공유

Bab 93

작가: Bhay Hamid
last update 최신 업데이트: 2025-04-16 10:33:47

Fajar menyingsing dengan warna keemasan di langit timur. Burung-burung berkicau riang, seakan tahu hari ini akan jadi hari istimewa bagi Desa Petir dan Desa Anggur. Di tengah dua desa itu, sebuah jembatan megah membentang di atas Sungai kali bening—dan di sanalah seluruh penduduk berkumpul.

Hari ini adalah hari peresmian jembatan dan jalan baru yang menghubungkan dua desa yang dahulu sering menggunakan rakit karena jembatan 1 dan 2 terlalu jauh dari kampung turi untuk menyebranginnya, namun kini menjadi dekat karena kampung turi sudah memiliki jembatan penghubung antara barat dan timur. Di atas jembatan itu, tikar panjang telah dibentang, dipenuhi aneka hidangan: nasi liwet, ayam panggang daun pisang, rebusan umbi, dan minuman kelapa muda yang segar.

Di tengah keramaian itu berdiri dua tokoh: Raka dari Kali Bening, dan Cakra, pemimpin dari Desa Petir.

Raka (tersenyum pada Cakra): "Dulu di jalan ini hanya tumbuh ilalang dan semak. Kini, lihatlah… jalan ini jadi urat nadi antara kita di
이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

관련 챕터

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 94

    Di Balai Desa Kali Bening, Mirna, bendahara yang cermat dan disegani, berdiri di hadapan Raka dan para tetua desa. Di tangannya tergenggam sebuah catatan dari gulungan daun lontar.Mirna (dengan suara tegas): “Yang Mulia Raka, panen ikan dan bebek tahun ini melampaui tiga musim sebelumnya. Kita mendapat 1.200 karung ikan dan 700 keranjang telur bebek. Dengan ini, kas desa cukup untuk sepuluh musim ke depan.”“Kemudian sama halnya dengan hasil pajak Pelabuhan dan dermaga juga meningkat menjadi 100.000 keping emas dan 500.000 tael perak.”Raka (tersenyum, angguk pelan):“Bagus. Ini hasil dari kerja tenang dan hati yang tak rakus. Lanjutkan seperti ini, jangan serakah meski hasil melimpah. Simpan untuk yang sulit datang tiba-tiba.”Para tetua mengangguk puas. Di luar balai desa, bau anyir air kolam bercampur harum jerami kering, pertanda panen benar-benar datang dari bumi yang ramah.Keesokan harinya, kereta-kereta kayu ditarik kerbau mulai bergerak keluar desa. Di dalamnya tertata rapi k

    최신 업데이트 : 2025-04-16
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 95

    Pagi masih berselimut kabut ketika suara benturan kayu terdengar dari Balai Pelatihan Pasukan. Di sana, Raka berdiri dengan baju pelatihan sederhana, memegang tongkat kayu panjang, sementara puluhan pemuda dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur berdiri berbaris, napas mereka mengembun dalam udara pagi.“Aku tak butuh prajurit yang hanya pandai mengangkat senjata,” seru Raka lantang. “Yang kubutuhkan adalah penjaga sejati. Yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus menahan diri.”Para pemuda mendengarkan dengan mata menyala-nyala. Mereka tahu, ini bukan pelatihan untuk perang besar, tapi untuk menjaga kehidupan yang telah dibangun dengan susah payah. Jembatan kayu besar yang menghubungkan dua desa kini menjadi urat nadi perdagangan, dan rumah makan Sekar Kedaton telah menjadi tempat persinggahan para saudagar dan pelancong dari jauh. Keamanan bukan lagi urusan tetua desa saja—semua harus turut menjaga.Raka tak bekerja sendirian. Ia dibantu Cakra, sahabatnya yang ahli dalam taktik

