Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
‘Haiss...’ aku langsung cemberut melihatnya.Nina juga melihat kedatangan Steven dan tebak apa yang terjadi? Sikapnya langsung berubah drastis. Senyum jahat yang sejak tadi mengulas di wajahnya telah hilang sepenuhnya, digantikan sebuah senyuman manis menggoda dari bibirnya, yang ia tujukan hanya pada Steven seorang. Yah... Nina sebenarnya sangat manis. Benar-benar seorang gadis yang sangat manis.‘Haaaa... lihat sikap kurang ajarnya ini,’ aku mendengus melihat perubahan sikapnya barusan.“Biar aku yang tangani ini,” ucap Steven, berbisik padaku.“Hah? Kau gila? Untuk apa kau ikut campur dengan masalah ini? Ini tidak sampai harus memerlukan—”“Tolong percaya saja padaku,” katanya, menatapku sembari meremas pelan tanganku. “Biarkan aku membantumu kali ini dan kau juga harus membantuku,” ucap Steven lagi lalu menoleh pada Sofi dan memintanya untuk membawa Nina masuk ke dalam rumah mereka —yang membuatku jengkel— Nina langsung masuk mengikuti Sofi dengan senang hati saat tahu kalau Steven
Aku melambaikan tangan pada Steven saat Sofi tiba bersama mobil Steven yang kemarin diparkirkannya di halaman gedung toserba kami, dan akhirnya aku pergi ditemani Sofi, Anto, juga Robet yang langsung kuminta untuk pergi ke kantor pusat saja alih-alih ke kantorku.Selain ingin menyampaikan surat pengunduran diri, aku juga ingin membuat perhitungan pada orang-orang yang telah memfitnahku dengan melaporkan perbuatan mereka, langsung pada CEO perusahaan.Seperti biasa, aku selalu merekam dan memiliki rekaman sidang hari itu di dalam ponselku.‘Biar CEO tahu bagaimana mereka memperlakukanku.’Seingatku, CEO perusahaan kami adalah orang yang sangat kompeten hingga berhasil menempati posisinya bukan karena suatu relasi. Dia benar-benar ada di sana karena usaha dan kerja keras yang ia berikan hingga akhirnya ditunjuk sebagai CEO oleh seluruh dewan direksi.Jika dia ingin mempertahankan kinerja bawahannya, harusnya dia akan menindaklanjuti laporanku dan menyelidiki kebenarannya. Ku rasa dewan d
Lukman langsung terdiam begitu aku menyelanya. Ia pasti menyadari kalau apa yang baru saja kukatakan adalah suatu kebenaran. Jika dia memang memiliki kuasa untuk menentang mereka, dia seharusnya sudah melakukan niat itu jauh sebelum mereka mengundang dan menyidangku dengan seenaknya tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang benar.Kenyataannya, dia tidak memiliki kekuasaan seperti yang dipegang ayahnya. Sejak Lukman melakukan kesalahan karena menghamili Novia —sekretaris COO yang kini menjadi istrinya— ayahnya yang merupakan salah satu anggota dewan direksi perusahaan Azure sudah tidak memercayainya lagi. Tuan Sanjaya kini malah lebih condong mendukung kemauan Novia.Novia-lah orang yang kumaksudkan pada Andi tadi sebagai orang yang memiliki koneksi dan tidak menginginkanku berada di tempat ini. Carlos yang juga anak dari salah satu dewan direksi, mungkin kini menjadi orang kedua yang tidak ingin aku ada di sini. Namun sebenarnya Novia-lah, orang yang sejak dulu selalu menghalangi jalan
