Rumah Zeliya sudah terhias dengan dekorasi cantik bernuansa putih dengan sedemikian rupa. Bunga-bunga yang menjadi penghias, menambah menawan suasananya. Zeliya menyerahkan konsep acara kepada Ustad-ustadzahnya di yayasan Tahfidz, ia ingin resepsi pernikahan berlangsung sesuai syariat dan tentunya berkonsep terpisah antara tamu perempuan dan laki-laki agar tidak ada campur baur.
Zeliya kini telah di dandani dengan sedemikian rupa oleh MUA yang di di pilihkan oleh Ustadzahnya. Kepalanya dibalut kerudung berwarna putih, diatasnya ada mahkota kecil yang menempel dengan begitu cantik. Gaun putih berenda yang elegan dan berkualitas itu menjadi pilihan Zeliya. Kedua punggung tangannya sudah ramai oleh hana berwarna putih yang berkemilauan. Sungguh, Zeliya tidak pernah membayangkan, seperti ini rasanya mejadi ratu sehari.
Bibir Zeliya sudah dipoles dengan lipstrik merah muda tidak mencolok dan permanen, tidak akan luntur akibat terkena makanan atau minuman. Matanya tida
Demi apapun, Bryan menahan lapar seharian dan hanya mencomot beberapa cemilan ringan di meja prasmanan khusus tamu undangan pria. Itu pun ia curi-curi ambil ketika para tamu telah sepi.“Nikah kok nelangsa begini,” keluhnya.Sebenarnya Bryan sudah dua kali mengganti kostum dan dua kali pula melakukan take foto keluarga dan bersama Zeliya. Bryan berganti khusus di ruangan yang di sediakan di dalam rumah Zeliya, walau sebenarnya Zeliya menawarinya berganti di kamar wanita itu. Tapi, Bryan tidak mau. Ia tidak ingin terlihat bego lagi karena melihat kecantikan Zeliya walau hanya melihat matanya.“Sadar Bry. Dia itu jelek, nggak menarik. Kalau cantik, ngapain nututupin wajahnya ya ‘kan? Padahal bisa aja di dandanin pakai bedak dempul. Mungkin wajahnya itam kali,” gumam Bryan sembari melepaskan jas penganten berwrna putih yang telah selesai ia kenakan.Hari sudah petang dan acara resepsi pun berjalan lancar. Para WO sudah mem
Bryan tidak melihat tanda-tanda pergerakan dari Zeliya. Punggung wanita itu terlihat tenang dan naik turun dengan teratur. Suasana kamar yang masih terang dengan pencahayaan lampu pasti tidak mudah untuk Byran diam-diam pergi. Ia harus mematikan lampu terlebih dahulu, agar pergerakannya tidak terlalu kentara.Telponnya kembali berdering, membuat Bryan yang sudah melangkah jauh dari sofa kecil yang hanya muat untuk duduk saja itu lari pontang-panting, ia khawatir Zeliya dapat mendengar suara ringote hapenya yang cukup nyaring. “Lo dimana huh?” suara Angkasa terdengar menggebu.“Masih di rumah,” cicit Bryan.“Lo bisa tanding ‘kan malam ini?” tanya Angkasa.“Iya. Tadi Alex udah ngasih tau gue. Geng Odong-odong bakal minta denda kalau pertandingan nggak jadi malam ini,” jelas Bryan. Ia membuang nafas kasar. Walau ia tidak akan pernah melewatkan balapan, namun mengingat situasinya sekarang yang
Bryan memarkirkan sepeda motornya dengan pelan tepat di halaman rumah Zeliya. Langkahnya kembali mengendap, namun dadanya bergemuruh terasa ingin sekali marah-marah. Sama siapa lagi, jika bukan pada wanita yang begitu berani mengabaikan ancamannya. Zeliya Khayria.Saat Bryan tiba di depan jendela kamar istrinya tepat pukul tiga subuh, ternyata jendela itu masih tetap terbuka, tidak terkunci sama sekali. Sepertinya, Zeliya tidak ingin Bryan ketahuan keluar oleh sang Ibu.Suara merdu yang membacakan Ayat al-qur’an pertama kali menyapa telinga Bryan. Setelah masuk lewat jendela dengan aman dan tanpa hambatan. Kini, pria itu tertegun mendengar suara dari seorang wanita yang tengah bersimpuh di atas sajadah. Memunggunginya.Beberapa menit lalu, dada Bryan rasanya penuh amarah. Namun, mendengar suara lembut itu, rasa murkanya seolah sirna begitu saja. Tidak ada yang dilakukan Bryan, selain berdiri menyimak sang istri melakukan aktivitasnya hingga ia tidak mendengar suara lagi.“Bilang ke Pa
Berhenti dari pekerjaan sebagai supir kaget, membuat Zeliya kembali memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan yang bisa dilakukan sambil berkuliah. Ayah mertuanya memang menyusuruhnya untuk tidak bekerja dan biar saja pria itu yang memberi suntikan dana padanya. Namun, dari awal ia memang tidak menginginkan apa-apa dari Eric. Selain, menghargai usaha pria itu untuk membuat anaknya menjadi pribadi yang lebih baik.Notifikasi Whatsapp dari Arham membuat Zeliya terkejut ketika ia sedang mencari lowongan pekerjaan di Instagram. Sisca sempat menawarkannya bekerja di cafe, tapi sayang sekali tidak mendukung untuk pakaiannya, lagi-lagi Zeliya menemukan masalah yang sama. Tinggal di perkotaan memang tidak semudah yang di kira namun juga tidak sesulit yang dibayangkan. Buktinya, ia dan Ibunya masih bisa hidup berkecukupan sampai saat ini.[Assalamualaikim. Zeliya][Wa'alaikumussalam][Maafkan perkataanku tempo hari. Aku nggak berfikir dulu sebelum bicara. Maaf ya][Aku sudah lupa ko Bang. Ada
