Share

Bab 40

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-03-28 17:11:09
Setelah pertemuan di balai Kali Bening, Raka tidak membuang waktu. Dengan tekad yang bulat, ia segera mengumpulkan para pekerja dan memulai eksperimen pembuatan bata merah di pinggiran Sungai Kali Bening. Namun, berbeda dengan cara lama yang banyak merusak tanah dan mencemari udara, Raka memperkenalkan teknik baru yang lebih ramah lingkungan—teknik pengendapan lumpur.

Setiap pagi, para pekerja menggali tanah liat di tepian sungai, kemudian menampungnya dalam wadah besar. Lumpur tersebut dibiarkan mengendap secara alami, memisahkan kotoran dan pasir kasar, hingga hanya tersisa tanah liat halus yang kelak akan tercetak menjadi bata. Cara ini tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem sungai, tetapi juga menghasilkan bata dengan warna merah menyala, permukaan halus, dan kekuatan yang lebih baik.

Hari demi hari, kabar tentang bata merah dari Kali Bening mulai menyebar. Warga yang semula ragu, kini terheran-heran melihat hasilnya. Bata-bata itu lebih kokoh dibandingkan yang biasa mereka g
Bhay Hamid

like dan coment ya para pembaca

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Roli Yanti
tiga bab isinya sama
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 41

    Setelah tujuh hari bekerja keras tanpa henti, jembatan batu yang menghubungkan Kampung Kali Bening dan Desa Anggur akhirnya berdiri kokoh. Batu-batu besar tersusun rapi membentuk lengkungan yang indah, menandakan kemajuan besar bagi kedua desa. Pada hari peresmiannya, tetua kampung kali bening berkumpul, disaksikan oleh warga yang datang berbondong-bondong.Paman Zeno berdiri di tengah jembatan, memegang tongkat kayu yang selalu ia bawa. Dengan suara lantang, ia berkata, “Hari ini, kita menyaksikan bukti kerja keras dan persatuan! Jembatan ini bukan sekadar penghubung dua desa, tetapi juga penghubung harapan dan kemakmuran bagi anak-cucu kita kelak. Semoga dengan adanya jembatan ini, Kali Bening dan Desa Anggur semakin maju dan berjaya!”Sorak-sorai warga menggema di sepanjang sungai. Sejak saat itu, perjalanan antar desa menjadi lebih mudah. Pedagang, petani, bahkan nelayan dari Desa Anggur kini bisa membawa hasil bumi dan hasil tangkapan mereka ke Kali Bening tanpa harus bersusah pa

    Last Updated : 2025-03-28
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 41

    Setelah tujuh hari bekerja keras tanpa henti, jembatan batu yang menghubungkan Kampung Kali Bening dan Desa Anggur akhirnya berdiri kokoh. Batu-batu besar tersusun rapi membentuk lengkungan yang indah, menandakan kemajuan besar bagi kedua desa. Pada hari peresmiannya, tetua kampung kali bening berkumpul, disaksikan oleh warga yang datang berbondong-bondong.Paman Zeno berdiri di tengah jembatan, memegang tongkat kayu yang selalu ia bawa. Dengan suara lantang, ia berkata, “Hari ini, kita menyaksikan bukti kerja keras dan persatuan! Jembatan ini bukan sekadar penghubung dua desa, tetapi juga penghubung harapan dan kemakmuran bagi anak-cucu kita kelak. Semoga dengan adanya jembatan ini, Kali Bening dan Desa Anggur semakin maju dan berjaya!”Sorak-sorai warga menggema di sepanjang sungai. Sejak saat itu, perjalanan antar desa menjadi lebih mudah. Pedagang, petani, bahkan nelayan dari Desa Anggur kini bisa membawa hasil bumi dan hasil tangkapan mereka ke Kali Bening tanpa harus bersusah pa

    Last Updated : 2025-03-28
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 42