    최신 업데이트 : 2025-04-17
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 96

    Tak ada yang menyangka bahwa jalan tanah lebar yang menghubungkan Desa Kali Bening dan Desa Anggur akan membawa perubahan sebesar ini. Dulu hanya berupa jalur setaTuan berkerikil, kini jalan itu sudah ditata rapi, diperkeras dengan batu-batu lempeng dari sungai, dan di kiri-kanannya ditanami pohon turi serta lampu minyak gantung yang dinyalakan tiap malam.Sejak jalan itu dibuka, desa terasa seperti hidup kembali. Kuda-kuda pedagang berdatangan membawa hasil bumi, kain, rempah, logam, dan barang-barang dari wilayah lain. Gerobak-gerobak kayu berseliweran, dan anak-anak kecil sering berdiri di tepi jalan, bersorak tiap kali rombongan saudagar lewat.Suatu pagi, di sebuah warung sederhana di pinggir jalan, seorang pedagang tua duduk sambil menyeruput wedang jahe. Ia menatap lalu lalang orang dengan senyum tipis.“Tempat ini,” katanya sambil menunjuk ke arah jalan yang berdebu halus, “rasanya lebih ramai dari alun-alun kota pelabuhan di utara.”Di depannya, pemilik warung, seorang ibu mu

    최신 업데이트 : 2025-04-17
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 97

    Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j

    최신 업데이트 : 2025-04-17
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 98

    udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka

    최신 업데이트 : 2025-04-18
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 99

    Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.

    최신 업데이트 : 2025-04-18
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 100

    Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep

    최신 업데이트 : 2025-04-18
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 1

    “Baginda hari ini, adalah penyatuan ulang Kerajaan kita dan para pakar ilmuan banyak yang terbunuh sehingga kita kekurangan ilmuan.” “Segenting apa Patih.” “Dari lima ratus cendikiawan kita hanya tersisa tiga orang saja. Dalam beberapa pertempuran mereka menjadi tulang punggung Kerajaan untuk membantu peperangan dan menulis Sejarah peperangan, hingga tidak meninggalkan sisa dari mereka kecuali hanya tiga orang dan buku-buku catatan yang begitu banyak.” “Bagaimana dengan seleksi di penjuru negeri. Segera buat perekrutan secepatnya atau buat seleksi para anak muda untuk menjadi cendikiawan terpelajar. “Setiap warga yang mampu menghasilkan cendikiawan murni maka dia akan mendapatkan imbalan seribu koine mas.” Per bulannya. ‘’ Untuk beberapa tahun kedepan Kerajaan harus pulih Kembali seperti masa kejayaan Raja Warman.” Kita jangan mengulang kejadian konyol seperti penghianat itu yang telah membuat Raja Warman tewas dan menyebabkan pertikaian dan perpecahan ini.” “Sehingga merug

    최신 업데이트 : 2025-02-19

최신 챕터

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 100

    Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 99

    Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 98

    udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 97

    Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 96

    Tak ada yang menyangka bahwa jalan tanah lebar yang menghubungkan Desa Kali Bening dan Desa Anggur akan membawa perubahan sebesar ini. Dulu hanya berupa jalur setaTuan berkerikil, kini jalan itu sudah ditata rapi, diperkeras dengan batu-batu lempeng dari sungai, dan di kiri-kanannya ditanami pohon turi serta lampu minyak gantung yang dinyalakan tiap malam.Sejak jalan itu dibuka, desa terasa seperti hidup kembali. Kuda-kuda pedagang berdatangan membawa hasil bumi, kain, rempah, logam, dan barang-barang dari wilayah lain. Gerobak-gerobak kayu berseliweran, dan anak-anak kecil sering berdiri di tepi jalan, bersorak tiap kali rombongan saudagar lewat.Suatu pagi, di sebuah warung sederhana di pinggir jalan, seorang pedagang tua duduk sambil menyeruput wedang jahe. Ia menatap lalu lalang orang dengan senyum tipis.“Tempat ini,” katanya sambil menunjuk ke arah jalan yang berdebu halus, “rasanya lebih ramai dari alun-alun kota pelabuhan di utara.”Di depannya, pemilik warung, seorang ibu mu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 95

    Pagi masih berselimut kabut ketika suara benturan kayu terdengar dari Balai Pelatihan Pasukan. Di sana, Raka berdiri dengan baju pelatihan sederhana, memegang tongkat kayu panjang, sementara puluhan pemuda dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur berdiri berbaris, napas mereka mengembun dalam udara pagi.“Aku tak butuh prajurit yang hanya pandai mengangkat senjata,” seru Raka lantang. “Yang kubutuhkan adalah penjaga sejati. Yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus menahan diri.”Para pemuda mendengarkan dengan mata menyala-nyala. Mereka tahu, ini bukan pelatihan untuk perang besar, tapi untuk menjaga kehidupan yang telah dibangun dengan susah payah. Jembatan kayu besar yang menghubungkan dua desa kini menjadi urat nadi perdagangan, dan rumah makan Sekar Kedaton telah menjadi tempat persinggahan para saudagar dan pelancong dari jauh. Keamanan bukan lagi urusan tetua desa saja—semua harus turut menjaga.Raka tak bekerja sendirian. Ia dibantu Cakra, sahabatnya yang ahli dalam taktik

