"Jarak 1 meter."
Arbel cemberut, memundurkan kakinya beberapa langkah, menjauhkan dirinya dari Ares yang sedang berjalan di depannya sambil melihat pemandangan kota Jakarta.
Mereka sedang berjalan menuju stasiun MRT terdekat, tadi Ares ngotot ingin naik kereta saat Ayahnya menyuruh untuk mengantar Arbel menggunakan mobil.
"Aku nanti kumpul sama teman-teman. Jadi pulang bisa nebeng dan dia bisa pulang sendiri."
Sebenarnya Arbel tidak masalah, toh katanya jarak dari rumah ke kampus pun tidak terlalu jauh, yang buat Arbel mencebik sebal adalah kata-kata terakhir Ares yang hanya bisa di dengar olehnya.
"Biar bisa pulang pergi sendiri dan gak ngerepotin."
Arbel cemberut saat mengingat perkataan Ares. Sungguh tidak adil dia bertemu dengan Ares saat melihatnya melakukan pekerjaan suci dan dengan senyum lembut menenangkan terhadap orang sakit. Kan Arbel jadi jatuh hati duluan sebelum tahu sikap setannya, cuma ya kan namanya juga 'cinta itu buta.'
"Woy."
Arbel mendongakkan kepalanya, menatap punggung Ares yang lebar dari belakang.
Tinggi, itu deskripsi Arbel pada figur Ares yang dilihatnya, sejak kemarin Arbel memang harus mendongak sangat tinggi untuk bisa menatap Ares. Membuat lehernya pegal saja!
"Apa?" Tanya Arbel dengan nada kesalnya.
"Di kampus jangan ngaku-ngaku kenal saya."
Arbel menatap Ares tidak terima. "Kalau saya perlu bantuan gimana?" Ucapnya sambil hendak melangkah mendekat, yang malah di hadiahkan pandangan tidak terima Ares.
"Panggil security." Ucapnya datar.
"Ish!" Arbel menghentakan kakinya dengan kesal, orang ini benar-benar membuat Arbel tidak habis pikir.
"Jangan kasih tahu kamu tinggal dimana."
Arbel menghela nafasnya kasar, tapi mau tidak mau harus menjawab "Iya."
"Kalau ketemu saya, jangan ajak ngomong, kalau perlu kamu cari jalan lain."
"Iyaaaaa iyaaaa." Jawab Arbel dengan malas.
Duk
"Aduh." Arbel mengaduh kesakitan, memegang keningnya yang serasa menabrak sesuatu yang keras di depannya.
Arbel mendongak, melihat Ares yang menengok dan menunduk melihat ke arahnya dengan tatapan dingin khasnya.
Arbel merasa kan angin berhembus, begitu juga dengan rambut Ares yang terkena hembusan angin.
Dingin, Ares terlihat sangat dingin tapi juga keren di saat yang bersamaan, tatapannya datar dengan mata yang tajam melirik Arbela dari balik pundaknya. Untuk sepersekian detik, Arbel merasa lututnya kembali melemas.
"Kamu punya e-money?" Tanya Ares setelah berbalik menghadap Arbel.
Arbel salah tingkah karena lagi-lagi seperti terhipnotis oleh rupa Ares. "E-enggak, emang buat apa?"
Ares mengembuskan nafasnya kasar, kemudian melirik ke arah mini market yang ada di sebelah mereka.
"Tunggu di sini, jangan kemana-mana. Ngerepotin." Kemudian melangkah dan menghilang di balik pintu mini market.
Arbel menatap kepergian Ares dengan bingung, Arbel kan tidak melakukan apa-apa yang bisa di sebut merepotkan Ares. Apa-apaan sih pria ini?
Arbel menengok kanan-kiri, trotoar sudah mulai ramai dan langit mulai menghitam. Kemudian di langkahkan kakinya ke sebelah pintu mini market yang tertutup atap, takut-takut langit akan turun hujan.
Wuuuush
Abel terkejut saat merasakan angin berhembus dengan kencang. Matanya perih karena debu yang berterbangan dan perasaan dingin merasuki kulitnya.
Sialnya Arbela malah menggunakan dress selutut, angin beberapa kali menghembuskan dressnya secara mendadak, membuatnya harus memegangi rok dressnya dan menunduk malu. Beberapa dari orang yang berjalan kaki pasti melihat saat dressnya terhembus angin. Membayangkannya saja Arbel ingin menangis.
