"Karena hari ini perpisahan antara gue dan lo, ya sudahlah, gue anter lo ke konter hape," ucap Lucinta, setelah Bryan memintanya mengantar ke toko penjualan ponsel.
Setelah memilih benda pipih yang diinginkan, Bryan langsung meminta nomor ponsel istrinya pada Lucinta. "Minta nomor istri gue," ujar Bryan.
"Lah lah, lo nggak hafal nomor dia?" kesal Lucinta. Bryan menjotos pelan bahu Lucinta.
"Kalau gue cinta, emang harus ya selalu hafal tentang dia? ckck, gue bahkan nggak tau ukuran baju dalamnya."
"Hah?" Lucinta menganga mendengar penutuan Bryan. "Eh jangan bilang lo nggak pernah... anu?" tanya Lucinta sembari menempelkan kedua tangannya di depan wajah.
Bryan melirik kesal, "nggak usah di bahas! lo pergi duluan aja, gue mau ke kampus setelah ini," usir Bryan, membuat Lucinta mendengus kesal.
"Dasar nggak tau diri, nggak tau terimakasih pula," gerutunya yang masih di dengar oleh Bryan.
"Lo boleh main kapan-kapan ke rumah gue, jangan lup
"Kita ke pasar tradisional dulu ya Mas?" tanya Zeliya, ia ingat bahwa bahan-bahan makanan mungkin sudah habis di rumah. Apalagi, ia beberapa hari tidak ke sana. Bryan mengangguk."Pak, ke pasar tradisional ya Pak," ucap Bryan pada supir.Mobil taksi itu berhenti tepat di depan pasar tradisional. Orang-orang berlalu lalang dengan berbagai kegiatan masing-masing yang menyibukkan. Ada sopir angkot yang terlihat berusaha menarik pelanggan, sambil sesekali menyeka keringat, ada ibu-ibu yang terlihat kerepotan membawa barang belanjaan, ada para pedagang yang sibuk melayani pembeli, hingga suara anak menangis yang minta di belikan sesuatu oleh Ibunya yang menambah berisik suasana pasar siang ini."Kamu mau kemana Mas? nggak tunggu disini aja?" tanya Zeliya saat suaminya malah ikut turun. Matanya menatap ke arah perut Bryan yang bisa jadi masih sakit."Aku ikut kamu, tenang aja, aku bisa di andalkan kok," ujar Bryan dengan percaya diri dan senyum lebar. Zeliya hanya menggeleng melihat kelakua
Bryan mematikan ponselnya dengan segera, ia menoleh ke belakang, di mana istrinya memperhatikannya dalam diam, ah wajahnya ternyata tidak memakai cadar, membuat tangan Bryan terasa gatal ingin menyentuhnya."Siapa Mas? kalau boleh tau," tanya Zeliya pelan, ia melihat raut Bryan terlihat merah. Nafas pria itu menderu keras. Mungkin ada sesuatu yang membuatnya seperti itu."Maaf, aku nggak bisa nemenin kamu masak, aku harus menemui Angkasa, dia menculik Ferinand," jelas Bryan menjawab pertanyaan dari istrinya."Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Angkasa? Angkasa yang katanya ikut jebak kamu sama Selena?" tanya Zeliya sembari mencuci tangannya yang tadi habis membersihkan ikan."Iya," jawab Bryan, istrinya mungkin beberapa kali mendengar nama Angkasa, hanya saja tidak tahu orangnya yang mana."Ya Allah, kenapa Ferdinand yang di culiknya? dia ngancam kamu?" tanya Zeliya lagi. Bryan mengangguk dengan cepat, ia berjalan mendekat."Mas, keada
"Saudara Angkasa, anda kami tangkap terkait kasus pelecehan seksual berencana, penipuan dan penyalahgunaan dana investor, serta penganiayaan!"Salah satu polisi maju mendekat, menodongkan senjata, ia menginterupsi kepada yang lain, untuk semakin waspada. Sedangkan Angkasa, ia mematung di tempat. Wajahnya memucat, tenggorokannya terasa mengering.Satu polisi maju lagi, membawa serta sebuah kertas, lalu di tunjukkan ke depan Angkasa. "Surat perintah telah di keluarkan untuk menangkap anda! mari ikut kami untuk interogasi lebih lanjut!" ucapnya dengan nada tegas.Lima orang polisi lainnya maju serentak dan langsung membekuk Angkasa, memberi borgol di tangannya. Sedangkan Geng Suzeki bergetar di tempatnya. Mereka sangat takut dengan keberadaan polisi, tapi karena tidak ada yang bergerak menangkap, Suzeki diam-diam menyuruh temannya untuk segera pergi dengan perlahan."Kami akan menangkap orang-orang yang terkait dengan kasus penganiayaan ini, kalian!" t
Akhirnya Zeliya mengangguk, ia memberanikan diri menatap netra elang milik suaminya. "Iya Mas, sedari awal, niatku cuma satu, membina rumah tangga karena Allah, ingin mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warrahmah sesuai tuntunan nabi. Tapi, setelah kamu menolak, aku sudah menyiapkan diri untuk mundur, mungkin... akan membina dengan yang lain.""Kalau begitu... kita wujudkan bersama? kamu mau? sama aku mewujudkan rumah tangga yang kamu maksud?" tanya Bryan dengan suara beratnya. Tatapan pria itu yang dalam, membuat wajah Zeliya terasa kaku, ia bahkan sulit untuk tersenyum di situasi ini."Bismillah Mas, semoga Allah mudahkan kita," lirih Zeliya, ia membuang wajah, merasa tangannya masih di genggam hangat oleh suaminya. "Sudahkah pembicaraan kita Mas? aku mau kembali ke kamar," imbuh Zeliya.Bryan melepaskan genggamannya. Berdehem pelan untuk menetralkan suasana. Zeliya segera bangkit dengan wajah memerah, kesepakatan bersama ini entah mengapa membuatnya lebih be
