Share

Hidden Truths of My Husband
Hidden Truths of My Husband
Author: AdByt3

1. Pendahuluan

Author: AdByt3
last update Last Updated: 2024-08-14 13:06:02

Nadia duduk di tepi ranjang, menatap bayangan dirinya yang terpantul di cermin besar di sudut kamar. Malam ini, ia mengenakan gaun panjang berwarna gading, sederhana namun elegan, yang menonjolkan kecantikannya yang alami. Rambut hitamnya tergerai lepas, hanya sedikit disematkan di bagian belakang dengan jepit kecil berwarna perak. Sorot matanya yang biasanya penuh keyakinan tampak bimbang, mencerminkan gejolak emosi yang ia rasakan.

"Nadia, kamu siap?" Suara ibunya terdengar dari luar kamar, mengetuk pintu dengan lembut. Nadia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Sebentar, Bu."

Ia kembali menatap cermin, mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik. "Ini hidupku," gumamnya pelan, seakan berusaha meyakinkan bayangan dirinya sendiri. Baginya, cinta adalah sesuatu yang tulus dan murni, bukan sekadar transaksi sosial seperti yang selalu diajarkan oleh keluarganya.

Pikirannya kembali melayang ke saat pertama kali bertemu dengan Raka, pria yang kini menjadi suaminya. Pertemuan mereka terjadi di sebuah acara Dies Natalis yang diadakan oleh universitas tempat Nadia kuliah. Nadia, yang saat itu menjadi ketua panitia, sibuk mengatur segala persiapan agar acara berjalan lancar. Sementara itu, Raka hanyalah seorang relawan yang kebetulan ditugaskan untuk membantu Nadia.

"Maaf, bisa bantu saya angkat ini?" suara Raka menyela konsentrasi Nadia yang sedang memeriksa daftar tugas di ponselnya. Ketika Nadia mengangkat wajah, ia melihat seorang pria berpenampilan sederhana, dengan kemeja putih yang terlihat sudah sedikit pudar warnanya, namun rapi. Matanya yang hangat dan senyumnya yang tulus membuat Nadia sejenak terpaku. "Tentu, apa yang bisa saya bantu?" jawab Nadia akhirnya, sedikit tergagap.

Mereka berdua bekerja sama sepanjang hari itu. Meski awalnya hanya saling berbicara untuk urusan pekerjaan, Nadia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Raka. Pria ini tidak seperti orang-orang yang biasa dia temui di lingkaran sosialnya. Raka tampak tulus, tanpa ada sedikitpun sikap berpura-pura atau mencoba untuk menyenangkan hati. Setiap ucapannya sederhana namun penuh makna, membuat Nadia merasa nyaman dan aman.

Saat acara berakhir dan tugas mereka selesai, Raka dan Nadia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kampus yang mulai sepi. "Terima kasih sudah bantuin hari ini," kata Nadia, mencoba mengisi keheningan di antara mereka.

"Tidak masalah, aku senang bisa membantu," jawab Raka dengan senyuman yang lagi-lagi membuat Nadia merasa hangat. Ada sesuatu dalam tatapan mata Raka yang membuat Nadia merasa dilihat, benar-benar dilihat, bukan sebagai gadis cantik dari keluarga terpandang, tetapi sebagai dirinya sendiri.

Mereka terus berjalan dalam diam, namun bukan keheningan yang canggung. Nadia merasakan ada koneksi yang tak terucap di antara mereka, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Hati Nadia mulai berdebar lebih kencang, sebuah perasaan yang jarang sekali dia rasakan.

"Kalau kamu bisa memilih, apa yang akan kamu lakukan dalam hidup ini?" tanya Nadia, mencoba menggali lebih dalam pikiran Raka.

Raka berhenti sejenak, menatap langit yang mulai gelap sebelum menjawab, "Aku ingin hidup sederhana, tidak terlalu banyak yang diinginkan. Asalkan aku bisa membuat orang-orang di sekitarku bahagia, itu sudah cukup."

