Share

Bab 46

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-03-30 17:02:27

Di bawah langit biru yang cerah, Raka dan para penduduk Desa Kali Bening mulai membangun tambak ikan dalam skala besar di sepanjang aliran Sungai Kali Bening. Dengan semangat bergotong-royong, mereka mengerahkan tenaga untuk menggali kolam, memasang pagar bambu, serta menyiapkan benih ikan air tawar yang akan memenuhi tambak. Pembangunan ini diharapkan menjadi sumber pangan dan mata pencaharian baru bagi warga desa.

Sementara itu, Raka meresmikan rumah makan Sekar Kedaton, cabang dari rumah makan miliknya yang telah lebih dahulu berdiri di Pasar Kemusuk. Dengan desain bangunan yang mengadopsi arsitektur tradisional, serta sajian masakan khas yang menggugah selera, rumah makan ini menarik perhatian para saudagar dan pelancong dari berbagai wilayah. Harum rempah yang menyeruak dari dapurnya menjadi daya tarik tersendiri, menandakan bahwa tempat itu akan menjadi pusat kuliner ternama di kawasan tersebut.

Perdagangan antara Desa Kali Bening dan Desa Anggur semakin erat. Barang-barang hasi
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 47

    Setelah melakukan serangkaian penelitian terhadap kadar emas di Pulau Ire, Raka akhirnya mengambil keputusan tegas. Ia tidak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti saat menemukan emas di Bukit Turi. Namun, berbeda dari sebelumnya, Pulau Ire tidak memiliki ekosistem yang perlu dijaga seketat Bukit Turi.Maka, demi menunjang mobilitas aktivitas tambang, Raka memutuskan untuk membangun jembatan batu di Teluk Penyu menuju Pulau Ire. Jembatan ini nantinya akan menjadi jalur utama bagi para pekerja tambang dan pedagang yang ingin mengangkut hasil bumi dari pulau tersebut."Jembatan ini akan menjadi proyek besar. Kita membutuhkan batuan terbaik serta semen yang kokoh agar mampu bertahan lama," ujar Raka dalam pertemuan dengan Kades Zeno dan beberapa tokoh desa.Mendengar hal itu, banyak warga yang merasa bangga. Kini, Desa Kali Bening tidak hanya membangun untuk dirinya sendiri, tetapi juga mulai terlibat dalam pembangunan wilayah sekitarnya.Usulan Peternakan BebekDi tengah kesibukan

    Last Updated : 2025-03-30
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 48

    Matahari senja menebarkan sinarnya yang keemasan di atas Paviliun Puri , menyinari wajah Raka yang tengah duduk di serambi kayu jati. Di hadapannya, Aina, istri pertama, tersenyum lembut sambil menatap dengan penuh kasih. Tangannya yang halus menyentuh perut yang mulai membesar, tanda kehidupan baru yang tumbuh di dalam rahimnya.“Kakanda...” suara Aina lirih, namun penuh kebahagiaan, “Sebentar lagi kamu akan menjadi seorang ayah.”Raka membayangkannya. Dadanya bergetar, matanya perlahan memanas, hingga akhirnya setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Ia tak pernah membayangkan momen ini akan tiba. Selama ini ia sibuk membangun desa, memimpin pembangunan, dan memastikan kesejahteraan penduduk. Namun kini, ada kebahagiaan yang jauh lebih besar— ia akan menjadi seorang ayah.“Aina... ini adalah karunia terbesar dalam hidupku,” ujar Raka dengan suara sedikit bergetar. Ia menggenggam tangan istrinya erat, seolah ingin memastikan bahwa kebahagiaan ini bukan sekadar mimpi. “Aku berjanji a

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 49

    Di seluruh negeri, kabar tentang titah Raja Mahesa Warman segera menyebar bagaikan angin yang berhembus ke pelosok-pelosok desa. Sang raja mengumumkan sebuah kompetisi sastra terbesar yang belum pernah diadakan sebelumnya.“Barang siapa yang mampu menuliskan karya sastra terbaik, akan mendapat penghormatan tinggi dari kerajaan dan hadiah besar,” demikian bunyi titah yang diwartakan ke seluruh penjuru negeri.Para cendekiawan, pujangga muda, dan pemuda-pemudi berbakat dari berbagai desa bersiap mengikuti lomba ini. Salah satu yang tak luput dari perhatian adalah Aryo, anak muda dari Desa Petir , yang terkenal akan kefasihannya dalam menulis syair dan puisi.Namun, di sisi lain, ada seorang pemuda yang meski tak lagi tergolong muda dalam dunia sastra , namanya tetap tak bisa diabaikan— Raka dari Desa Kali Bening .Raka Terpaksa Mengikuti LombaPada awalnya, Raka enggan mengikuti lomba ini. Baginya, sastra adalah seni yang harus dinikmati, bukan sekedar ajang untuk berlomba. Namun, doron

