Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Bagaimana cara Nyonya Zhang menyebut namaku barusan tentu saja membuatku kaget.‘Apa yang baru dia katakan? Dia memanggilku Keysa Steve, kan? Dari mana dia tahu siapa suamiku? Apa Steven menghubunginya? Tapi…, bukankah Steven tidak mau berurusan dengannya secara langsung?’Nyonya Zhang melemparkan dokumen itu ke lantai sebelum berdiri dan berjalan ke tengah ruangan.“Aku sungguh terpukau dengan persekongkolan murahan kalian,” ucap Nyonya Zhang sembari bertepuk tangan. “Tapi apa kalian tahu kalau aku sudah bisa menebak semua hal yang sudah kalian rencanakan ini?” tambahnya ketika sudah berada dekat pada meja Tuan Darwin dan Tuan Sanjaya yang duduk bersebelahan.“Apa yang Anda bicarakan? Apa Anda sedang berusaha memutar lidah untuk keluar dari rasa malu Anda karena akan merasa rugi jika harus menjadi penjamin penalti Keysa Andini sebab saham Anda lah yang dipertaruhkan?” sahut Tuan Darwin. Dia akhirnya berdiri, memutari mejanya dan duduk di atas meja, tepat di hadapan Nyonya Zhang.“Tida
Semua mata tertuju pada tas tangan ungu muda di hadapanku sementara aku melirik semua orang sembari tersenyum canggung sebelum tatapanku berhenti pada Nyonya Zhang.“Sepertinya kau sedang mendapat panggilan. Angkatlah...,” ucap Nyonya Zhang. Seringai lebar terukir di wajahnya.Aku meletakkan ponselku sebelum merogoh ke dalam tas tanganku dan mengeluarkan ponsel model lama dari dalamnya, hanya untuk menekan tombol menolak panggilan masuk yang memang tidak perlu kuterima.“Tidak usah dilanjutkan, Pak CEO,” ucapku pelan pada Andi yang duduk tak jauh dariku.Bukannya menuruti permintaanku, Andi malah mengulangi panggilan dan menatap kosong padaku setelah ponsel merah yang kupegang kembali bergetar, hingga aku melambaikan ponsel merah itu ke arahnya. “Nah, Anda tidak perlu melakukan panggilan lagi,” ucapku sebelum tersenyum canggung padanya.“A-anda...”“Ya,” sahutku, mengerti arah pertanyaannya yang terhenti.“Apa yang terjadi? Apa kau baru saja menelepon pemegang saham utama?” tanya Tuan
“Kau gila?! Kami semua sudah saling mengenal. Bagaimana bisa kau menyamakan kami dengan ponsel itu?!” Tuan Sanjaya membentakku sembari menunjuk ponsel yang masih ku angkat tinggi di hadapannya.“Itu yang saya maksud. Kita semua tahu jika orang-orang yang saya sebutkan tadi, juga nomor telepon yang ada di ponsel ini adalah wujud si pemilik saham. Jika Anda ingin bukti, Anda juga harus menunjukkan buktinya, kan? Apa saya salah? Mana tahu di antara kita ada yang sudah menjual saham secara diam-diam? Apalagi saham Azure sekarang sedang berada di puncak.”“Baik... baik... tsk… kau pintar juga, ya? Ayo tunjukkan bukti milikmu dan kami akan membawakan milik kami nanti.”“Tidak. Saya akan membawa milik saya sekarang, dan Anda semua juga harus melakukan hal yang sama. Kalau tidak, Anda sebaiknya keluar sementara saya berbicara pada CEO,” sahutku, sama ngototnya dengannya.“Nah, ini milikku,” ucap Nyonya Zhang sembari melambaikan selembar kertas dari tempatnya duduk.“Dan mana bukti milikmu?!” t
‘Tidak bisa. Ini bukan agak penasaran, tapi sangat penasaran,’ langkahku terhenti persis sebelum melewati pintu saat hendak keluar dari ruang pertemuan.Aku langsung berbalik —mengabaikan ekspresi bingung Lintang yang sedang mengawalku— lalu kembali menghampiri Sofi dan Nyonya Zhang, yang terlihat sangat ingin berbicara padaku. Yah, sebenarnya ada banyak hal yang membuatku sangat penasaran dan ingin berbicara juga padanya.Mungkin karena aku yang meminta, Sofi akhirnya membiarkanku berbicara berdua dengan Nyonya Zhang.Aku mengerti jika kematian ayah mertuaku sepertinya harus dirahasiakan, karena itulah aku mengirim pesan singkat pada Sofi dan berjanji jika aku tidak akan mengatakan apapun tentang ayah mertuaku sementara ia pergi meninggalkan kami dan aku sempat melihatnya tersenyum setelah membuka ponselnya.“Tsk, padahal kau terlihat sangat mandiri untuk dikhawatirkan. Kenapa dia sepertinya sangat enggan meninggalkanmu?” ketus Nyonya Zhang, sepertinya tahu kalau aku baru saja mengiri