Jawaban Raka membuat Nadia tertegun. Bukan jawaban yang dia harapkan, tapi justru itulah yang membuatnya semakin tertarik pada pria ini. "Bagaimana dengan kamu?" tanya Raka balik, kini menatap Nadia dengan pandangan yang penuh rasa ingin tahu.

Nadia tersenyum kecil, namun matanya menyiratkan kesedihan yang dalam. "Aku... tidak tahu. Selama ini, hidupku selalu diatur oleh harapan orang lain. Mungkin aku hanya ingin bebas, bebas untuk menjadi diriku sendiri."

Kata-kata itu terlontar begitu saja, seakan Nadia telah lama menyimpannya dalam hati. Raka mengangguk pelan, seolah memahami perasaan yang Nadia coba sembunyikan. "Mungkin kita bisa mencari kebebasan itu bersama," kata Raka dengan nada suara yang lembut namun pasti.

Percakapan mereka malam itu menjadi awal dari perjalanan cinta yang penuh dengan liku-liku. Nadia yang terbiasa dengan segala sesuatu yang mewah dan teratur, menemukan diri jatuh cinta pada kesederhanaan Raka. Sementara Raka, pria yang tidak pernah peduli dengan status sosial, perlahan menyadari bahwa Nadia adalah perempuan yang istimewa, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi karena hatinya yang murni.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung tanpa tantangan. Nadia tahu bahwa keluarganya, terutama ibunya, tidak akan pernah menerima pilihan hidupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Nadia? Kamu layak mendapatkan yang lebih baik dari ini!" tegur ibunya ketika Nadia mencoba memberi tahu tentang hubungannya dengan Raka.

"Aku mencintainya, Bu," jawab Nadia tegas, meski hatinya terasa sakit mendengar ketidaksetujuan ibunya.

"Ini bukan soal cinta, ini soal masa depanmu!" suara ibunya meninggi, membuat Nadia merasa terpojok.

Namun, meski menghadapi penolakan dari keluarganya, Nadia tidak mundur. Baginya, cinta yang ia rasakan untuk Raka adalah sesuatu yang nyata dan berharga. Ia yakin bahwa mereka berdua bisa menghadapi segala rintangan, asalkan tetap bersama.

To Be Continued.....

Related chapters

  • Hidden Truths of My Husband   2. Pertemuan Tak Terduga

    Nadia berdiri di depan cermin besar di kamarnya, mengamati dirinya sendiri dengan cermat. Gaun putih sederhana dengan potongan halus itu menempel sempurna pada tubuhnya, memancarkan keanggunan yang tak terbantahkan. Meski dalam hatinya masih ada sedikit keraguan, Nadia mencoba untuk tersenyum. Baginya, hari ini adalah awal dari sebuah perjalanan baru—meski bukan tanpa tantangan."Ibu akan sangat marah," gumamnya pelan, membiarkan pikirannya melayang pada sosok ibu yang keras dan tegas, yang selama ini memegang kendali atas setiap aspek kehidupannya.Ketukan lembut di pintu mengalihkan perhatiannya. "Masuk," katanya sambil berbalik, memperlihatkan senyum kecil saat adik perempuannya, Alya, menyelinap masuk ke dalam ruangan."Nadia, kau sangat cantik!" seru Alya dengan mata berbinar-binar, kagum pada kecantikan kakaknya yang tampak sempurna dalam balutan gaun pengantin sederhana itu."Terima kasih, Alya. Aku harap semua akan berjalan lancar," Nadia membalas dengan lembut, meski dalam ha

    Last Updated : 2024-08-14
  • Hidden Truths of My Husband   3. Kehidupan Sehari-Hari Nadia dan Raka

