Share

Bab 22

Author: Bhay Hamid
last update Last Updated: 2025-03-18 18:25:22
Setelah kejadian semalam suntuk Raka dan ketiga istrinya tidak berada di rumah makan sekar kedaton. Raka melimpahkan semua ini kepada Zio yang memiliki keterampilan setelah dilatih Raka.

Dia Kembali dengan menaiki kuda berlainan dengan Aina. Namun Raka selalu berada di belakang Aina. Sebelum siang mereka sudah sampai di rumah.

Dan Raka juga telah memesan batu bata merah serta beberapa kusen untuk memperbaiki kamar ketiga dan dua sehingga bisa digunakan dengan baik. Rumah mereka juga sudah mulai dipugar mereka bekerja Bersama untuk memperbaiki rumah.

Raka juga membeli kayu terbaik di kecamatan dan mebawa ke kali bening. Kemudian raka mendesain ulang rumah mereka.

Kanda kenapa tidak pulang kerumah tadi malam,” ujar Andini

“Ya sebenarnya kanda mau pulang namun kakakmu menyusul kerumah makan sekar kedaton hingga kami batal pulang. Dan hujan pun sangat deras kan tadi malam.” Sahut Raka dengan ramah.

Baik lah kita kerjakan perlahan rumah ini, sore nanti mungkin ada pekerja yang membantu kita
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 23

    Di ruang tamu rumah Santo Anggoro, suasana tegang menyelimuti seluruh keluarga. Wajah-wajah cemas terpampang jelas di antara mereka yang duduk melingkar, sementara suara suara jangkrik terasa begitu nyaring di telinga."Bagaimana bisa Wara dituduh menculik istri Raka? Ini pasti ada kesalahpahaman!" ujar Santo dengan suara bergetar.Istrinya, Sarti, menangis tersedu-sedu di pojok ruangan, memegangi sapu tangan lusuh yang terus ia remas. "Wara itu anak baik, Tuan. Dia nggak mungkin melakukan hal seperti itu.Putra sulung mereka, Angga, yang sejak tadi mondar-mandir, akhirnya bersuara, "Kita harus cari saksi yang bisa membuktikan kalau Wara nggak bersalah. Kalau nggak, dia bisa dihukum mati!""Tapi siapa yang mau membela Wara? Semua orang di desa sudah mengetahui bahwa Wara terkenal bajingan!" sahut Santo dengan nada putus asa.Saat itu juga Sarti karena ia baru mengetahui hal ini dari suaminya bahwa Wara anaknya merupakan bajingan di desa petir.Tiba-tiba, dari luar pintu, masuklah Karmi

    Last Updated : 2025-03-18
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 24

    Kunto seorang warga kali bening yang menemani Raka malam itu memperkuat bahwa pemutar balikkan oleh Wara semuanya salah. Dan Wara lah yang berniat menculik istri Raka.“Yang mulia saya juga bersaksi bawa kami beberapa warga kampung kali bening. Telah memergoki Wara, Baurekso dan Bagong menyelinap ke rumah Raka namun hal itu dapat kami atasi.” Ujar KuntoKesaksian Kunto dan beberapa warga membuat Santo terkulai lemah dan di tuntun keluar ruang sidang untuk mendapat pengobatan dari tabib. Karena bekas lebam dan luka dalamnya belum pulih seutuhnya.Santo tidak berani menggugat Raka karena ia juga takut di hukum mati karena perbuatannya beberapa hari yang lalu.Wara Anggoro hanya menatap nanar keluarganya bahwa ini adalah akhir dari hidupnya. Karena pengadilan telah memutuskan untuk eksekusi di lakukan besok pagi di alun-alun pasar Kemusuk.Hari ini keluarga Santo Anggoro benar-benar terpukul atas hukuman yang diberikan kepada Wara yang selalu bertindak ceroboh dan gegabah serta keras kepa

    Last Updated : 2025-03-19
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 25

    Suasana di pasar kemusuk pagi itu sangat ramai karena banyak pedagang dari kota madya utama akan menuju Pelabuhan desa petir. Sekaligus mereka akan istirahat beberapa hari baru kemudian berlayar.Kentongan Kerajaan berbunyi lonceng juga berbunyi pertanda aka nada eksekusi di depan alun-alun pasar kemusuk.Warga segera berdatangan dan berkerumun. Menyaksikan beberapa warga yang terlibat kasus berat dan termasuk Wara di dalamnya.“Kisanak para hadirin saya selaku perwakilan pengadilan Kerajaan telah mendapat titah dari Raja Mahesa Warman untuk melaksanakan apa yang telah disidangkan kemarin.”“Dan juga untuk para terpidana apakah kalian ada permintaan terakhir.”Semua terpidanan tertunduk sambil gemetar dan mengeluarkan keringat dingin. Tidak ada satu patah katapun yang bisa mereka ucapkan karena nyawa mereka sudah di ujung tanduk.Keluarga Santo tidak serta merta menyaksikan eksekusi ini hanya Santo seorang diri dan pembantunya yang menyaksikan dari kejauhan. Sedangkan Angga, Ratmi dan