Seraya menatap Novia dengan rasa simpatik, aku berkata, “Ini agak aneh, kan? Kau sepertinya sangat penasaran. Apa kau iri denganku? Jika ya, aku minta maaf karena sudah menimbulkan perasaan itu di hatimu walau sebenarnya aku tidak tahu apa yang kau irikan dariku.”“Iri denganmu? Kau sedang membual?”“Tidak. Aku cuma menebak.”Novia tertawa. Aku tahu kalau tawanya ini hanyalah tawa yang dibuat-buat. Mulutnya memang sedang tertawa, namun tidak dengan sorot matanya.Novia terdiam cukup lama setelahnya. Membuatku yakin kalau sebenarnya sudah tidak ada lagi yang bisa dibicarakannya denganku.Dia ada di sini hanya untuk melihatku hancur dan frustrasi setelah menerima pemecatan, namun sepertinya dia tidak menemukan apa yang diharapkannya itu.Rasa lega dan bahagia yang tiba-tiba muncul di hatiku setelah menyerahkan surat pengunduran diri dan membuat Lukman terdiam tanpa kata sepertinya terpancar dengan jelas dari wajahku hingga Novia merasa tidak puas.“Wanita sepertimu memang cuma bisa bicar
Aku memerhatikan Nyonya Zhang menyapa ketiga begundal itu secara singkat, kemudian berpaling pada Andi tanpa menggubris mereka lagi walau sepertinya Novia masih ingin berbicara lebih banyak, mungkin ingin memberikan pujian seperti yang selama ini ku tahu sering dilakukannya ketika bertemu orang-orang penting Perusahaan Azure.Andi kemudian menunjukkan pintu ruangannya pada Nyonya Zhang dengan sikap sangat sopan dan terlihat berbicara beberapa kalimat padanya sebelum akhirnya menoleh padaku dan menunjukku dengan gerakan sopan sama seperti yang ia lakukan sebelumnya.‘Hah? Dia tadi menunjukku, kan?’ Aku spontan menoleh ke arah belakangku, mungkin saja yang ditunjuk adalah sekretarisnya, tapi ternyata sekretarisnya sudah berada beberapa langkah di sampingku —entah sejak kapan dia berada di sana—. ‘Berarti maksudnya tadi adalah aku. Kenapa dia menunjukku? Oh... apa Nyonya Zhang datang untuk menyelesaikan masalahku? Kalau benar, apa mungkin CEO kami punya hubungan sedekat itu dengannya?’Ta
Drttt... Drttt... Drttt...“Siapa sih?” tanyaku pada Steven yang akhirnya beranjak mengambil ponsel model lama miliknya dari dalam laci meja kecil di samping ranjang setelah kami selesai melakukan pertempuran, oh ralat, maksudku olahraga di sore hari.Selama permainan panas kami berlangsung, ponselnya sering kali bergetar. Jika bukan karena terlalu menikmati permainan panas kami, aku pasti akan merasa sangat terganggu akibat suara getarannya.“Bukan hal penting,” sahutnya sebelum mengembalikan ponsel yang jarang digunakannya itu kembali ke dalam laci meja.Aku menelungkupkan badan dan menatapnya saat ia kembali dan berbaring di sampingku. Aku teringat pada ponsel dan sebungkus rokok yang kemarin kulihat berada di laci meja baru saat aku memeriksa semua perabotan tambahan baru kami.Aku juga ingat kalau ponsel dan kotak rokok itu ada bersama senjata api saat aku menggeledah tasnya dulu.“Apa kau berhenti merokok?” tanyaku penasaran. Aku tidak pernah melihat Steven merokok. Entah karena
“Kau seperti kurang bersemangat. Apa ada masalah?”“Hah? Oh... tidak... aku cuma lagi berpikir,” sahutku, menanggapi kekhawatiran Bertha.“Memangnya ada manusia yang tidak berpikir? Kecuali kau terbaring kaku di dalam kubur maka kau akan berhenti berpikir.”“Kau ini... Maksudku, aku lagi berpikir agak keras dari biasanya,” sahutku ketus, namun kemudian ikut tertawa saat Bertha dan Karin menertawakanku.“Daripada berpikir yang menguras energi seperti itu, bagaimana pendapatmu tentang mereka?”“Mereka?” Aku mengikuti arah tatapan Bertha dan baru ingat kalau Nayla dan Geri juga ada di tempat ini walau di meja berbeda. “Oh… mereka ya…”Aku kemudian mengalihkan pandanganku lagi ke sisi berlawanan, melihat Anto dan Robet yang sedang tersenyum geli memperhatikan tingkah kikuk Geri yang agak gagu tiap kali menjawab pertanyaan Nayla ketika berbicara dengan nada lemah lembutnya yang menggoda.Aku datang ke kafe ini sebenarnya bukan karena hendak berkumpul dengan geng semenjana. Kami hanya kebetu
