Na... gue," Bryan tidak melanjutkan kata-katanya. Ia bingung mendapatkan pengakuan cinta tiba-tiba dari wanita cantik di depannya. Selena, wanita yang memesona, siapapun akan mengakuinya. Termasuk Bryan, namun tidak dengan hatinya."Gue tau lo udah nikah. Dan lo nggak undang gue," sela Selena. Sejujurnya ia ingin marah karena sakit hati dengan Bryan yang seperti tidak menganggapnya siapa-siapa, bahkan teman pun tidak."Pernikahan gue mendadak Na. Nggak semua orang gue undang, bahkan temen-temen sekelas gue, gak semuanya tau," jelas Bryan. Merasa bersalah dalam hatinya karena ia sama sekali tidak ingat untuk mengundang wanita bernama Selena.Selena manggut-manggut, menyeka air mata di pelupuk mata. "Lo emang ng
"Bryan, jangan bicaramu! Hormati dan hargai mereka sebagai keluargamu!” tekan Eric yang tengah duduk di sofa besar. Sedangkan seorang wanita dengan hijab terlilit di leher, duduk di sofa lain bersamaan dengan seorang pria yang terlihat memunggungi Bryan.Wanita itu terlihat berwajah sayu dan penuh rasa bersalah, menatap Bryan sedih.“Mulai hari ini. Mereka akan tinggal bersama kita. Biar rumah ini nggak sepi, ada yang ngisi,” lanjut Eric dengan nada santainya. Ia tidak peduli, wajah sang putra sudah merah padam.“Hahaha, keluarga? Sejak kapan? Bukankah kau sudah menceraikannya?” Bryan tertawa sendiri, lalu maju beberapa langkah. Setahunya, Eric sudah menceraikan istri sahnya yang adalah juga ibu tirinya itu sejak dua tahun yang lalu dan mengapa justru hari ini, wanita itu kembali.“Kami sudah rujuk,” ucap Eric singkat. Seorang pria yang sedari tadi memunggungi Bryan, menoleh. Mata mereka saling bersitatap.
Rumah yang tidak besar tidak pula luas itu terlihat sederhana namun asri. Dua orang anak laki-laki dan perempuan yang sepertinya umur mereka tidak terpaut jauh, tengah berlari sambil bergurau. Saling mengejek satu sama lain.Bryan seperti terbiasa disuguhkan pemandangan yang langka ia dapatkan. Terkadang, ia iri dengan kehidupan Alex yang walau biasa saja, tapi sebenarnya sempurna.Pria itu memiliki kasih sayang seorang Ayah dan dua adiknya. Tidak seperti dirinya yang tidak memiliki sanak saudara dan hanya memiliki Ayah, namun pria itu lah yang dibencinya.Alex terlihat sibuk mencuci motonya, tanpa menyadari kehadiran Bryan. Ayah Alex yang pertama menyambut. Pria yang ditaksir umurnya hampir sama dengan Ayah Bryan itu menyapa Bryan dengan ramah.“Kenapa berdiri disitu? Masuk,” ucapnya pada Bryan.Bryan tersenyum. Ia mengangguk dan melambai begitu adik laki-lakinya Alex menyapanya dengan lambaian tangan.“Loh, ng
Bryan akan membuktikan sampai mana rasa sayang Eric padanya. Sampai detik ini, Bryan masih tidak bisa memahami bagaimana pola pikir Ayahnya. Tiba-tiba memintanya menikah, lalu sekarang rujuk dengan istri mudanya dan meminta untuk tinggal bersama.Pria yang identik dengan kemewahan itu akhir-akhir ini berubah drastis, lebih banyak tinggal dirumah, karena ketik Bryan party di rumah, selalu saja Eric mengusir teman-temannya secara tidak langsung. Ditambah, pria itu tidak pernah lagi membawa wanita-wanita yang biasanya di cumbu di ruang tamu yang membuat Bryan muaknya setengah mati.“Tua Bangka, tidak tahu malu, brengsek, bajingan!” itulah kutukan yang kerap kali keluar dari mulut Bryan untuk Ayahnya.Sneaker berwarna hitam milik Bryan terdengar menggema begitu menaiki undakan tangga menuju lantai dua. Kaca-kaca transparan yang menjadi pembatas antara dalam dan luar ruangan, membuat suasana di lorong yang menuju kediaman sang Ayah terlihat te
Zeliya hendak mengambil piring yang dijulurkan Ardan padanya, namun lengannya di tahan oleh Bryan. “Dia bisa ambil sendiri. Nggak sopan nyuruh yang tua,” ujar Bryan dingin.Zeliya merasa tidak enak, untunglah Arham segera menyela. “Maklum, dia emang manja Zeliya. Biar dia ambil sendiri. Betul kata Bryan. Ambil untukmu aja.”“Hahaha… aku ‘kan cuma mau akrabin kakak iparku Bang,” ucap Ardan dengan tertawa garing. Zeliya mengambil nasi untuk dirinya sendiri. Lalu duduk dengn tenang di samping suaminya yany sudah makan dengan lahap.“Zeliya, cicipin ya menu andalan Mama. Pengen tau bagaimana pendapat kamu,”celetuk Ibu mertuanya. Zeliya tersenyum dibalik cadar, menganggukkan kepala.Arham terus menerus menatap ke arah Zeliya. Sedangkan Bryan, tidak menyadarinya dan justru fokus menatap nyalang ke arah Ardan yang sesekali memonyong-monyongkan bibir kepadanya. Mimpi apa Bryan bisa satu meja makan dengan musuhnya sendiri. “Nggak lepas aja cadarnya Mbak? Ribet kayaknya makan begitu,” komenta