Helaan nafas keluar dari hidung Bryan. Ia kembali ke rumah dengan motornya sendiri. Bertemu dengan Alex, bukannya menyelesaikan masalah, ia malah hanya menerima uang ganti lebih tepatnya pembayaran utang - menurut anggapan Alex - selama Bryan membantu pengobatan Ayah pria itu.
Akhirnya, walau sebelumnya enggan, ia tetap menerima, karena Bryan juga butuh untuk menebus motornya di kantor polisi, tidak lupa, ia sempat juga mendapatkan semprotan pedas dari para aparat yang seolah kerjaannya hanya merazia Geng Balapan liar. Kasus-kasus cilik seperti ini sangat cepat tanggap, sedangkan kasus besar yang merugikan negara, sekali pun, justru lelet semacam siput.
"Apa memalak geng motor, hanya satu-satunya kerjaan aparat?" Bryan mendumel sendiri. Apalagi, ia harus menebus tidak sedikit, padahal surat-surat yang ia bawa lengkap.
"Balapan motor ilegal yang anda lakukan itu, bisa terancam pasal, karena kami tidak ingin membuat anda berurusan dengan kami lebih jauh, ya kami p
"Makasih ya, akan aku pikirkan kata-katamu Zeliya. Oh ya, kalau kamu nggak masak, kita buka puasa di luar aja ya, mau?" tawar Bryan mengalihkan topik pembicaraan.Zeliya terlihat berfikir, walau ia sempat belanja sayur mayur dan ikan tapi sampai sore ini ia memang belum memasak apapun. "Bisa Mas, tapi setelah itu aku izin sama kamu buat pergi ke rumah Ayah," ucap Zeliya.Matanya menatap Bryan khawatir, kalau pria itu tidak mengizinkannya dan malah marah-marah. Terdengar helaan nafas dari hidung Bryan."Ada acara apa kamu ke sana?" tanya Bryan datar, jika menyangkut Eric ia paling tidak suka, tapi karena istrinya seperti ingin sekali pergi ke rumah pria itu, Bryan menjadi ingin tahu untuk keperluan apa Zeliya kesana."Tadi pagi, aku ke rumah Mama buat persiapan ulang tahun Ayah, acaranya malam ini, setelah teraweh," jelas Zeliya, ia memberanikan diri menatap mata suaminya. Wajah Bryan terlihat tidak suka."Aku ngerasa nggak enak aja Mas, masa acara
Zeliya telah selesai dengan design yang ditugaskan Arham padanya. Ada beberapa gambar yang bisa ia buat dan membuatnya tersenyum. Tapi, bukan sampai disitu pekerjaannya, kini ia harus melakukan tugas selanjutnya yaitu mengukur tubuh seseorang yang akan mengenakannya. Agar jika terjadi ketidakcocokan, bisa ia revisi kembali."Mas, beneran aku aja yang ngukur?" tanya Zeliya lewat telponnya ke Arham."Iya, dia ketemu aku aja udah sengit gitu, karena toh kamu istrinya, sekalian ukur dia, kamu juga bisa langsung memperkirakan dan mencocokan dengan design yang sudah kita konsep sebelumnya. Biar nggak kerja dua kali dan biar cepat."Zeliya menghela nafas, ia sebenarnya keberatan jika harus mengukur tubuh suaminya sendiri. Entah kabar baik atau buruk baginya, setelah Arham memberitahu bahwa model yang akan digunakan untuk pameran dan bazar nanti adalah suaminya.Zeliya membawa laptopnya sendiri, tidak lupa ia mengenakan kerudungnya namun ia tanggalkan cadar
Pagi ini Zeliya harus bergegas ke tempat production house dimana model untuk Butik Arham akan melakukan pemotretan. Setelah dua hari menunggu, akhirnya desainnya sudah berbentuk menjadi pakaian yang siap untuk di kenakan. Kemarin, Arham sudah membawakannya ke PH dan Zeliya sempat melihatnya pula."Zeliya," panggil Bryan seraya mengetuk pintu."Iya Mas, sebentar." Zeliya menyahut.Ia dan suaminya sudah janjian akan berangkat bersama. Sebenarnya Zeliya bisa saja berangkat sendiri, namun karena tiba-tiba suaminya meminta untuk pergi bersama, ia tidak akan menolak. Itu tandanya Bryan tidak malu menunjukan kepada orang-orang bahwa wanita bercadar ini adalah istrinya.Zeliya keluar dengan setelan gamis berwarna biru dongker, dipadukan dengan niqob yang senada. Matanya terlihat bersinar yang membuat Bryan tidak berhenti menatapnya."Cantik," pujinya tanpa sadar, yang bisa di dengar Zeliya."Kenapa Mas?" tanya Zeliya pura-pura tidak mendengar. Bryan