    Last Updated : 2025-03-19
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 26

    “Andini apakah kamu masih kesal dengan kejadian dua gadis negeri angin dengan kanda beberpa hari lalu.” Ujar Raka“Tidak Kanda..aku sudah memaafkan ini semua.” Aini sambil membersihkan wajah suaminya yang tampan dengan air hanggat.Kemudian ia membersihkan kaki dan tangan Raka sebelum mereka beristirahat. Setelah semua itu dilakukan Raka dari tadi mengamati gunung kembar Andini yang terombang ambing di depan Raka karena sudah memakai pakaian tipis untuk tidur. Bahkan terkadang Andini sengaja menyentuhkan dadanya kepada punggung Raka.Mereka berdua menarik selimut karena hujan semakin deras dan cuaca semakin dingin. Raka dengan sigap memeluk Andini wajah mereka bertatapan dan bertukaran nafas karena saling dekap mereka.“Kanda akankah kita berperang…belum selsai Andini mengatakan cintanya dia langsung di cumbu oleh Raka dengan liar membuat Andini meringkik seperti kuda…Ahhhhhhh..” Kanda.Raka dengan kejam meremas kedua gunung kembar Andini ya betapa beruntungnya Raka di dunia Zaman Kuno

    Last Updated : 2025-03-19
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 27

    Malam itu bulan bersinar redup di langit, diterpa awan tipis yang sesekali menutupi cahayanya. Raka mengendarai kuda dengan hati-hati di jalan setapak yang menghubungkan Desa Petir dengan Kampung Kali Bening. Angin malam berembus dingin, membawa aroma tanah basah dan dedaunan. Di dalam tas kulit yang terikat di pelana kudanya, tersimpan berbagai bahan makanan yang ia beli untuk persiapan di rumah.Di ujung jalan yang sepi, beberapa pria bertubuh kekar bersembunyi di balik pepohonan rimbun. Obor kecil yang mereka bawa hanya sesekali menyorot wajah mereka yang dipenuhi niat buruk. Begitu Raka melewati jalan tersebut, mereka langsung bergerak cepat."Hei! Apa-apaan ini?!" Raka berusaha menarik kendali kudanya saat dua pria bersenjata golok mencengkeram lengannya."Jangan banyak tanya!" Salah satu pria bertubuh tinggi besar menghardik sebelum melayangkan pukulan ke perut Raka.Raka meringis, napasnya tertahan sesaat. Ia berusaha melawan, namun jumlah mereka terlalu banyak. Kudanya meringki

    Last Updated : 2025-03-20
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 28

    Setelah beberapa hari tanpa kabar, keluarga Raka Wironegoro mulai dilingkupi kecemasan yang semakin mendalam. Paman Zeno, seorang pria paruh baya yang penuh kebijaksanaan, memutuskan untuk mengambil inisiatif dalam pencarian. Bersama kedua putranya, Roni dan Riko, serta ketiga istri Raka—Aina, Aini, dan Andini—mereka mulai menelusuri jejak yang mungkin mengarah pada keberadaan Raka.Ketiga istri Raka berada dalam kondisi yang sangat terpukul. Mereka kehilangan nafsu makan dan mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan fisik serta mental. Wajah mereka semakin pucat, tubuh mereka semakin kurus, dan sering kali mereka menghabiskan malam dalam tangisan. Ikatan batin yang kuat dengan Raka membuat mereka sulit menerima kenyataan bahwa suami mereka hilang begitu saja tanpa jejak.Pencarian dimulai dari sekitaran istana Kerajaan Surya Manggala. Para penjaga dan pelayan ditanyai satu per satu, namun tak ada yang mengetahui ke mana Raka pergi. Tidak ingin tinggal diam, Paman Zeno dan rombongan mula

    Last Updated : 2025-03-20
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 29

