Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Aku melambaikan tangan pada ketiga sahabatku yang juga melambaikan tangan mereka dari balik jendela saat mobil Geri —yang mereka tumpangi— pergi meninggalkan halaman salah satu café dan resto ternama di kota ini.“Syukurlah. Sepertinya kencan pertama mereka berjalan dengan sangat baik,” gumamku.Aku memalingkan tubuh saat mendengar teriakan Mira dari arah belakangku. Melihatnya berlari seperti itu membuatku merasa kalau tingkahnya seperti seorang anak kecil saja. ‘Ckckck… sepertinya dia lupa dengan usianya.’“Aduh…!” keluhku saat Mira tiba-tiba setengah melompat, menabrak dan memelukku erat. “Kau ini apa-apaan sih?! Apa yang kau lakukan?”“Saya sangat merindukan Anda, Bu Key!” seru Mira dalam pelukanku.“Kau rindu kuberi tugas luar?” sahutku dengan agak canggung dan merasa risih karena tatapan mantan bawahanku yang lain pada kami. Baru kali ini ada seseorang yang memelukku di tempat umum begini. “Lagian kau tidak seperti ini saat kutinggalkan dinas ke Bekasi selama 3 minggu dulu,” lanj
‘Berhenti’ dan ‘Dipecat’. Sebenarnya masing-masing kata dari pertanyaan mereka memiliki maksud yang sama, yaitu tidak bekerja lagi. Yah… hanya prosesnya saja yang berbeda. Mereka harusnya belum tahu kalau aku telah mengundurkan diri karena aku mengundang mereka ke sini hanya dengan menyebutkan makan malam tim tanpa mengatakan sama sekali kalau ini juga akan menjadi pesta perpisahan kami karena memang bukan itu alasan utamanya.Tentu saja aku memiliki alasan khusus hingga mengadakan pesta ini. Pertama, aku belum pernah mentraktir mereka selama aku menjadi kepala divisi dengan alasan sama seperti yang sudah Mira sebarkan pada mereka. Ini adalah hal yang sangat jarang dilakukan oleh kepala divisi lain yang selalu membuat pesta tim setiap kali proyek divisinya berhasil.Alasan kedua, yang sebenarnya menjadi alasan utamaku, adalah karena aku tidak bisa mengundang mereka ke resepsi pernikahanku. Aku ingin berbagi kebahagiaan yang kurasakan bersama mereka, orang-orang yang sudah bekerja keras
♧Zhang Mi Ran♧Senang sekali rasanya saat aku akhirnya menemukan sosok yang sangat cocok sebagai calon pengganti Chen Wang Ye —mantan asisten pribadiku— yang mengajukan pengunduran diri setelah bekerja bersamaku selama lebih dari 40 tahun, beberapa bulan lalu.Walau demikian, dalam beberapa bulan ini Nyonya Chen masih tetap membantuku untuk menyeleksi beberapa wanita muda yang kami anggap potensial sebagai penggantinya. Sayangnya kami belum menemukan satupun yang berkompeten untuk mengerjakan banyak tugas rumit yang selama ini selalu Nyonya Chen tangani untukku.Sampai akhirnya Andi Bastian, CEO dari salah satu perusahaan di mana aku menanamkan sedikit modal, menghubungiku untuk meminta bantuan.Awalnya aku kurang begitu berminat mendengar permintaannya. Dan lagi, perusahaan itu hanyalah sebuah perusahaan manufaktur kecil yang hanya memiliki pasar sebatas kawasan Asia Tenggara saja. Perusahaan itu juga tidak memerlukan modal yang cukup besar untuk biaya operasional dan pengembangan pro