"Neng, pwiwiit. Angkat lagi dong Neng dressnya."
"Warna putih ya, Neng?"
Arbela menunduk, pipinya memerah dan matanya mulai berair. Merasa kalau dirinya di permalukan di depan umum dan harga dirinya di permainkan. Bukan salah Arbel kalau dressnya terangkat sedikit, mana ada Arbel berniat memamerkan safety pants dan pahanya yang mulus pada semua orang?
"Hhhhh....."
Arbel melihat sebuah kaki yang tiba-tiba berdiri di depannya berbarengan dengan suara hembusan nafas malas yang mulai biasa dia dengar, seolah-olah melindungi Arbel dari pandangan orang-orang itu, dan benar saja, tidak ada lagi suara godaan yang Arbel dengar.
"A-Ares?"
Arbel membelalakan matanya saat menyadari Ares lah yang berdiri membentuk tameng di depan tubuhnya.
"Ngerepotin." Ucapnya sebelum menarik Arbel menjauh dari mini market tersebut.
Wuuuush
Bukannya memberi solusi, aksi dari Ares malah membuat angin yang berhembus makin terasa kencang menaikan rok Arbel.
"Kyaaa." Pekik Arbel kecil sambil menahan dressnya agar tidak terangkat lebih lagi.
Ares menatap Arbel dengan datar, sebelum akhirnya melepaskan jaket yang dia pakai dan mengikatnya di pinggang Arbel.
Astaga, jantung Arbel serasa mau copot!
Beberapa detik dia merasa Ares seperti akan memeluk dirinya, tangan kekarnya yang melingkar di pinggang Arbel membuatnya menahan nafas untuk beberapa saat.
Ares memperhatikan jaketnya yang sudah terlilit rapi di pinggang Arbel, kemudian matanya dengan tidak sengaja menubruk iris mati kecoklatan Arbel yang juga sedang memperhatikannya dari tadi.
Ares memalingkah wajahnya, melihat wajah Arbel yang kaget dengan polosnya membuat Ares agak kaget dengan tingkah lakunya sendiri. Memang Ares sudah menanamkan dalam hatinya kalau dia akan membenci Arbel selama perjanjian ini tidak di batalkan, tapi kan mana mungkin Ares membiarkan seorang perempuan menjadi tontonan?
Benar, pasti hanya karena Arbel adalah seorang wanita, jadi Ares hanya melakukan hal yang sejak dulu di ajarkan, yaitu sopan santun. Tidak ada alasan lain kan?
"Ma-makasih." Arbel tergagap, menunduk tersipu kemudian menautkan kedua tangannya dan meremas jari-jarinya, kebiasaannya kalau gugup sejak kecil.
Ares yang sadar buru-buru berbalik dan melangkah lebih jauh ke tangga menuju stasiun bawah tanah.
~
"Nih."
Arbel berhenti berjalan saat Ares menyodorkannya sebuah kartu. Mereka sudah berada di depan mesin tap, Arbel baru saja akan membeli tiket ke loket sebelum Ares menyodorkannya sebuah kartu.
"E-money yang saya beli di mini market, kamu bisa pake ini buat naik MRT atau KRL. Kalau harus beli di loket gak efektif dan efisien. Repot."
Arbel buru-buru mengambil kartu tersebut dari tangan Ares. Wah, ternyata tadi Ares membeli ini untuk Arbel? Apa-apaan dia selalu mengeluh kalau Arbel merepotkan tapi ternyata malah rela merepotkan dirinya sendiri untuk Arbel?
Ah sekali lagi, ini pasti cuma insting Ares sebagai pria.
"Buat saya?" Arbel menatap Ares penuh harap.
"Buat monyet." Jawab Ares ketus, meninggalkan Arbel yang memasang wajah tidak percaya masuk lebih dalam menuju stasiun melewati mesin tap.
Arbel buru-buru mengikuti yang Ares lakukan, kemudian berjalan tepat di belakangnya. Suasana stasiun di senin pagi dan jam-jam berangkat kerja memang biasanya akan ramai, tapi tidak pernah Ares melihat yang seramai ini sebelumnya.
"Ada gangguan gitu sih katanya, jadi jadwal berangkatnya telat."