    Nadia menatap jendela kecil apartemen mereka, memperhatikan tetesan hujan yang menari di atas kaca. Suara hujan yang berirama seolah menjadi latar musik dalam kehidupannya yang baru, bersama Raka. Meski apartemen mereka sederhana, tempat itu terasa seperti surga baginya. Di sinilah ia bisa benar-benar menjadi dirinya sendiri, tanpa tekanan status sosial yang kerap mengikat langkahnya.“Nadia, mau teh hangat?” Raka memanggilnya dari dapur kecil mereka, suaranya penuh kehangatan yang selalu berhasil menenangkan hati Nadia.“Boleh, Mas,” jawab Nadia sambil tersenyum. Ia berjalan menuju dapur, tempat Raka sedang sibuk menyiapkan dua cangkir teh. Setiap gerakan Raka begitu tenang dan penuh perhatian, seolah ia selalu memastikan bahwa Nadia merasa dicintai dan diperhatikan.“Mas, terima kasih ya, untuk semuanya.” Nadia mengambil cangkir teh yang disodorkan Raka. Pandangannya bertemu dengan mata suaminya, mata yang selalu memancarkan ketulusan yang tak pernah berubah sejak pertama kali merek

    Last Updated : 2024-08-16
  • Hidden Truths of My Husband   4. Hinaan yang Terus Menerus

    Hari itu matahari bersinar cerah, tapi suasana hati Nadia terasa begitu kelam. Ia duduk di ruang tamu apartemennya, mencoba menenangkan diri setelah kunjungan terakhir Bu Retno, ibunya. Di sebelahnya, Raka sedang sibuk dengan buku-bukunya, mencoba mencari ketenangan dalam kesibukan yang tak pernah mengkhianatinya."Mas," Nadia akhirnya membuka suara, berusaha terdengar ceria meskipun hatinya terasa berat. "Apa kita bisa pergi jalan-jalan nanti sore? Aku butuh udara segar."Raka menoleh dan tersenyum, senyum yang selalu berhasil meredakan kekhawatiran Nadia. "Tentu, Sayang. Kita bisa pergi ke taman kota. Sudah lama kita tidak ke sana."Nadia mengangguk pelan. Namun, pikirannya tak bisa lepas dari kata-kata ibunya yang tadi pagi seperti duri menghunjam jantungnya."Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik, Nadia! Raka itu hanya akan membebanimu. Lihat dia! Apa yang bisa dia berikan padamu? Hanya kesederhanaan dan kekurangan! Kamu bisa menikah dengan pria yang lebih kaya, lebih berpendidi

    Last Updated : 2024-08-16
  • Hidden Truths of My Husband   5. Momen yang Mengubah Segalanya

    Nadia duduk di belakang Raka, memeluk erat pinggang suaminya yang mengenakan jaket usang. Motor tua mereka bergemuruh sepanjang jalan menuju rumah keluarganya. Angin malam yang dingin menusuk kulit, tapi yang lebih membuat Nadia khawatir adalah pertemuan yang menanti mereka. Bayangan wajah ibunya, Bu Retno, dengan tatapan tajam dan penuh penilaian, tak bisa lepas dari benaknya.Saat mereka tiba di rumah besar keluarganya, suasana langsung berubah tegang. Seperti yang sudah diduga, kehadiran mereka tak disambut hangat. Pintu besar yang terbuka memperlihatkan interior rumah yang mewah, namun tidak ada kehangatan yang terasa. Tatapan dingin dari keluarga yang sudah berkumpul di ruang tamu langsung menyelimuti mereka berdua. Nadia bisa merasakan tekanan yang menghimpitnya, membuat langkah kakinya terasa berat."Ah, Nadia dan Raka sudah datang," suara Bu Retno terdengar tanpa emosi, meskipun senyum tipis terpampang di wajahnya. Nadia tahu betul, senyum itu penuh dengan kepura-puraan.Merek