Aku melambaikan tangan pada ketiga sahabatku yang juga melambaikan tangan mereka dari balik jendela saat mobil Geri —yang mereka tumpangi— pergi meninggalkan halaman salah satu café dan resto ternama di kota ini.“Syukurlah. Sepertinya kencan pertama mereka berjalan dengan sangat baik,” gumamku.Aku memalingkan tubuh saat mendengar teriakan Mira dari arah belakangku. Melihatnya berlari seperti itu membuatku merasa kalau tingkahnya seperti seorang anak kecil saja. ‘Ckckck… sepertinya dia lupa dengan usianya.’“Aduh…!” keluhku saat Mira tiba-tiba setengah melompat, menabrak dan memelukku erat. “Kau ini apa-apaan sih?! Apa yang kau lakukan?”“Saya sangat merindukan Anda, Bu Key!” seru Mira dalam pelukanku.“Kau rindu kuberi tugas luar?” sahutku dengan agak canggung dan merasa risih karena tatapan mantan bawahanku yang lain pada kami. Baru kali ini ada seseorang yang memelukku di tempat umum begini. “Lagian kau tidak seperti ini saat kutinggalkan dinas ke Bekasi selama 3 minggu dulu,” lanj
Hai, Reader… Author mengucapkan terima kasih banyak dengan sepenuh hati atas kesabarannya saat menantikan setiap episode lanjutan selama dua bulan ini. Semua dukungan, komentar dan ulasan yang sudah kalian berikan adalah penyemangat bagi Author ketika menyelesaikan keseluruhan cerita ini, tentu saja itu sangat berarti dan tak akan pernah terlupakan. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua Reader di mana saja berada, yang sangat Author kasihi, karena tetap setia meluangkan waktu dan segalanya untuk membaca karya pertama Author hingga di akhir cerita. Walau sebenarnya cerita ini masih sangat jauh dari kata sempurna, Author berharap semoga novel “Hidup Bersama Yang Tak Terduga!” dapat tetap melekat dan memberikan kesan di hati para Reader. Akhir kata, dengan tak henti-hentinya Author berterima kasih kembali kepada semua Reader yang tetap bersedia meluangkan waktu menemani dan memberikan semangat baik berupa dukungan vote, komentar, dan ulasan di karya-karya Author yang berikutnya.
“Hais… bisakah tidak mengatakannya selantang itu?” protesku pada Bertha.Bukannya aku pelit, hanya saja pertanyaannya tadi membuat sekumpulan ibu-ibu penggosip yang sejak tadi sibuk menjelek-jelekkan salah satu teman mereka —yang sepertinya tidak sedang ikut berkumpul dengan mereka—, sekarang menoleh ke arahku.Bertha dan Karin tertawa terbahak melihat reaksiku, aku tahu mereka sengaja melakukannya karena merasa kesal dengan obrolan ‘tinggi’ ibu-ibu sosialita itu, terutama saat membicarakan teman mereka yang sepertinya hidup dalam kesusahan.“Kalau begitu akan saya panggilkan manajer di sini untuk memberikan pelayanan spesial untuk Anda, Nyonya,” kata Nayla yang kemudian berdiri dan membungkukkan tubuhnya ke arahku sebelum beranjak pergi menuju meja pemesanan.‘Mereka semua gila, aku kan belum bilang bawa atau tidak, malah sudah seyakin itu.’Tidak lama sang manajer datang bersama dengan Nayla dan membawakan daftar menu eksklusif kepada kami semua.Aku menyerahkan black card dari dompe