"Mana mau wanita bercadar dijadiin model, ngarang lo Luna! lo harus tanggung jawab!" ujar salah satu kru yang sedari tadi berkata sengit pada Luna."Siapa bilang? gue bakal yakinin dia!" tantang Luna, lalu bergegas pergi dari kerumunan itu. Melewati Bryan yang hanya duduk sambil memainkan ponsel, tanpa mau tahu sedang ada masalah apa para kru berkumpul."Hai, kita belum kenalan ya? kalian klien kami 'kan?" tanya Luna basa-basi.Arham mengangguk, begitupula Zeliya. "Ehm, kami sebelumnya mohon maaf jika tidak sopan. Mbak, ini siapa namanya ya, boleh tau?" tanya Luna."Zeliya Khayria," jawab Zeliya."Oh mbak Zeliya, jadi begini, salah satu model kami, pasti Mbak Zeliya tau ya, Selena tidak bisa melakukan pemotretan hari ini, dan kami tidak ingin mengecewakan klien kami. Maaf Pak, kami mohon maaf!" Luna beralik ke arah Arham, menunduk berkali-kali dengan tangan di depan dada."Mohon maaf, kalau modelnya nggak bisa di pakai hari ini, sedangkan kesepakatan di awal kita, hari ini pemotretann
Usai sesi pemotretan, Bryan dan Zeliya berpisah karena Zeliya harus kembali ke Butik, sedangkan Bryan ia akan pergi ke kampus untuk mengurus tugas kuliahnya yang mengharuskan ia bertemu secara langsung dengan dosennya.Sore menjelang, Zeliya menyiapkan menu berbuka puasa dari belanjaan yang ia beli memakai uang suaminya. Setiap gerakannya ia barengi dengan salawat, sesekali ia tersenyum karena mengingat saat momen pemotretan tadi ia begitu gugup dan malu.Pintu di ketuk dan terdengar salam, tidak biasanya suaminya mengucap salam, tapi Zeliya senang, ia anggap itu sebuah kemajuan."Zeliya, kamu masak?" tanya Bryan sembari berjalan ke dapur. Zeliya mengangguk."Oh aku kira nggak, mau ajak buka diluar, tapi nggak papalah, aku suka semua masakanmu," ujar Bryan yang membuat Zeliya diam-diam tersipu. Pria itu berjalaj begitu saja ke kamarnya, tanpa tahu bagaimana ekspresi istrinya kini.Maghrib telah menyapa, sepasang suami istri itu kini menikmati menu
Zeliya terbangun dari tidurnya ketika alarm sahur berbunyi. Bangkit dari posisinya sembari mengucek pelan matanya. Ia meraih kerudung instan yang terletak di atas nakas, lalu memakainya.Setelah memanaskan lauk pauk yang ia masak untuk menu berbuka, langkahnya menuntun Zeliya untuk mengetuk pintu suaminya, membangunkan pria itu untuk sahur."Mas!" panggil Zeliya dengan suara sedikit keras. Tidak ada sahutan apapun."Mas Bryan," panggilnya lagi. Namun tetap nihil, tidak ada yang keluar dari kamar itu.Zeliya menghela nafas, ia tiba-tiba saja merasa kecewa pada suaminya karena ternyata tidak pulang ke rumah, padahal pria itu sudah berjanji padanya, akan pulang, tidak balapan maupun mabuk, tapi sepertinya harapannya keliru."Balap, mabuk, clubbing adalah kebiasaannya, aku nggak mungkin bisa mengubahnya kecuali atas kesadaran dirinya, apa yang sebenarnya aku harapkan dari dia?" gumam Zeliya, seraya berbalik, lebih baik ia segera menunaikan sahur.
Dering telpon membuat Bryan seketika mengambil ponselnya dari saku. Lucinta terlihat penasaran siapa yang menghubungi Bryan."Mas, pulanglah, di rumah ada Ayah Eric. Dia ingin minta penjelasan padamu," ucap Zeliya dari seberang."Zeliya, kamu sudah baca berita? kamu nggak percaya 'kan kata-kata Selena tadi?" tanya Bryan memastikan lebih dulu, kalau orang terdekatnya percaya. Namun, jawaban tak terduga membuat hati Bryan terasa mencelos."Datanglah dulu ke sini, percaya nggak percaya, kamu akan tahu ketika kamu kesini.""Zel.... aku--"Sambungan terputus sepihak, walau ia sempat mendengar Zeliya mengusap salam separuh. Ada apa dengan Zeliya? apa wanita itu percaya dengan Selena?"Siapa Bry?""Istri gue, dia minta gue pulang, sekalian ketemu Bokap gue.""Lo tenang aja, istri lo udah gue ceritain semuanya.""Tapi dia tadi ketemu Selena, dia tau fakta baru kalau Selena hamil.""Hamil?" kaget Lucinta reflek menutup mul
"Terimakasih banget gue ama lo Bry, gue emang paling sering ngerepotin," isak Ferdinand ketika Bryan membawanya ke sebuah apartemen."Iya, lo jaga diri disini ya, kalau bisa non-aktifkan GPS lo biar Angkasa nggak nyariin lo sampai ke sini," ujar Bryang dengan tegas, sembari menepuk bahu pria yang bergetar itu. "Ya udah kalau gitu, lo gue tinggal ya, gue masih banyak urusan."Ferdinand berdiri, ia menahan lengan Bryan, matanya masih berkaca-kaca. "Jika bisa, jangan saling melukai, selesaikan dengan kepala dingin kalian, aku harap kamu membawa kembali keutuhan Geng," pinta Ferdinand. Bryan tersenyum getir, begitu setianya Ferdinand pada Geng hingga berharap banyak padanya."Kamu salah Ferd, setelah ini, nggak ada namanya Geng Kupu-kupu. Kita nggak akan lagi balapan, nggak ada lagi clubbing dan mabuk-mabukkan, aku sadar, semua itu telah menjauhkanku dari orang-orang berharga di hidupku," batin Bryan."Jangan cengeng, lo cowok. Kalau sudah puas nangisny