Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Bertha yang pertama kali melihatku langsung berlari menghampiri dan menghujaniku dengan banyak pertanyaan. Di antara banyak pertanyaannya, tentu saja dia mengulangi lagi pertanyaan di grup obrolan yang tidak kujawab, yakni tentang “Kenapa tidak merayakan pernikahan kami di Jakarta saja? Kalau di sini, akan ada banyak teman yang tidak bisa hadir, kan?”“Bisakah kita ngobrolnya nanti saja?” sahutku dengan agak malas sebelum pergi menghampiri ayahku yang duduk di kursi roda dalam pengawasan Geri.“Ayah!” seruku sembari memeluk ayahku dengan erat. Tanpa sadar air mataku menetes saat menyadari kalau aku telah melupakan ayahku yang masih dalam pemulihan di rumah sakit.Sejujurnya aku merasa pikiranku sungguh terganggu belakangan ini. Banyaknya kejutan yang kudapat setelah pergi ke Kalimantan adalah penyebab utamanya.“Maaf kalau Key pergi terlalu lama,” ucapku penuh sesal. “Key sangat merindukan Ayah.”Anehnya, ayahku malah tertawa di antara isak tangisku. ‘Hah? Kenapa Ayah tertawa?’“Benark
Malam ini kami berkumpul di taman mansion untuk makan malam. Sofi secara khusus menyiapkan acara Backyard Barbeque untuk menyambut kedatangan ayah dan sahabat-sahabatku.Suasana di taman mansion lebih meriah dari biasanya dengan adanya banyak lampu berwarna-warni, juga dilengkapi dengan tulisan “Selamat Datang di Kediaman Keluarga Steve” untuk mereka. Sepertinya Sofi menyiapkan itu semua ketika aku, Anto, dan Robet disibukkan dengan tingkah para model dadakan itu hingga aku tidak mengetahuinya.‘Wah, tidak pernah terpikir sedikit pun olehku untuk menyambut kedatangan Ayah dan sahabat-sahabatku seperti ini. Sofi memang terbaik, aku akan berterima kasih padanya nanti,’ aku tersenyum dan mengangguk pada Sofi yang sedang menuangkan minuman untuk Lintang —yang duduk dengan ekspresi ceria di sampingnya.Ada banyak senda gurau yang terdengar di taman ini, tentu saja sangat menyenangkan bisa melihat wajah semua orang yang ku sayangi tampak bahagia tanpa beban. Andai bisa menghentikan waktu, ra
“Selamat pagi…” Aku mendengar suara Steven menyapa saat baru membuka mata, dan mendapat kecupan lembut di keningku setelahnya.“Pagi...,” sahutku seraya merapatkan tubuh padanya, masih merasa malas beranjak dari pelukannya.Aku merasakan kehangatan yang nyaman ketika ia membelai lembut punggungku yang tidak terbungkus apapun di balik selimut kami. Bagaimana tidak, lingerie favoritku sudah tak bisa ku kenakan lagi. Sayang sekali... padahal baru beberapa kali kupakai. Walau demikian, aku tentu mengikhlaskannya. Suasana pagi terindah dalam hidupku ini membuatku melupakan segalanya hingga tanpa sadar membenamkan wajahku pada tubuh Steven.“Mau ku panggilkan pelayan untuk membawakan sarapan ke sini?” Tanya Steven sambil masih membelaiku.“Hnnn?”“Kalau kau masih merasa lelah sebaiknya sarapan di kamar saja.”“Oh… tidak perlu. Kita ke bawah saja. Aku tidak lelah. Uh—” tanpa sadar aku mengeluh saat memutar tubuh untuk melihat jam dinding, hingga akhirnya menatap Steven kembali yang langsung
Ayahku, geng semenjana, bahkan termasuk aku yang sudah beberapa hari ini tinggal di kota Green Borneo terkagum-kagum dengan keindahan dan kebersihan kotanya. Sepertinya orang-orang yang tinggal di sini memiliki kesadaran untuk hidup bersih dan sehat. Udara di kota ini juga terasa segar, mungkin karena banyak pohon-pohon tinggi yang ada di mana-mana.Selama jalan-jalan, kami juga menyempatkan diri untuk melakukan susur sungai. Ternyata ada kapal kayu yang dihias dengan sangat cantik untuk menyusuri sungai yang berwarna kemerahan dan terlihat jernih itu.Di kejauhan, tepatnya di seberang sungai, kami melihat beberapa ekor monyet yang ada di pepohonan. Tidak jauh dari monyet-monyet itu, ada sekumpulan otter yang sedang berenang, menangkap ikan di sungai, juga ada yang berjemur sambil bermain-main dengan koloninya.Tentu saja semua anggota geng semenjana tidak melewatkan untuk mengabadikan semua hal yang terlihat menarik. Apalagi ini pertama kalinya kami melihat hewan-hewan itu secara lan