◇Lintang◇Senang rasanya melihat ekspresi istriku saat dia sedang berdiskusi serius bersama Tuan kami —seperti yang saat ini sedang mereka lakukan.Kecantikannya seakan meningkat berkali lipat tiap kali sedang memahami, merencanakan, bahkan merealisasikan pekerjaan yang Tuan kami berikan di dalam benaknya, beberapa saat setelah Tuan Steve memberikan instruksi —Walau perintah yang Tuan Steve berikan kali ini agak membuatku merinding karena tahu maksud dibalik pekerjaan itu.Jika dia meminta Sofi —istriku— untuk berkunjung dan menyapa seseorang, aku tahu jika Tuan pasti akan menghancurkan orang tersebut.Selama kami berada di Jakarta beberapa bulan ini, baru kali ini Tuan Steve meminta Sofi melakukan hal ini lagi setelah selama satu tahun belakangan tidak pernah melakukannya lagi.Tapi setelah aku tahu apa penyebabnya, barulah aku mengerti kenapa Tuan kami ingin menyingkirkan orang itu.‘Jadi dia berani mengganggu Nyonya Steve? Sayang sekali. Pengusaha mana lagi yang akan hancur kali ini
♡Keysa Andini♡“Oh... kalian tepat waktu!” aku menyambut kedatangan Lintang dan Sofi dengan penuh semangat. Bukan karena rindu pada mereka, namun karena suvenir pesta untuk teman kantorku —yang Steven minta mereka uruskan untukku— baru saja tiba bersamaan dengan kedatangan mereka.“Saya taruh di mana, Nyonya?” tanya Lintang sembari memperhatikan keadaan sekitar, mungkin mencari meja atau tempat apa pun untuk meletakkan kardus besar yang dipeluknya.“Tidak perlu. Sebentar.” Aku memanggil Anto mendekat dan memintanya untuk mengambil alih kotak kardus yang sedang dibawa Lintang. Aku sebenarnya sudah memberikan instruksi pada Anto dan Robet mengenai apa yang harus mereka lakukan pada isi kotak tersebut setelah aku pergi dari resto ini nanti.Setelah berpamitan pada semua tamu undanganku, yang masih lengkap karena sebelumnya kuminta bertahan lebih dulu walau pesta kami sudah selesai, aku pulang bersama Lintang dan Sofi. Sementara itu, Anto dan Robet masih kuberikan tugas untuk membagikan su
“Dokumen apa ini?”Steven memberikan beberapa dokumen tepat setelah aku kembali dari kamar mandi. Aku menerima dokumen-dokumen itu lalu duduk di sampingnya.“Buka dan pelajari saja. Kau bisa menahan kantuk, kan?”‘Haiss… aku memang sudah lumayan mengantuk dan agak lelah setelah kegiatan kami barusan.’“Harus sekarang? Apa ini dokumen penting?”“Sangat penting. Ini akan membantumu besok.”Mendengar kalimat terakhirnya membuatku menjadi agak penasaran hingga rasa kantuk ku menurun drastis seketika dan akhirnya malah merasa penasaran dengan isi dari beberapa dokumen yang hampir ku letakkan di meja —karena aku baru saja berniat untuk memeluknya dan mengajaknya berlayar bersama mengarungi dunia mimpi.Aku membuka dokumen pertama dan terkejut setelah membaca beberapa baris kalimatnya.Aku menatap Steven sesaat, terperangah karena informasi yang tertera dalam dokumen itu, lalu rasa kantuk yang tadi menderaku kini lenyap sama sekali. ❀❀❀ Tidak seperti saat terakhir kali datang ke kantor pus
Aku dikagetkan oleh suara dari Nyonya Zhang yang tiba-tiba saja tertawa —terutama karena ia duduk tepat di sebelahku.“Apa kalian sudah melakukan kontak di belakangku?” ucap Nyonya Zhang sembari menatap 8 anggota dewan direksi lainnya, di mana 4 orang di antaranya adalah bagian dari 6 besar pemegang saham terbesar Perusahaan Azure —selain dirinya sendiri dan satu orang lain yang masih misterius.Nyonya Zhang memang tidak memiliki pendukung. Namun demikian, Nyonya Zhang justru terlihat sangat menguasai atmosfer ruangan dengan aura intimidasinya yang sangat kuat dan elegan.Walau terlihat hambar, Tuan Darwin berusaha membalas tawa Nyonya Zhang dengan tawa serupa, lalu menanggapi, “Walaupun Anda pemegang saham terbesar kedua, apa Anda pikir kami sebagai pengusaha lokal akan membiarkan Anda bertindak semaunya pada kami?”“Kecuali pemegang saham utama mendukung Anda, maka kami tidak akan melepaskan wanita itu dengan mudah,” tambah Tuan Sanjaya.Nyonya Zhang tampak tidak terpengaruh dengan u