“Cuma dia pria terbaik di antara banyaknya pria yang mendekatiku,” jawab Nina malu-malu.Aku ingat siapa Adrian, pria yang akhirnya berhasil memikat hati dan menikahi Nina. Dia adalah pria yang pernah Nina acuhkan dulu saat beberapa kali berkunjung ke rumah ayahku. Meskipun pernah diabaikan oleh Nina selama hampir dua jam, ternyata perasaannya pada Nina tetap tidak berubah.Aku benar-benar tidak menyangka jika Adrian masih menyimpan perasaannya pada Nina selama bertahun-tahun, dia memang luar biasa gigih.‘Hmmm… Steven juga sama seperti itu, menyimpan perasaan selama bertahun-tahun.’Adrian adalah pria yang baik dan sopan. Dia juga orang yang mandiri dan sudah memiliki pekerjaan begitu lulus dari kuliah —sebagai pekerja kantoran pada umumnya.Nina dulu menganggap Adrian sangat kurang dalam hal ketampanan hingga tidak menanggapi pernyataan cintanya. Tapi, jika diperhatikan sungguh-sungguh, sebenarnya Adrian pria yang manis, bersih, juga rapi.“Lagian memang karena Kak Steven selalu berh
“Apa kabar, Ayah?” tanyaku pada ayahku yang sedang mengajari Chloe memasang umpan di mata pancingnya.“Seperti yang kau lihat, keadaan ayah luar biasa baik,” jawabnya sembari merentangkan kedua tangan dan memintaku datang mendekat untuk memeluknya. “Bagaimana denganmu, apa kau tidak lelah melakukan perjalanan jauh dengan perut besar seperti ini?”“Aku memang sedikit lelah, tapi aku juga merindukan kalian. Mulai minggu depan hingga waktu lahiran tiba, aku akan istirahat dan tidak berkunjung ke sini untuk sementara waktu,” jelasku padanya.Hanya itu yang kami bicarakan karena Chloe sudah memintanya lagi untuk melanjutkan mengajarinya memasang umpan di mata pancing.“Itu cacing, kan? Apa tidak ada umpan buatan? Kalau tidak salah aku pernah melihat orang menjual umpan buatan,” protesku merasa geli melihat cacing yang Chloe pegang dengan berani.“Bagaimana kami bisa membelinya? Kau pikir Olly dan keluarganya membuka toko perlengkapan memancing di sini?” sahut ayahku sembari melambaikan tang
“Hore… pesawat… pesawat…” Sorak Chloe sambil bertepuk tangan begitu kami tiba di bandara.Saat ini kami sekeluarga akan bepergian ke kampung halaman Steven, tentu saja ke Kota Green Borneo yang menarik hati. Kami memang sering sekali ke sana. Jika ku hitung-hitung, hampir setiap minggu kami pergi ke kota itu atas permintaanku karena aku sangat menyukai rumah panggung yang ada di sana.Omong-omong soal rumah panggung, ayahku dan ibu tiriku —atau ibu mertuaku?— sudah dua tahun ini tinggal di rumah yang dihadiahkan ayah mertuaku untuknya. Yah, ayahku memang sangat pemaaf, dia tetap mencintai istrinya walau dulu pernah disakiti.“Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, kita harus membuka hati untuk memaafkan dan memberikan kesempatan kedua kepada siapa saja yang sungguh-sungguh menyesali perbuatannya,” kata ayahku kala itu, ketika aku merasa bingung bagaimana harus bersikap pada Camila yang merupakan ibu tiri sekaligus ibu mertuaku juga karena dia adalah ibu kandung Steven.Steven s
“Chloe…, ada lihat ponsel Mama?” seruku sembari menuruni tangga dari lantai atas ke arah gadis mungil yang sedang asik bermain mobil-mobilan bersama Leon —putra Sofi dan Lintang.‘Oh astaga, boneka kembali terabaikan,’ aku memungut boneka yang tergeletak begitu saja di ujung tangga dan membawakannya pada Chloe.“Chloe Ophelia Steve,” ucapku menyebut namanya dengan lengkap karena merasa gemas pada kesukaannya yang selalu saja memainkan mobil-mobilan dan juga robot-robotan milik Leon. Aku menyerahkan boneka kelinci itu ke arah tangannya, “Ada lihat ponsel mama?”Chloe menghentikan permainannya dan menunduk memperhatikan boneka kelinci yang ada di tangannya. Ia lalu mendudukkan kelinci itu di sofa yang ada di belakangnya, “Rabbit lelah, istirahat dulu,” sahutnya mengabaikan pertanyaanku.Bukan tanpa alasan jika aku menanyakan dimana ponselku pada anak umur 4 tahun ini. Bagaimana tidak, hampir semua barang-barangku berpindah dari tempatnya. Lipstik ku pernah tersimpan di kulkas olehnya, is