Ares yang curi-curi dengar dari dua pekerja di sampingnya mengangguk paham, pasti mereka terjebak di sini untuk menunggu sejak pagi.
"Nanti kamu bisa cek saldonya di stasiun, buat jaga-jaga setiap sisa 15 ribu kamu top-up di mini market terdekat. Paham?" Jelas Ares tanpa mengalihkan pandangan dari buku catatan kecil yang sedang dia baca.
Arbel menatap Ares dengan ragu, tingkahnya seperti ingin melakukan sesuatu tapi takut-takut. Matanya bergerak liar ke arah Ares. Membuat orang yang di tatapnya mengerutkan kening dengan tidak nyaman.
"Apa?" Tanyanya datar.
"Anu." Arbel menarik baju Ares, membuat Ares menatapnya dengan kaget. "Makasih ya, udah bantu saya."
Ares diam, menatap tangan lentik Arbel yang menggenggam kuat Tshirt putih yang di kenakannya.
Mereka terdiam seperti itu untuk beberapa detik.
Jujur, Ares memang merasa kalau Arbel adalah gadis yang cantik, tidak membuat Ares jatuh cinta pada pandangan pertama atau mudah terpesona tentunya. Tapi Arbel memang cantik, dengan pipi agak tembam namun garis rahang tegas dan dagu kecil menggemaskan. Matanya bulat dengan gemerlap dalam bola matanya.
Tapi entah kenapa, untuk saat ini Ares merasa mata Arbel bersinar. Wajah takut-takut yang di buatnya pun terlihat menggemaskan. Dan tangannya yang dengan berani menyentuh pakaian Ares berhasil membuatnya gugup seketika.
Ares buru-buru menepis tangan Arbel yang melihatnya dengan tidak terima, kemudian memasuki kereta yang baru saja tiba, diikuti Arbel di belakangnya.
Stasiun terdekat kampus mereka ada di stasiun paling akhir, Ares melirik isi kereta yang padat karena gangguan hari ini, benar-benar kesan yang buruk bagi Arbel di hari pertamanya. Padahal Ares yakin Arbel akan mengeluarkan wajah bodohnya jika melihat sesuatu yang baru pertama kali dilihatnya.
Di sisi lain, Arbel terjepit orang-orang di dekat sekat kursi. Di lihatnya Ares yang tidak bergeming sambil memegang pegangan tangan dan membaca bukunya. Arbel terhalang satu orang pria dari Ares, tangannya yang tidak bisa menggapai pegangan tangan memegang tiang kursi.
Sesak, itu yang Arbel rasakan. Tubuhnya tidak nyaman karena terjepit beberapa pria. Mengingat kejadian di depan mini market tadi membuat badannya merinding. Posisi di dalam kereta terlalu intim, pahanya tergesek oleh kaki orang lain saat kereta bergerak. Arbel melirik Ares, setidaknya kalau dia berdiri di samping Ares dia bisa merasa sedikti tenang. Tapi melihat Ares yang tidak bergeming sama sekali dari bukunya membuat harapan itu dengan cepat sirna.
'Pintu akan segera di tutup.'
Arbel merasa badannya kemballi terdorong-dorong, kali ini orang-orang makin menempel pada tubuhnya. Sepertinya banyak penumpang yang naik.
Srrrttt
Arbel membeku, merasa dressnya terangkat sedikit dan tidak kembali turun. Dia tidak bisa menengok karena tubuhnya terjepit dan dia juga tidak bisa berteriak karena shock. Lututnya lemas saat merasakan ada sebuah tangan yang mengelus bagian belakang pahanya.
Apa saat ini Arbel sedang di sentuh oleh orang asing?
Arbel harus berteriak, tapi tubuhnya hanya bisa gemetaran. Syaraf tubuhnya seakan berhenti, trauma yang sudah lama tidak teradi kini menghantui isi pikiran dan tubuh Arbel.
Tubuhnya gemetar semakin parah saat tangan tersebut hampir mencapai bokong Arbel.
Set
Arbel terdiam, merasa tangan tersebut sudah menghilang dari balik dressnya.
'Pintu akan segera di buka'
Arbel berusaha menormalkan nafasnya, beberapa orang turun dari kereta membuat sedikit ruang di antaranya. Orang tadi pasti berhenti menggerayangi Arbel karena sudah tiba di tujuan kan? Arbel berterima kasih dalah hati, andai saja waktunya tidak pas pasti Arbel sudah pingsan di tempat.
