Terima kasih sudah membaca... Terima kasih juga yang sudah memberi dukungan (vote, komentar, dan memberi rate bintang 5) Dukung terus ya... Thank You <3 Kalau berkenan follow I6 author ya : @meowmoe21 @_meowmoe_
“Fiuh... akhirnya...” Aku menarik napas lega sembari meregangkan kedua tanganku karena resepsi pernikahan kami baru saja berakhir setelah kami mengucapkan terima kasih kepada tamu terakhir yang baru saja pergi meninggalkan kediaman keluarga Steve.“Sweety, duduklah... Kau pasti sangat lelah mengenakan gaun dan sepatu ini sejak sore tadi,” kata Steven sembari membawaku duduk di salah satu kursi tamu yang tidak jauh dari tempat kami berdiri. “Apa kakimu tidak sakit berdiri terlalu lama dengan sepatu ini?” lanjutnya.“Jangan khawatir, aku cuma sedikit pegal-pegal saja,” sahutku, agar Steven tidak terlalu mengkhawatirkanku.Kuakui sebenarnya aku sedikit lelah karena terlalu banyak tamu undangan yang harus kami sapa, hingga aku dan Steven lebih banyak berdiri dan berjalan ke sana kemari daripada duduk. Terlebih karena sepatu yang aku gunakan haknya juga terlalu tinggi.‘Tentu saja lelahku terabaikan karena aku sangat menikmati momen bahagiaku hari ini,’ pikirku sembari menatap punggung Stev
Aku, Steven, Lintang, dan juga Sofi, bersiap naik ke helikopter yang baru saja mendarat tidak jauh dari gazebo di belakang mansion tempat kami menunggu.Setelah sarapan bersama dengan yang lainnya tadi, kami berempat langsung bersiap untuk pergi ke tempat rahasia yang Steven katakan padaku. Aku sudah sangat tidak sabar ingin tahu tempat apa itu hingga tidak nafsu makan dibuatnya.Untungnya ayahku tidak ingin ke mana-mana, hingga kami bisa meninggalkannya di mansion. Katanya hanya ingin menyelesaikan bacaannya di perpustakaan besar yang ada di mansion sebelum besok kembali ke Jakarta.Sedangkan teman-temanku akan di ajak tim pembaca pikiran berkeliling ke tempat-tempat yang belum sempat kami kunjungi saat jalan-jalan tempo hari. Geri juga akan mengajak mereka mengunjungi rumahnya, katanya orang tuanya ingin menjamu mereka ketika jam makan siang tiba.Perjalanan udara yang kami tempuh ternyata cukup menyenangkan. Dalam kisaran waktu antara 10 sampai 20 menit aku melihat pemandangan hutan
Jakarta...Yeah... Kami akhirnya kembali ke kota ini, kota yang selalu menantikan segala rutinitas kami selama ini. Begitu tiba di Jakarta, aku juga akhirnya menyalakan ponsel yang sengaja kunonaktifkan selama 4 hari belakangan.Aku melakukannya karena tidak ingin pikiranku terganggu selama persiapan resepsi pernikahanku dan tentu saja aku ingin menikmati semua momen membahagiakan menjelang kepulangan kami ke kota ini. Lagian orang-orang yang kusayang ada bersamaku saat itu.Ada banyak sekali notifikasi pesan yang masuk ke ponselku hingga membuat layarnya tidak responsif selama beberapa detik setelah aku menyalakannya. ‘Astaga. Siapa saja sih yang menghubungiku sampai sebanyak ini?’Aku kembali memeriksa semua pesan masuk di ponselku. ‘Haa... mereka benar-benar mengerikan, lihat saja obrolan grup semenjana yang belum kubaca ini!? Ribuan pesan, ckckck... mereka benar-benar memiliki lidah petaka.’Yah... sebenarnya alasan lain mengapa aku mematikan ponsel karena malas membaca obrolan gru
“Tempat ini indah, aku mau ke sini,” tunjukku pada Steven yang tak henti-hentinya mengelus rambutku dan kadang memainkan helaian-helaiannya.“Hmm... baiklah. Masukkan dalam daftar yang harus kita kunjungi. Ada lagi?” tanyanya sembari mengecup puncak kepalaku, lalu memainkan lagi helaian demi helaian dari rambutku.Belakangan Steven memang sangat suka bermain-main dengan rambutku saat kami sedang duduk bersama seperti ini atau sedang berbaring setelah melakukan permainan menyenangkan itu. “Rambutmu sangat halus dan indah,” pujinya kala itu, saat aku bertanya karena tidak terbiasa diperlakukan seperti itu. Bukannya tidak senang, hanya saja aku merasa seperti seorang anak kecil saja karenanya.Aku masih menyandarkan tubuhku di dada bidang Steven sembari menikmati pelukan hangat darinya ketika melanjutkan kembali kegiatanku mencari destinasi wisata menarik dan populer yang ingin ku kunjungi bersamanya nanti, pada layar ponselku.Tapi, kemesraan kami buyar ketika suara keributan kecil terde
