Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Aku memerhatikan Nyonya Zhang menyapa ketiga begundal itu secara singkat, kemudian berpaling pada Andi tanpa menggubris mereka lagi walau sepertinya Novia masih ingin berbicara lebih banyak, mungkin ingin memberikan pujian seperti yang selama ini ku tahu sering dilakukannya ketika bertemu orang-orang penting Perusahaan Azure.Andi kemudian menunjukkan pintu ruangannya pada Nyonya Zhang dengan sikap sangat sopan dan terlihat berbicara beberapa kalimat padanya sebelum akhirnya menoleh padaku dan menunjukku dengan gerakan sopan sama seperti yang ia lakukan sebelumnya.‘Hah? Dia tadi menunjukku, kan?’ Aku spontan menoleh ke arah belakangku, mungkin saja yang ditunjuk adalah sekretarisnya, tapi ternyata sekretarisnya sudah berada beberapa langkah di sampingku —entah sejak kapan dia berada di sana—. ‘Berarti maksudnya tadi adalah aku. Kenapa dia menunjukku? Oh... apa Nyonya Zhang datang untuk menyelesaikan masalahku? Kalau benar, apa mungkin CEO kami punya hubungan sedekat itu dengannya?’Ta
Drttt... Drttt... Drttt...“Siapa sih?” tanyaku pada Steven yang akhirnya beranjak mengambil ponsel model lama miliknya dari dalam laci meja kecil di samping ranjang setelah kami selesai melakukan pertempuran, oh ralat, maksudku olahraga di sore hari.Selama permainan panas kami berlangsung, ponselnya sering kali bergetar. Jika bukan karena terlalu menikmati permainan panas kami, aku pasti akan merasa sangat terganggu akibat suara getarannya.“Bukan hal penting,” sahutnya sebelum mengembalikan ponsel yang jarang digunakannya itu kembali ke dalam laci meja.Aku menelungkupkan badan dan menatapnya saat ia kembali dan berbaring di sampingku. Aku teringat pada ponsel dan sebungkus rokok yang kemarin kulihat berada di laci meja baru saat aku memeriksa semua perabotan tambahan baru kami.Aku juga ingat kalau ponsel dan kotak rokok itu ada bersama senjata api saat aku menggeledah tasnya dulu.“Apa kau berhenti merokok?” tanyaku penasaran. Aku tidak pernah melihat Steven merokok. Entah karena
“Kau seperti kurang bersemangat. Apa ada masalah?”“Hah? Oh... tidak... aku cuma lagi berpikir,” sahutku, menanggapi kekhawatiran Bertha.“Memangnya ada manusia yang tidak berpikir? Kecuali kau terbaring kaku di dalam kubur maka kau akan berhenti berpikir.”“Kau ini... Maksudku, aku lagi berpikir agak keras dari biasanya,” sahutku ketus, namun kemudian ikut tertawa saat Bertha dan Karin menertawakanku.“Daripada berpikir yang menguras energi seperti itu, bagaimana pendapatmu tentang mereka?”“Mereka?” Aku mengikuti arah tatapan Bertha dan baru ingat kalau Nayla dan Geri juga ada di tempat ini walau di meja berbeda. “Oh… mereka ya…”Aku kemudian mengalihkan pandanganku lagi ke sisi berlawanan, melihat Anto dan Robet yang sedang tersenyum geli memperhatikan tingkah kikuk Geri yang agak gagu tiap kali menjawab pertanyaan Nayla ketika berbicara dengan nada lemah lembutnya yang menggoda.Aku datang ke kafe ini sebenarnya bukan karena hendak berkumpul dengan geng semenjana. Kami hanya kebetu
Aku melambaikan tangan pada ketiga sahabatku yang juga melambaikan tangan mereka dari balik jendela saat mobil Geri —yang mereka tumpangi— pergi meninggalkan halaman salah satu café dan resto ternama di kota ini.“Syukurlah. Sepertinya kencan pertama mereka berjalan dengan sangat baik,” gumamku.Aku memalingkan tubuh saat mendengar teriakan Mira dari arah belakangku. Melihatnya berlari seperti itu membuatku merasa kalau tingkahnya seperti seorang anak kecil saja. ‘Ckckck… sepertinya dia lupa dengan usianya.’“Aduh…!” keluhku saat Mira tiba-tiba setengah melompat, menabrak dan memelukku erat. “Kau ini apa-apaan sih?! Apa yang kau lakukan?”“Saya sangat merindukan Anda, Bu Key!” seru Mira dalam pelukanku.“Kau rindu kuberi tugas luar?” sahutku dengan agak canggung dan merasa risih karena tatapan mantan bawahanku yang lain pada kami. Baru kali ini ada seseorang yang memelukku di tempat umum begini. “Lagian kau tidak seperti ini saat kutinggalkan dinas ke Bekasi selama 3 minggu dulu,” lanj