    Last Updated : 2024-08-17
  • Hidden Truths of My Husband   6. Titik Balik

    Nadia duduk di tepi ranjang, tatapannya kosong menembus malam yang hening. Raka belum pulang. Sudah larut, dan hanya suara detik jam dinding yang terdengar di antara kesunyian. Tangannya gemetar saat menggenggam ponsel, berharap ada pesan atau telepon darinya, tetapi layar tetap bisu. Raka yang ia kenal adalah pria yang selalu memberitahunya setiap kali ada urusan mendadak. Tetapi, sejak Nadia membuka diri tentang tekanan yang ia hadapi dari keluarganya, segalanya berubah.Pikirannya kembali ke kejadian beberapa minggu lalu. Nadia dengan hati-hati memilih kata-katanya saat berbicara dengan Raka, namun air matanya tak bisa ditahan ketika menceritakan betapa ibu dan saudara-saudaranya tak henti-henti merendahkannya. Raka hanya mendengarkan tanpa menyela, matanya tajam namun bibirnya tertutup rapat. Setelah Nadia menyelesaikan ceritanya, Raka menarik napas panjang, lalu mengecup keningnya dengan lembut.“Terima kasih sudah memberitahu aku, Nad. Aku janji, aku akan selalu ada di sisimu,”

    Last Updated : 2024-08-17
  • Hidden Truths of My Husband   7. Tanda tanda pertama

    Malam itu terasa berbeda. Nadia terus teringat dengan kejadian tadi malam saat Raka pulang bersama seorang pria yang mengenakan setelan mahal, memberi salam penuh hormat kepada suaminya. Hingga kini, kata-kata pria itu masih terngiang di telinganya, "Pak Raka." Suatu panggilan yang tak biasa ia dengar dari orang-orang sekitar mereka. Nadia penasaran, namun ia menahan diri untuk tidak langsung bertanya saat itu juga.Pagi harinya, saat sarapan, Nadia tak bisa lagi menahan rasa ingin tahunya. "Mas," ucap Nadia sambil menatap Raka yang sedang sibuk membaca koran. "Aku ingin tanya soal pria yang kemarin malam. Kenapa dia terlihat begitu hormat padamu?"Raka menurunkan korannya, menatap Nadia dengan senyuman yang menenangkan. "Oh, itu teman lama, Sayang. Dia memang suka bergurau seperti itu. Kami dulu sering bekerja bersama. Mungkin dia hanya ingin mengingatkan masa-masa itu.""Tapi, Mas, dia memanggilmu 'Pak' dengan begitu sopan. Rasanya aneh saja."Raka tertawa kecil, menggelengkan kepal

    Last Updated : 2024-08-17
  • Hidden Truths of My Husband   8. Orang-orang Misterius

    Nadia berdiri di tepi jendela ruang tamu, matanya menatap ke luar dengan perasaan yang tak menentu. Udara malam yang sejuk masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka, membawa serta aroma hujan yang baru saja reda. Namun, sejuknya angin tidak mampu meredakan kegelisahan yang menyelimuti hatinya. Sejak beberapa minggu terakhir, Nadia semakin sering melihat pria-pria berpakaian rapi dan berwibawa mengunjungi rumahnya. Setiap kali, mereka disambut dengan penuh hormat oleh Raka, dan setiap kali pula Raka menghindari pertanyaan-pertanyaan Nadia dengan jawaban singkat yang membuatnya semakin penasaran."Siapa mereka, Mas?" tanya Nadia lembut saat pertama kali pria-pria itu datang.Raka hanya tersenyum, menepuk punggung Nadia dengan lembut. "Hanya teman-teman bisnis, Sayang. Tidak perlu khawatir," jawabnya, sebelum cepat-cepat pergi ke ruang tamu untuk menemui tamu-tamunya.Malam ini, Nadia kembali merasa gelisah. Pria-pria itu kembali datang, kali ini membawa kendaraan yang lebih mewah

    Last Updated : 2024-08-18
  • Hidden Truths of My Husband   9. Pertengkaran Besar