Aku beranjak pergi meninggalkan kamar rias ketika Sofi datang menjemputku. Saat tadi baru pertama kali melihatku yang sedang duduk menunggu kedatangannya, sangat terlihat jelas betapa terkejutnya Sofi ketika melihat penampilanku, terutama saat ia tanpa sengaja menunjukkan ekspresi berbeda ketika menatap wajahku. Dia bahkan sampai bertepuk tangan pelan menunjukkan kekagumannya padaku.“Anda sangat cantik, Nyonya!” puji Sofi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan mulut.“Terima kasih… Kau juga sangat cantik dengan gaun itu,” kataku, merasa kagum melihatnya mengenakan gaun berwarna anggrek sepanjang mata kaki yang terlihat cocok dengan belahan tinggi hingga ke atas lututnya.Ketika melewati beberapa pelayan yang tidak sengaja bertemu dengan kami di sepanjang perjalanan menuju taman mansion di lantai satu ―di mana resepsi pernikahan akan berlangsung― mereka semua tampak terpesona menatapku.“Astaga Anda cantik sekali, Nyonya!” Puji Bu Ros dengan mata berbinar. Sama seperti yang Sofi
“Fiuh... akhirnya...” Aku menarik napas lega sembari meregangkan kedua tanganku karena resepsi pernikahan kami baru saja berakhir setelah kami mengucapkan terima kasih kepada tamu terakhir yang baru saja pergi meninggalkan kediaman keluarga Steve.“Sweety, duduklah... Kau pasti sangat lelah mengenakan gaun dan sepatu ini sejak sore tadi,” kata Steven sembari membawaku duduk di salah satu kursi tamu yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. “Apa kakimu tidak sakit berdiri terlalu lama dengan sepatu ini?” lanjutnya.“Jangan khawatir, aku cuma sedikit pegal-pegal saja,” sahutku, agar Steven tidak terlalu mengkhawatirkanku.Kuakui sebenarnya aku sedikit lelah karena terlalu banyak tamu undangan yang harus kami sapa, hingga aku dan Steven lebih banyak berdiri dan berjalan ke sana kemari daripada duduk. Terlebih karena sepatu yang aku gunakan haknya juga terlalu tinggi.‘Tentu saja lelahku terabaikan karena aku sangat menikmati momen bahagiaku hari ini,’ pikirku sembari menatap punggung Stev
Aku, Steven, Lintang, dan juga Sofi, bersiap naik ke helikopter yang baru saja mendarat tidak jauh dari gazebo di belakang mansion tempat kami menunggu.Setelah sarapan bersama dengan yang lainnya tadi, kami berempat langsung bersiap untuk pergi ke tempat rahasia yang Steven katakan padaku. Aku sudah sangat tidak sabar ingin tahu tempat apa itu hingga tidak nafsu makan dibuatnya.Untungnya ayahku tidak ingin ke mana-mana, hingga kami bisa meninggalkannya di mansion. Katanya hanya ingin menyelesaikan bacaannya di perpustakaan besar yang ada di mansion sebelum besok kembali ke Jakarta.Sedangkan teman-temanku akan di ajak tim pembaca pikiran berkeliling ke tempat-tempat yang belum sempat kami kunjungi saat jalan-jalan tempo hari. Geri juga akan mengajak mereka mengunjungi rumahnya, katanya orang tuanya ingin menjamu mereka ketika jam makan siang tiba.Perjalanan udara yang kami tempuh ternyata cukup menyenangkan. Dalam kisaran waktu antara 10 sampai 20 menit aku melihat pemandangan hutan
Jakarta...Yeah... Kami akhirnya kembali ke kota ini, kota yang selalu menantikan segala rutinitas kami selama ini. Begitu tiba di Jakarta, aku juga akhirnya menyalakan ponsel yang sengaja kunonaktifkan selama 4 hari belakangan.Aku melakukannya karena tidak ingin pikiranku terganggu selama persiapan resepsi pernikahanku dan tentu saja aku ingin menikmati semua momen membahagiakan menjelang kepulangan kami ke kota ini. Lagian orang-orang yang kusayang ada bersamaku saat itu.Ada banyak sekali notifikasi pesan yang masuk ke ponselku hingga membuat layarnya tidak responsif selama beberapa detik setelah aku menyalakannya. ‘Astaga. Siapa saja sih yang menghubungiku sampai sebanyak ini?’Aku kembali memeriksa semua pesan masuk di ponselku. ‘Haa... mereka benar-benar mengerikan, lihat saja obrolan grup semenjana yang belum kubaca ini!? Ribuan pesan, ckckck... mereka benar-benar memiliki lidah petaka.’Yah... sebenarnya alasan lain mengapa aku mematikan ponsel karena malas membaca obrolan gru