Bagaimana cara Nyonya Zhang menyebut namaku barusan tentu saja membuatku kaget.‘Apa yang baru dia katakan? Dia memanggilku Keysa Steve, kan? Dari mana dia tahu siapa suamiku? Apa Steven menghubunginya? Tapi…, bukankah Steven tidak mau berurusan dengannya secara langsung?’Nyonya Zhang melemparkan dokumen itu ke lantai sebelum berdiri dan berjalan ke tengah ruangan.“Aku sungguh terpukau dengan persekongkolan murahan kalian,” ucap Nyonya Zhang sembari bertepuk tangan. “Tapi apa kalian tahu kalau aku sudah bisa menebak semua hal yang sudah kalian rencanakan ini?” tambahnya ketika sudah berada dekat pada meja Tuan Darwin dan Tuan Sanjaya yang duduk bersebelahan.“Apa yang Anda bicarakan? Apa Anda sedang berusaha memutar lidah untuk keluar dari rasa malu Anda karena akan merasa rugi jika harus menjadi penjamin penalti Keysa Andini sebab saham Anda lah yang dipertaruhkan?” sahut Tuan Darwin. Dia akhirnya berdiri, memutari mejanya dan duduk di atas meja, tepat di hadapan Nyonya Zhang.“Tida
Hai, Reader… Author mengucapkan terima kasih banyak dengan sepenuh hati atas kesabarannya saat menantikan setiap episode lanjutan selama dua bulan ini. Semua dukungan, komentar dan ulasan yang sudah kalian berikan adalah penyemangat bagi Author ketika menyelesaikan keseluruhan cerita ini, tentu saja itu sangat berarti dan tak akan pernah terlupakan. Terima kasih yang tak terhingga untuk semua Reader di mana saja berada, yang sangat Author kasihi, karena tetap setia meluangkan waktu dan segalanya untuk membaca karya pertama Author hingga di akhir cerita. Walau sebenarnya cerita ini masih sangat jauh dari kata sempurna, Author berharap semoga novel “Hidup Bersama Yang Tak Terduga!” dapat tetap melekat dan memberikan kesan di hati para Reader. Akhir kata, dengan tak henti-hentinya Author berterima kasih kembali kepada semua Reader yang tetap bersedia meluangkan waktu menemani dan memberikan semangat baik berupa dukungan vote, komentar, dan ulasan di karya-karya Author yang berikutnya.
“Hais… bisakah tidak mengatakannya selantang itu?” protesku pada Bertha.Bukannya aku pelit, hanya saja pertanyaannya tadi membuat sekumpulan ibu-ibu penggosip yang sejak tadi sibuk menjelek-jelekkan salah satu teman mereka —yang sepertinya tidak sedang ikut berkumpul dengan mereka—, sekarang menoleh ke arahku.Bertha dan Karin tertawa terbahak melihat reaksiku, aku tahu mereka sengaja melakukannya karena merasa kesal dengan obrolan ‘tinggi’ ibu-ibu sosialita itu, terutama saat membicarakan teman mereka yang sepertinya hidup dalam kesusahan.“Kalau begitu akan saya panggilkan manajer di sini untuk memberikan pelayanan spesial untuk Anda, Nyonya,” kata Nayla yang kemudian berdiri dan membungkukkan tubuhnya ke arahku sebelum beranjak pergi menuju meja pemesanan.‘Mereka semua gila, aku kan belum bilang bawa atau tidak, malah sudah seyakin itu.’Tidak lama sang manajer datang bersama dengan Nayla dan membawakan daftar menu eksklusif kepada kami semua.Aku menyerahkan black card dari dompe
