Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Kau gila?! Kami semua sudah saling mengenal. Bagaimana bisa kau menyamakan kami dengan ponsel itu?!” Tuan Sanjaya membentakku sembari menunjuk ponsel yang masih ku angkat tinggi di hadapannya.“Itu yang saya maksud. Kita semua tahu jika orang-orang yang saya sebutkan tadi, juga nomor telepon yang ada di ponsel ini adalah wujud si pemilik saham. Jika Anda ingin bukti, Anda juga harus menunjukkan buktinya, kan? Apa saya salah? Mana tahu di antara kita ada yang sudah menjual saham secara diam-diam? Apalagi saham Azure sekarang sedang berada di puncak.”“Baik... baik... tsk… kau pintar juga, ya? Ayo tunjukkan bukti milikmu dan kami akan membawakan milik kami nanti.”“Tidak. Saya akan membawa milik saya sekarang, dan Anda semua juga harus melakukan hal yang sama. Kalau tidak, Anda sebaiknya keluar sementara saya berbicara pada CEO,” sahutku, sama ngototnya dengannya.“Nah, ini milikku,” ucap Nyonya Zhang sembari melambaikan selembar kertas dari tempatnya duduk.“Dan mana bukti milikmu?!” t
‘Tidak bisa. Ini bukan agak penasaran, tapi sangat penasaran,’ langkahku terhenti persis sebelum melewati pintu saat hendak keluar dari ruang pertemuan.Aku langsung berbalik —mengabaikan ekspresi bingung Lintang yang sedang mengawalku— lalu kembali menghampiri Sofi dan Nyonya Zhang, yang terlihat sangat ingin berbicara padaku. Yah, sebenarnya ada banyak hal yang membuatku sangat penasaran dan ingin berbicara juga padanya.Mungkin karena aku yang meminta, Sofi akhirnya membiarkanku berbicara berdua dengan Nyonya Zhang.Aku mengerti jika kematian ayah mertuaku sepertinya harus dirahasiakan, karena itulah aku mengirim pesan singkat pada Sofi dan berjanji jika aku tidak akan mengatakan apapun tentang ayah mertuaku sementara ia pergi meninggalkan kami dan aku sempat melihatnya tersenyum setelah membuka ponselnya.“Tsk, padahal kau terlihat sangat mandiri untuk dikhawatirkan. Kenapa dia sepertinya sangat enggan meninggalkanmu?” ketus Nyonya Zhang, sepertinya tahu kalau aku baru saja mengiri
“Anda seharusnya tahu kalau permintaan Anda agak tidak relevan, kan? Kenapa Anda masih membiarkannya bekerja jika Anda ingin istri Anda mengasuh kedua anak kalian?”Bukannya menanggapi apa yang ku katakan, Lukman malah berbicara lagi dengan nada merengek, “Saya mohon...”‘Astaga…’ Entah apa yang terjadi dalam keluarganya, aku sampai menggelengkan kepala melihat reaksinya itu. “Saya sedang terburu-buru dan maaf, saya tidak bisa membantu Anda.”“Key! Tolong aku kali ini saja,” Lukman berteriak nyaring dengan nada gelisah tepat saat aku baru membalikkan badan.Aku terkejut saat Lintang melintas di sampingku dan melihatnya menangkap leher Lukman setelahnya.“Jangan coba-coba menyentuh Nyonya kami!” gertak Lintang.Aku benar-benar kaget dan merasa agak takut, terutama setelah melihat Anto dan Robet baru saja mengembalikan senjata api mereka ke balik jas. Ingatan kejadian di pondok itu membuatku agak trauma melihat senjata api.Lintang sepertinya tahu kalau aku masih trauma. Karena itulah di
Bukan hanya mereka saja, aku yang tidak memiliki salah satu di antara mobil-mobil sport mewah yang bertengger gagah itu bahkan terdiam lama dengan ekspresi terpana yang tidak bisa kukendalikan. Apalagi para wanita gila yang kini adalah pemilik dari mobil-mobil mewah ini.Setelah hampir satu menit terdiam, Bertha akhirnya berhasil membuka mulut. Sambil berjalan menghampiri mobil berwarna putih yang kini menjadi miliknya, dia mengucapkan kata “Astaga” entah sudah berapa kali.Mobil-mobil ini berjenis sama, namun dengan empat warna berbeda. Melihat warna-warna mobil ini, aku teringat saat Steven bertanya tentang warna kesukaan mereka padaku dan tidak menyangka kalau itu digunakannya sebagai referensi dalam memilih warna dari hadiah ini.‘Andai dia dulu juga bertanya padaku tentang warna kesukaanku, mungkin mobilku bukan Si Kuning, tapi Violet, hahaha. Haahhh… yang benar saja, mau warna apa pun toh aku masih belum bisa mengemudikannya.’ Walau sedikit iri dengan keempat temanku, tapi aku me
Dua bulan berlalu sejak masalah yang kualami dengan Perusahaan Azure telah diselesaikan dengan sangat baik, bahkan sekarang aku telah menjadi salah satu dari dewan direksi perusahaan tersebut. Semuanya berkat rencana yang sudah disusun dengan sangat rapi oleh Steven dan juga Sofi. Steven sebenarnya sudah membeli saham Azure dari pemegang terbesarnya sejak 5 tahun lalu, yang memang ingin dihadiahkannya padaku karena ia begitu menyukaiku. Tidak, aku bukan sedang terlalu percaya diri, tapi Steven sendiri yang mengatakan jika dia sangat menyukaiku.Omong-omong aku juga baru tahu kalau Steven sebenarnya sudah mengikuti dan mengamati ku selama 6 tahun lamanya sebelum ia menemukan iklan pencarian jodoh untukku yang Camila pasang di media sosial. Aku bahkan baru tahu kalau Steven ternyata menghadiahkan sejumlah uang pada Robi Mochtar agar niatnya untuk melamarku bisa berjalan lancar —walau aku tidak tahu berapa nominalnya karena Steven hanya menjawabku dengan gelak tawa saat aku menanyakannya.