    Di pagi hari yang cerah, Raka berangkat ke Pasar Kemusuk dengan membawa beberapa karung tepung ikan hasil olahannya sebelum ia melihat perkembangan rumah makan sekar kedaton. Dengan penuh semangat, ia berharap bisa memperkenalkan inovasi barunya kepada para pedagang dan peternak. Namun, alih-alih mendapat sambutan yang baik, banyak warga di pasar justru mencibirnya."Apa ini? Tepung ikan? Bau amis mulai dari mana yang bisa dipakai?" seorang pedagang daging berkomentar sinis, mencubit sedikit tepung ikan dengan ujung jarinya lalu menciumnya dengan halus.“Lebih baik kau jual ikan segar saja, Raka,” sahut yang lain sambil tertawa meremehkan.Raka hanya tersenyum, tak ambil pusing dengan harapan mereka. Ia tahu, sesuatu yang baru memang selalu sulit diterima. Namun, saat warga sekitar meremehkannya, para pedagang dari Negeri Pasir justru tertarik.Seorang saudagar berpakaian khas negeri di seberang mendekati Raka, mengamati tepung ikan dengan penuh minat. “Anak muda, berapa harga yang ka

    Last Updated : 2025-03-28
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 42

    Di pagi hari yang cerah, Raka berangkat ke Pasar Kemusuk dengan membawa beberapa karung tepung ikan hasil olahannya sebelum ia melihat perkembangan rumah makan sekar kedaton. Dengan penuh semangat, ia berharap bisa memperkenalkan inovasi barunya kepada para pedagang dan peternak. Namun, alih-alih mendapat sambutan yang baik, banyak warga di pasar justru mencibirnya."Apa ini? Tepung ikan? Bau amis mulai dari mana yang bisa dipakai?" seorang pedagang daging berkomentar sinis, mencubit sedikit tepung ikan dengan ujung jarinya lalu menciumnya dengan halus.“Lebih baik kau jual ikan segar saja, Raka,” sahut yang lain sambil tertawa meremehkan.Raka hanya tersenyum, tak ambil pusing dengan harapan mereka. Ia tahu, sesuatu yang baru memang selalu sulit diterima. Namun, saat warga sekitar meremehkannya, para pedagang dari Negeri Pasir justru tertarik.Seorang saudagar berpakaian khas negeri di seberang mendekati Raka, mengamati tepung ikan dengan penuh minat. “Anak muda, berapa harga yang ka

    Last Updated : 2025-03-28
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 43

    Setelah berhasil menjual tepung ikan ke pedagang Negeri Pasir, Raka merasa inilah saatnya untuk membawa usahanya ke tingkat yang lebih tinggi. Bersama Roni, Riko, dan Wina, ia menempuh perjalanan panjang menuju Kota Madya Utama. Mereka membawa beberapa gerobak penuh karung tepung ikan, berharap bisa menawarkannya kepada para tengkulak besar di sana.Sesampainya di kota, mereka langsung menuju pasar pusat, tempat para saudagar berkumpul. Bau rempah-rempah, keringat, dan kuda bercampur di udara. Raka dan rombongan disambut dengan rasa penasaran dari para pedagang yang melihat kiriman mereka.“Ini tepung ikan?” tanya seorang saudagar berkain sutra, matanya penuh curiga.“Benar, Tuan,” jawab Raka percaya diri. “Tepung ikan berkualitas tinggi dari Kali Bening. Bagus untuk pakan ternak, juga bahan campuran dalam berbagai makanan.”Saudagar itu mengambil segenggam tepung, menggosoknya di antara jari-jarinya, lalu mencium aromanya. Tidak butuh waktu lama sebelum ekspresi berubah—dari ragu men

    Last Updated : 2025-03-29
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 44

    Setelah perjalanan panjang dari Kota Madya Utama, Raka dan rombongannya akhirnya tiba kembali di Kali Bening. Kali ini mereka tidak hanya membawa gerobak berisi keuntungan dari hasil penjualan tepung ikan, tetapi juga perlengkapan untuk merenovasi rumah Raka serta pakaian bangsawan untuk Roni, Riko, dan Wina.Di depan gapura masuk desa, beberapa warga tengah bekerja di ladang terkejut melihat kedatangan mereka. Namun, yang lebih mengejutkan adalah penampilan Roni, Riko, dan Wina. Mereka mengenakan jubah bangsawan dengan kain halus dan sulaman emas di bagian bahu."Wah! Siapa mereka yang Bersama Tuan Raka? Jangan-jangan bangsawan dari kota!" seru seorang warga, matanya membelalak."Heh, itu Roni! Lihat, itu juga Riko!" sahut yang lain."Astaga, Wina? Kau terlihat seperti putri saudagar kaya!"Roni dan Riko tersenyum bangga, sementara Wina hanya terkekeh melihat reaksi warga yang terheran-heran.Namun, yang lebih penting dari semua itu adalah surat perintah yang dibawa oleh Raka—sebuah