“Cuma dia pria terbaik di antara banyaknya pria yang mendekatiku,” jawab Nina malu-malu.Aku ingat siapa Adrian, pria yang akhirnya berhasil memikat hati dan menikahi Nina. Dia adalah pria yang pernah Nina acuhkan dulu saat beberapa kali berkunjung ke rumah ayahku. Meskipun pernah diabaikan oleh Nina selama hampir dua jam, ternyata perasaannya pada Nina tetap tidak berubah.Aku benar-benar tidak menyangka jika Adrian masih menyimpan perasaannya pada Nina selama bertahun-tahun, dia memang luar biasa gigih.‘Hmmm… Steven juga sama seperti itu, menyimpan perasaan selama bertahun-tahun.’Adrian adalah pria yang baik dan sopan. Dia juga orang yang mandiri dan sudah memiliki pekerjaan begitu lulus dari kuliah —sebagai pekerja kantoran pada umumnya.Nina dulu menganggap Adrian sangat kurang dalam hal ketampanan hingga tidak menanggapi pernyataan cintanya. Tapi, jika diperhatikan sungguh-sungguh, sebenarnya Adrian pria yang manis, bersih, juga rapi.“Lagian memang karena Kak Steven selalu berh
“Apa kabar, Ayah?” tanyaku pada ayahku yang sedang mengajari Chloe memasang umpan di mata pancingnya.“Seperti yang kau lihat, keadaan ayah luar biasa baik,” jawabnya sembari merentangkan kedua tangan dan memintaku datang mendekat untuk memeluknya. “Bagaimana denganmu, apa kau tidak lelah melakukan perjalanan jauh dengan perut besar seperti ini?”“Aku memang sedikit lelah, tapi aku juga merindukan kalian. Mulai minggu depan hingga waktu lahiran tiba, aku akan istirahat dan tidak berkunjung ke sini untuk sementara waktu,” jelasku padanya.Hanya itu yang kami bicarakan karena Chloe sudah memintanya lagi untuk melanjutkan mengajarinya memasang umpan di mata pancing.“Itu cacing, kan? Apa tidak ada umpan buatan? Kalau tidak salah aku pernah melihat orang menjual umpan buatan,” protesku merasa geli melihat cacing yang Chloe pegang dengan berani.“Bagaimana kami bisa membelinya? Kau pikir Olly dan keluarganya membuka toko perlengkapan memancing di sini?” sahut ayahku sembari melambaikan tang
“Hore… pesawat… pesawat…” Sorak Chloe sambil bertepuk tangan begitu kami tiba di bandara.Saat ini kami sekeluarga akan bepergian ke kampung halaman Steven, tentu saja ke Kota Green Borneo yang menarik hati. Kami memang sering sekali ke sana. Jika ku hitung-hitung, hampir setiap minggu kami pergi ke kota itu atas permintaanku karena aku sangat menyukai rumah panggung yang ada di sana.Omong-omong soal rumah panggung, ayahku dan ibu tiriku —atau ibu mertuaku?— sudah dua tahun ini tinggal di rumah yang dihadiahkan ayah mertuaku untuknya. Yah, ayahku memang sangat pemaaf, dia tetap mencintai istrinya walau dulu pernah disakiti.“Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, kita harus membuka hati untuk memaafkan dan memberikan kesempatan kedua kepada siapa saja yang sungguh-sungguh menyesali perbuatannya,” kata ayahku kala itu, ketika aku merasa bingung bagaimana harus bersikap pada Camila yang merupakan ibu tiri sekaligus ibu mertuaku juga karena dia adalah ibu kandung Steven.Steven s
“Chloe…, ada lihat ponsel Mama?” seruku sembari menuruni tangga dari lantai atas ke arah gadis mungil yang sedang asik bermain mobil-mobilan bersama Leon —putra Sofi dan Lintang.‘Oh astaga, boneka kembali terabaikan,’ aku memungut boneka yang tergeletak begitu saja di ujung tangga dan membawakannya pada Chloe.“Chloe Ophelia Steve,” ucapku menyebut namanya dengan lengkap karena merasa gemas pada kesukaannya yang selalu saja memainkan mobil-mobilan dan juga robot-robotan milik Leon. Aku menyerahkan boneka kelinci itu ke arah tangannya, “Ada lihat ponsel mama?”Chloe menghentikan permainannya dan menunduk memperhatikan boneka kelinci yang ada di tangannya. Ia lalu mendudukkan kelinci itu di sofa yang ada di belakangnya, “Rabbit lelah, istirahat dulu,” sahutnya mengabaikan pertanyaanku.Bukan tanpa alasan jika aku menanyakan dimana ponselku pada anak umur 4 tahun ini. Bagaimana tidak, hampir semua barang-barangku berpindah dari tempatnya. Lipstik ku pernah tersimpan di kulkas olehnya, is
