Share

3. Kehidupan Sehari-Hari Nadia dan Raka

Nadia menatap jendela kecil apartemen mereka, memperhatikan tetesan hujan yang menari di atas kaca. Suara hujan yang berirama seolah menjadi latar musik dalam kehidupannya yang baru, bersama Raka. Meski apartemen mereka sederhana, tempat itu terasa seperti surga baginya. Di sinilah ia bisa benar-benar menjadi dirinya sendiri, tanpa tekanan status sosial yang kerap mengikat langkahnya.

“Nadia, mau teh hangat?” Raka memanggilnya dari dapur kecil mereka, suaranya penuh kehangatan yang selalu berhasil menenangkan hati Nadia.

“Boleh, Mas,” jawab Nadia sambil tersenyum. Ia berjalan menuju dapur, tempat Raka sedang sibuk menyiapkan dua cangkir teh. Setiap gerakan Raka begitu tenang dan penuh perhatian, seolah ia selalu memastikan bahwa Nadia merasa dicintai dan diperhatikan.

“Mas, terima kasih ya, untuk semuanya.” Nadia mengambil cangkir teh yang disodorkan Raka. Pandangannya bertemu dengan mata suaminya, mata yang selalu memancarkan ketulusan yang tak pernah berubah sejak pertama kali mereka bertemu.

“Apa pun untuk kamu, Na,” jawab Raka dengan senyum lembutnya. Mereka duduk bersebelahan di sofa kecil, menikmati teh hangat sambil mendengarkan hujan yang masih turun di luar. Dalam kesederhanaan ini, Nadia merasakan kebahagiaan yang begitu murni, seakan-akan dunia di luar sana tidak ada artinya lagi.

Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama ketika bunyi ketukan pintu mengusik keheningan mereka. Nadia merasakan firasat tidak enak. Dan benar saja, ketika pintu terbuka, wajah dingin Bu Retno, ibu Nadia, muncul di baliknya.

“Nadia,” suara Bu Retno terdengar tegas, penuh otoritas yang sudah biasa Nadia dengar sejak kecil. “Aku ingin bicara denganmu.”

Nadia menelan ludah, mencoba menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba menyeruak. Raka, yang sudah mengantisipasi situasi ini, segera berdiri dan menyambut Bu Retno dengan senyum sopan.

“Ibu, silakan masuk,” kata Raka dengan nada ramah, meskipun Nadia bisa merasakan ada ketegangan tipis dalam suaranya.

Bu Retno melangkah masuk, matanya menyapu sekeliling apartemen dengan tatapan yang sulit diartikan. Dia tidak berkata apa-apa, tetapi Nadia tahu persis apa yang sedang dipikirkan ibunya. Dia tahu bahwa Bu Retno sedang menilai segala sesuatu dari perabotan sederhana hingga ruang yang sempit dan pasti merasa bahwa tempat ini tidak layak untuk putrinya.

“Nadia, Ibu ingin bicara empat mata,” kata Bu Retno akhirnya, memotong keheningan yang menggantung di antara mereka.

Nadia melihat ke arah Raka, yang membalasnya dengan anggukan kecil, memberinya kepercayaan diri yang dia butuhkan. Dengan enggan, Nadia mengikuti ibunya ke ruang tamu kecil, meninggalkan Raka di dapur.

“Nadia,” Bu Retno mulai berbicara begitu mereka duduk, suaranya rendah namun penuh tekanan, “kamu tahu ibu tidak pernah setuju dengan pilihanmu menikah dengan Raka. Dan lihatlah sekarang, apa yang sudah kamu capai? Hidup di tempat kecil seperti ini, bersama pria yang tak punya apa-apa.”

Hati Nadia terasa perih mendengar kata-kata ibunya. Dia sudah tahu ini akan datang, tetapi mendengarnya langsung dari mulut ibunya tetap saja menyakitkan. Nadia berusaha menahan air matanya, tetapi sulit bagi dirinya untuk tidak merasa tersakiti.