'Pintu segera di buka'
"Kamu."
Arbel kembali menahan nafasnya saat merasa ada hembusan nafas di belakang lehernya. Sebuah tangan terjulur dari belakang tubuh Arbel untuk memegang pegangan kursi yang juga sedang dia pegang, punggungnya merasa bertubrukan dengan dada seseorang yang ada di belakangnya. Apa orang yang meraba paha Arbel tadi ternyata masih ada di belakangnya?
"Kenapa kamu gak teriak?" Arbel merinding saat mendengar suara itu berbisik tepat di samping telinganya.
Itu suara Ares, apa mungkin yang melakukannya tadi adalah Ares?
"Seharusnya kamu teriak sebelum dia melakukan sesuatu kan?"
Arbel menengok ke belakang, matanya tepat menatap mata Ares yang kelihatan benar-benar serius.
Arbel merasa darahnya berdesir. Ares menyelamatkannya, Ares yang membuat orang tadi pergi, Ares yang sekarang sedang membuat tameng di belakang tubuh Arbel seperti saat dia membuat tameng di depan tubuh Arbel tadi.
Mata Arbel memanas, merasakan perasaan bersyukur dan lega yang sangat besar. Seandainya Ares tidak melakukan sesuatu pasti trauma Arbel kumat.
Syukurlah Ares peduli padanya, syukurlah Ares mau mengurusnya, syukurlah Ares ada di sisinya.
Ares menaikan sebelah alisnya bingung melihat Arbel yang buru-buru memalingkan wajahnya kedepan. Namun setelah melihat pundak Arbel yang bergetar, Ares langsung sadar, Arbel sedang sangat ketakutan.
"Ma-makasih." Ucap Arbel dengan suara bergetar.
"Makasih banyak, hiks."
Arbel menutupi kedua matanya menggunakan telapak tangan kanannya, sedangankan tangan kirinya dia pakai untuk menutupi mulutnya agar tangisan tersedu-sedunya tidak mengganggu orang banyak.
Ares terdiam melihat Arbel yang menangis di depannya, tidak yakin harus berbuat apa. Tadi dia mendapati wajah Arbel yang sangat tegang, dan saat melihat seorang pria paruh baya mencoba menempel padanya dari belakang Ares yakin ada yang tidak beres. Dan benar saja pria itu langsung kaget saat Ares menarik tangannya keluar dari dress Arbel.
Ares menghela nafas, "Sama-sama." Jawabnya singkat sebelum menepuk punggung Arbel.
~
Mereka sudah melewati gerbang kampus, wajah Arbel masih memerah dan terlihat salah tingkah, mengingat semua perilaku Ares padanya hari ini membuat dia bertanya-tanya mengenai semua sikap dinginnya. Apa Ares hanya pura-pura dingin? Atau Ares sudah jatuh cinta pada Arbel? Ah membayangkannya saja membuat Arbel senang.
Kepalanya tidak henti-hentinya memutar perilaku Ares yang dingin tapi ternyata peduli, yang kalau Arbel pikir-pikir malah menggamaskan.
"Kamu jalan di depan saya."
Setelah sampai Ares terus memaksa Arbel berjalan di depannya, alasannya sih takut Arbel hilang dan makin ngerepotin, tapi Arbel yakin kejadian tadi setidaknya membuat Ares sedikit cemas akan keselamatannya.
"Gedung prodi saya lewatin gedung kamu kok, jadi saya juga lewat sana, jangan gr."
Arbel senyum-senyum sendiri mengingat percakapan tadi. Jelas sekali kan kalau sebenarnya Ares khawatir?
"Woy."
"Eh, iya?" Arbel berhenti berjalan, menengok ke arah Ares yang mengeluarkan sesuatu dari tasnya.
Suasana kampus belum begitu ramai, jadi Arbel pikir mungkin tidak masalah kalau Ares berbicara padanya sekarang.
"Nih." Ares mengulurkan sebuah payung lipat ke arah Arbel.
Arbel menerimanya dengan ekspresi bingung, seolah meminta penjelasan pada orang yang memberikannya.
"Tadi saya beli, lupa kalau udah bawa, jadi kamu bawa aja jaga-jaga kalau hujan."
Arbel menatap Ares ragu, apa iya dengan IQ setinggi yang Ares miliki bisa melupakan sesuatu seperti ini?
