Usai sesi pemotretan, Bryan dan Zeliya berpisah karena Zeliya harus kembali ke Butik, sedangkan Bryan ia akan pergi ke kampus untuk mengurus tugas kuliahnya yang mengharuskan ia bertemu secara langsung dengan dosennya.Sore menjelang, Zeliya menyiapkan menu berbuka puasa dari belanjaan yang ia beli memakai uang suaminya. Setiap gerakannya ia barengi dengan salawat, sesekali ia tersenyum karena mengingat saat momen pemotretan tadi ia begitu gugup dan malu.Pintu di ketuk dan terdengar salam, tidak biasanya suaminya mengucap salam, tapi Zeliya senang, ia anggap itu sebuah kemajuan."Zeliya, kamu masak?" tanya Bryan sembari berjalan ke dapur. Zeliya mengangguk."Oh aku kira nggak, mau ajak buka diluar, tapi nggak papalah, aku suka semua masakanmu," ujar Bryan yang membuat Zeliya diam-diam tersipu. Pria itu berjalaj begitu saja ke kamarnya, tanpa tahu bagaimana ekspresi istrinya kini.Maghrib telah menyapa, sepasang suami istri itu kini menikmati menu
Zeliya terbangun dari tidurnya ketika alarm sahur berbunyi. Bangkit dari posisinya sembari mengucek pelan matanya. Ia meraih kerudung instan yang terletak di atas nakas, lalu memakainya.Setelah memanaskan lauk pauk yang ia masak untuk menu berbuka, langkahnya menuntun Zeliya untuk mengetuk pintu suaminya, membangunkan pria itu untuk sahur."Mas!" panggil Zeliya dengan suara sedikit keras. Tidak ada sahutan apapun."Mas Bryan," panggilnya lagi. Namun tetap nihil, tidak ada yang keluar dari kamar itu.Zeliya menghela nafas, ia tiba-tiba saja merasa kecewa pada suaminya karena ternyata tidak pulang ke rumah, padahal pria itu sudah berjanji padanya, akan pulang, tidak balapan maupun mabuk, tapi sepertinya harapannya keliru."Balap, mabuk, clubbing adalah kebiasaannya, aku nggak mungkin bisa mengubahnya kecuali atas kesadaran dirinya, apa yang sebenarnya aku harapkan dari dia?" gumam Zeliya, seraya berbalik, lebih baik ia segera menunaikan sahur.
Dering telpon membuat Bryan seketika mengambil ponselnya dari saku. Lucinta terlihat penasaran siapa yang menghubungi Bryan."Mas, pulanglah, di rumah ada Ayah Eric. Dia ingin minta penjelasan padamu," ucap Zeliya dari seberang."Zeliya, kamu sudah baca berita? kamu nggak percaya 'kan kata-kata Selena tadi?" tanya Bryan memastikan lebih dulu, kalau orang terdekatnya percaya. Namun, jawaban tak terduga membuat hati Bryan terasa mencelos."Datanglah dulu ke sini, percaya nggak percaya, kamu akan tahu ketika kamu kesini.""Zel.... aku--"Sambungan terputus sepihak, walau ia sempat mendengar Zeliya mengusap salam separuh. Ada apa dengan Zeliya? apa wanita itu percaya dengan Selena?"Siapa Bry?""Istri gue, dia minta gue pulang, sekalian ketemu Bokap gue.""Lo tenang aja, istri lo udah gue ceritain semuanya.""Tapi dia tadi ketemu Selena, dia tau fakta baru kalau Selena hamil.""Hamil?" kaget Lucinta reflek menutup mul
"Terimakasih banget gue ama lo Bry, gue emang paling sering ngerepotin," isak Ferdinand ketika Bryan membawanya ke sebuah apartemen."Iya, lo jaga diri disini ya, kalau bisa non-aktifkan GPS lo biar Angkasa nggak nyariin lo sampai ke sini," ujar Bryang dengan tegas, sembari menepuk bahu pria yang bergetar itu. "Ya udah kalau gitu, lo gue tinggal ya, gue masih banyak urusan."Ferdinand berdiri, ia menahan lengan Bryan, matanya masih berkaca-kaca. "Jika bisa, jangan saling melukai, selesaikan dengan kepala dingin kalian, aku harap kamu membawa kembali keutuhan Geng," pinta Ferdinand. Bryan tersenyum getir, begitu setianya Ferdinand pada Geng hingga berharap banyak padanya."Kamu salah Ferd, setelah ini, nggak ada namanya Geng Kupu-kupu. Kita nggak akan lagi balapan, nggak ada lagi clubbing dan mabuk-mabukkan, aku sadar, semua itu telah menjauhkanku dari orang-orang berharga di hidupku," batin Bryan."Jangan cengeng, lo cowok. Kalau sudah puas nangisny