“Bu, aku bahagia dengan Raka. Kami tidak membutuhkan banyak untuk merasa bahagia. Cukup dengan saling mencintai dan mendukung, itu sudah lebih dari cukup bagi kami,” jawab Nadia, suaranya sedikit gemetar, tetapi penuh keyakinan.

Bu Retno menggelengkan kepalanya dengan sikap tidak setuju. “Nadia, kebahagiaan itu tidak cukup. Kamu butuh stabilitas, status, dan masa depan yang jelas. Ibu tidak ingin kamu terjebak dalam kehidupan seperti ini, terperangkap dalam kemiskinan hanya karena kamu memutuskan untuk menikah dengan pria yang tidak bisa memberikan apa-apa untukmu.”

Nadia mengepalkan tangannya di pangkuannya, mencoba menahan kemarahan yang mulai mendidih di dalam dirinya. Dia tahu bahwa ibunya hanya ingin yang terbaik untuknya, tetapi kata-kata itu terasa seperti serangan terhadap pilihan dan kehidupannya bersama Raka.

“Kami sedang membangun kehidupan kami, Bu. Kami punya rencana, dan Raka bekerja keras untuk itu. Hanya butuh waktu, dan aku yakin kami bisa melalui semuanya bersama-sama,” kata Nadia, mencoba mempertahankan ketenangannya.

Bu Retno mendesah berat, seolah-olah kata-kata Nadia tidak masuk akal baginya. “Nadia, dengarkan Ibu. Kamu masih punya kesempatan untuk memperbaiki semuanya. Ibu bisa mengenalkan kamu dengan seorang pria yang jauh lebih baik, yang bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu. Kamu tidak perlu menderita seperti ini.”

Kata-kata ibunya itu adalah pukulan terakhir. Nadia merasa hatinya pecah, tetapi dia menolak untuk menyerah. Dia tahu bahwa jika dia mengikuti keinginan ibunya, dia akan kehilangan segalanya cinta yang telah dia bangun bersama Raka, dan kebahagiaan sederhana yang mereka ciptakan bersama.

“Maaf, Bu, tapi aku tidak akan meninggalkan Raka. Aku memilihnya karena cinta, dan aku akan bertahan bersamanya apapun yang terjadi,” kata Nadia dengan tegas.

Bu Retno hanya menatap Nadia dengan pandangan kecewa, sebelum akhirnya bangkit dari kursinya. “Baiklah, kalau itu keputusanmu, tapi jangan salahkan Ibu kalau semuanya berakhir buruk. Ibu sudah memperingatkanmu, Nadia.”

Setelah berkata demikian, Bu Retno pergi meninggalkan apartemen, meninggalkan Nadia yang duduk terpaku dengan perasaan campur aduk. Setelah kepergian ibunya, Nadia menatap pintu yang tertutup, merasakan beban berat di dadanya.

Raka, yang diam-diam mendengar percakapan tersebut, berjalan mendekati Nadia dan merangkulnya. “Maaf, Na, aku tidak bisa melakukan lebih banyak untuk membuat ibu percaya padaku,” katanya lirih.

Nadia menatap Raka dengan mata berkaca-kaca. “Bukan salahmu, Mas. Kita hanya perlu terus berjalan bersama, dan suatu hari nanti mereka akan melihat betapa kuatnya cinta kita.”

Raka mengangguk, kemudian mengecup kening Nadia dengan lembut. “Kita akan melalui ini bersama, Na. Aku janji.”

Dalam pelukan Raka, Nadia merasa sedikit lebih tenang. Namun, di lubuk hatinya, dia tidak bisa mengabaikan rasa khawatir yang terus menghantui. Konflik dengan keluarganya mungkin baru saja dimulai, dan dia tahu, ujian terbesar dalam pernikahan mereka mungkin masih menunggu di depan. Tapi dengan Raka di sisinya, Nadia yakin mereka bisa menghadapi apapun bahkan jika itu berarti menggali lebih dalam ke dalam rahasia yang mungkin selama ini disembunyikan Raka darinya.

To Be Continued....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status