    Raka terhuyung, tubuhnya penuh luka lebam dan goresan akibat perlawanan sengitnya melawan geng Kapak Geni. Namun, jumlah mereka terlalu banyak, dan akhirnya, ia kalah. Tanpa ampun, mereka menyeretnya ke tepi jurang di balik gunung Desa Petir. "Selamat tinggal, bocah sombong!" seru salah satu dari mereka sebelum menendang tubuh Raka ke dalam jurang. Ia jatuh melayang di udara, sebelum tubuhnya menghantam dahan-dahan pohon dan akhirnya terhempas ke tanah berbatu. Gelap. Sunyi. Dunia terasa kosong. Beberapa hari kemudian, kelopak mata Raka bergetar, lalu perlahan terbuka. Rasa sakit menyeruak dari sekujur tubuhnya. Tulang-tulangnya terasa seperti remuk, dan setiap tarikan napas adalah penderitaan. Ia tergeletak di dasar jurang yang penuh dedaunan kering dan bebatuan tajam. "Di mana aku...?" gumamnya lemah. Ia mencoba bergerak, namun rasa sakit menusuk membuatnya meringis. Butuh waktu lama bagi Raka untuk sekadar duduk dan mengumpulkan kesadarannya. Perutnya keroncongan, tenggorokanny

    Last Updated : 2025-03-21
  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 30

    Sejak kepergian Raka yang tiba-tiba, Rumah Makan Sekar Kedaton tetap beroperasi seperti biasa. Paman Zeno dan Aini mengambil alih pengelolaan dengan penuh tanggung jawab. Mereka memastikan bahwa setiap aspek operasional berjalan lancar, mulai dari penyediaan bahan baku, pengelolaan keuangan, hingga pelayanan terhadap pelanggan. Awalnya, banyak pelanggan setia yang menanyakan keberadaan Raka. Namun, Paman Zeno dan Aini selalu memberikan jawaban yang menenangkan tanpa mengurangi semangat mereka dalam menjalankan rumah makan. Berkat strategi pemasaran yang lebih agresif dan inovasi menu yang dilakukan Raka sebelum diculik, popularitas Sekar Kedaton justru semakin meningkat. Aini, dengan keterampilannya dalam mengatur keuangan dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan, berhasil mempertahankan loyalitas pelanggan lama dan menarik pelanggan baru. Ulasan positif tentang kualitas makanan dan pelayanan Sekar Kedaton semakin banyak berkat pembicaraan dari mulut kemulut, membuat nama rumah mak

    Last Updated : 2025-03-21

Latest chapter

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 100

    Suara genderang kayu dipukul tiga kali di pendopo Desa Kali Bening, menandakan rapat tetua dimulai. Para sesepuh dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur duduk melingkar, jubah panjang dan ikat kepala mereka tampak berwibawa. Raka berdiri di tengah, menggenggam selembar lontar berisi rencana pembentukan desa baru yang telah disusunnya selama berbulan-bulan.“Para tetua sekalian,” kata Raka sambil membungkuk hormat, “saya mengajukan wacana resmi pemisahan Kampung Puri dari Kali Bening. Wilayah ini tumbuh pesat, jumlah penduduknya terus bertambah, dan letaknya strategis di jalur pelabuhan. Saya rasa sudah waktunya dipersiapkan menjadi desa mandiri.”Kakek Bango dari barat Kali Bening mengelus jenggotnya. “Anak muda, langkahmu besar, tapi tidak terburu-buru. Itu bagus. Namun, apakah rakyat siap?”Raka menunduk hormat. “Belum. Maka dari itu, saya mohon ini jadi rencana jangka panjang. Lima atau tujuh tahun ke depan. Saya tak ingin terburu-buru, hanya ingin bersiap sejak sekarang.”Cakra, kep

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 99

    Langit di atas Kota Madya Utama pagi itu diselimuti mendung tipis. Di dalam balai kota yang megah dengan tiang-tiang batu berukir lambang Surya Manggala, Raka berdiri tegak di hadapan para pejabat. Di atas meja panjang terbentang lembar-lembar peta yang ia bawa sendiri dari Desa Kali Bening.Dengan suara tenang, ia memulai, “Saya datang bukan hanya sebagai wakil dari Kali Bening, tapi sebagai utusan dari masa depan. Ini peta wilayah yang kami rancang… pemekaran dari dusun menjadi desa, dan penggabungan dua desa menjadi cikal bakal kota kecil.”Para pejabat duduk dengan tangan terlipat. Beberapa tampak tertarik, namun sebagian lain mulai tersenyum simpul. Salah satu pejabat tua dengan suara lantang menimpali,“Jadi… kau ingin menjadikan daerah sawah dan ladang kerbau itu menjadi kota? Wah, sungguh berani anak muda ini!”Terdengar tawa kecil bersahutan.“Jangan-jangan kau juga berniat bangun istana emas di tengah kolam lumpur?” sambung yang lain dengan nada mengejek.Raka tetap tenang.