"Di sekitar sini ada banyak taksi, kalau hujan atau malas jalan kamu naik aja." Lanjut Ares sambil menutup resleting tasnya kembali.
"Gedungmu yang di sana itu. Saya duluan." Kata terakhir darinya sebelum pergi meninggalkan Arbel yang masih menatap bingung Ares.
Arbel menatap payung yang di beri Ares.
Satu hal yang Barbela Manda sadari dari Ares hari ini adalah Ares yang sebenarnya memiliki sikap gentle. Apa mungkin Ares bersikap dingin dan menyebalkan karena sebegitu bencinya dia pada perjanjian tersebut? Apa mungkin jika mereka bertemu dengan cara yang tidak seperti ini Ares bisa memperlakukannya lebih baik?
Apa mungkin Arbela memiliki kesempatan, kalau saja dia bukanlah tunangan Ares?
Apa mungkin yang membuat mereka jauh adalah status mereka saat ini?
Apa boleh, Arbel berharap kalau sifat gentle dari Ares bisa dia dapatkan lebih banyak? Dia rasakan lebih lama, dan dia dekap lebih dalam?
Apa boleh, Arbel berharap sifat gentle Ares hanya diberikan untuknya?
Ares dan sifat gentlenya hari ini, yang pasti akan Arbel catat di jurnal, dan di ingat setiap malam.
Malam sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Di luar sedang hujan lebat dan suara petir bersambar terdengar sejak tadi. Beruntung rumah Algibran semi-kedap suara, membuat Arbel yang biasanya gugup ketika hujan kini bisa tertidur nyaman dengan penghangat ruangan dan selimut yang nyaman. Laras dan Rangga malam ini tidak akan pulang karena memiliki shift malam di Rumah Sakit, menyisakan Arbel, Aya dan Andre di rumah untuk makan malam bertiga. Tadi sore pun Ares tidak pulang karena ada acara makan malam di luar dengan teman-teman. Arbel sebenarnya ingin menunggu Ares sampai pulang, tapi Arbel tidak tahu nomor telpon Ares untuk menanyakan kapan kira-kira akan pulang, itu juga belum tentu Ares akan memberi tahunya, atau bahkan mungkin akan langsung memblokir nomornya. Jadi Arbel langsung pergi tidur karena kejadian-kejadian kemarin cukup melelahkan baginya. Cklek. Pintu rumah terbuka, menampakan Ares yang memegangi kepalan
Tik Tok Tik Tok Bunyi jam dinding terdengar menggema di kamarnya, Arbel mengeratkan pegangan pada selimut yang sedang menyelimuti tubuhnya. Keringat mengalir di pelipisnya, kepalanya berputar dan matanya benar-benar berat akibat menangis seperti orang gila. Dia sudah meminum obat demam yang juga memberikian efek mengantuk pemberian Tante Laras. Dia juga sudah mencoba tertidur, tapi yang muncul di mimpinya malah kenangan buruk yang sudah 4 tahun ini coba dia lupakan. "Ayah....." Arbel bergumam gusar, meringkuk di dalam selimutnya. "Arbel takut yah..." Arbel meringis, mengingat sang Ayah yang ketakutan setengah mati saat kejadian itu terjadi. Arbel ingat saat Ayahnya menangis, meminta ampun secara diam-diam kepada almarhumah Ibu sambil memandangi fotonya. Sehancur perasaan Arbel karena insiden itu, lebih hancur l
Arbel terkikik, kakinya di tendang-tendangkan ke meja didepannya. Pikirannya masih teringat-ingat kejadian di jembatan penyebrangan dua hari yang lalu. Sudah dua hari berlalu sejak saat itu, Ares memang masih menjadi Ares yang seperti biasanya, dingin dan galak. Tapi Ares tidak lagi mencak-mencak tentang pertunangan mereka. Ah Arbel senang sekali, pipinya sudah sakit karena terlalu sering senyum-senyum sendiri dua hari ini."Aaaaah, hmmmm.." Gumam Arbel masih dengan tampang yang Ares sebut tampang bego. Pokoknya saat ini Arbel merasa seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta!"Bel, Arbel!" Sebuah bisikan terdengar di telinga Arbel, membuatnya menatap orang itu dengan pandangan yang sangat tajam."Apa sih?!" Bentak Arbel padanya."Barbela Manda." Arbel menengok ke arah suara lain yang memanggilnya dari depan. Ups, ternyata Pak Dosen sudah menatapnya dengan pandangan yan