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 94

    Di Balai Desa Kali Bening, Mirna, bendahara yang cermat dan disegani, berdiri di hadapan Raka dan para tetua desa. Di tangannya tergenggam sebuah catatan dari gulungan daun lontar.Mirna (dengan suara tegas): “Yang Mulia Raka, panen ikan dan bebek tahun ini melampaui tiga musim sebelumnya. Kita mendapat 1.200 karung ikan dan 700 keranjang telur bebek. Dengan ini, kas desa cukup untuk sepuluh musim ke depan.”“Kemudian sama halnya dengan hasil pajak Pelabuhan dan dermaga juga meningkat menjadi 100.000 keping emas dan 500.000 tael perak.”Raka (tersenyum, angguk pelan):“Bagus. Ini hasil dari kerja tenang dan hati yang tak rakus. Lanjutkan seperti ini, jangan serakah meski hasil melimpah. Simpan untuk yang sulit datang tiba-tiba.”Para tetua mengangguk puas. Di luar balai desa, bau anyir air kolam bercampur harum jerami kering, pertanda panen benar-benar datang dari bumi yang ramah.Keesokan harinya, kereta-kereta kayu ditarik kerbau mulai bergerak keluar desa. Di dalamnya tertata rapi k

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 93

    Fajar menyingsing dengan warna keemasan di langit timur. Burung-burung berkicau riang, seakan tahu hari ini akan jadi hari istimewa bagi Desa Petir dan Desa Anggur. Di tengah dua desa itu, sebuah jembatan megah membentang di atas Sungai kali bening—dan di sanalah seluruh penduduk berkumpul.Hari ini adalah hari peresmian jembatan dan jalan baru yang menghubungkan dua desa yang dahulu sering menggunakan rakit karena jembatan 1 dan 2 terlalu jauh dari kampung turi untuk menyebranginnya, namun kini menjadi dekat karena kampung turi sudah memiliki jembatan penghubung antara barat dan timur. Di atas jembatan itu, tikar panjang telah dibentang, dipenuhi aneka hidangan: nasi liwet, ayam panggang daun pisang, rebusan umbi, dan minuman kelapa muda yang segar.Di tengah keramaian itu berdiri dua tokoh: Raka dari Kali Bening, dan Cakra, pemimpin dari Desa Petir.Raka (tersenyum pada Cakra): "Dulu di jalan ini hanya tumbuh ilalang dan semak. Kini, lihatlah… jalan ini jadi urat nadi antara kita di

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 92

    Aryo: "Aku hanya ingin menjadi seperti Ayah… berkuasa, dihormati. Tapi sekarang… kita harus menjual setengah sawah dan semua perak warisan."Wiroguno (pelan): "Kita lupa... bahwa kehormatan tak bisa dibeli, apalagi diraih dengan kerja keras, maka kita harus lakukan hal seperti biasa kita suap para pejabat itu.”Burung gagak hinggap di dahan, bersuara parau seperti ikut mencemooh.Aryo (mengangkat kepala): "Ayah… haruskah kita serahkan karung ini sendiri ke Raka?"Wiroguno: "Tidak. Kita kirim utusan. Aku… aku belum sanggup menatap matanya. Belum."Angin sore mengayun pelan daun-daun Kayu Malam. Suasana begitu sunyi. Hanya rasa sesal yang menyelimuti mereka, seperti bayangan yang tak bisa diusir.Di kejauhan, dari balik jalan kecil yang berkelok, Raka menoleh sekilas. Ia melihat dua sosok di bawah pohon Kayu Malam itu. Namun ia tak berkata apa-apa. Hanya tersenyum tipis.Raka (pelan, pada Aini): "Lihatlah mereka… Dua bayang-bayang yang lupa bahwa hidup bukan sekadar kekuasaan. Tapi kini

좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status