Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
Steven menggandeng tanganku dan mengajakku kembali pulang ke rumah mewah kami, oh maksudku rumah yang sederhana menurutnya —mau mewah atau tidak— tetap menjadi tempat tinggal yang sangat nyaman bagi kami berdua.Steven langsung m*lumat bibirku begitu kami baru saja melangkah masuk ke dalam ruang tamu, dia bahkan menutup pintu hanya dengan kakinya. Masih bergelut dengan ciuman panas, Steven membawaku melangkah ke ruang kerjanya, tadinya kupikir kami akan ke ruang keluarga lagi.Aku penasaran, pengalaman baru apa lagi yang akan diberikannya padaku setelah ia mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di atas meja kerjanya.Ciuman panas itu semakin dalam dan semakin menuntut, membuatku tak henti melenguh terutama karena jemarinya yang tidak tinggal diam menyusuri tubuhku di mana-mana. Di tengkuk, punggung, dada, dan juga perutku yang masih saja rata itu —semoga saja perutku cepat ada isinya.“Hhnnn… Steven…” Aku menggeliat karena ciumannya pada ceruk leherku membuat seluruh tubuhku terasa terge
“Maksud Kak Key?” Terlihat sekali kalau Nina sekarang sedang pura-pura sibuk setelah mendengar pertanyaanku barusan.“Tidak usah pura-pura tidak mengerti. Jujur saja padaku. Apa yang kalian bicarakan saat terakhir kali kita bertemu?” tanyaku sedikit menuntut. “Kau bahkan sampai mengerjakan tugas kuliah seperti ini padahal sebelum-sebelumnya kau hanya bersenang-senang,” lanjutku lagi, menduga jika perubahannya ini pasti berhubungan dengan pembicaraan mereka di hari itu.Nina tetap tidak menjawab pertanyaanku, dia malah mengalihkan kami ke topik pembicaraan lain. Sebenarnya aku sangat kesal dengan responnya ini. Bagaimana tidak, bukan hanya Steven dan Sofi yang tidak bersedia memberitahu, bahkan Nina pun tidak ingin mengatakannya padaku. ‘Sebenarnya ada apa sih sampai harus merahasiakannya seperti ini dariku?’Yah, walau sedikit kesal karena pertanyaanku diabaikan begitu saja, tapi aku sangat senang melihat perubahan sikap Nina. Dulu aku tidak pernah berharap dia bisa berubah menjadi leb
“Sudah ku reservasi, kali ini kita tidak perlu menundanya lagi,” ucap Steven menanggapi keterkejutanku.Dengan tangannya yang lain —yang tidak memegang tablet— ia menarikku ke dalam dekapannya dan mencium rambut di dekat telingaku, sementara aku masih takjub melihat negara mana yang akan kami kunjungi minggu depan.“Ini… wow… Pavilion Hotel Kuala Lumpur!” aku sangat kegirangan melihat layar tablet Steven yang memuat bukti pemesanannya.Aku tahu hotel ini, hotel yang baru saja Steven reservasi untuk bulan madu kami. Sudah sangat lama aku ingin berkunjung ke negara ini, terlebih sejak foto-foto pusat perbelanjaan Pavilion berseliweran di media sosialku. Apalagi hotel ini terhubung langsung dengan pusat perbelanjaan mewahnya itu, ‘Yeay! Ini surganya para wanita.’“Minggu depan kita ke sini dulu, setelah itu baru kita ke negara tetangganya, Steven memelukku dari belakang dengan kedua tangannya yang bebas setelah aku —dengan tidak tahu malu— merebut tablet dari tangannya.“Nanti kita jalan-
"Lihatlah, Nyonya…" Bu Ros menunjuk taman luar mansion padaku setelah kami melewati tembok pembatas di bagian belakang mansion.“Wow… ini indah sekali! Ini dibuat untukku?” Aku berlari kecil ke arah kebun mawar lavender yang sedang bermekaran di taman luar mansion. "Wahhh…"Bagaimana aku tidak terkagum-kagum? Terakhir kali aku ke sini tidak ada bunga mawar lavender, bahkan bunga jenis lain yang berwarna violet. Memang ada banyak bunga-bunga bermekaran sebelumnya, hanya saja itu adalah bunga-bunga dengan warna lain seperti bunga lili, bunga mawar merah, bunga kamboja, bunga matahari dan masih banyak jenis bunga lainnya. Namun, tidak ada satupun bunga yang berwarna ungu.“Ini..., ide siapa, Bu Ros? Apa ini idenya Steven?” aku penasaran saja, mungkin Steven juga sama seperti ayah mertuaku yang senang membuatkan taman untuk keluarga yang disayanginya.“Benar, Nyonya. Tuan Steve meminta kami membuatkannya untuk Anda.”Walau aku bisa menebaknya, namun setelah mengetahui kebenarannya dari ora
