Akhirnya Zeliya mengangguk, ia memberanikan diri menatap netra elang milik suaminya. "Iya Mas, sedari awal, niatku cuma satu, membina rumah tangga karena Allah, ingin mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warrahmah sesuai tuntunan nabi. Tapi, setelah kamu menolak, aku sudah menyiapkan diri untuk mundur, mungkin... akan membina dengan yang lain."
"Kalau begitu... kita wujudkan bersama? kamu mau? sama aku mewujudkan rumah tangga yang kamu maksud?" tanya Bryan dengan suara beratnya. Tatapan pria itu yang dalam, membuat wajah Zeliya terasa kaku, ia bahkan sulit untuk tersenyum di situasi ini.
"Bismillah Mas, semoga Allah mudahkan kita," lirih Zeliya, ia membuang wajah, merasa tangannya masih di genggam hangat oleh suaminya. "Sudahkah pembicaraan kita Mas? aku mau kembali ke kamar," imbuh Zeliya.
Bryan melepaskan genggamannya. Berdehem pelan untuk menetralkan suasana. Zeliya segera bangkit dengan wajah memerah, kesepakatan bersama ini entah mengapa membuatnya lebih be
Hanya anggukkan yang di berikan oleh Zeliya, namun cukup membuat kepercayaan diri Bryan bangkit, padahal awalnya ia merasa Insecure begitu menawarkan untuk menjadi imam salat. Bukankah menjadi imam salat adalah langkah kecil untuk kemudian belajar menjadi sebenar-benar imam dalam rumah tangga?Di dalam kamar, bibir tipis Zeliya mengukir senyum manis. Ia tidak menduga akan secepat ini ia dan Bryan menjadi begitu dekat rasanya. "Dia mau jadi imam salatku?" lirih Zeliya sembari memegang dadanya.Salat subuh kali ini rasanya begitu berbeda, untuk pertama kalinya ia salat berjamaah lagi di rumah setelah kepergian sang Ayah, yang sesekali mengimami ia dan Ibunya untuk salat. Air mata Zeliya tidak berhenti meleleh saking terharunya, apalagi mendengar bacaan suaminya walau terdengar gugup, tapi menurut Zeliya sudah cukup bagus. Ia yakin, Bryan pasti berusaha kerasa untuk belajar mengimami salat, entah pada siapa pria itu belajar.Setelah mengucap salam terakhir, Bryan mengusap wajahnya. Ia be
Bryan meloncat dari ranjang, memijat keningnya sendiri. Ia tidak pernah berfikir bahwa Selena akan berbuat nekat, sepertinya beban psikologisnya sangat hebat di rasakan wanita itu. Apalagi, Angkasa yang notabenenya adalah ayah dari jabang bayi yang di kandungnya terjerat bui."Dimana kalian?" tanya Bryan."Di atap PH. Nggak ada yang tau kami disini, cepet ke sini Bry!" Suara Luna terdengar begitu panik."Oke gue ke sana."Selena menangis tidak henti-hentinya. Ia sebenarnya kemarin sudah di interogasi polisi dan hampir menjeblos ke penjara, namun ia mendapat informasi bahwa Bryan menarik tuntutan padanya, namun tidak pada Angkasa. Walau Angkasa, pria itu sempat bersikeras bahwa ide awalnya perbuatan pelecehan terhadap Bryan adalah idenya, tapi ia mampu menyangkal.Hari itu, Selena berbincang empat mata tepat di sel tahanan Angkasa. Ia ingin meminta pertanggungjawaban untuk anaknya dan berjanji jika pria itu setuju, maka ia akan membuat masa tahanan pria itu hanya berlangsung sebentar s
"Bukannya itu Bryan dan Selena?" Arham memicingkan matanya, menatap dua orang yang baru saja masuk ke sebuah restoran yang tetap buka walau bulan puasa."Jalan lagi Bang," lirih Zeliya, ia sudah yakin jika yang terlihat matanya adalah suaminya dan Selena, tidak salah lagi karena Arham membenarkannya."Kita harus turun Liya, ngapain berduaan siang hari ke restoran? apa mereka nggak puasa? dan lagi, bukannya mereka masih booming di bicarakan ya di internet? kenapa malah berani keluar berduaan begitu?" tanya Arham merasa heran, bagaimana jika keduanya diam-diam memang menjalin hubungan? atau kalaupun tidak, apa mereka tidak khawatir kepergok oleh wartawan?Zeliya menggeleng. "Nggak usah Bang, udah jelas itu mereka. Kalau pun nanti ada masalah, biar mereka selesaikan sendiri. Aku nggak ingin ikut campur.""Tapi Liya dia itu su..." Perkataan Arham tidak selesai karena ia ingat ada karyawan lain bersama mereka yang tidak tahu jika Bryan si model itu adalah suami dari Zeliya. "Tetap aja, aku