    Last Updated : 2025-04-01
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 50

    Angin lembut berhembus di tepian Sungai Kali Bening, membawa aroma embun yang khas. Di bawah cahaya fajar yang baru menyingsing, para nelayan telah kembali dari perburuan mereka di lautan, membawa hasil tangkapan yang melimpah. Namun, kesibukan di desa tidak hanya terbatas pada dermaga. Sebuah permintaan besar datang dari berbagai penjuru, membuat Raka Wironegoro yang tengah beristirahat di paviliun puri harus segera turun tangan.Sejak tepung ikan dari Desa Kali Bening dikenal luas, utamanya oleh penduduk Desa Anggur dan sekitarnya, permintaan pun semakin melonjak. Raka yang sedang berlibur dari hiruk pikuk pemerintahan dan perdagangan pun pada akhirnya tidak ingin membiarkan kesempatan ini berlalu. Ia segera memerintahkan pembangunan pabrik pengolahan tepung ikan agar produksi dapat ditingkatkan tanpa mengurangi kualitasnya."Tak boleh kita biarkan hasil laut terbuang sia-sia. Jika dikelola dengan baik, bukan hanya desa kita yang sejahtera, tetapi juga desa-desa lain yang bergantung

    Last Updated : 2025-04-02
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 51

    Di bawah langit yang berpendar lembayung, alun-alun Kerajaan Surya Manggala dipenuhi oleh rakyat dari berbagai lapisan. Hari ini, lomba sastra yang dinanti-nantikan telah mencapai puncaknya. Para petinggi kerajaan, cendekiawan, dan rakyat jelata berkumpul untuk menyaksikan siapa yang akan menyandang gelar terbaik dalam seni menulis dan bercerita.Di antara para peserta, seorang pemuda berdiri dengan tenang. Raka Wironegoro, dengan pena dan pikirannya yang tajam, telah memukau para juri dengan syairnya yang mengalun bak kidung malam. Kisah yang ia ukir dalam kata-kata membius hadirin, membawa mereka menelusuri lembaran sejarah dan makna kehidupan yang mendalam.Saat juru bicara kerajaan mengumumkan namanya sebagai pemenang, gemuruh tepuk tangan menggema di seluruh alun-alun. Banyak yang terkesan, tidak hanya oleh kepiawaiannya dalam menulis, tetapi juga oleh caranya merangkai kata menjadi jalinan cerita yang hidup. Namanya kini bergema, tidak hanya di kalangan rakyat biasa, tetapi juga

    Last Updated : 2025-04-02
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 52

    Sejak Raka kembali ke desanya dan sebagai calon pemimpin desa masa depan harus memiliki kebijaksanaan, banyak penduduk mulai mendesaknya untuk kembali bersekolah. Mereka berpendapat bahwa seorang pemimpin harus memiliki ilmu yang luas agar dapat membawa kesejahteraan bagi rakyatnya.Pada suatu sore, beberapa tetua desa berkumpul di balai pertemuan, membahas masa depan Raka.Tetua Desa: "Anak muda sepertimu, Raka, harus menuntut ilmu yang lebih tinggi. Dengan begitu, kau dapat membawa kemajuan bagi desa kita."Petani Tua: "Betul itu! Engkau sudah cerdas sejak kecil, tapi dunia ini luas. Ada banyak hal yang bisa kau pelajari."Raka mendengarkan dengan saksama. Ia memahami maksud baik bagi masyarakat. Pendidikan bisa menjadi kunci bagi desa mereka untuk berkembang lebih baik. Namun, ada kegelisahan dalam ingatan.Raka: "Aku memahami maksud kalian, paman-paman sekalian. Namun, waktu yang kupakai untuk belajar di sekolah, berarti aku harus mengurangi waktuku untuk desa. Bagaimana mungkin a

    Last Updated : 2025-04-02
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 53