"Aduuuuh, maaf ya Arbel jadi harus jagain Ares di rumah." Laras menarik kopernya keluar rumah, diikuti Rangga yang menenteng tas besar dan Andre yang menggandeng Aya untuk berjalan. Di belakang mereka sudah ada Arbel yang tertawa canggung dan Ares yang menguap ngantuk. Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Laras bilang dia dan Rangga harus pergi ke press conference yang di adakan oleh Ikatan Dokter Indonesia di Bandung. Dan karena sekarang adalah malam minggu, Andre dan Aya akan ikut dan di titipkan di rumah kerabat mereka di sana kemudian lanjut jalan-jalan di kota Bandung keesokan harinya."Aaaaaah, gak apa tante. Ares gak ngerepotin kok." Ucap Arbel sambil tersenyum malu-malu. Arbel memang berniat untuk jual mahal setelah kejadian kemarin. Tapi kalau ditinggal berdua saja semalaman kan dia jadi berdebar-debar juga."Iya, kamu yang ngerepotin." Kata Ares sambil menatap malas Arbel, memikirkan entah ap
"Yusa! Sini!"Yusa menengadah, memandang seorang gadis cilik yang hanya berbeda dua tahun darinya itu dengan bingung. Tangan mungilnya yang sedang merangkai bunga dan ranting kecil terhenti untuk memberikan perhatian penuh pada gadis tersebut."Nda mau!"Yusa menggeleng, tangannya kembali dengan pelan membengkokan ranting-ranting tersebut agar bisa membuat bentuk bulat sempurna.Kesal, gadis tersebut berjalan ke arah Yusa cilik dengan kecepatan hebat.DUKKaki gadis tersebut mendarat tepat di punggung Yusa, membuat Yusa mengaduh kesakitan."Kak Rasya! Sakiiiiiit...." Yusa cemberut, kemudian matanya mulai berair, sedangkan Rasya hanya berdiri dengan menyilangkan tangan di depan dadanya, wajah kesal yang di penuhi luka seharusnya sudah cukup membuat Yusa takut, tapi sedari tadi Yusa terlihat sangat sibuk sampai tidak mau ikut main dengannya."Eeeeeh, anak ganteng mama kenapaaa?"Yusa mengalihkan pandangan ke arah wanita de
"Bel? Lo kenapa si?"Yusa menepuk-nepuk punggung Arbel yang saat ini sudah kelihatan tidak bernyawa.Sejak pagi tadi, Yusa merasa Arbel seperti mayat berjalan, Arbel bahkan tidak sengaja menabrak dosen killer mereka di lorong jalan.Untung saja Yusa sempat putar badan, jadi dia bisa buru-buru meninggalkan Arbel di marahi sendirian dan pura-pura gak kenal. Hehe."Lo marah ya gue ninggalin lo di marahin Pak Burhan sendirian?"Arbel menggeleng, saat ini wajahnya sedang di sembunyikan di dalam lipatan tangannya di atas meja.Yusa kembali mengingat-ingat ada kejadian apa lagi tadi yang sekiranya membuat Arbel tidak bergairah seperti sekarang."Lo marah ya tadi gue mintain contekan terus?"Arbel kembali menggeleng."Kalo gitu lo marah gara gara gue nyalain hotspot dari hp lo?"Arbel bangun dari tidurnya. "Kamu yang ngabisin kuota saya?"Yusa, dengan cengiran tidak tau malunya hanya mengangguk."Ck." Arbel
Arbel pening, keadaan di depannya kini sungguh tidak terduga.Barusan, sekitar dua jam yang lalu Om dan Tante pulang ke rumah, namun yang mengagetkan adalah Ares yang juga pulang, bukan hanya itu, Ares pulang membawa Rasya!Tidak pernah terpikirkan sedikitpun di otak Arbel kalau dia akan makan malam bersama semeja dengan Ares dan kekasihnya, bukan hanya itu, Arbel juga menyiapkan makan malam bersama Tante Laras dan Rasya, duh, kesialan macam apa ini?"Kamu udah lama gak main loh, Sya. Udah pinter masak?"Laras melirik Rasya dengan jenaka, memerhatikan Rasya yang sedang memotong-motong sayuran dengan seksama."Kalau cuma potong, Rasya jago tante. Kan calon dokter bedah.""Hahaha bisa aja kamu, untung di kedokteran gak ada metode bedah pakai api, kalau ada sudah berapa boneka praktek yang kamu gosongin kaya waktu dulu kamu masak telur di sini."HAHAHAHAHAKemudian terdengar tawa me