Hanya anggukkan yang di berikan oleh Zeliya, namun cukup membuat kepercayaan diri Bryan bangkit, padahal awalnya ia merasa Insecure begitu menawarkan untuk menjadi imam salat. Bukankah menjadi imam salat adalah langkah kecil untuk kemudian belajar menjadi sebenar-benar imam dalam rumah tangga?Di dalam kamar, bibir tipis Zeliya mengukir senyum manis. Ia tidak menduga akan secepat ini ia dan Bryan menjadi begitu dekat rasanya. "Dia mau jadi imam salatku?" lirih Zeliya sembari memegang dadanya.Salat subuh kali ini rasanya begitu berbeda, untuk pertama kalinya ia salat berjamaah lagi di rumah setelah kepergian sang Ayah, yang sesekali mengimami ia dan Ibunya untuk salat. Air mata Zeliya tidak berhenti meleleh saking terharunya, apalagi mendengar bacaan suaminya walau terdengar gugup, tapi menurut Zeliya sudah cukup bagus. Ia yakin, Bryan pasti berusaha kerasa untuk belajar mengimami salat, entah pada siapa pria itu belajar.Setelah mengucap salam terakhir, Bryan mengusap wajahnya. Ia be
Bryan meloncat dari ranjang, memijat keningnya sendiri. Ia tidak pernah berfikir bahwa Selena akan berbuat nekat, sepertinya beban psikologisnya sangat hebat di rasakan wanita itu. Apalagi, Angkasa yang notabenenya adalah ayah dari jabang bayi yang di kandungnya terjerat bui."Dimana kalian?" tanya Bryan."Di atap PH. Nggak ada yang tau kami disini, cepet ke sini Bry!" Suara Luna terdengar begitu panik."Oke gue ke sana."Selena menangis tidak henti-hentinya. Ia sebenarnya kemarin sudah di interogasi polisi dan hampir menjeblos ke penjara, namun ia mendapat informasi bahwa Bryan menarik tuntutan padanya, namun tidak pada Angkasa. Walau Angkasa, pria itu sempat bersikeras bahwa ide awalnya perbuatan pelecehan terhadap Bryan adalah idenya, tapi ia mampu menyangkal.Hari itu, Selena berbincang empat mata tepat di sel tahanan Angkasa. Ia ingin meminta pertanggungjawaban untuk anaknya dan berjanji jika pria itu setuju, maka ia akan membuat masa tahanan pria itu hanya berlangsung sebentar s
"Bukannya itu Bryan dan Selena?" Arham memicingkan matanya, menatap dua orang yang baru saja masuk ke sebuah restoran yang tetap buka walau bulan puasa."Jalan lagi Bang," lirih Zeliya, ia sudah yakin jika yang terlihat matanya adalah suaminya dan Selena, tidak salah lagi karena Arham membenarkannya."Kita harus turun Liya, ngapain berduaan siang hari ke restoran? apa mereka nggak puasa? dan lagi, bukannya mereka masih booming di bicarakan ya di internet? kenapa malah berani keluar berduaan begitu?" tanya Arham merasa heran, bagaimana jika keduanya diam-diam memang menjalin hubungan? atau kalaupun tidak, apa mereka tidak khawatir kepergok oleh wartawan?Zeliya menggeleng. "Nggak usah Bang, udah jelas itu mereka. Kalau pun nanti ada masalah, biar mereka selesaikan sendiri. Aku nggak ingin ikut campur.""Tapi Liya dia itu su..." Perkataan Arham tidak selesai karena ia ingat ada karyawan lain bersama mereka yang tidak tahu jika Bryan si model itu adalah suami dari Zeliya. "Tetap aja, aku
"Kamu jangan berkata aneh-aneh ya. Aku nggak pernah memimpikan imam lain, setelah menikah denganmu. Aku hanya belum siap? nggak bisa kah kamu mengerti aku?" Mata Zeliya berkaca-kaca, hatinya terasa di sayat-sayat karena perkataan pedas suaminya."Tapi kamu bilang, takut menyesal jika aku menyentuhmu. Itu melukaiku Zeliya. Kamu tadi sempat menyinggung nafsu, apa kamu memnadangku hanya sebagia pria nafsuan yang memanfaatkan dirimu untuk memuaskan? begitu? kamu pikir aku hanya pria brengsek yang ketika nafsu langsung melampiaskannya pada wanita? begitu?" sungut Bryan. Mata elang itu terlihat menajam menghujam dada."Mas, bukan itu yang aku maksud.""Sudahlah. Wajar kamu berfikir seperti itu. Aku memang pria bajingan sedari awal. Bahkan, aku sudah pernah bercumbu dengan beberapa wanita. Aku memang brengsek. Nggak pantas untuk menyentuh wanita suci sepertimu," tandas Bryan.Bryan bangkit dengan wajah memerah, mengepalkan tangannya di samping paha. Entah