Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Ayahku, geng semenjana, bahkan termasuk aku yang sudah beberapa hari ini tinggal di kota Green Borneo terkagum-kagum dengan keindahan dan kebersihan kotanya. Sepertinya orang-orang yang tinggal di sini memiliki kesadaran untuk hidup bersih dan sehat. Udara di kota ini juga terasa segar, mungkin karena banyak pohon-pohon tinggi yang ada di mana-mana.Selama jalan-jalan, kami juga menyempatkan diri untuk melakukan susur sungai. Ternyata ada kapal kayu yang dihias dengan sangat cantik untuk menyusuri sungai yang berwarna kemerahan dan terlihat jernih itu.Di kejauhan, tepatnya di seberang sungai, kami melihat beberapa ekor monyet yang ada di pepohonan. Tidak jauh dari monyet-monyet itu, ada sekumpulan otter yang sedang berenang, menangkap ikan di sungai, juga ada yang berjemur sambil bermain-main dengan koloninya.Tentu saja semua anggota geng semenjana tidak melewatkan untuk mengabadikan semua hal yang terlihat menarik. Apalagi ini pertama kalinya kami melihat hewan-hewan itu secara lan
Aku beranjak pergi meninggalkan kamar rias ketika Sofi datang menjemputku. Saat tadi baru pertama kali melihatku yang sedang duduk menunggu kedatangannya, sangat terlihat jelas betapa terkejutnya Sofi ketika melihat penampilanku, terutama saat ia tanpa sengaja menunjukkan ekspresi berbeda ketika menatap wajahku. Dia bahkan sampai bertepuk tangan pelan menunjukkan kekagumannya padaku.“Anda sangat cantik, Nyonya!” puji Sofi sambil menangkupkan kedua tangannya di depan mulut.“Terima kasih… Kau juga sangat cantik dengan gaun itu,” kataku, merasa kagum melihatnya mengenakan gaun berwarna anggrek sepanjang mata kaki yang terlihat cocok dengan belahan tinggi hingga ke atas lututnya.Ketika melewati beberapa pelayan yang tidak sengaja bertemu dengan kami di sepanjang perjalanan menuju taman mansion di lantai satu ―di mana resepsi pernikahan akan berlangsung― mereka semua tampak terpesona menatapku.“Astaga Anda cantik sekali, Nyonya!” Puji Bu Ros dengan mata berbinar. Sama seperti yang Sofi
“Fiuh... akhirnya...” Aku menarik napas lega sembari meregangkan kedua tanganku karena resepsi pernikahan kami baru saja berakhir setelah kami mengucapkan terima kasih kepada tamu terakhir yang baru saja pergi meninggalkan kediaman keluarga Steve.“Sweety, duduklah... Kau pasti sangat lelah mengenakan gaun dan sepatu ini sejak sore tadi,” kata Steven sembari membawaku duduk di salah satu kursi tamu yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. “Apa kakimu tidak sakit berdiri terlalu lama dengan sepatu ini?” lanjutnya.“Jangan khawatir, aku cuma sedikit pegal-pegal saja,” sahutku, agar Steven tidak terlalu mengkhawatirkanku.Kuakui sebenarnya aku sedikit lelah karena terlalu banyak tamu undangan yang harus kami sapa, hingga aku dan Steven lebih banyak berdiri dan berjalan ke sana kemari daripada duduk. Terlebih karena sepatu yang aku gunakan haknya juga terlalu tinggi.‘Tentu saja lelahku terabaikan karena aku sangat menikmati momen bahagiaku hari ini,’ pikirku sembari menatap punggung Stev
Aku, Steven, Lintang, dan juga Sofi, bersiap naik ke helikopter yang baru saja mendarat tidak jauh dari gazebo di belakang mansion tempat kami menunggu.Setelah sarapan bersama dengan yang lainnya tadi, kami berempat langsung bersiap untuk pergi ke tempat rahasia yang Steven katakan padaku. Aku sudah sangat tidak sabar ingin tahu tempat apa itu hingga tidak nafsu makan dibuatnya.Untungnya ayahku tidak ingin ke mana-mana, hingga kami bisa meninggalkannya di mansion. Katanya hanya ingin menyelesaikan bacaannya di perpustakaan besar yang ada di mansion sebelum besok kembali ke Jakarta.Sedangkan teman-temanku akan di ajak tim pembaca pikiran berkeliling ke tempat-tempat yang belum sempat kami kunjungi saat jalan-jalan tempo hari. Geri juga akan mengajak mereka mengunjungi rumahnya, katanya orang tuanya ingin menjamu mereka ketika jam makan siang tiba.Perjalanan udara yang kami tempuh ternyata cukup menyenangkan. Dalam kisaran waktu antara 10 sampai 20 menit aku melihat pemandangan hutan