“Anda seharusnya tahu kalau permintaan Anda agak tidak relevan, kan? Kenapa Anda masih membiarkannya bekerja jika Anda ingin istri Anda mengasuh kedua anak kalian?”Bukannya menanggapi apa yang ku katakan, Lukman malah berbicara lagi dengan nada merengek, “Saya mohon...”‘Astaga…’ Entah apa yang terjadi dalam keluarganya, aku sampai menggelengkan kepala melihat reaksinya itu. “Saya sedang terburu-buru dan maaf, saya tidak bisa membantu Anda.”“Key! Tolong aku kali ini saja,” Lukman berteriak nyaring dengan nada gelisah tepat saat aku baru membalikkan badan.Aku terkejut saat Lintang melintas di sampingku dan melihatnya menangkap leher Lukman setelahnya.“Jangan coba-coba menyentuh Nyonya kami!” gertak Lintang.Aku benar-benar kaget dan merasa agak takut, terutama setelah melihat Anto dan Robet baru saja mengembalikan senjata api mereka ke balik jas. Ingatan kejadian di pondok itu membuatku agak trauma melihat senjata api.Lintang sepertinya tahu kalau aku masih trauma. Karena itulah di
Bukan hanya mereka saja, aku yang tidak memiliki salah satu di antara mobil-mobil sport mewah yang bertengger gagah itu bahkan terdiam lama dengan ekspresi terpana yang tidak bisa kukendalikan. Apalagi para wanita gila yang kini adalah pemilik dari mobil-mobil mewah ini.Setelah hampir satu menit terdiam, Bertha akhirnya berhasil membuka mulut. Sambil berjalan menghampiri mobil berwarna putih yang kini menjadi miliknya, dia mengucapkan kata “Astaga” entah sudah berapa kali.Mobil-mobil ini berjenis sama, namun dengan empat warna berbeda. Melihat warna-warna mobil ini, aku teringat saat Steven bertanya tentang warna kesukaan mereka padaku dan tidak menyangka kalau itu digunakannya sebagai referensi dalam memilih warna dari hadiah ini.‘Andai dia dulu juga bertanya padaku tentang warna kesukaanku, mungkin mobilku bukan Si Kuning, tapi Violet, hahaha. Haahhh… yang benar saja, mau warna apa pun toh aku masih belum bisa mengemudikannya.’ Walau sedikit iri dengan keempat temanku, tapi aku me
Dua bulan berlalu sejak masalah yang kualami dengan Perusahaan Azure telah diselesaikan dengan sangat baik, bahkan sekarang aku telah menjadi salah satu dari dewan direksi perusahaan tersebut. Semuanya berkat rencana yang sudah disusun dengan sangat rapi oleh Steven dan juga Sofi. Steven sebenarnya sudah membeli saham Azure dari pemegang terbesarnya sejak 5 tahun lalu, yang memang ingin dihadiahkannya padaku karena ia begitu menyukaiku. Tidak, aku bukan sedang terlalu percaya diri, tapi Steven sendiri yang mengatakan jika dia sangat menyukaiku.Omong-omong aku juga baru tahu kalau Steven sebenarnya sudah mengikuti dan mengamati ku selama 6 tahun lamanya sebelum ia menemukan iklan pencarian jodoh untukku yang Camila pasang di media sosial. Aku bahkan baru tahu kalau Steven ternyata menghadiahkan sejumlah uang pada Robi Mochtar agar niatnya untuk melamarku bisa berjalan lancar —walau aku tidak tahu berapa nominalnya karena Steven hanya menjawabku dengan gelak tawa saat aku menanyakannya.
“Pagi…,” sapaku saat melihat Steven sesaat setelah sampai di lantai satu rumah kami.“Pagi, Sweety. Tidurmu nyenyak sekali semalam, sepertinya mimpimu menyenangkan, ya?” sahut Steven setelah mengecup lembut keningku. Hal yang sama yang selalu dilakukannya setiap pagi dalam dua bulan belakangan.“Sangat menyenangkan,” kataku sembari merapatkan tubuh ke dalam dekapannya. “Apa kau memiliki kegiatan lain hari ini selain ke toserba kita? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Tidak ada, bisa dibilang aku masih selalu mengikuti kemanapun kau pergi,” Steven tertawa dengan suara seraknya.Yah, aku mengatakan padanya tadi malam apa yang aku lamunkan saat sedang menyantap sosis di toserba kemarin. Tentu saja aku mengatakan kalau dia seperti seorang penguntit, hahaha…“Aku ingin mengajakmu ke dokter kandungan, apa kau tidak keberatan?”“Apa kau hamil?”‘Hmm… pertanyaannya terdengar penuh harap, sepertinya dia juga menginginkan anak dariku.’“Belum…” sahutku sedikit lesu. Aku mengatakan padanya k