‘Berhenti’ dan ‘Dipecat’. Sebenarnya masing-masing kata dari pertanyaan mereka memiliki maksud yang sama, yaitu tidak bekerja lagi. Yah… hanya prosesnya saja yang berbeda. Mereka harusnya belum tahu kalau aku telah mengundurkan diri karena aku mengundang mereka ke sini hanya dengan menyebutkan makan malam tim tanpa mengatakan sama sekali kalau ini juga akan menjadi pesta perpisahan kami karena memang bukan itu alasan utamanya.Tentu saja aku memiliki alasan khusus hingga mengadakan pesta ini. Pertama, aku belum pernah mentraktir mereka selama aku menjadi kepala divisi dengan alasan sama seperti yang sudah Mira sebarkan pada mereka. Ini adalah hal yang sangat jarang dilakukan oleh kepala divisi lain yang selalu membuat pesta tim setiap kali proyek divisinya berhasil.Alasan kedua, yang sebenarnya menjadi alasan utamaku, adalah karena aku tidak bisa mengundang mereka ke resepsi pernikahanku. Aku ingin berbagi kebahagiaan yang kurasakan bersama mereka, orang-orang yang sudah bekerja keras
♧Zhang Mi Ran♧Senang sekali rasanya saat aku akhirnya menemukan sosok yang sangat cocok sebagai calon pengganti Chen Wang Ye —mantan asisten pribadiku— yang mengajukan pengunduran diri setelah bekerja bersamaku selama lebih dari 40 tahun, beberapa bulan lalu.Walau demikian, dalam beberapa bulan ini Nyonya Chen masih tetap membantuku untuk menyeleksi beberapa wanita muda yang kami anggap potensial sebagai penggantinya. Sayangnya kami belum menemukan satupun yang berkompeten untuk mengerjakan banyak tugas rumit yang selama ini selalu Nyonya Chen tangani untukku.Sampai akhirnya Andi Bastian, CEO dari salah satu perusahaan di mana aku menanamkan sedikit modal, menghubungiku untuk meminta bantuan.Awalnya aku kurang begitu berminat mendengar permintaannya. Dan lagi, perusahaan itu hanyalah sebuah perusahaan manufaktur kecil yang hanya memiliki pasar sebatas kawasan Asia Tenggara saja. Perusahaan itu juga tidak memerlukan modal yang cukup besar untuk biaya operasional dan pengembangan pro
◇Lintang◇Senang rasanya melihat ekspresi istriku saat dia sedang berdiskusi serius bersama Tuan kami —seperti yang saat ini sedang mereka lakukan.Kecantikannya seakan meningkat berkali lipat tiap kali sedang memahami, merencanakan, bahkan merealisasikan pekerjaan yang Tuan kami berikan di dalam benaknya, beberapa saat setelah Tuan Steve memberikan instruksi —Walau perintah yang Tuan Steve berikan kali ini agak membuatku merinding karena tahu maksud dibalik pekerjaan itu.Jika dia meminta Sofi —istriku— untuk berkunjung dan menyapa seseorang, aku tahu jika Tuan pasti akan menghancurkan orang tersebut.Selama kami berada di Jakarta beberapa bulan ini, baru kali ini Tuan Steve meminta Sofi melakukan hal ini lagi setelah selama satu tahun belakangan tidak pernah melakukannya lagi.Tapi setelah aku tahu apa penyebabnya, barulah aku mengerti kenapa Tuan kami ingin menyingkirkan orang itu.‘Jadi dia berani mengganggu Nyonya Steve? Sayang sekali. Pengusaha mana lagi yang akan hancur kali ini
♡Keysa Andini♡“Oh... kalian tepat waktu!” aku menyambut kedatangan Lintang dan Sofi dengan penuh semangat. Bukan karena rindu pada mereka, namun karena suvenir pesta untuk teman kantorku —yang Steven minta mereka uruskan untukku— baru saja tiba bersamaan dengan kedatangan mereka.“Saya taruh di mana, Nyonya?” tanya Lintang sembari memperhatikan keadaan sekitar, mungkin mencari meja atau tempat apa pun untuk meletakkan kardus besar yang dipeluknya.“Tidak perlu. Sebentar.” Aku memanggil Anto mendekat dan memintanya untuk mengambil alih kotak kardus yang sedang dibawa Lintang. Aku sebenarnya sudah memberikan instruksi pada Anto dan Robet mengenai apa yang harus mereka lakukan pada isi kotak tersebut setelah aku pergi dari resto ini nanti.Setelah berpamitan pada semua tamu undanganku, yang masih lengkap karena sebelumnya kuminta bertahan lebih dulu walau pesta kami sudah selesai, aku pulang bersama Lintang dan Sofi. Sementara itu, Anto dan Robet masih kuberikan tugas untuk membagikan su