Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Bibirku terasa hangat dan basah. Tanpa sadar aku menahan napas saat Steven memasuki mulutku dan menjelajah di dalam sana. Aku mengalungkan kedua tanganku di lehernya, merasa sedikit lemas karena terbuai dengan ciuman panas kami.Sebenarnya ada sedikit rasa malu saat mendengar suara lenguhanku sendiri, tapi aku tak peduli, karena aku ‘sangat ingin’ bersamanya.Steven menopang tubuhku dengan kedua tangannya. Tanpa melepaskan ciuman panas itu, ia membawaku berpindah dari ruang tamu ke dalam kamar, ya kamar kami, sambil menutup pintu dengan kakinya.Aku menarik kemejanya, berusaha melepaskannya. Kesabaranku sepertinya sudah mulai habis karena tidak ingin membuang waktu cukup lama hanya untuk membuka kancing-kancing sialan itu satu per satu. Blus yang kukenakan untuk bekerja tadi juga sudah tidak menempel di tubuhku, aku lupa kapan melepasnya, sebelum atau sesudah aku menarik kemeja Steven, ah entahlah...Nafasku terengah-engah, tubuhku menggeliat di atas tempat tidur ketika merasakan geli
Setelah kewarasanku akhirnya kembali, aku bersiap-siap untuk pergi ke bank. Aku juga akan memasukkan semua uangku —sekalian saja kan mumpung ke bank.“Baiklah sweetheart... saatnya kalian pindah ke tempat yang lebih nyaman karena aku membutuhkan ruang yang lebih luas di lemari pakaianku. Hohoho…”Sambil tertawa cengengesan, aku menepuk-nepuk tumpukan uang di lemariku sebagai salam perpisahan sebelum memasukkannya ke dalam keranjang bayi… maksudku tas ransel yang pernah Steven gunakan untuk membawa para sweetheart ini.“Wanita memang butuh lemari yang luas, kan? Hahaha... Apalagi setelah memanjakan diri pergi berbelanja nanti. Yeay...! Mari berangkaattt...!” Aku bersorak girang, tidak sabar untuk pergi berbelanja setelah urusan di bank selesai nanti.Aku memindahkan tas itu dari kamar ke ruang tamu, “Fiuh... akhirnya...,” aku mengatur nafasku, oh tentu saja aku tadi menyeretnya, dan ternyata berat juga, ckckck…“Dia kuat juga ya waktu itu? Dia bisa membawa-bawa tas ini kesana-kemari?” A
“Anda tidak bekerja, Nyonya?” tanya Sofi yang sepertinya penasaran karena aku memintanya untuk mengantarkanku ke Mal setelah kami pergi dari bank.“Aku mau shopping,” sahutku seraya tersenyum canggung. Aku masih enggan memberitahu siapapun kalau aku saat ini sedang menjalani hukuman yang seharusnya tidak kudapatkan. ‘Apalagi ini pertama kalinya aku dihukum, mirisnya lagi terancam dipecat. Nasib...’Sofi masih menatapku, dia bahkan tidak berkonsentrasi dengan mobil yang dikemudikannya. Sepertinya dia curiga. Walau demikian, dia tidak menanyakannya dan malah mengalihkan topik pembicaraan pada toko kelontong ayahku yang sedang mereka renovasi sembari mencari pegawai baru untuk mengelolanya.Apa yang Sofi beritahukan membuatku takjub. Aku sebenarnya hanya meminta bantuan Sofi dan Lintang untuk menjaga keamanan dan memperbaiki apabila ada kerusakan di sana. Aku tidak menyangka mereka akan berbuat sejauh itu.Tapi aku juga menjadi khawatir saat mengingat kalau proses renovasi dan merekrut p
“Itu bukan hal pribadi, Nyonya. Anda bisa memberitahukannya pada saya agar saya bisa melakukan tugas saya sebagai asisten pribadi Anda.”Aku mengerjap-ngerjapkan kedua mataku, menatapnya dengan bingung selama beberapa saat sebelum bertanya, “Bukannya kau asisten pribadi suamiku?”Sofi tiba-tiba tersenyum, membuatku bingung dengan apa yang membuat ekspresinya tiba-tiba saja berubah sampai aku sadar kalau baru saja menyebut Steven sebagai suamiku di depannya. 'Haha... aku keceplosan...'“Saat Tuan tidak membawa saya untuk pekerjaannya dan meninggalkan saya pada Anda, maka saya akan menjadi asisten pribadi Anda. Untuk itulah saya berada di sini bersama Anda.”‘Begitu… ku kira kita teman…’“Karena itu, menyelesaikan urusan Anda adalah bagian dari tanggung jawab saya,” lanjut Sofi.Ucapannya barusan membuatku merasa ada sesuatu yang mengerikan di baliknya hingga aku bertanya, “Apa kau akan mendapat hukuman jika tidak membantuku menyelesaikan masalah? Tidak bisakah kau ada hanya untuk menema
