Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Ah, akhirnya... Hari ini benar-benar hari yang melelahkan,” aku menghela napas lega setelah menutup rapat pintu kamar Steven. Saking lelahnya, tubuh dan pikiranku seolah berubah menjadi magnet yang dengan cepat menarikku tepat menuju tempat tidur besar yang ada di tengah ruangan.“Yuhu, kasur... aku datang, aku merindukanmu sejak tadi,” aku langsung melompat ke atas tempat tidur milik Steven, lalu berbaring terlentang sambil menggesekkan kedua tangan dan kakiku merasakan betapa halus dan lembutnya kain sprei di bawah tubuhku.‘Wah... kasurnya besar sekali, benar-benar nyaman. Andai Steven ada di sini...’Bergegas kuambil ponselku begitu aku memikirkan Steven, lalu mencoba memeriksa kembali pesan di ponselku dan berharap semoga saja ada kabar dari pria yang sangat kurindukan itu. Tapi begitu melihat semua pesan yang sudah lama kukirim masih belum juga terbaca, aku langsung membisukan ponselku.“Huh... sampai kapan sih di hutan sana?” gerutuku kesal, lalu menatap nyalang langit-langit
◇Sofia Jørgensen◇“Luv, kemarilah. Menurutmu mau ke mana mereka?” pertanyaan Lintang, suamiku, membuat konsentrasiku sedikit terganggu. Aku mengalihkan tatapan dari tablet yang sedang kupegang pada dirinya lalu berjalan menghampirinya ke balkon ruang kerja kami yang berada di lantai 5 mansion kediaman keluarga Steve.Ingin tahu siapa yang dia maksud, aku mengikuti ke mana arah tatapannya. Di bawah sana, aku melihat Nyonya Steve sedang berjalan bersama Bu Roseta menuju gerbang di tembok belakang mansion.“Mungkin mereka mau ke taman yang ada di luar tembok sana,” sahutku akhirnya.Aku memperhatikan kalau Nyonya Steve sepertinya sangat menyukai taman beserta isinya ketika kami sedang berada di taman tengah mansion. Raut wajahnya tampak bahagia saat melihat bunga-bunga yang bermekaran dan aku menebak kalau dia ke taman yang berada di luar tembok sana juga karena tertarik pada bunga dan pepohonan yang tumbuh alami karena memang tampak lebih indah dipandang mata dibandingkan taman yang ber
Aku bertengkar dengan asisten pribadi Tuan Wise melalui panggilan telepon saat ia menolak untuk membuat janji bertemu antara aku dengan bosnya hingga aku pun memutuskan untuk datang langsung dan memeriksa sendiri ke kediaman keluarga Wise bersama 30 pasukan bersenjata yang berada di bawah kepemimpinanku —juga bersama Robet dan Anto tentunya.Situasi tembak menembak hampir saja terjadi andai saja pemimpin keamanan dari keluarga Wise tidak bersedia mengalah dan mengizinkan kami untuk masuk memeriksa ke dalam mansion.“Pak Ronald, Anda mengenal siapa bos Anda, kan?” ucapku pada pemimpin pasukan keamanan keluarga Wise.Dia pasti mengerti maksudku. Bosnya yang terkenal c*bul itu mungkin sudah menculik Nyonya kami setelah —kulihat dengan sangat jelas— tampak terpikat padanya.“Kau juga tahu kan, sebagai tim keamanan kami tidak boleh mengizinkan orang lain, apalagi yang memiliki pasukan dan bersenjata lengkap seperti Anda untuk masuk? Itu tugasku. Sama seperti tugas yang suamimu lakukan di ke
♤Steven Steve♤Aku sebenarnya hanya berusaha terlihat tenang dan berusaha untuk bisa berpikir jernih agar dapat memahami situasi yang sedang terjadi supaya bisa mengambil langkah-langkah yang sangat tepat untuk segera menemukan keberadaan istriku. Tanpa mereka ketahui, aku sebenarnya sedang kalut dan menahan kemarahan besar dalam hatiku setelah tahu penculikan yang terjadi pada Keysa.Ketika melihat Sofi tampak sangat putus asa, seketika itu juga aku berusaha menekan amarah dalam diriku agar tetap bisa mempertahankan akal sehatku.Kepanikan dan keputusasaan Sofi telah membantuku berpikir jernih untuk mencari jalan keluar dari masalah ini, sebab aku tidak ingin kepanikan yang dirasakan semua orang juga memengaruhiku hingga membuat istriku semakin lama untuk ditemukan.Setidaknya aku jadi tahu kalau Sofi benar-benar sangat menyayangi istriku karena sebelumnya ia tidak pernah kehilangan akal sehatnya sejauh ini. Sofi biasanya sangat tenang, bahkan tidak larut dalam kesedihan berkepanjang