    Last Updated : 2025-03-29
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 45

    Desa Kali Bening terus berkembang dengan pesat, lebih dari yang dibayangkan siapa pun. Jalanan mulai dirapikan, rumah-rumah warga dibangun dengan bata merah berkualitas tinggi, dan aktivitas perdagangan semakin ramai. Namun, di balik kejayaan itu, imajinasi mulai tumbuh di hati banyak warga Desa Petir.Rumah Raka, yang baru saja selsai direnovasi, berdiri megah di atas tanah lapang sedikit di atas bukit sehingga bisa melihat aktifitas warga di pinggiran Sungai kali bening dan melihat langsung jalan desa yang sudah sangat bagus dan juga dengan dinding bata merah yang kokoh dan atap genting dan dihiasi kayu jati yang berukir indah. Halamannya luas dengan taman kecil yang ditata rapi. Dibandingkan dengan rumah dinas lurah Desa Petir, rumah Raka jauh lebih megah dan mencolok."Apa yang kamu lihat?" bisik salah seorang warga Desa Petir kepada rekannya saat mereka berdiri di tepian jalan, menatap rumah Raka dari kejauhan."Ya, rumah itu seperti milik seorang bangsawan. Bagaimana bisa seoran

    Last Updated : 2025-03-30
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 46

    Di bawah langit biru yang cerah, Raka dan para penduduk Desa Kali Bening mulai membangun tambak ikan dalam skala besar di sepanjang aliran Sungai Kali Bening. Dengan semangat bergotong-royong, mereka mengerahkan tenaga untuk menggali kolam, memasang pagar bambu, serta menyiapkan benih ikan air tawar yang akan memenuhi tambak. Pembangunan ini diharapkan menjadi sumber pangan dan mata pencaharian baru bagi warga desa.Sementara itu, Raka meresmikan rumah makan Sekar Kedaton, cabang dari rumah makan miliknya yang telah lebih dahulu berdiri di Pasar Kemusuk. Dengan desain bangunan yang mengadopsi arsitektur tradisional, serta sajian masakan khas yang menggugah selera, rumah makan ini menarik perhatian para saudagar dan pelancong dari berbagai wilayah. Harum rempah yang menyeruak dari dapurnya menjadi daya tarik tersendiri, menandakan bahwa tempat itu akan menjadi pusat kuliner ternama di kawasan tersebut.Perdagangan antara Desa Kali Bening dan Desa Anggur semakin erat. Barang-barang hasi

    Last Updated : 2025-03-30

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 100

    Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 99

    Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 98

    udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 97

    Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 96

    Tak ada yang menyangka bahwa jalan tanah lebar yang menghubungkan Desa Kali Bening dan Desa Anggur akan membawa perubahan sebesar ini. Dulu hanya berupa jalur setaTuan berkerikil, kini jalan itu sudah ditata rapi, diperkeras dengan batu-batu lempeng dari sungai, dan di kiri-kanannya ditanami pohon turi serta lampu minyak gantung yang dinyalakan tiap malam.Sejak jalan itu dibuka, desa terasa seperti hidup kembali. Kuda-kuda pedagang berdatangan membawa hasil bumi, kain, rempah, logam, dan barang-barang dari wilayah lain. Gerobak-gerobak kayu berseliweran, dan anak-anak kecil sering berdiri di tepi jalan, bersorak tiap kali rombongan saudagar lewat.Suatu pagi, di sebuah warung sederhana di pinggir jalan, seorang pedagang tua duduk sambil menyeruput wedang jahe. Ia menatap lalu lalang orang dengan senyum tipis.“Tempat ini,” katanya sambil menunjuk ke arah jalan yang berdebu halus, “rasanya lebih ramai dari alun-alun kota pelabuhan di utara.”Di depannya, pemilik warung, seorang ibu mu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 95