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 98

    udara di balai pusat Desa Kali Bening begitu segar, seolah embusan angin membawa semangat baru. Raka duduk di ruang dalam balai dengan tumpukan naskah di hadapannya. Di tangan kanannya, sebilah pena bulu ayam yang dicelup dalam tinta hitam. Ia sedang menyusun surat penting yang akan ditujukan kepada Bupati Kota Madya Utama."Kalau desa ini makin besar, banyak hal akan terbagi dua. Ronda, pasar, bahkan pengairan," gumam Raka pada dirinya sendiri. "Mungkin ini saatnya memekarkan desa… jadi dua wilayah."Mirna, yang berdiri di dekat jendela sambil menyusun laporan hasil panen, menoleh. “Apa tidak terlalu cepat, Tuan?”Raka tersenyum. “Bukan soal cepat atau lambat. Tapi soal bagaimana kita menata arah. Dua desa bisa lebih fokus dalam mengatur jalannya rakyat.”Beberapa jam kemudian, surat rampung. Segel desa ditempel, dan dua orang pengawal berkuda ditugaskan membawa surat itu ke kadipaten.Beberapa hari berselang, Raka sendiri yang menghadiri panggilan ke Kadipaten. Ruang pertemuan di ka

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 97

    Angin pagi bertiup sejuk saat utusan dari Desa Anggur datang menunggang kuda cokelat berpelana kain tenun. Ia membawa sepucuk surat bersampul kulit pohon jati, ditujukan langsung kepada Raka.Surat itu singkat namun padat. Isinya, usulan dari Kades Cakra agar kedua desa, Kali Bening dan Anggur, membentuk satu kota baru yang mewakili kemajuan besar yang kini mereka alami. Kota itu akan memiliki balai pusat, pasar agung, dan perwakilan rakyat desa.Raka membacanya sambil duduk di bale-bale bambu rumahnya di Kampung Puri, mengenakan kain tenun kasual dan ikat kepala sederhana. Di depannya, Mirna berdiri, memegangi peta jalur desa.“Cakra memang berani,” gumam Raka. “Tapi usulannya seperti petir siang bolong.”Mirna tertawa kecil. “Petirnya menyala karena langit kita bersih. Tidak banyak desa yang bisa tumbuh secepat ini.”Raka menghela napas. “Kota baru bukan hanya soal bangunan. Tapi juga orang-orangnya, aturannya, makannya dari mana, minumnya dari mana. Apa kita sudah siap?”Hari itu j

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 96

    Tak ada yang menyangka bahwa jalan tanah lebar yang menghubungkan Desa Kali Bening dan Desa Anggur akan membawa perubahan sebesar ini. Dulu hanya berupa jalur setaTuan berkerikil, kini jalan itu sudah ditata rapi, diperkeras dengan batu-batu lempeng dari sungai, dan di kiri-kanannya ditanami pohon turi serta lampu minyak gantung yang dinyalakan tiap malam.Sejak jalan itu dibuka, desa terasa seperti hidup kembali. Kuda-kuda pedagang berdatangan membawa hasil bumi, kain, rempah, logam, dan barang-barang dari wilayah lain. Gerobak-gerobak kayu berseliweran, dan anak-anak kecil sering berdiri di tepi jalan, bersorak tiap kali rombongan saudagar lewat.Suatu pagi, di sebuah warung sederhana di pinggir jalan, seorang pedagang tua duduk sambil menyeruput wedang jahe. Ia menatap lalu lalang orang dengan senyum tipis.“Tempat ini,” katanya sambil menunjuk ke arah jalan yang berdebu halus, “rasanya lebih ramai dari alun-alun kota pelabuhan di utara.”Di depannya, pemilik warung, seorang ibu mu

