Share

5. Momen yang Mengubah Segalanya

Nadia duduk di belakang Raka, memeluk erat pinggang suaminya yang mengenakan jaket usang. Motor tua mereka bergemuruh sepanjang jalan menuju rumah keluarganya. Angin malam yang dingin menusuk kulit, tapi yang lebih membuat Nadia khawatir adalah pertemuan yang menanti mereka. Bayangan wajah ibunya, Bu Retno, dengan tatapan tajam dan penuh penilaian, tak bisa lepas dari benaknya.

Saat mereka tiba di rumah besar keluarganya, suasana langsung berubah tegang. Seperti yang sudah diduga, kehadiran mereka tak disambut hangat. Pintu besar yang terbuka memperlihatkan interior rumah yang mewah, namun tidak ada kehangatan yang terasa. Tatapan dingin dari keluarga yang sudah berkumpul di ruang tamu langsung menyelimuti mereka berdua. Nadia bisa merasakan tekanan yang menghimpitnya, membuat langkah kakinya terasa berat.

"Ah, Nadia dan Raka sudah datang," suara Bu Retno terdengar tanpa emosi, meskipun senyum tipis terpampang di wajahnya. Nadia tahu betul, senyum itu penuh dengan kepura-puraan.

Mereka berjalan menuju meja makan yang panjang dan penuh dengan hidangan lezat. Raka menarikkan kursi untuk Nadia, dan dia duduk di samping suaminya dengan hati-hati. Tatapan mata saudara-saudaranya, terutama Arman, membuat Nadia merasa tak nyaman. Malam itu, pertemuan keluarga yang seharusnya hangat berubah menjadi pertempuran batin bagi Nadia.

Percakapan awal berlangsung tenang, meski dipenuhi dengan ejekan tersirat. Raka, dengan ketenangan dan kesederhanaannya, menjawab setiap pertanyaan dengan sopan. Namun, Nadia tahu, di balik senyumnya yang lembut, suaminya merasakan hinaan yang disembunyikan di balik setiap kata.

"Jadi, Raka," Arman memulai dengan nada yang terdengar akrab namun menusuk, "Bagaimana rencanamu ke depan? Maksudku, dengan keadaanmu sekarang, tentu kau punya rencana untuk memberikan kehidupan yang lebih baik untuk Nadia, bukan?"

Raka tetap tenang, tersenyum sambil mengangguk. "Tentu saja, Arman. Aku selalu berusaha yang terbaik untuk Nadia."

Namun, Arman tidak berhenti di situ. "Hanya saja, aku tidak yakin pekerjaanmu sekarang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bukankah begitu, Nadia?"

Nadia menahan napasnya. Hinaan yang begitu terang-terangan di depan seluruh keluarga ini memicu amarah yang sejak tadi dia tahan. Dia menatap Raka, yang masih mencoba tersenyum, meskipun dia tahu suaminya pasti merasa tersinggung.

"Arman, cukup!" Suara Nadia terdengar gemetar, tapi kali ini dia tidak bisa lagi menahan perasaannya. "Raka mungkin tidak memiliki kekayaan seperti yang kau miliki, tapi dia suamiku. Dia pria yang baik, yang selalu berusaha keras untuk kami."

Ruangan itu langsung hening. Semua mata tertuju pada Nadia, termasuk Bu Retno, yang tampak tak percaya melihat putrinya berani melawan.

"Nadia," suara Bu Retno terdengar dingin, "Kita hanya ingin yang terbaik untukmu. Kami tahu, kau pantas mendapatkan lebih."

"Lebih? Apa maksud Ibu dengan lebih?" Nadia berdiri, suaranya semakin keras. "Hidup bukan hanya tentang uang dan harta. Aku menikahi Raka karena aku mencintainya, dan itu lebih berharga daripada apapun yang bisa kalian tawarkan."

Kemarahan di wajah Arman semakin nyata. "Nadia, kau naif jika berpikir cinta saja cukup untuk hidup. Lihatlah kenyataannya. Raka tidak bisa memberikan kehidupan yang layak untukmu. Kau pantas mendapatkan lebih dari ini!"

Nadia merasa hatinya semakin sakit. Dia menatap Raka, yang hanya diam mendengar hinaan demi hinaan yang dilontarkan kepadanya. Namun, kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada ketenangan dalam mata Raka yang belum pernah Nadia lihat sebelumnya. Seolah-olah suaminya sudah siap untuk menghadapi semua ini.

"Saya mungkin tidak bisa memberikan kehidupan yang mewah," kata Raka akhirnya, suaranya tenang namun tegas. "Tapi saya berjanji akan selalu berusaha untuk membahagiakan Nadia. Mungkin saya tidak memiliki banyak uang, tapi saya punya cinta dan kesetiaan yang tidak bisa diukur dengan materi."

Nadia terdiam, merasakan kehangatan yang mengalir dalam hatinya mendengar kata-kata suaminya. Namun, di saat yang sama, dia merasakan ada sesuatu yang berubah dalam diri Raka. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

"Baiklah, jika itu yang kau yakini," Bu Retno berkata dingin, menutup percakapan dengan nada yang jelas menunjukkan ketidaksetujuannya. Namun, Nadia tahu bahwa malam itu hanya permulaan dari sesuatu yang lebih besar.

Malam itu mereka meninggalkan rumah keluarga Nadia dengan motor butut mereka, namun di hati Nadia, ada sesuatu yang lebih dari sekadar rasa cinta. Ada misteri yang mulai muncul, pertanyaan yang menggantung di benaknya. Siapa sebenarnya Raka? Kenapa dia tidak marah atau tersinggung dengan hinaan itu? Dan dari mana asal perubahan yang tiba-tiba ini?

Nadia menatap langit malam yang gelap, menyadari bahwa perjalanannya dengan Raka baru saja memasuki babak baru yang penuh dengan misteri dan ketegangan. Mungkin malam ini adalah awal dari pengungkapan yang akan mengubah segalanya.

To Be Continued....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status