    Suasana di rumah Pak Surya sudah memanas sejak pagi. Ketegangan meliputi setiap sudut ruangan. Nadia duduk di sofa dengan tangan terlipat di pangkuannya, merasakan jantungnya berdegup kencang. Raka, yang berdiri di sampingnya, mencoba terlihat tenang, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Pak Surya, Bu Retno, dan Arman sudah siap untuk pertemuan ini, seperti hakim yang menunggu untuk menjatuhkan vonis. Sementara itu, Alya duduk di sudut ruangan, merasa tidak nyaman dengan apa yang akan terjadi.Pak Surya memulai percakapan dengan nada dingin, "Nadia, kami sudah cukup bersabar. Keluarga ini memiliki reputasi, dan kami tidak bisa lagi membiarkanmu terus bersama Raka. Kami telah mempertimbangkan segala sesuatunya, dan keputusan kami sudah final."Nadia menggigit bibirnya, mencoba menahan emosi yang mulai memuncak. Dia tahu ini akan datang, tetapi mendengarnya langsung dari mulut ayahnya terasa jauh lebih menyakitkan. "Ayah, ibu, kak Arman, tolong dengarkan aku. Raka adalah s

    Last Updated : 2024-08-18

Latest chapter

  • Hidden Truths of My Husband   66.

    Nadia duduk termenung di kursi hotel, tatapannya terpaku pada surat yang baru saja ia temukan di meja kerja Raka. Surat itu terasa begitu berat, seperti memegang potongan terakhir dari teka-teki besar yang tidak pernah ia sadari sedang ia susun. Beberapa minggu sebelum Raka menghilang, ia menulis ini, menyisakan pesan yang begitu ambigu.Tangannya gemetar saat ia mengangkat surat itu lagi, mencoba memahami setiap kata. "Aku harus pergi, Nad. Bukan karena aku ingin meninggalkanmu, tapi karena aku tak ingin kamu terluka oleh apa yang akan terjadi."“Apa maksudnya?” Nadia berbicara pada dirinya sendiri, namun suaranya hampir tak terdengar. Otaknya dipenuhi dengan pertanyaan, tetapi tidak ada jawaban yang muncul. Apakah Raka telah mengetahui sesuatu yang ia tak ketahui? Apakah dia terlibat dalam situasi yang jauh lebih berbahaya daripada yang ia bayangkan? Atau mungkin ini hanya rasa bersalah yang menumpuk dalam dirinya? Nadia menghela napas berat, berusaha memproses perasaannya.Telepon

  • Hidden Truths of My Husband   65.

    Nadia duduk di sofa ruang tamunya, matanya menatap layar laptop yang menampilkan halaman pencarian terbuka, tetapi pikirannya melayang jauh. Berhari-hari telah berlalu sejak ia mulai bekerja dengan Zaki untuk menemukan jejak Raka, dan setiap kali hasilnya sama: nihil. Raka seolah lenyap begitu saja, meninggalkan Nadia dalam kekosongan yang semakin dalam.Zaki, teman lamanya yang kebetulan bekerja sebagai ahli forensik digital, duduk di depannya. Di tangannya, ia memegang secangkir kopi yang sudah dingin. Wajahnya menunjukkan ekspresi serius, namun tidak kehilangan semangat. "Nad," kata Zaki lembut, "jejak digital Raka benar-benar bersih. Tidak ada transaksi aneh, tidak ada login media sosial. Seperti dia benar-benar memutuskan semua hubungan dengan dunia."Nadia menghela napas panjang, menyandarkan kepalanya ke sandaran sofa. “Aku tidak tahu lagi harus mencari di mana, Zak. Aku sudah memeriksa setiap sudut, setiap hal kecil yang mungkin memberikan petunjuk, tapi semuanya terasa sia-si

  • Hidden Truths of My Husband   64.

    Nadia duduk di sofa kecil di sudut apartemennya, tangannya gemetar saat merapikan koper yang hampir penuh. Kepalanya dipenuhi pikiran, antara kesedihan, kebingungan, dan ketakutan. Raka menghilang tanpa sepatah kata. Meninggalkan pertanyaan yang menggantung di udara, seakan menguji kesabaran Nadia yang selama ini berusaha tegar. Apa yang sebenarnya terjadi?Terdengar ketukan pelan di pintu. Nadia menghapus air mata yang mengalir tanpa disadarinya, lalu membuka pintu dengan wajah yang berusaha tetap tegar."Maria..." Nadia tersenyum lemah melihat rekan kerjanya yang selama ini setia mendampinginya."Aku datang karena aku tahu kamu butuh teman bicara," jawab Maria, masuk ke dalam apartemen tanpa menunggu undangan. Tatapan matanya mengamati koper yang sudah siap di sebelah pintu, lalu kembali menatap Nadia dengan cemas.Nadia menarik napas panjang dan duduk kembali di sofa. "Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Rasanya seperti semua jalan tertutup. Raka pergi tanpa jejak, dan aku tidak t

  • Hidden Truths of My Husband   63.

