Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Kota ini sangat bagus, aku sampai merasa seperti sedang berada di negeri dongeng,” aku berbicara pada Sofi yang duduk di sampingku sembari memandangi bangunan-bangunan megah di luar sana.“Semua ini dibangun oleh Ayah mertua Anda, Nyonya,” sahut Lintang yang sedang mengemudikan mobil.‘Hah?! Mertua? Astaga...’ Aku sampai tidak bisa menanggapinya. Aku hanya membuka mulutku lebar saat membalas tatapan Lintang dari kaca spion.“Tapi mau ke mana kita sekarang?” tanyaku setelah Lintang melewati hotel tempat kami menginap kemarin.“Ke rumah Anda, Nyonya,” Sofi menjawab pertanyaanku.“Y-ya?”“Rumah Tuan Steve, yang berarti rumah Anda juga.”“Steven tinggal di kota ini?!” tanyaku terkejut.“Ya, Nyonya. Kami semua tinggal di sini.”Aku menatap kembali ke luar jendela. Apa yang kulihat sejauh ini hanyalah sebuah kota modern yang bahkan lebih bagus dari pemandangan ibu kota, dan tentunya sangat bersih.‘Jadi dia bukan orang kampung.’ Mengingat bagaimana aku mengira Steven sebagai orang kampung,
“Senang bertemu Anda, kakak sepupu. Saya Lilian...,” sapa Lilian sembari mengulurkan tangannya padaku. “Kakak bisa memanggil saya Lili.”“Halo Lili, aku Keysa. Senang bertemu denganmu. Kau juga bisa memanggilku Key saja,” sahutku sembari membalas senyum ramah Lili yang sangat manis.Aku sebenarnya hendak menyapa si wanita keturunan Eropa juga, namun entah kenapa ia masih membuang muka bahkan akhirnya pergi meninggalkan kami dan berjalan ke arah bunga-bunga yang tampak baru bermekaran.“Bunga ini sudah mekar? Ini sangat indah?” ucap wanita itu dalam bahasa Inggris, hingga awalnya kukira kalau dia tidak bisa berbicara dalam Indonesia.Namun tebakanku ternyata salah karena aku mendengar Lili memintanya untuk berbicara bahasa Indonesia saja karena ada aku di sini, namun langsung wanita itu tolak dengan nada ketus.‘Hmmm... ada apa dengannya? Apa sikapku menyinggungnya? Padahal kan baru bertemu.’Seperti merasa tidak enak padaku Lili pun berusaha menjelaskan padaku kalau wanita itu tidak b
“Ah, akhirnya... Hari ini benar-benar hari yang melelahkan,” aku menghela napas lega setelah menutup rapat pintu kamar Steven. Saking lelahnya, tubuh dan pikiranku seolah berubah menjadi magnet yang dengan cepat menarikku tepat menuju tempat tidur besar yang ada di tengah ruangan.“Yuhu, kasur... aku datang, aku merindukanmu sejak tadi,” aku langsung melompat ke atas tempat tidur milik Steven, lalu berbaring terlentang sambil menggesekkan kedua tangan dan kakiku merasakan betapa halus dan lembutnya kain sprei di bawah tubuhku.‘Wah... kasurnya besar sekali, benar-benar nyaman. Andai Steven ada di sini...’Bergegas kuambil ponselku begitu aku memikirkan Steven, lalu mencoba memeriksa kembali pesan di ponselku dan berharap semoga saja ada kabar dari pria yang sangat kurindukan itu. Tapi begitu melihat semua pesan yang sudah lama kukirim masih belum juga terbaca, aku langsung membisukan ponselku.“Huh... sampai kapan sih di hutan sana?” gerutuku kesal, lalu menatap nyalang langit-langit
◇Sofia Jørgensen◇“Luv, kemarilah. Menurutmu mau ke mana mereka?” pertanyaan Lintang, suamiku, membuat konsentrasiku sedikit terganggu. Aku mengalihkan tatapan dari tablet yang sedang kupegang pada dirinya lalu berjalan menghampirinya ke balkon ruang kerja kami yang berada di lantai 5 mansion kediaman keluarga Steve.Ingin tahu siapa yang dia maksud, aku mengikuti ke mana arah tatapannya. Di bawah sana, aku melihat Nyonya Steve sedang berjalan bersama Bu Roseta menuju gerbang di tembok belakang mansion.“Mungkin mereka mau ke taman yang ada di luar tembok sana,” sahutku akhirnya.Aku memperhatikan kalau Nyonya Steve sepertinya sangat menyukai taman beserta isinya ketika kami sedang berada di taman tengah mansion. Raut wajahnya tampak bahagia saat melihat bunga-bunga yang bermekaran dan aku menebak kalau dia ke taman yang berada di luar tembok sana juga karena tertarik pada bunga dan pepohonan yang tumbuh alami karena memang tampak lebih indah dipandang mata dibandingkan taman yang ber