"Santapan empuk," ucap salah seorang pria berpakaian preman dengan banyak tato di lengannya. "Tanpa kita minta, dia datang sendiri hahaha," lanjutnya.Bryan mundur perlahan, menyalakan kembali motornya, ia tidak ingin ada urusan dengan real preman jalanan, belum sempat tancap gas justru tiga orang preman berbadan besar sudah mampu membuat roda duanya oleng dan terjatuh. "Argh, apa sih mau mereka," kesal Bryan. Baru saja ia merasa lega karena bisa selamat dari kejaran anak buah Suzeki, sekarang malah ia malah harus menghadapi para begal. Ya, begal, karena Bryan melihat di tangan preman yang ia tebak sebagai ketua geng, terlihat membawa cerulit. "Lebih baik lo nyerah aja, jangan berfikir untuk bisa lari dari kami," ucap salah satu preman dengan kepala plontos. Bryan bangkit berdiri, tanpa mengangkat sepeda motornya yang sudah terbaring di tanah. Matanya memindai satu-satu wajah preman sangar yang mengelilinginya.Bryan bergerak untuk memukul salah satu preman yang posisinya terdekat, s
"Kalau lo nggak bisa duduk, lo bisa makan sambil berbaring, gue suapin lo," ujar Alex ketika sudah membawa Bryan ke kamarnya. Bryan hanya diam saja tanpa menjawab.Alex kembali ke dapur, ia menyiapkan makan malam untuk Ayah dan dua adiknya."Di daerah mana Bryan di begal Lek?" tanya Ayah Angkasa."Di pemukiman kumuh Pak, emang sarangnya begal disitu," jelas Alex. Ayah Alex manggut-manggut."Terus, dapat apa begal-begal itu dari Bryan?""Begal itu nyita motor sama hape Bryan. Mereka lalu menusuk Bryan sebelum kabur.""Meresahkan sekali begal itu, tapi anehnya warga mggak ada yang berani melaporkan.""Warga nggak wani Pak, malah nanti dia jadi korban, bisa-bisa hari ini lapor, besoknya jadi mayat, ngeri lah."Ayah Alex mendesah pelan, ia menatap kepada dua adik Alex yang tengah rebutan rubik. "Dengerin! Abang Bryan habis di begal, di pemukiman kumuh, kalian nggak boleh berani-berani jalan-jalan ke sana, kalau habis se
"Aku minta maaf atas nama suamiku Bang, walau bagaimana pun, dia ikut andil untuk masalah yang menimpa penjualan Butikmu," ucap Zeliya sebelum mereka masuk ke luar meeting. Mereka hanya bercakap berdua.Arham menggeleng, menolak pernyataan bersalah dari Zeliya. "Nggak ada yang berhak di salahkan, semuanya terjadi begitu tiba-tiba, lagi pula, aku lah yang memilih mereka menjadi modelku. Sudah konsekuensi jika akhirnya penjualan menurun, walau saat jam pertama launching foto produk, banyak orderan yang langsung masuk," jelas pria dengan wajah teduh itu.Mereka pun masuk ke dalam ruang meeting. Rapat di adakan pagi-pagi sekali karena setelah Arham amati hampir semalaman, kurva pembelian dari konsumen terus mengalami penurunan, bahkan yang sebelumnya sudah memesan produknya, membatalkan hanya gara-gara tidak suka dengan modelnya yang terkena skandal. Padahal, tidak ada sangkut pautnya antara produknya yang berkualitas dengan model yang ia gunakan."Wajar, mere
"Z... Zeliya, gimana bisa dia ada disini," lirih Bryan dengan terbata. Matanya bahkan tanpa kedip, melihat wanita bercadar itu menatapnya lekat dengan mata bening yang rasanya sudah lama tidak ia nikmati. Mata itu masih sama, menenangkan."Mau dimandiin istri 'kan? tuh, udah ada istrimu hehe," goda Alex, ia menaruh selang air di bawah kaki Bryan. "Lebih baik, gue tinggal kalian ya, tenang aja, kalian nggak akan terganggu."Bryan menahan tangan Alex, begitu pria itu hendak beranjak. "Lo, bukannya tadi dia nggak jadi kesini?" tanya Bryan, matanya tetap ke arah Zeliya."Kalau rindu bilang aja, peluk-peluk sana, bahkan mata lo nggak bisa bohong, ck ck." Alex melepaskan cekalan tangan Bryan."Aish, lo bohongin gue hah? dasar laknat," maki Bryan dengan suara kecil. Ia tersenyum samar ke arah Zeliya, menggaruk tengkuknya sendiri yang tidak gatal, percayalah ia belum siap menemui wanita itu, tapi entah mengapa tidak dapat dipungkiri hatinya menghangat."Zeliya!" panggil Alex dengan suara kera