Share

Hidden Truths of My Husband
Hidden Truths of My Husband
Penulis: AdByt3

1. Pendahuluan

Nadia duduk di tepi ranjang, menatap bayangan dirinya yang terpantul di cermin besar di sudut kamar. Malam ini, ia mengenakan gaun panjang berwarna gading, sederhana namun elegan, yang menonjolkan kecantikannya yang alami. Rambut hitamnya tergerai lepas, hanya sedikit disematkan di bagian belakang dengan jepit kecil berwarna perak. Sorot matanya yang biasanya penuh keyakinan tampak bimbang, mencerminkan gejolak emosi yang ia rasakan.

"Nadia, kamu siap?" Suara ibunya terdengar dari luar kamar, mengetuk pintu dengan lembut. Nadia menghela napas panjang sebelum menjawab, "Sebentar, Bu."

Ia kembali menatap cermin, mencoba meyakinkan dirinya bahwa keputusan yang diambil adalah yang terbaik. "Ini hidupku," gumamnya pelan, seakan berusaha meyakinkan bayangan dirinya sendiri. Baginya, cinta adalah sesuatu yang tulus dan murni, bukan sekadar transaksi sosial seperti yang selalu diajarkan oleh keluarganya.

Pikirannya kembali melayang ke saat pertama kali bertemu dengan Raka, pria yang kini menjadi suaminya. Pertemuan mereka terjadi di sebuah acara Dies Natalis yang diadakan oleh universitas tempat Nadia kuliah. Nadia, yang saat itu menjadi ketua panitia, sibuk mengatur segala persiapan agar acara berjalan lancar. Sementara itu, Raka hanyalah seorang relawan yang kebetulan ditugaskan untuk membantu Nadia.

"Maaf, bisa bantu saya angkat ini?" suara Raka menyela konsentrasi Nadia yang sedang memeriksa daftar tugas di ponselnya. Ketika Nadia mengangkat wajah, ia melihat seorang pria berpenampilan sederhana, dengan kemeja putih yang terlihat sudah sedikit pudar warnanya, namun rapi. Matanya yang hangat dan senyumnya yang tulus membuat Nadia sejenak terpaku. "Tentu, apa yang bisa saya bantu?" jawab Nadia akhirnya, sedikit tergagap.

Mereka berdua bekerja sama sepanjang hari itu. Meski awalnya hanya saling berbicara untuk urusan pekerjaan, Nadia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan Raka. Pria ini tidak seperti orang-orang yang biasa dia temui di lingkaran sosialnya. Raka tampak tulus, tanpa ada sedikitpun sikap berpura-pura atau mencoba untuk menyenangkan hati. Setiap ucapannya sederhana namun penuh makna, membuat Nadia merasa nyaman dan aman.

Saat acara berakhir dan tugas mereka selesai, Raka dan Nadia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar kampus yang mulai sepi. "Terima kasih sudah bantuin hari ini," kata Nadia, mencoba mengisi keheningan di antara mereka.

"Tidak masalah, aku senang bisa membantu," jawab Raka dengan senyuman yang lagi-lagi membuat Nadia merasa hangat. Ada sesuatu dalam tatapan mata Raka yang membuat Nadia merasa dilihat, benar-benar dilihat, bukan sebagai gadis cantik dari keluarga terpandang, tetapi sebagai dirinya sendiri.

Mereka terus berjalan dalam diam, namun bukan keheningan yang canggung. Nadia merasakan ada koneksi yang tak terucap di antara mereka, seolah mereka sudah saling mengenal sejak lama. Hati Nadia mulai berdebar lebih kencang, sebuah perasaan yang jarang sekali dia rasakan.

"Kalau kamu bisa memilih, apa yang akan kamu lakukan dalam hidup ini?" tanya Nadia, mencoba menggali lebih dalam pikiran Raka.

Raka berhenti sejenak, menatap langit yang mulai gelap sebelum menjawab, "Aku ingin hidup sederhana, tidak terlalu banyak yang diinginkan. Asalkan aku bisa membuat orang-orang di sekitarku bahagia, itu sudah cukup."

Jawaban Raka membuat Nadia tertegun. Bukan jawaban yang dia harapkan, tapi justru itulah yang membuatnya semakin tertarik pada pria ini. "Bagaimana dengan kamu?" tanya Raka balik, kini menatap Nadia dengan pandangan yang penuh rasa ingin tahu.

Nadia tersenyum kecil, namun matanya menyiratkan kesedihan yang dalam. "Aku... tidak tahu. Selama ini, hidupku selalu diatur oleh harapan orang lain. Mungkin aku hanya ingin bebas, bebas untuk menjadi diriku sendiri."

Kata-kata itu terlontar begitu saja, seakan Nadia telah lama menyimpannya dalam hati. Raka mengangguk pelan, seolah memahami perasaan yang Nadia coba sembunyikan. "Mungkin kita bisa mencari kebebasan itu bersama," kata Raka dengan nada suara yang lembut namun pasti.

Percakapan mereka malam itu menjadi awal dari perjalanan cinta yang penuh dengan liku-liku. Nadia yang terbiasa dengan segala sesuatu yang mewah dan teratur, menemukan diri jatuh cinta pada kesederhanaan Raka. Sementara Raka, pria yang tidak pernah peduli dengan status sosial, perlahan menyadari bahwa Nadia adalah perempuan yang istimewa, bukan hanya karena kecantikannya, tetapi karena hatinya yang murni.

Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung tanpa tantangan. Nadia tahu bahwa keluarganya, terutama ibunya, tidak akan pernah menerima pilihan hidupnya. "Apa yang kamu pikirkan, Nadia? Kamu layak mendapatkan yang lebih baik dari ini!" tegur ibunya ketika Nadia mencoba memberi tahu tentang hubungannya dengan Raka.

"Aku mencintainya, Bu," jawab Nadia tegas, meski hatinya terasa sakit mendengar ketidaksetujuan ibunya.

"Ini bukan soal cinta, ini soal masa depanmu!" suara ibunya meninggi, membuat Nadia merasa terpojok.

Namun, meski menghadapi penolakan dari keluarganya, Nadia tidak mundur. Baginya, cinta yang ia rasakan untuk Raka adalah sesuatu yang nyata dan berharga. Ia yakin bahwa mereka berdua bisa menghadapi segala rintangan, asalkan tetap bersama.

To Be Continued.....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status