“Pagi…,” sapaku saat melihat Steven sesaat setelah sampai di lantai satu rumah kami.“Pagi, Sweety. Tidurmu nyenyak sekali semalam, sepertinya mimpimu menyenangkan, ya?” sahut Steven setelah mengecup lembut keningku. Hal yang sama yang selalu dilakukannya setiap pagi dalam dua bulan belakangan.“Sangat menyenangkan,” kataku sembari merapatkan tubuh ke dalam dekapannya. “Apa kau memiliki kegiatan lain hari ini selain ke toserba kita? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.”“Tidak ada, bisa dibilang aku masih selalu mengikuti kemanapun kau pergi,” Steven tertawa dengan suara seraknya.Yah, aku mengatakan padanya tadi malam apa yang aku lamunkan saat sedang menyantap sosis di toserba kemarin. Tentu saja aku mengatakan kalau dia seperti seorang penguntit, hahaha…“Aku ingin mengajakmu ke dokter kandungan, apa kau tidak keberatan?”“Apa kau hamil?”‘Hmm… pertanyaannya terdengar penuh harap, sepertinya dia juga menginginkan anak dariku.’“Belum…” sahutku sedikit lesu. Aku mengatakan padanya k
Steven menggandeng tanganku dan mengajakku kembali pulang ke rumah mewah kami, oh maksudku rumah yang sederhana menurutnya —mau mewah atau tidak— tetap menjadi tempat tinggal yang sangat nyaman bagi kami berdua.Steven langsung m*lumat bibirku begitu kami baru saja melangkah masuk ke dalam ruang tamu, dia bahkan menutup pintu hanya dengan kakinya. Masih bergelut dengan ciuman panas, Steven membawaku melangkah ke ruang kerjanya, tadinya kupikir kami akan ke ruang keluarga lagi.Aku penasaran, pengalaman baru apa lagi yang akan diberikannya padaku setelah ia mengangkat tubuhku dan mendudukkanku di atas meja kerjanya.Ciuman panas itu semakin dalam dan semakin menuntut, membuatku tak henti melenguh terutama karena jemarinya yang tidak tinggal diam menyusuri tubuhku di mana-mana. Di tengkuk, punggung, dada, dan juga perutku yang masih saja rata itu —semoga saja perutku cepat ada isinya.“Hhnnn… Steven…” Aku menggeliat karena ciumannya pada ceruk leherku membuat seluruh tubuhku terasa terge
“Maksud Kak Key?” Terlihat sekali kalau Nina sekarang sedang pura-pura sibuk setelah mendengar pertanyaanku barusan.“Tidak usah pura-pura tidak mengerti. Jujur saja padaku. Apa yang kalian bicarakan saat terakhir kali kita bertemu?” tanyaku sedikit menuntut. “Kau bahkan sampai mengerjakan tugas kuliah seperti ini padahal sebelum-sebelumnya kau hanya bersenang-senang,” lanjutku lagi, menduga jika perubahannya ini pasti berhubungan dengan pembicaraan mereka di hari itu.Nina tetap tidak menjawab pertanyaanku, dia malah mengalihkan kami ke topik pembicaraan lain. Sebenarnya aku sangat kesal dengan responnya ini. Bagaimana tidak, bukan hanya Steven dan Sofi yang tidak bersedia memberitahu, bahkan Nina pun tidak ingin mengatakannya padaku. ‘Sebenarnya ada apa sih sampai harus merahasiakannya seperti ini dariku?’Yah, walau sedikit kesal karena pertanyaanku diabaikan begitu saja, tapi aku sangat senang melihat perubahan sikap Nina. Dulu aku tidak pernah berharap dia bisa berubah menjadi leb