3 bulan kepindahan Arbel ke Jakarta, dan 3 bulan juga Arbel menjalani percobaan 'mendapatkan hati Ares dalam satu tahun atau di depak'Ada beberapa hal yang Arbel sadari semenjak kepindahannya di kampus ini.Adiwarna, kata orang adalah universitas dengan fasilitas nomor satu di Indonesia.Pertama, hanya orang-orang jenius dan beruang banyak yang bisa memasukinya. Meski bukan perguruan tinggi negeri, Adiwarna tidak pernah kehilangan kehormatannya, tentu saja, tawaran pemerintah untuk di jadikan PTN saja mereka tolak, menghempaskan calon mahasiswa yang tidak pantas bukanlah apa apa menurut mereka.Itu lah yang membuat seorang Barbela Manda resah saat pertama kali memasuki kampus ini. Bagaimana tidak? Arbel tidak begitu pintar, pun tidak begitu cantik, gaya berpakaiannya sehari-hari juag tidak menunjukan kalau dia itu orang yang berada.Bahkan di jurusannya ada beberapa kabar burung kalau Arbel adalah simpanan dosen atau bahkan anak haram dari pemilik kamp
Haiiiii pembaca HT✨✨✨Gak kerasa aku udah istirahat dari cerita ini selama beberapa minggu, atau bahkan bulan? HeheDi sini aku mau sampein dua info;1. HT akan kelar dalam beberapa bab lagi (bakal ada sekuel gak yaaaa? Hmmmmm...)2. Aku punya cerita baru berjudul Ethereal buat kalian baca sambil tunggu update HT 🎉🎉🎉Kenapa aku buat cerita baru dan malah istirahat nulis HT? Karena aku lagi butuh banget perubahan suasana baru, jadi aku milih istirahat dan kesampingkan HT sejenak.Yuk cus liat sinopsisnya.- Ethereal -"Tunjukan semuanya padaku, jangan buat semua uang yang ku hamburkan padamu sia-sia."Damon GasendraPria dominan yang di gadang-gadang manusia setengah dewa. Kaya dan tampan sejak lahir membuatnya menjadi seorang sadistik yang angkuh pun arogan.
"Ares Ares ayooooo."Arbel dengan semangat melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung tua yang tak jauh dari tempat mereka berada."Iya iyaaaa...." Ares dengan malas menarik kopernya ke arah yang sama seperti yang Arbel tuju.Tadi pagi Anto sudah mengantar mereka menuju pusat kota Yogya, membiarkan mereka menghabiskan sisa liburannya di tempat temoat menarik Yogyakarta."Tolong jaga Arbel di sana, dik Ares. Bibi harap kalian bisa berbahagia apapun pilihan yang kalian pilih."Itu adalah ucapan Ayu pada Ares saat Arbel sudah aman dan nyaman memasuki mobil Anto.Ah, Ares bisa merasakan perasaan tulus akan kasih sayang dan khawatir yang Bibi Ayu pancarkan.Tanpa rasa terbebani, kali ini Ares dengan percaya diri menjawab."Akan Ares jaga."Pada Ayu, dan terutama pada dirinya sendiri.Tadi mereka di turunkan di pangkalan becak dan tidak langsung ke hotel yang sudah di pesan Laras.Arbel ingin Ares merasakan bagaimana menaiki
Ares terduduk dengan lesu tepat di samping ranjang Arbel.Pipinya masih terasa panas karena tamparan Ayu dan tonjokan Anto. Rumah Arbel sempat penuh dengan orang orang tadi saat Ares dengan panik membawa pulang mobil pick up dengan Arbel yang pingsan di dalamnya.Setelah menceritakan tentang Arbel yang pingsan saat mobil mereka berhenti tepat di depan SMP Athena Ayu tanpa pikir panjang langsung menamparnya, begitu juga Anto yang menghajarnya untuk melampiaskan rasa marah dan khawatirnya.Di mata mereka, Ares sudah gagal menjaga Arbel yang berharga.Ares bahkan tidak bisa mengatakan apa apa, tidak bisa menyangkal atau membenarkan, satu satunya yang keluar dari mulutnya hanyalah: "bantu saya tolong Arbel"Ares bahkan sempat tak di ijinkan untuk merawat Arbel, seandainya Pak Dokter di puskesmas belum pulang, Ares pasti sudah di suruh untuk menjauh dari Ares.Untung saja pada akhirnya Ares masih bisa mendapat kesempatan untuk merawat sendiri Arbel.