Zeliya menghentikan sepeda motornya tepat di depan fakultas suaminya. Bryan juga berhenti, untuk sekedar membicarakan sesuatu dengan sang istri."Kalau aku lagi kumpul sama temen-temenku. Kamu pergi aja, nggak usah nyamperin apalagi ikut nimbrung," jelas Bryan dengan wajah datar."Kenapa? mereka berhak tau aku istrimu ya 'kan?" tanya Zeliya."Ish, pas kita nikah aja, harus pisah pelaminan, biar kamu nggak dilihat cowok asing. Kenapa sekarang, pengen unjuk gigi huh? mau pamer mata cantik kamu itu?" kesal Bryan hingga tidak sadar, ia memuji mata indah Zeliya. Padahal, bukan Bryan merasa gengsi memperkenalkan langsung antara wanita itu dengan kawanannya. Hanya saja, ia tidak ingin mempertemukan Zeliya dengan Angkasa.Diam-diam hati Zeliya merasa tersentuh. Ia merasa dilindungi oleh suaminya sendiri. Mungkin maksud Bryan adalah baik, menjaganya dari mata-mata buas yang penasaran akan mata cantiknya? eh apa tadi? Bryan mengatakan kalau matanya cantik?
"Gue tau lo sekarang adalah istri Bryan." Selena memulai pembicaraan. Wanita dengan wangi tubuhnya yang semerbak hingga menusuk-nusuk hidung Zeliya walau di balik cadar itu terlihat menatap datar ke depan."Dan gue juga tau. Kalau kalian di jodohkan. Bryan tidak ingin perjodohan ini, nggak tau kamu. Nikah sama anak orang kaya, mungkin impian wanita sepertimu," lanjut Selena dengan nada datar namun mengandung pernyataan yang merendahkan."Maksud anda apa? perempuan seperti saya?" ulang Zeliya. Jika menyangkut harga diri sebagai seorang muslimah, jelas ia harus membela. Selena pasti berfikir bahwa dirinya menikah gara-gara tergiur dengan kekayaan Eric Davidson."Berlindung di balik pakaian, ternyata menggaet anak konglomerat untuk di porotin. Kamu nggak jauh beda sama wanita liar di luar sana yang mangkal di tempat pelacuran, hanya saja kamu berbeda, memakai pakaian agama," jelas Selena dengan pedasnya, membuat Zeliya tidak bisa tinggal diam. Wanita dengan paha ya
Bryan terdiam melihat sudut mata Selena yang mengeluarkan air mata. "Selama ini, gue merhatiin lo diam-diam, pengen ikut kemana lo pergi, dan gue ajak lo ikut pemotretan biar apa? biar gue bisa lebih deket. Lo nggak sadar?" tanya Selena lagi."Na... gue," Bryan tidak melanjutkan kata-katanya. Ia bingung mendapatkan pengakuan cinta tiba-tiba dari wanita cantik di depannya. Selena, wanita yang memesona, siapapun akan mengakuinya. Termasuk Bryan, namun tidak dengan hatinya."Gue tau lo udah nikah. Dan lo nggak undang gue," sela Selena. Sejujurnya ia ingin marah karena sakit hati dengan Bryan yang seperti tidak menganggapnya siapa-siapa, bahkan teman pun tidak."Pernikahan gue mendadak Na. Nggak semua orang gue undang, bahkan temen-temen sekelas gue, gak semuanya tau," jelas Bryan. Merasa bersalah dalam hatinya karena ia sama sekali tidak ingat untuk mengundang wanita bernama Selena.Selena manggut-manggut, menyeka air mata di pelupuk mata. "Lo emang ng
"Bryan, jangan bicaramu! Hormati dan hargai mereka sebagai keluargamu!” tekan Eric yang tengah duduk di sofa besar. Sedangkan seorang wanita dengan hijab terlilit di leher, duduk di sofa lain bersamaan dengan seorang pria yang terlihat memunggungi Bryan.Wanita itu terlihat berwajah sayu dan penuh rasa bersalah, menatap Bryan sedih.“Mulai hari ini. Mereka akan tinggal bersama kita. Biar rumah ini nggak sepi, ada yang ngisi,” lanjut Eric dengan nada santainya. Ia tidak peduli, wajah sang putra sudah merah padam.“Hahaha, keluarga? Sejak kapan? Bukankah kau sudah menceraikannya?” Bryan tertawa sendiri, lalu maju beberapa langkah. Setahunya, Eric sudah menceraikan istri sahnya yang adalah juga ibu tirinya itu sejak dua tahun yang lalu dan mengapa justru hari ini, wanita itu kembali.“Kami sudah rujuk,” ucap Eric singkat. Seorang pria yang sedari tadi memunggungi Bryan, menoleh. Mata mereka saling bersitatap.