    Nadia tertegun, ponselnya nyaris terjatuh dari tangannya. Kata-kata Alya terus bergema di kepalanya: Raka membawa koper besar, seolah-olah berencana pergi jauh. Hatinya seolah diremas keras, menambah berat beban di dada yang sudah sulit ia pikul. Raka tidak pernah meninggalkan tanda-tanda sebelumnya. Tidak ada kata-kata perpisahan, tidak ada penjelasan. Yang tersisa hanyalah misteri yang semakin menjeratnya.“Alya, kau yakin melihatnya sendiri?” tanya Nadia, suaranya hampir bergetar.“Iya, Kak. Aku sempat bertanya pada tetangga di sana juga. Mereka bilang Raka pergi pagi-pagi sekali, membawa koper besar. Tapi anehnya, dia tampak begitu tenang. Seperti dia tahu ke mana dia pergi dan tidak terburu-buru,” jelas Alya dengan pelan, mencoba menenangkan kakaknya.Nadia menghela napas panjang, mencoba memahami situasi. Raka bukan tipe orang yang bertindak sembarangan atau membuat keputusan impulsif, apalagi yang sebesar ini. Seandainya ada sesuatu yang dia sembunyikan, pasti itu sangat pentin

  • Hidden Truths of My Husband   62.

    Pagi itu, Nadia berdiri di depan cermin kamar hotelnya, menatap pantulan dirinya dengan tatapan kosong. Kepalanya penuh dengan keraguan. Telepon dari Bu Retno, ibunya, kemarin malam begitu melekat dalam benaknya. Kata-kata ibunya terus berputar di pikirannya, memintanya untuk pulang, untuk menghadapi kenyataan yang semakin mencekam. Namun, kepulangannya tidak hanya soal keluarga. Di balik alasan itu, Nadia tahu bahwa ada sesuatu yang lebih besar, lebih misterius: keberadaan Raka yang tidak jelas.Saat ia mencoba mengatur napas, pikirannya beralih ke pekerjaannya. Karier yang baru saja ia bangun dari nol, yang ia perjuangkan setelah menikah dengan Raka. "Apakah aku siap mengorbankannya?" Nadia bergumam lirih, merasa cemas. Di satu sisi, ia tahu bahwa hatinya tidak akan pernah tenang sebelum ia menemukan suaminya, tetapi di sisi lain, pekerjaannya di sini adalah fondasi yang menopang hidupnya selama Raka tak ada.Perasaan ini begitu mengganggu, seolah-olah ia berdiri di tepi jurang, har

  • Hidden Truths of My Husband   61.

    Nadia duduk di meja kantornya, pandangan matanya terfokus pada layar komputer, namun pikirannya melayang jauh dari ruang kerjanya. Setiap kata yang muncul di layar terlihat kabur, tertutup oleh pertanyaan yang berputar-putar di kepalanya sejak Zaki menyampaikan saran itu.“Mungkin Raka tidak benar-benar menghilang. Mungkin dia sedang mencari sesuatu.”Kata-kata Zaki berulang kali menggema di benaknya, menelusup jauh ke dalam relung hatinya yang penuh kekhawatiran. Apa mungkin Raka benar-benar sedang menyembunyikan sesuatu? Apakah ini bukan kali pertama ia merahasiakan sesuatu darinya? Pikiran itu semakin menekan perasaannya, membuat Nadia sulit untuk fokus pada pekerjaannya.“Kenapa aku tidak pernah melihat tanda-tandanya?” bisiknya dalam hati. Sebagai seorang istri, seharusnya dia bisa merasakan setiap perubahan kecil pada suaminya. Namun selama ini, ia terlalu sibuk berjuang dengan ekspektasi keluarganya dan tekanan hidup yang terus menghimpit.Nafasnya terasa berat, dan tanpa sadar

  • Hidden Truths of My Husband   60.