Kami mengambil jarak 1 jam dari kepergian rombongan Steven, barulah rombonganku yang terdiri dari aku, Sofi, Lintang, Robet, dan Anto pergi ke rumah panggung yang berada di lokasi yang sangat rahasia di tengah hutan belantara Kalimantan.Ayah mertuaku memang tidak ingin ada seorang pun tahu lokasi rumah panggung tersebut. Karena itu juga Steven, Sofi, dan Lintang tetap menjaga kerahasiaannya.Bahkan Robet dan Anto yang sudah bekerja pada keluarga Steve selama 8 tahun saja baru kali ini pergi ke lokasi rumah panggung. Jika bukan karena mereka memang diharuskan untuk selalu mengawalku, mereka mungkin tidak akan pernah tahu lokasi keberadaannya.Tidak seperti dugaanku, Robet dan Anto langsung terpukau saat kami tiba di lokasi keberadaan rumah rahasia. Ku kira karena mereka sudah terbiasa melihat keindahan yang ayah mertuaku ciptakan maka mereka tidak akan sekaget ini. Lintang bahkan sampai harus mengagetkan mereka karena sudah mengabaikan perintahnya saat meminta mereka berdua untuk membe
Sudah 5 hari berlalu sejak kami tiba di lokasi rumah panggung. Aku sudah terbiasa bergaul dengan orang utan, yang awalnya datang hanya di siang hari, namun sejak hari kedua mereka sudah datang sejak pagi hari dan baru kembali ke habitat mereka di sore hari seakan mereka ingin bergaul dengan kami para manusia dan mereka tampak sangat menyukainya.Awalnya hanya ada satu keluarga, Olly, Selly, dan anaknya. Namun di hari ketiga, mereka datang bersama kelompoknya yang lain.Aku sempat khawatir jika mereka akan merusak taman-taman indah di sini, yang ternyata tidak terjadi karena sepertinya mereka memiliki makanan yang melimpah di habitatnya sendiri sehingga tidak merusak keindahan tempat ini.Mereka bahkan mengajak kami berkunjung ke habitat mereka, dan aku baru tahu ada aliran sungai lain yang terpisah dari aliran sungai yang dilalui oleh aliran sungai yang berasal dari air terjun.Selain orang utan, ada koloni otter juga di dekat habitat orang utan itu, yang hidup berdampingan bersama par
Apa yang kulihat di dalam rumah panggung milik ayah mertuaku tadi bukan hanya membuatku benar-benar kaget, tapi juga hampir tidak memercayainya.Awalnya aku mengira jika foto wanita itu hanya mirip dengan seseorang yang kukenal. Namun setelah membaca nama di bagian bawah foto, wanita itu bukan hanya mirip tapi dia adalah orang yang sama dengan wanita yang sudah kukenal selama 24 tahun ini, yang tak lain adalah Camila.Tawa getir tanpa sadar terlontar dari mulutku saat aku memperhatikan foto berukuran raksasa Camila yang tampak sangat bahagia dalam senyumnya yang menawan di foto itu. Benakku pun seakan ikut mengejekku bersama dengan tawa Robi Mochtar yang juga kembali terngiang-ngiang meracuni pikiranku.Saat kutanya, Sofi memang sudah mengkonfirmasi jika pria yang berada di samping Camila dalam foto pengantin itu adalah benar ayah mertuaku, ayah kandung Steven. Tapi saat aku menanyakan mengenai si wanita dalam foto, sayangnya Sofi dan Lintang juga tidak pernah bertemu dengan ibu mertua
“Tidak usah terlalu terkejut seperti itu. Duduklah,” ucapku sembari mengarahkan tangan pada kursi tua yang berada di belakangnya sementara aku sendiri mengambil tempat duduk yang berseberangan.Setelah menatapku agak lama dengan mata yang masih terbuka lebar, ia pun duduk dan diam sambil masih menatap tajam padaku beberapa saat lagi sebelum akhirnya berbicara dengan setengah mengumpat, “Jadi kau yang telah melakukan ini padaku?! Apa karena permintaan istrimu?!”“Anda benar untuk bagian pertama. Tapi saya melakukan ini bukan karena permintaan istri saya, tapi karena keinginan untuk melindungi istri saya.”“Anak tidak tahu diri!” umpatnya, yang akhirnya tahu kenapa orang-orangku datang menyergapnya di rumah persembunyian yang aku tahu sudah disediakan Robi Mochtar baginya.Ia kemudian berdiri, menatap marah padaku. “Kau bilang ingin melindungi istrimu? Berani-beraninya kau melakukan hal ini pada ibu mertuamu!”Walau dia tidak berani beranjak dari tempatnya, mungkin trauma pada apa yang s