“A-apa yang ingin kau lakukan?” Aku buru-buru menggeser tubuhku menjauhi Sonya yang sudah duduk di sampingku sambil mengangkat pisau ke dekat dadanya.“Nyonya Steve. Saya ingin bertanya pada Anda. Jika saya menolong Anda, apa Anda akan membantu saya?”Pertanyaan Sonya sempat membuatku tertegun sejenak sebelum akhirnya bisa menanggapi dengan gugup, “Y-ya? Apa maksudmu?” tanyaku balik, sembari memperhatikan sorot matanya yang tampak putus asa.“Jika Anda berjanji melepaskan saya dari bertanggung jawab atas penculikan kali ini, saya akan membantu Anda meloloskan diri dari sini.”Aku terdiam sejenak, merasa heran dengan kata-kata yang terdengar seperti sebuah permintaan itu.“Kita sepakat. Aku tidak akan menuntutmu jika kau melepas… Maksudku, membantuku pergi dari sini,” dengan cepat aku memberikan jawaban setelah mendengar suara tembak menembak yang semakin intens di bawah sana.“Bukan cuma menuntut. Tolong berikan jaminan pada saya agar keluarga Steve tidak menghancurkan hidup saya karen
◇Sofia Jørgensen◇Aku dan Cakra langsung pergi menuju lokasi penyekapan Nyonya Steve yang Jason berikan pada kami, sementara Tuan Steve dan timnya akan menyusul menggunakan helikopter yang sedang dikirimkan pasukan kami pada mereka.Walau aku memiliki tingkat kekhawatiran yang sama seperti saat Nyonya kami diculik untuk pertama kalinya dulu, namun kali ini aku tidak mengkhawatirkan nyawanya. Berbeda dengan saat pertama kali dulu, kali ini kami sudah mengetahui siapa dalang penculikannya.Jika Nyonya berada dalam tangan Duncan Wise, kemungkinan Nyonya untuk mati sangatlah kecil karena Duncan memiliki kelemahan pada wanita cantik dan kami merasa sangat bersyukur atas ‘kekurangannya’ itu. Tidak ada di antara kami yang tidak tahu jika Duncan sangat menyukai wanita, terutama wanita secantik Nyonya kami.‘Aku juga yakin kalau Nyonya tidak akan tinggal diam andai Duncan Wise ingin melecehkannya,’ pikirku, tahu kalau Nyonya kami sebenarnya cukup menakutkan saat sedang marah.“Jangan lewati jal
♡Keysa Andini♡“Lepaskan aku brengsek!”Aku mengumpat sambil terus berusaha melepaskan kedua tanganku dari genggaman Duncan yang sedang berusaha menjilat wajahku lagi setelah usaha pertamanya tadi hampir saja berhasil.Awalnya, aku memang ingin berusaha untuk tetap tenang —sambil memikirkan cara mengetahui lokasi keberadaanku saat ini untuk membantu Steven agar dapat lebih mudah menemukanku— dan bermaksud memengaruhi Duncan dengan menggunakan gaya Sofi berbicara pada setiap lawan bisnisnya. Tapi, setelah diperlakukan seperti ini, niat itu pun pada akhirnya langsung kulupakan.Wanita mana yang akan diam saja saat tahu dirinya hendak dilecehkan?Tentu saja aku langsung mengerahkan seluruh tenaga untuk menjauhkan Duncan dari atas tubuhku. Sialnya, tubuh Duncan yang gemuk dan tenaganya yang sangat kuat membuatku tak berdaya.Walau beberapa seranganku sempat berhasil mengenai wajahnya —saat ia membebaskan salah satu tanganku untuk merobek baju atasanku—, pada akhirnya dia menangkap tanganku