    Di sebuah sore yang sejuk, seorang pria paruh baya dengan jubah sederhana duduk di salah satu sudut Rumah Makan Sekar Kedaton, pasar Kemusuk. Ia adalah Tuan Andar , seorang ahli sastra dari Negeri Angin, yang kebetulan singgah untuk beristirahat setelah perjalanan panjang.Di hadapannya, sebuah gulungan naskah didinding bata merah dengan kayu berukir. Matanya menelusuri kata setiap dengan penuh perhatian. Sesekali ia menghela napas, lalu tersenyum tipis. Tulisan dalam naskah itu begitu dalam, namun tetap ringan untuk dipahami.Tuan Andar (berbisik pada dirinya sendiri): "Siapa yang menulis ini? Bahasanya sederhana, tetapi maknanya begitu luas. Ini bukan sekadar untaian kata, melainkan cerminan dari jiwa yang bijak."Ia meneguk teh hangatnya perlahan, masih tenggelam dalam tulisan tersebut. Hingga akhirnya, seorang saudagar kaya yang duduk tak jauh darinya ikut memperhatikan.Saudagar 1: "Tuan tampak begitu terpikat oleh naskah itu. Bolehkah kami tahu, apa isinya?"Tuan Andar mengangka

    Last Updated : 2025-04-03
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 54

    Di pagi hari yang cerah, angin sepoi-sepoi bertiup lembut menyapu Desa Kali Bening. Di balai desa , para pejabat desa dan para pemuda berkumpul dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka duduk melingkar, menunggu dengan sabar di bawah atap bangunan megah dengan pilar-pilar tinggi yang berdiri kokoh di tengah desa.Di hadapan mereka, Raka berdiri dengan tenang, memegang gulungan naskah di tangannya. Hari ini, ia akan memperkenalkan sesuatu yang belum pernah didengar oleh orang-orang di Negeri Surya Manggala— syair .Ia membukanya, menatap sekilas, lalu menatap orang-orang di hadapannya. Suaranya tenang namun penuh keyakinan saat ia mulai membacakan karyanya:Langit tinggi tak bertepi, Laut luas bagai tak berbatas, Hidup ini perjuangan hakiki, Tanpa ilmu kita akan terbatas.Jangan gentar melangkah maju, Meski rintangan menghadang di jalan, Ilmu bak cahaya mencapai kalbu, Membuka dunia, menyingkap awan.Suasana hening. Setiap kata yang diucapkan Raka menggema di dalam hati pa

    Last Updated : 2025-04-03

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 100

    Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 99

    Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 98

    udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 97

    Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 96

    Tak ada yang menyangka bahwa jalan tanah lebar yang menghubungkan Desa Kali Bening dan Desa Anggur akan membawa perubahan sebesar ini. Dulu hanya berupa jalur setaTuan berkerikil, kini jalan itu sudah ditata rapi, diperkeras dengan batu-batu lempeng dari sungai, dan di kiri-kanannya ditanami pohon turi serta lampu minyak gantung yang dinyalakan tiap malam.Sejak jalan itu dibuka, desa terasa seperti hidup kembali. Kuda-kuda pedagang berdatangan membawa hasil bumi, kain, rempah, logam, dan barang-barang dari wilayah lain. Gerobak-gerobak kayu berseliweran, dan anak-anak kecil sering berdiri di tepi jalan, bersorak tiap kali rombongan saudagar lewat.Suatu pagi, di sebuah warung sederhana di pinggir jalan, seorang pedagang tua duduk sambil menyeruput wedang jahe. Ia menatap lalu lalang orang dengan senyum tipis.“Tempat ini,” katanya sambil menunjuk ke arah jalan yang berdebu halus, “rasanya lebih ramai dari alun-alun kota pelabuhan di utara.”Di depannya, pemilik warung, seorang ibu mu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 95