"Kamu jangan berkata aneh-aneh ya. Aku nggak pernah memimpikan imam lain, setelah menikah denganmu. Aku hanya belum siap? nggak bisa kah kamu mengerti aku?" Mata Zeliya berkaca-kaca, hatinya terasa di sayat-sayat karena perkataan pedas suaminya."Tapi kamu bilang, takut menyesal jika aku menyentuhmu. Itu melukaiku Zeliya. Kamu tadi sempat menyinggung nafsu, apa kamu memnadangku hanya sebagia pria nafsuan yang memanfaatkan dirimu untuk memuaskan? begitu? kamu pikir aku hanya pria brengsek yang ketika nafsu langsung melampiaskannya pada wanita? begitu?" sungut Bryan. Mata elang itu terlihat menajam menghujam dada."Mas, bukan itu yang aku maksud.""Sudahlah. Wajar kamu berfikir seperti itu. Aku memang pria bajingan sedari awal. Bahkan, aku sudah pernah bercumbu dengan beberapa wanita. Aku memang brengsek. Nggak pantas untuk menyentuh wanita suci sepertimu," tandas Bryan.Bryan bangkit dengan wajah memerah, mengepalkan tangannya di samping paha. Entah
Bazar dan pameran produk baru Butik Arham di adakan di taman Menteng dengan lokasinya yang berada tepat di lapangan basket. Zeliya dan karyawan lain terlihat sibuk menata barang dagangan. Tidak lupa dua model baru yang di sewa langsung oleh Arham sudah hadir untuk acara pameran.Beberapa banner dengan foto-foto model terpampang di sisi-sisi jalan sebelum menuju stand Butik Arham. Beberapa wanita remaja hingga ibu-ibu, terlihat menunjuk-nunjuk produk baru yang di pajang itu. Dua model terlihat berjalan-jalan, sesekali menyapa pengunjung."Masyaa Allah, produk baru, udah ada sepuluh orang yang rekuest kak," ucap salah satu karyawan pada Zeliya.Zeliya yang sedang sibuk merapikan barang, menoleh ke arah karyawan wanita dengan hijab di lilit ke leher itu. "Produk yang mana?" tanya Zeliya, barangkali yang laku keras adalah hasil desain nya. Ia tersenyuk ceria di balik cadarnya. Sejenak ia lupa permasalahan rumah tangganya."Yang blezzer dengan bulu di leher ka
Nafas Zeliya terengah-engah, ia terkejut karena perbuatannya sendiri yang sudah menampar suaminya sendiri.Bryan terdiam, mengelus pipinya yang terkena tamparan sang istri. Bukan perkara sakit di wajahnya, namun hatinya. Ia merasa mendapat penolakan dan ia sangat kecewa."Sejijik itu kah kamu sama aku?" tanya Bryan dalam keremangan cahaya. Zeliya membuang wajah, nafasnya masinlh terengah. Dia diam tidak menjawab."Kalau begitu, aku akan membuatmu sama sepertiku." Bryan kembali mendekat, hendak meraup bibir istrinya, namun Zeliya memberontak."Lepasin Mas. Aku bukan budak, aku bukan binatang yang bisa kamu perlakukan sesuka hati!" teriak Zeliya, matanya sudah mengalirkan cairan bening. Bryan kini sudah berhasil mendaratkan bibirnya, meraup dalam-dalam bibir istrinya yang tidak pernah ia kecap dengan tanpa penghalang apa-apa."M...as. Em, lep..as." Zeliya berusaha memberontak. Bryan mencengkeram kedua lengannya. Pria itu menciuminya terus menerus.
Bryan menatap lekat istrinya, berharap wanita yang sabar menghadapinya itu bersedia menemani tidurnya malam ini. Di saat tubuhnya demam, biasanya ia akan merasa sangat kesepian dan merindukan orang-orang yang ia sayangi."Aku tidur di sebelah mana?" tanya sang istri membuat Bryan sedikit tercengang, ia pikir Zeliya akan menolak permintaannya setelah apa yang ia lakukan beberapa waktu lalu.Sebenarnya, Bryan hanya ingin memberi pelajaran pada Zeliya yang sudah mengabaikannya dan justru sangat dekat dengan pria lain, ia hanya ingin wanita itu tahu batasan, tidak seharusnya bertingkah sangat akrab dengan saudara tirinya dan dengan pria manapun itu, karena Bryan sangat cemburu.Wanita itu juga dengan seenaknya menuduh dirinya memiliki perasaan kepada wanita lain. Hanya karena dirinya yang membantu Selena di masa-masa depresinya. Dulu, saat ibunya meninggalkannya, Bryan tahu rasanya depresi, tidak semangat hidup, apalagi bertemu manusia, perubahan mood yang buruk dan
Pukul delapan pagi, suami istri itu siap-siap untuk berangkat ke kediaman Selena. Seperti biasa, jika berangkat bersama-sama, kalau tidak memakai jasa taksi tentu pakai sepeda motor Zeliya.Pilihan jatuh pada sepeda motor Zeliya. Bryan yang sudah merasa sembuh yang menawarkannya sendiri walau sang istri menyarankan naik taksi saja. "Zeliya!" panggil Bryan di sela-sela perjalanan mereka."Iya.""Pegangan, aku bakal ngebut.""Jangan ngebut-ngebut Mas, pelan aja, toh nanti sampai."Bryan nyengir, ia hanya beralasan agar Zeliya memeluk pinggangnya. Tapi, sepertinya wanita itu menebak niat konyolnya itu. Sesekali memukuli bahunya, ketika dirinya sedikit mempercepat laju kendaraan.Sesampainya di lobi apartemen, keduanya berjalan lewat pintu utama, namun Bryan harus mendengus kasar saat dirinya dibiarkan lewat dengan aman sedangkan istrinya tertahan di belakang oleh satpam."Boleh saya periksa barang bawaan anda?" tanya satpam pria dengan umur kisaran empat puluhan."Kenapa di periksa ya?