Melihat ayahku duduk sendiri untuk pertama kalinya setelah 15 tahun, membuatku hampir saja menangis terharu dan berbagi kebahagiaanku dengan Lintang yang selalu berjaga di rumah sakit bersama 4 bawahannya dengan bergantian.Oh, bukan hanya dengan tim pembaca pikiran saja. Tentu aku lebih dulu memberitahu Steven, hanya saja status pesanku masih tertunda sampai hari ini. Bahkan setiap hari aku selalu mengirimkan pesan padanya, entah hanya ucapan “selamat pagi”, “semoga harimu menyenangkan”, dan yang paling sering tentu saja “Hubby... cepatlah pulang, aku sangat merindukanmu”. Begitulah... Mungkin karena terlalu merindukan dirinya, aku sampai berani memanggilnya seperti itu. ‘Hiks... aku benar-benar merindukannya...’❀❀❀Hari sudah sore ketika Sofi datang menjemputku pulang dan dia mengajakku berhenti di tanah berukuran 30x30 meter di depan gang rumahku untuk melihat proses pembangunan yang dilakukan di tempat itu.Dulu Steven mengatakan jika ia ingin membeli tanah ini dan berniat memba
♤Steven Steve♤“Sial! Kenapa harus mendadak seperti ini? Benar-benar mengganggu!”Aku berjalan menuju mobil hitam milik Sofi sambil terus mengumpat kesal. Bagaimana tidak, di saat aku sedang lapar karena gairah pada istriku, seenaknya saja dia meneleponku.‘Si terlalu berhati nurani brengs*k itu...!’Aku bahkan nyaris ingin membanting ponselku karena mereka sudah merusak momen terindah yang sudah lama kunantikan. Untung saja tidak kulakukan, aku tak ingin menakuti istri cantikku.‘Key... Dia sangat memesona,’ tanpa sadar aku tersenyum membayangkan wajahnya tadi yang tampak merona. ‘Apa dia malu?’Walau masih diliputi rasa kesal, aku tetap melajukan mobil menuju bandara, karena pesawat pribadi milik Sofi sudah menunggu sejak lama dan harus segera lepas landas. ‘Tsk… Untung saja Sofi tempo hari menyarankan kami untuk membawa pesawat pribadinya.’Harusnya aku berangkat pagi tadi, hanya saja aku menundanya sebelum sore karena ingin menjemput Key sepulang dari kantor dan pamit padanya. Ent
Kegaduhan yang terjadi di mansion membuatku membatalkan niat untuk langsung menghubungi Keysa setibanya helikopter kami di komplek rumahku.“Apa yang terjadi?” tanyaku pada salah satu petugas penjaga mansion yang bahkan hampir tidak mengenaliku.“T-tuan Steve?!”“Ada apa ini? Kenapa semua orang terlihat panik?”“Nyo-nyonya dalam masalah tuan!” serunya dengan wajah pucat.“Nyonya? Nyonya siapa?” tanyaku bingung.Tentu saja aku bingung. Tidak ada nyonya di mansionku. Hanya ada aku pemilik tunggalnya setelah ayahku meninggal. Keysa juga tidak berada di sini bahkan masih belum tahu tempat ini, jadi belum ada nyonya atas mansion ini.Tapi jantungku langsung berdebar lebih kencang karena panik yang tiba-tiba saja kurasakan setelah melihat Sofi sedang duduk dengan wajah frustrasi di sebuah kursi kayu yang ada di gazebo —bersama beberapa pelayan yang sepertinya sedang berusaha menenangkannya.“K-kenapa Sofi ada di sini? Jangan-jangan…”Tanpa berpikir panjang lagi aku berlari menghampiri Sofi y
Semua usaha dan upaya terbaik telah kuberikan dengan segenap hati pada presentasiku, dan aku baru saja menyelesaikan presentasiku tanpa adanya kebohongan atau embel-embel keuntungan berlebih, tidak seperti yang biasanya rekan-rekanku lakukan saat berusaha memacu minat para penyuplai dengan melebih-lebihkan persentase keuntungan yang akan calon mitra bisnis kami dapatkan. Aku tidak ingin membuat masalah di kemudian hari sehingga tidak melakukannya.Hanya dengan memperhatikan ekspresi wajah orang-orang dari perusahaan Green Borneo setelah menyelesaikan presentasiku, aku menyadari bahwa mereka tidak terlihat penuh minat.Mungkin karena persentase keuntungan yang baru saja kutawarkan terkesan apa adanya, padahal memang sebesar itulah kenyataan yang mampu perusahaan kami tawarkan.Namun demikian aku tidak terlalu kecewa. Sebenarnya aku sudah bisa menebak reaksi dan tanggapan mereka akan seperti ini sejak tadi malam hingga membuatku tidak berharap lebih.Jujur saja, walau pikiranku berkata t