    Pagi masih berselimut kabut ketika suara benturan kayu terdengar dari Balai Pelatihan Pasukan. Di sana, Raka berdiri dengan baju pelatihan sederhana, memegang tongkat kayu panjang, sementara puluhan pemuda dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur berdiri berbaris, napas mereka mengembun dalam udara pagi.“Aku tak butuh prajurit yang hanya pandai mengangkat senjata,” seru Raka lantang. “Yang kubutuhkan adalah penjaga sejati. Yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus menahan diri.”Para pemuda mendengarkan dengan mata menyala-nyala. Mereka tahu, ini bukan pelatihan untuk perang besar, tapi untuk menjaga kehidupan yang telah dibangun dengan susah payah. Jembatan kayu besar yang menghubungkan dua desa kini menjadi urat nadi perdagangan, dan rumah makan Sekar Kedaton telah menjadi tempat persinggahan para saudagar dan pelancong dari jauh. Keamanan bukan lagi urusan tetua desa saja—semua harus turut menjaga.Raka tak bekerja sendirian. Ia dibantu Cakra, sahabatnya yang ahli dalam taktik

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 94

    Di Balai Desa Kali Bening, Mirna, bendahara yang cermat dan disegani, berdiri di hadapan Raka dan para tetua desa. Di tangannya tergenggam sebuah catatan dari gulungan daun lontar.Mirna (dengan suara tegas): “Yang Mulia Raka, panen ikan dan bebek tahun ini melampaui tiga musim sebelumnya. Kita mendapat 1.200 karung ikan dan 700 keranjang telur bebek. Dengan ini, kas desa cukup untuk sepuluh musim ke depan.”“Kemudian sama halnya dengan hasil pajak Pelabuhan dan dermaga juga meningkat menjadi 100.000 keping emas dan 500.000 tael perak.”Raka (tersenyum, angguk pelan):“Bagus. Ini hasil dari kerja tenang dan hati yang tak rakus. Lanjutkan seperti ini, jangan serakah meski hasil melimpah. Simpan untuk yang sulit datang tiba-tiba.”Para tetua mengangguk puas. Di luar balai desa, bau anyir air kolam bercampur harum jerami kering, pertanda panen benar-benar datang dari bumi yang ramah.Keesokan harinya, kereta-kereta kayu ditarik kerbau mulai bergerak keluar desa. Di dalamnya tertata rapi k

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 93

    Fajar menyingsing dengan warna keemasan di langit timur. Burung-burung berkicau riang, seakan tahu hari ini akan jadi hari istimewa bagi Desa Petir dan Desa Anggur. Di tengah dua desa itu, sebuah jembatan megah membentang di atas Sungai kali bening—dan di sanalah seluruh penduduk berkumpul.Hari ini adalah hari peresmian jembatan dan jalan baru yang menghubungkan dua desa yang dahulu sering menggunakan rakit karena jembatan 1 dan 2 terlalu jauh dari kampung turi untuk menyebranginnya, namun kini menjadi dekat karena kampung turi sudah memiliki jembatan penghubung antara barat dan timur. Di atas jembatan itu, tikar panjang telah dibentang, dipenuhi aneka hidangan: nasi liwet, ayam panggang daun pisang, rebusan umbi, dan minuman kelapa muda yang segar.Di tengah keramaian itu berdiri dua tokoh: Raka dari Kali Bening, dan Cakra, pemimpin dari Desa Petir.Raka (tersenyum pada Cakra): "Dulu di jalan ini hanya tumbuh ilalang dan semak. Kini, lihatlah… jalan ini jadi urat nadi antara kita di

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 92

    Aryo: "Aku hanya ingin menjadi seperti Ayah… berkuasa, dihormati. Tapi sekarang… kita harus menjual setengah sawah dan semua perak warisan."Wiroguno (pelan): "Kita lupa... bahwa kehormatan tak bisa dibeli, apalagi diraih dengan kerja keras, maka kita harus lakukan hal seperti biasa kita suap para pejabat itu.”Burung gagak hinggap di dahan, bersuara parau seperti ikut mencemooh.Aryo (mengangkat kepala): "Ayah… haruskah kita serahkan karung ini sendiri ke Raka?"Wiroguno: "Tidak. Kita kirim utusan. Aku… aku belum sanggup menatap matanya. Belum."Angin sore mengayun pelan daun-daun Kayu Malam. Suasana begitu sunyi. Hanya rasa sesal yang menyelimuti mereka, seperti bayangan yang tak bisa diusir.Di kejauhan, dari balik jalan kecil yang berkelok, Raka menoleh sekilas. Ia melihat dua sosok di bawah pohon Kayu Malam itu. Namun ia tak berkata apa-apa. Hanya tersenyum tipis.Raka (pelan, pada Aini): "Lihatlah mereka… Dua bayang-bayang yang lupa bahwa hidup bukan sekadar kekuasaan. Tapi kini

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status