    Nadia duduk di tepi tempat tidur apartemennya, matanya menatap ponselnya yang bergetar. Nama Alya muncul di layar, dan ada sesuatu dalam hatinya yang tiba-tiba berdebar lebih cepat. Sudah larut malam di kota asing ini, dan Alya jarang menelepon kecuali ada hal penting. Segera, ia menggeser layar untuk menerima panggilan."Hallo, Kak Nadia," suara Alya terdengar, pelan namun penuh kecemasan."Ada apa, Alya? Kamu baik-baik saja?" Nadia segera bertanya, merasa ada sesuatu yang salah."Ini tentang Kak Raka…" Suara Alya terdengar bergetar, membuat Nadia langsung duduk lebih tegak. "Kakak harus tahu… dia menghilang."Nadia membeku sejenak. Pikiran itu menghantamnya seperti petir. "Menghilang? Apa maksudmu, Alya?" Suaranya pecah, seolah tak percaya."Dia pergi, Kak. Tak ada yang tahu ke mana dia. Sebelum dia pergi, dia hanya meninggalkan pesan singkat…""Apa yang dia tulis?" Nadia merasakan napasnya mulai pendek, dadanya terasa sesak."‘Aku

  • Hidden Truths of My Husband   59.

    Hari pertama Nadia di perusahaan startup itu penuh dengan harapan dan ketegangan. Ruangan yang dipenuhi warna-warni kain dan desain yang beragam membuatnya merasa seakan memasuki dunia baru. Begitu melangkah masuk, ia disambut dengan senyum hangat dari rekan-rekannya, yang langsung membuatnya merasa lebih nyaman."Nadia, bukan?" suara lembut menyapa dari arah kanan. Seorang wanita berambut keriting dengan riasan ceria mendekatinya. "Aku Mira, bagian desain. Selamat datang! Kita akan segera memulai proyek besar, dan aku yakin kamu akan suka."Nadia tersenyum, merasa sedikit lebih tenang. "Terima kasih, Mira. Aku sangat bersemangat!"Seiring berjalannya waktu, Nadia mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya. Ia belajar bahwa orang-orang di sekitarnya tidak terjebak dalam pandangan sosial yang sempit seperti keluarganya. Di sini, status dan kekayaan bukanlah yang utama; ide, kreativitas, dan passion menjadi hal yang jauh lebih berharga.Selama satu minggu pertama, Nadia terlibat dalam b

  • Hidden Truths of My Husband   58.

    Pagi itu, Nadia menatap koper yang sudah tertata rapi di ujung kamar. Ruangan tampak hening, hanya suara detik jam yang terdengar. Di luar, Raka baru saja pergi, mengendarai motor tuanya menuju tempat kerja. Nadia merasakan berat di dadanya, tetapi ia tahu ini keputusan yang harus diambil. Surat yang ia tulis semalam kini tergeletak di atas meja kecil, menunggu untuk ditemukan Raka.Dengan langkah perlahan, Nadia mengambil tas jinjingnya dan berjalan keluar dari rumah yang selama ini mereka tempati bersama. Setiap langkah terasa semakin berat, namun ada sesuatu yang mendorongnya maju, sebuah dorongan untuk mencari kejelasan di luar semua kebingungan yang kini melingkupinya.Saat tiba di bandara, tangannya sedikit gemetar saat menyerahkan tiket kepada petugas. "Apakah aku benar-benar melarikan diri?" gumamnya dalam hati. Namun, suara di dalam dirinya terus mengatakan bahwa dia butuh waktu, dia butuh ruang untuk berpikir.Saat pesawat lepas landas, Nadia menatap awan putih yang membentan

DMCA.com Protection Status