“A-apa yang ingin kau lakukan?” Aku buru-buru menggeser tubuhku menjauhi Sonya yang sudah duduk di sampingku sambil mengangkat pisau ke dekat dadanya.“Nyonya Steve. Saya ingin bertanya pada Anda. Jika saya menolong Anda, apa Anda akan membantu saya?”Pertanyaan Sonya sempat membuatku tertegun sejenak sebelum akhirnya bisa menanggapi dengan gugup, “Y-ya? Apa maksudmu?” tanyaku balik, sembari memperhatikan sorot matanya yang tampak putus asa.“Jika Anda berjanji melepaskan saya dari bertanggung jawab atas penculikan kali ini, saya akan membantu Anda meloloskan diri dari sini.”Aku terdiam sejenak, merasa heran dengan kata-kata yang terdengar seperti sebuah permintaan itu.“Kita sepakat. Aku tidak akan menuntutmu jika kau melepas… Maksudku, membantuku pergi dari sini,” dengan cepat aku memberikan jawaban setelah mendengar suara tembak menembak yang semakin intens di bawah sana.“Bukan cuma menuntut. Tolong berikan jaminan pada saya agar keluarga Steve tidak menghancurkan hidup saya karen
◇Sofia Jørgensen◇Aku dan Cakra langsung pergi menuju lokasi penyekapan Nyonya Steve yang Jason berikan pada kami, sementara Tuan Steve dan timnya akan menyusul menggunakan helikopter yang sedang dikirimkan pasukan kami pada mereka.Walau aku memiliki tingkat kekhawatiran yang sama seperti saat Nyonya kami diculik untuk pertama kalinya dulu, namun kali ini aku tidak mengkhawatirkan nyawanya. Berbeda dengan saat pertama kali dulu, kali ini kami sudah mengetahui siapa dalang penculikannya.Jika Nyonya berada dalam tangan Duncan Wise, kemungkinan Nyonya untuk mati sangatlah kecil karena Duncan memiliki kelemahan pada wanita cantik dan kami merasa sangat bersyukur atas ‘kekurangannya’ itu. Tidak ada di antara kami yang tidak tahu jika Duncan sangat menyukai wanita, terutama wanita secantik Nyonya kami.‘Aku juga yakin kalau Nyonya tidak akan tinggal diam andai Duncan Wise ingin melecehkannya,’ pikirku, tahu kalau Nyonya kami sebenarnya cukup menakutkan saat sedang marah.“Jangan lewati jal
♡Keysa Andini♡“Lepaskan aku brengsek!”Aku mengumpat sambil terus berusaha melepaskan kedua tanganku dari genggaman Duncan yang sedang berusaha menjilat wajahku lagi setelah usaha pertamanya tadi hampir saja berhasil.Awalnya, aku memang ingin berusaha untuk tetap tenang —sambil memikirkan cara mengetahui lokasi keberadaanku saat ini untuk membantu Steven agar dapat lebih mudah menemukanku— dan bermaksud memengaruhi Duncan dengan menggunakan gaya Sofi berbicara pada setiap lawan bisnisnya. Tapi, setelah diperlakukan seperti ini, niat itu pun pada akhirnya langsung kulupakan.Wanita mana yang akan diam saja saat tahu dirinya hendak dilecehkan?Tentu saja aku langsung mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauhkan Duncan dari atas tubuhku. Sialnya, tubuh Duncan yang gemuk dan tenaganya yang sangat kuat membuatku tak berdaya.Walau beberapa seranganku sempat berhasil mengenai wajahnya —saat ia membebaskan salah satu tanganku untuk merobek baju atasanku—, pada akhirnya dia menangkap tanganku