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 95

    Pagi masih berselimut kabut ketika suara benturan kayu terdengar dari Balai Pelatihan Pasukan. Di sana, Raka berdiri dengan baju pelatihan sederhana, memegang tongkat kayu panjang, sementara puluhan pemuda dari Desa Kali Bening dan Desa Anggur berdiri berbaris, napas mereka mengembun dalam udara pagi.“Aku tak butuh prajurit yang hanya pandai mengangkat senjata,” seru Raka lantang. “Yang kubutuhkan adalah penjaga sejati. Yang tahu kapan harus bertindak, dan kapan harus menahan diri.”Para pemuda mendengarkan dengan mata menyala-nyala. Mereka tahu, ini bukan pelatihan untuk perang besar, tapi untuk menjaga kehidupan yang telah dibangun dengan susah payah. Jembatan kayu besar yang menghubungkan dua desa kini menjadi urat nadi perdagangan, dan rumah makan Sekar Kedaton telah menjadi tempat persinggahan para saudagar dan pelancong dari jauh. Keamanan bukan lagi urusan tetua desa saja—semua harus turut menjaga.Raka tak bekerja sendirian. Ia dibantu Cakra, sahabatnya yang ahli dalam taktik

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 94

    Di Balai Desa Kali Bening, Mirna, bendahara yang cermat dan disegani, berdiri di hadapan Raka dan para tetua desa. Di tangannya tergenggam sebuah catatan dari gulungan daun lontar.Mirna (dengan suara tegas): “Yang Mulia Raka, panen ikan dan bebek tahun ini melampaui tiga musim sebelumnya. Kita mendapat 1.200 karung ikan dan 700 keranjang telur bebek. Dengan ini, kas desa cukup untuk sepuluh musim ke depan.”“Kemudian sama halnya dengan hasil pajak Pelabuhan dan dermaga juga meningkat menjadi 100.000 keping emas dan 500.000 tael perak.”Raka (tersenyum, angguk pelan):“Bagus. Ini hasil dari kerja tenang dan hati yang tak rakus. Lanjutkan seperti ini, jangan serakah meski hasil melimpah. Simpan untuk yang sulit datang tiba-tiba.”Para tetua mengangguk puas. Di luar balai desa, bau anyir air kolam bercampur harum jerami kering, pertanda panen benar-benar datang dari bumi yang ramah.Keesokan harinya, kereta-kereta kayu ditarik kerbau mulai bergerak keluar desa. Di dalamnya tertata rapi k

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 93

    Fajar menyingsing dengan warna keemasan di langit timur. Burung-burung berkicau riang, seakan tahu hari ini akan jadi hari istimewa bagi Desa Petir dan Desa Anggur. Di tengah dua desa itu, sebuah jembatan megah membentang di atas Sungai kali bening—dan di sanalah seluruh penduduk berkumpul.Hari ini adalah hari peresmian jembatan dan jalan baru yang menghubungkan dua desa yang dahulu sering menggunakan rakit karena jembatan 1 dan 2 terlalu jauh dari kampung turi untuk menyebranginnya, namun kini menjadi dekat karena kampung turi sudah memiliki jembatan penghubung antara barat dan timur. Di atas jembatan itu, tikar panjang telah dibentang, dipenuhi aneka hidangan: nasi liwet, ayam panggang daun pisang, rebusan umbi, dan minuman kelapa muda yang segar.Di tengah keramaian itu berdiri dua tokoh: Raka dari Kali Bening, dan Cakra, pemimpin dari Desa Petir.Raka (tersenyum pada Cakra): "Dulu di jalan ini hanya tumbuh ilalang dan semak. Kini, lihatlah… jalan ini jadi urat nadi antara kita di

  • Hidup Kembali di Zaman Kuno   Bab 92

    Aryo: "Aku hanya ingin menjadi seperti Ayah… berkuasa, dihormati. Tapi sekarang… kita harus menjual setengah sawah dan semua perak warisan."Wiroguno (pelan): "Kita lupa... bahwa kehormatan tak bisa dibeli, apalagi diraih dengan kerja keras, maka kita harus lakukan hal seperti biasa kita suap para pejabat itu.”Burung gagak hinggap di dahan, bersuara parau seperti ikut mencemooh.Aryo (mengangkat kepala): "Ayah… haruskah kita serahkan karung ini sendiri ke Raka?"Wiroguno: "Tidak. Kita kirim utusan. Aku… aku belum sanggup menatap matanya. Belum."Angin sore mengayun pelan daun-daun Kayu Malam. Suasana begitu sunyi. Hanya rasa sesal yang menyelimuti mereka, seperti bayangan yang tak bisa diusir.Di kejauhan, dari balik jalan kecil yang berkelok, Raka menoleh sekilas. Ia melihat dua sosok di bawah pohon Kayu Malam itu. Namun ia tak berkata apa-apa. Hanya tersenyum tipis.Raka (pelan, pada Aini): "Lihatlah mereka… Dua bayang-bayang yang lupa bahwa hidup bukan sekadar kekuasaan. Tapi kini

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status