Aku bertengkar dengan asisten pribadi Tuan Wise melalui panggilan telepon saat ia menolak untuk membuat janji bertemu antara aku dengan bosnya hingga aku pun memutuskan untuk datang langsung dan memeriksa sendiri ke kediaman keluarga Wise bersama 30 pasukan bersenjata yang berada di bawah kepemimpinanku —juga bersama Robet dan Anto tentunya.Situasi tembak menembak hampir saja terjadi andai saja pemimpin keamanan dari keluarga Wise tidak bersedia mengalah dan mengizinkan kami untuk masuk memeriksa ke dalam mansion.“Pak Ronald, Anda mengenal siapa bos Anda, kan?” ucapku pada pemimpin pasukan keamanan keluarga Wise.Dia pasti mengerti maksudku. Bosnya yang terkenal c*bul itu mungkin sudah menculik Nyonya kami setelah —kulihat dengan sangat jelas— tampak terpikat padanya.“Kau juga tahu kan, sebagai tim keamanan kami tidak boleh mengizinkan orang lain, apalagi yang memiliki pasukan dan bersenjata lengkap seperti Anda untuk masuk? Itu tugasku. Sama seperti tugas yang suamimu lakukan di ke
♤Steven Steve♤Aku sebenarnya hanya berusaha terlihat tenang dan berusaha untuk bisa berpikir jernih agar dapat memahami situasi yang sedang terjadi supaya bisa mengambil langkah-langkah yang sangat tepat untuk segera menemukan keberadaan istriku. Tanpa mereka ketahui, aku sebenarnya sedang kalut dan menahan kemarahan besar dalam hatiku setelah tahu penculikan yang terjadi pada Keysa.Ketika melihat Sofi tampak sangat putus asa, seketika itu juga aku berusaha menekan amarah dalam diriku agar tetap bisa mempertahankan akal sehatku.Kepanikan dan keputusasaan Sofi telah membantuku berpikir jernih untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, sebab aku tidak ingin kepanikan yang dirasakan semua orang juga memengaruhiku hingga membuat istriku semakin lama untuk ditemukan.Setidaknya aku jadi tahu kalau Sofi benar-benar sangat menyayangi istriku karena sebelumnya ia tidak pernah kehilangan akal sehatnya sejauh ini. Sofi biasanya sangat tenang, bahkan tidak larut dalam kesedihan berkepanjang
Sonya sudah kembali ke dekatku dan menggantikan pesuruhnya menginjak-injak sekujur tubuhku sembari berteriak-teriak menyumpahkan kata-kata kasar setelah mendapatkan beberapa lubang di betisnya akibat seranganku.Walau siksaan kali ini tidak berlangsung begitu lama, aku merasakan sakit melebihi siksaan yang Sonya lakukan saat memukuliku dengan menggunakan sebatang rotan. Bekas-bekas memar akibat pukulan rotan di sekujur tubuhku sudah membuatku merasa perih. Ditambah injakan dan tendangan Sonya yang bertubi-tubi ini, membuat seluruh tubuhku semakin terasa sakit berkali lipat.Siksaan Sonya padaku berhenti saat suara hantaman yang sangat keras, nyaring terdengar dari salah satu sisi ruangan.Sambil masih melindungi wajahku —untuk mengurangi rasa sakit dari serangan brutal Sonya— aku menatap mengikuti ke mana arah Sonya dan belasan pria yang mengepungku memandang.“Ste...ven...,” aku hendak berteriak nyaring saking gembiranya setelah melihat Steven muncul di pintu masuk pondok, namun meng
Di hari berikutnya, ada banyak orang dari perusahaan Green Borneo yang datang untuk menjengukku.Di antara mereka ada Tuan Wright dan Tuan Smith —CEO dan COO Green Borneo— yang terlihat sangat mengkhawatirkan kondisiku saat melihat luka dan memar hampir di seluruh tubuh.Selain mereka, juga ada banyak pria dan wanita paruh baya —yang belakangan kuketahui sebagai para pemegang saham Green Borneo— yang datang membesukku. Beberapa dari mereka bahkan datang secara khusus dari luar negeri.“Bagaimana keadaan Anda, Nyonya Steve?” sapa seorang pria dari arah belakangku.Aku menoleh dan melihat Jason Steve yang sudah memegang kursi roda tempatku duduk. Ya, aku bahkan harus berada di kursi roda akibat kesulitan berjalan karena begitu banyak bagian tubuhku yang membengkak dan sangat sakit saat digerakkan.Untungnya aku tidak mengalami cedera retak atau patah tulang hingga aku masih bisa pergi sendiri ke kamar mandi tanpa bantuan Steven yang mengurusi ku hampir sepanjang hari. Setidaknya aku masi