Jakarta...Yeah... Kami akhirnya kembali ke kota ini, kota yang selalu menantikan segala rutinitas kami selama ini. Begitu tiba di Jakarta, aku juga akhirnya menyalakan ponsel yang sengaja kunonaktifkan selama 4 hari belakangan.Aku melakukannya karena tidak ingin pikiranku terganggu selama persiapan resepsi pernikahanku dan tentu saja aku ingin menikmati semua momen membahagiakan menjelang kepulangan kami ke kota ini. Lagian orang-orang yang kusayang ada bersamaku saat itu.Ada banyak sekali notifikasi pesan yang masuk ke ponselku hingga membuat layarnya tidak responsif selama beberapa detik setelah aku menyalakannya. ‘Astaga. Siapa saja sih yang menghubungiku sampai sebanyak ini?’Aku kembali memeriksa semua pesan masuk di ponselku. ‘Haa... mereka benar-benar mengerikan, lihat saja obrolan grup semenjana yang belum kubaca ini!? Ribuan pesan, ckckck... mereka benar-benar memiliki lidah petaka.’Yah... sebenarnya alasan lain mengapa aku mematikan ponsel karena malas membaca obrolan gru
“Tempat ini indah, aku mau ke sini,” tunjukku pada Steven yang tak henti-hentinya mengelus rambutku dan kadang memainkan helaian-helaiannya.“Hmm... baiklah. Masukkan dalam daftar yang harus kita kunjungi. Ada lagi?” tanyanya sembari mengecup puncak kepalaku, lalu memainkan lagi helaian demi helaian dari rambutku.Belakangan Steven memang sangat suka bermain-main dengan rambutku saat kami sedang duduk bersama seperti ini atau sedang berbaring setelah melakukan permainan menyenangkan itu. “Rambutmu sangat halus dan indah,” pujinya kala itu, saat aku bertanya karena tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. Bukannya tidak senang, hanya saja aku merasa seperti seorang anak kecil saja karenanya.Aku masih menyandarkan tubuhku di dada bidang Steven sembari menikmati pelukan hangat darinya ketika melanjutkan kembali kegiatanku mencari destinasi wisata menarik dan populer yang ingin ku kunjungi bersamanya nanti, pada layar ponselku.Tapi, kemesraan kami buyar ketika suara keributan kecil terde
‘Haiss...’ aku langsung cemberut melihatnya.Nina juga melihat kedatangan Steven dan tebak apa yang terjadi? Sikapnya langsung berubah drastis. Senyum jahat yang sejak tadi mengulas di wajahnya telah hilang sepenuhnya, digantikan sebuah senyuman manis menggoda dari bibirnya, yang ia tujukan hanya pada Steven seorang. Yah... Nina sebenarnya sangat manis. Benar-benar seorang gadis yang sangat manis.‘Haaaa... lihat sikap kurang ajarnya ini,’ aku mendengus melihat perubahan sikapnya barusan.“Biar aku yang tangani ini,” ucap Steven, berbisik padaku.“Hah? Kau gila? Untuk apa kau ikut campur dengan masalah ini? Ini tidak sampai harus memerlukan—”“Tolong percaya saja padaku,” katanya, menatapku sembari meremas pelan tanganku. “Biarkan aku membantumu kali ini dan kau juga harus membantuku,” ucap Steven lagi lalu menoleh pada Sofi dan memintanya untuk membawa Nina masuk ke dalam rumah mereka —yang membuatku jengkel— Nina langsung masuk mengikuti Sofi dengan senang hati saat tahu kalau Steven
Aku melambaikan tangan pada Steven saat Sofi tiba bersama mobil Steven yang kemarin diparkirkannya di halaman gedung toserba kami, dan akhirnya aku pergi ditemani Sofi, Anto, juga Robet yang langsung kuminta untuk pergi ke kantor pusat saja alih-alih ke kantorku.Selain ingin menyampaikan surat pengunduran diri, aku juga ingin membuat perhitungan pada orang-orang yang telah memfitnahku dengan melaporkan perbuatan mereka, langsung pada CEO perusahaan.Seperti biasa, aku selalu merekam dan memiliki rekaman sidang hari itu di dalam ponselku.‘Biar CEO tahu bagaimana mereka memperlakukanku.’Seingatku, CEO perusahaan kami adalah orang yang sangat kompeten hingga berhasil menempati posisinya bukan karena suatu relasi. Dia benar-benar ada di sana karena usaha dan kerja keras yang ia berikan hingga akhirnya ditunjuk sebagai CEO oleh seluruh dewan direksi.Jika dia ingin mempertahankan kinerja bawahannya, harusnya dia akan menindaklanjuti laporanku dan menyelidiki kebenarannya. Ku rasa dewan d