    Pagi masih berselimut kabut ketika suara benturan kayu terdengar dari Balai Pelatihan Pasukan. Di sana, Raka berdiri dengan baju pelatihan sederhana, memegang tongkat kayu panjang, sementara puluhan pemuda dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur berdiri berbaris, napas mereka mengembun dalam udara pagi.“Aku tak butuh prajurit yang hanya pandai mengangkat senjata,” seru Raka lantang. “Yang kubutuhkan adalah penjaga sejati. Yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus menahan diri.”Para pemuda mendengarkan dengan mata menyala-nyala. Mereka tahu, ini bukan pelatihan untuk perang besar, tapi untuk menjaga kehidupan yang telah dibangun dengan susah payah. Jembatan kayu besar yang menghubungkan dua desa kini menjadi urat nadi perdagangan, dan rumah makan Sekar Kedaton telah menjadi tempat persinggahan para saudagar dan pelancong dari jauh. Keamanan bukan lagi urusan tetua desa saja—semua harus turut menjaga.Raka tak bekerja sendirian. Ia dibantu Cakra, sahabatnya yang ahli dalam taktik

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 94

    Di Balai Desa Kali Bening, Mirna, bendahara yang cermat dan disegani, berdiri di hadapan Raka dan para tetua desa. Di tangannya tergenggam sebuah catatan dari gulungan daun lontar.Mirna (dengan suara tegas): “Yang Mulia Raka, panen ikan dan bebek tahun ini melampaui tiga musim sebelumnya. Kita mendapat 1.200 karung ikan dan 700 keranjang telur bebek. Dengan ini, kas desa cukup untuk sepuluh musim ke depan.”“Kemudian sama halnya dengan hasil pajak Pelabuhan dan dermaga juga meningkat menjadi 100.000 keping emas dan 500.000 tael perak.”Raka (tersenyum, angguk pelan):“Bagus. Ini hasil dari kerja tenang dan hati yang tak rakus. Lanjutkan seperti ini, jangan serakah meski hasil melimpah. Simpan untuk yang sulit datang tiba-tiba.”Para tetua mengangguk puas. Di luar balai desa, bau anyir air kolam bercampur harum jerami kering, pertanda panen benar-benar datang dari bumi yang ramah.Keesokan harinya, kereta-kereta kayu ditarik kerbau mulai bergerak keluar desa. Di dalamnya tertata rapi k

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 93

    Fajar menyingsing dengan warna keemasan di langit timur. Burung-burung berkicau riang, seakan tahu hari ini akan jadi hari istimewa bagi Desa Petir dan Desa Anggur. Di tengah dua desa itu, sebuah jembatan megah membentang di atas Sungai kali bening—dan di sanalah seluruh penduduk berkumpul.Hari ini adalah hari peresmian jembatan dan jalan baru yang menghubungkan dua desa yang dahulu sering menggunakan rakit karena jembatan 1 dan 2 terlalu jauh dari kampung turi untuk menyebranginnya, namun kini menjadi dekat karena kampung turi sudah memiliki jembatan penghubung antara barat dan timur. Di atas jembatan itu, tikar panjang telah dibentang, dipenuhi aneka hidangan: nasi liwet, ayam panggang daun pisang, rebusan umbi, dan minuman kelapa muda yang segar.Di tengah keramaian itu berdiri dua tokoh: Raka dari Kali Bening, dan Cakra, pemimpin dari Desa Petir.Raka (tersenyum pada Cakra): "Dulu di jalan ini hanya tumbuh ilalang dan semak. Kini, lihatlah… jalan ini jadi urat nadi antara kita di

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 92

    Aryo: "Aku hanya ingin menjadi seperti Ayah… berkuasa, dihormati. Tapi sekarang… kita harus menjual setengah sawah dan semua perak warisan."Wiroguno (pelan): "Kita lupa... bahwa kehormatan tak bisa dibeli, apalagi diraih dengan kerja keras, maka kita harus lakukan hal seperti biasa kita suap para pejabat itu.”Burung gagak hinggap di dahan, bersuara parau seperti ikut mencemooh.Aryo (mengangkat kepala): "Ayah… haruskah kita serahkan karung ini sendiri ke Raka?"Wiroguno: "Tidak. Kita kirim utusan. Aku… aku belum sanggup menatap matanya. Belum."Angin sore mengayun pelan daun-daun Kayu Malam. Suasana begitu sunyi. Hanya rasa sesal yang menyelimuti mereka, seperti bayangan yang tak bisa diusir.Di kejauhan, dari balik jalan kecil yang berkelok, Raka menoleh sekilas. Ia melihat dua sosok di bawah pohon Kayu Malam itu. Namun ia tak berkata apa-apa. Hanya tersenyum tipis.Raka (pelan, pada Aini): "Lihatlah mereka… Dua bayang-bayang yang lupa bahwa hidup bukan sekadar kekuasaan. Tapi kini

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status