Sonya sudah kembali ke dekatku dan menggantikan pesuruhnya menginjak-injak sekujur tubuhku sembari berteriak-teriak menyumpahkan kata-kata kasar setelah mendapatkan beberapa lubang di betisnya akibat seranganku.Walau siksaan kali ini tidak berlangsung begitu lama, aku merasakan sakit melebihi siksaan yang Sonya lakukan saat memukuliku dengan menggunakan sebatang rotan. Bekas-bekas memar akibat pukulan rotan di sekujur tubuhku sudah membuatku merasa perih. Ditambah injakan dan tendangan Sonya yang bertubi-tubi ini, membuat seluruh tubuhku semakin terasa sakit berkali lipat.Siksaan Sonya padaku berhenti saat suara hantaman yang sangat keras, nyaring terdengar dari salah satu sisi ruangan.Sambil masih melindungi wajahku —untuk mengurangi rasa sakit dari serangan brutal Sonya— aku menatap mengikuti ke mana arah Sonya dan belasan pria yang mengepungku memandang.“Ste...ven...,” aku hendak berteriak nyaring saking gembiranya setelah melihat Steven muncul di pintu masuk pondok, namun meng
Di hari berikutnya, ada banyak orang dari perusahaan Green Borneo yang datang untuk menjengukku.Di antara mereka ada Tuan Wright dan Tuan Smith —CEO dan COO Green Borneo— yang terlihat sangat mengkhawatirkan kondisiku saat melihat luka dan memar hampir di seluruh tubuh.Selain mereka, juga ada banyak pria dan wanita paruh baya —yang belakangan kuketahui sebagai para pemegang saham Green Borneo— yang datang membesukku. Beberapa dari mereka bahkan datang secara khusus dari luar negeri.“Bagaimana keadaan Anda, Nyonya Steve?” sapa seorang pria dari arah belakangku.Aku menoleh dan melihat Jason Steve yang sudah memegang kursi roda tempatku duduk. Ya, aku bahkan harus berada di kursi roda akibat kesulitan berjalan karena begitu banyak bagian tubuhku yang membengkak dan sangat sakit saat digerakkan.Untungnya aku tidak mengalami cedera retak atau patah tulang hingga aku masih bisa pergi sendiri ke kamar mandi tanpa bantuan Steven yang mengurusi ku hampir sepanjang hari. Setidaknya aku masi
Aku tersenyum canggung sambil menatap Steven dan Sofi bergantian. Aku benar-benar merasa canggung. Baik tatapan sedih Steven, juga tatapan dingin Sofi yang hampir selalu tidak menunjukkan emosinya, membuatku merasa aneh.“Begini...,” aku menoleh ke arah taman yang terlihat jelas dari pintu tengah mansion sebelum melanjutkan, “Sebenarnya ada yang ingin kubicarakan pada kalian berdua. Apa kalian memiliki waktu luang?”Secara bersamaan Steven dan Sofi mengangguk.“Tentu. Apa kau ingin membicarakannya di taman?” tanya Steven yang langsung mengerti apa mau ku.Kami duduk cukup lama dan berbicara mengenai kondisi tubuhku sebelum aku memulai obrolan yang sudah selama 5 hari belakangan kupikirkan dan ingin kukatakan pada Steven dan Sofi, saat Sofi kebetulan menanyakan kembali tentang 5% hasil perkebunan yang ingin kugunakan agar aku tidak dipecat dari perusahaan tempatku bekerja.“Sebenarnya aku sudah memikirkan kembali hal itu,” ucapku menanggapi pertanyaan Sofi. Aku beralih pada Steven lalu
Bertha yang pertama kali melihatku langsung berlari menghampiri dan menghujaniku dengan banyak pertanyaan. Di antara banyak pertanyaannya, tentu saja dia mengulangi lagi pertanyaan di grup obrolan yang tidak kujawab, yakni tentang “Kenapa tidak merayakan pernikahan kami di Jakarta saja? Kalau di sini, akan ada banyak teman yang tidak bisa hadir, kan?”“Bisakah kita ngobrolnya nanti saja?” sahutku dengan agak malas sebelum pergi menghampiri ayahku yang duduk di kursi roda dalam pengawasan Geri.“Ayah!” seruku sembari memeluk ayahku dengan erat. Tanpa sadar air mataku menetes saat menyadari kalau aku telah melupakan ayahku yang masih dalam pemulihan di rumah sakit.Sejujurnya aku merasa pikiranku sungguh terganggu belakangan ini. Banyaknya kejutan yang kudapat setelah pergi ke Kalimantan adalah penyebab utamanya.“Maaf kalau Key pergi terlalu lama,” ucapku penuh sesal. “Key sangat merindukan Ayah.”Anehnya, ayahku malah tertawa di antara isak tangisku. ‘Hah? Kenapa Ayah tertawa?’“Benark