‘Haiss...’ aku langsung cemberut melihatnya.Nina juga melihat kedatangan Steven dan tebak apa yang terjadi? Sikapnya langsung berubah drastis. Senyum jahat yang sejak tadi mengulas di wajahnya telah hilang sepenuhnya, digantikan sebuah senyuman manis menggoda dari bibirnya, yang ia tujukan hanya pada Steven seorang. Yah... Nina sebenarnya sangat manis. Benar-benar seorang gadis yang sangat manis.‘Haaaa... lihat sikap kurang ajarnya ini,’ aku mendengus melihat perubahan sikapnya barusan.“Biar aku yang tangani ini,” ucap Steven, berbisik padaku.“Hah? Kau gila? Untuk apa kau ikut campur dengan masalah ini? Ini tidak sampai harus memerlukan—”“Tolong percaya saja padaku,” katanya, menatapku sembari meremas pelan tanganku. “Biarkan aku membantumu kali ini dan kau juga harus membantuku,” ucap Steven lagi lalu menoleh pada Sofi dan memintanya untuk membawa Nina masuk ke dalam rumah mereka —yang membuatku jengkel— Nina langsung masuk mengikuti Sofi dengan senang hati saat tahu kalau Steven
Aku melambaikan tangan pada Steven saat Sofi tiba bersama mobil Steven yang kemarin diparkirkannya di halaman gedung toserba kami, dan akhirnya aku pergi ditemani Sofi, Anto, juga Robet yang langsung kuminta untuk pergi ke kantor pusat saja alih-alih ke kantorku.Selain ingin menyampaikan surat pengunduran diri, aku juga ingin membuat perhitungan pada orang-orang yang telah memfitnahku dengan melaporkan perbuatan mereka, langsung pada CEO perusahaan.Seperti biasa, aku selalu merekam dan memiliki rekaman sidang hari itu di dalam ponselku.‘Biar CEO tahu bagaimana mereka memperlakukanku.’Seingatku, CEO perusahaan kami adalah orang yang sangat kompeten hingga berhasil menempati posisinya bukan karena suatu relasi. Dia benar-benar ada di sana karena usaha dan kerja keras yang ia berikan hingga akhirnya ditunjuk sebagai CEO oleh seluruh dewan direksi.Jika dia ingin mempertahankan kinerja bawahannya, harusnya dia akan menindaklanjuti laporanku dan menyelidiki kebenarannya. Ku rasa dewan d
Lukman langsung terdiam begitu aku menyelanya. Ia pasti menyadari kalau apa yang baru saja kukatakan adalah suatu kebenaran. Jika dia memang memiliki kuasa untuk menentang mereka, dia seharusnya sudah melakukan niat itu jauh sebelum mereka mengundang dan menyidangku dengan seenaknya tanpa mempertimbangkan fakta-fakta yang benar.Kenyataannya, dia tidak memiliki kekuasaan seperti yang dipegang ayahnya. Sejak Lukman melakukan kesalahan karena menghamili Novia —sekretaris COO yang kini menjadi istrinya— ayahnya yang merupakan salah satu anggota dewan direksi perusahaan Azure sudah tidak memercayainya lagi. Tuan Sanjaya kini malah lebih condong mendukung kemauan Novia.Novia-lah orang yang kumaksudkan pada Andi tadi sebagai orang yang memiliki koneksi dan tidak menginginkanku berada di tempat ini. Carlos yang juga anak dari salah satu dewan direksi, mungkin kini menjadi orang kedua yang tidak ingin aku ada di sini. Namun sebenarnya Novia-lah, orang yang sejak dulu selalu menghalangi jalan
Seraya menatap Novia dengan rasa simpatik, aku berkata, “Ini agak aneh, kan? Kau sepertinya sangat penasaran. Apa kau iri denganku? Jika ya, aku minta maaf karena sudah menimbulkan perasaan itu di hatimu walau sebenarnya aku tidak tahu apa yang kau irikan dariku.”“Iri denganmu? Kau sedang membual?”“Tidak. Aku cuma menebak.”Novia tertawa. Aku tahu kalau tawanya ini hanyalah tawa yang dibuat-buat. Mulutnya memang sedang tertawa, namun tidak dengan sorot matanya.Novia terdiam cukup lama setelahnya. Membuatku yakin kalau sebenarnya sudah tidak ada lagi yang bisa dibicarakannya denganku.Dia ada di sini hanya untuk melihatku hancur dan frustrasi setelah menerima pemecatan, namun sepertinya dia tidak menemukan apa yang diharapkannya itu.Rasa lega dan bahagia yang tiba-tiba muncul di hatiku setelah menyerahkan surat pengunduran diri dan membuat Lukman terdiam tanpa kata sepertinya terpancar dengan jelas dari wajahku hingga Novia merasa tidak puas.“Wanita sepertimu memang cuma bisa bicar