[Warning, chapter ini mengandung kekerasan]Arbel tersenyum cerah melangkahkan kakinya dengan riang ke dalam gerbang sekolah super mewah yang ada di depannya.Setelah berusaha sangat keras, akhirnya Arbel berhasil memasuki Athena, yayasan pendidikan nomor satu di Yogya dengan jalur beasiswa bidang kesenian. Meskipun Arbel tidak terlalu tertarik terhadap seni, namun darah seniman yang mengalir di darahnya sangat membantu dalam meraih keinginannya ini.Sekolah yang bagus dengan bangunan yang mewah, teman teman yang ramah padanya dan guru guru yang kompeten.Arbel memang tidak terlalu pintar, pun tidak terlalu kaya, tapi bersyukurnya dia bisa mendapatkan tempat yang sangat hebat."Di sana cari ilmu yang benar, cari teman dan cari pengalaman. Ayah jemput setiap pulang sekolah ya?""Okey!!"Arbel kembali tersenyum dengan lebar saat mengingat senyuman bangga di bibir Ayahnya pagi tadi.Kelas Arbel berisikan 20 orang murid, berbeda sekali den
Arbel memainkan sarapan yang ada di piringnya dengan pelan, sesekali melirik Ares yang juga sedang makan di depannya dengan gerakan yang pelan dan tenang.Sungguh sangat kontras dengan apa yang dilihat Arbel tadi di kamarnya.~ o o o ~Arbel berjalan kembali ke kamarnya dengan senandung riang, perasaannya sudah tenang setelah membasuh wajahnya dan mendinginkan kepalanya. Mungkin Ares memang sedang memiliki mood yang bagus saja makanya dia bertingkah dengan agak aneh.Kemudian Arbel melihat pintu kamarnya tertutup, seingat dia, dia memang menyuruh Ares untuk mengambil kaus kaki yang akan di pinjamnya di dalam lemari."Ares?"Arbel mengetuk pintu sekali.Duk BrakSaat tangannya hendak memutar knop pintu Arbel terjengit kaget mendengar suara kebisingan dari dalam, sebenarnya apa yang sedang Ares lakukan di dalam?"Ares?"KlekArbel menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang dia buka, melihat Ares yang sedang
Mengenai masa lalu Arbel, yang terlalu takut dia ungkap kembali, yang terlalu sakit untuk dia bahas lagi.Yang terlalu perih untuk dilihatnya tatapan tatapan kasihan itu lagi.Yang terlalu mengerikan baginya untuk mendapatkan pandangan jijik itu lagi.Arbel hari ini terbangun dengan pikiran dan perasaan lega, seolah semua beban yang akhir akhir ini menempel padanya melayang entah kemana.Sebelumnya, Arbel sempat ragu untuk kembali ke Yogya, karena meskipun dulu sebelum Arbel pergi ke Jakarta, kehidupannya di Yogya sangat membosankan. Terkurung dan hanya keluar saat hendak membantu Bibinya di TK, pergi dengan teman yang hanya di percayai Ayahnya dan kemana mana dengan Anto sebagai pengawalnya.Terlebih Ares, Arbel takut akan ada sesuatu yang terjadi dan membuat Ares jadi ingin menjauhinya. Arbel sangat tak mau itu terjadi.Arbel terduduk dan merasakan sinar matahari dari jendela yang sudah di buka lebar. Sepertinya Bibinya sudah
Ares kini masih berbincang dengan Bibi Arbel, sedangkan Arbel tengah sibuk membereskan sisa pesta sambutan dadakan yang tadi mereka terima.Iya, Bibi Arbel ternyata sudah menyiapkan pesta sambutan untuk Arbel sejak Arbel memberitahunya akan berlibur di Yogya. Seluruh warga desa dia undang, itu lah sebabnya banyak sekali rumah warga yang terlihat sepi.Untung saja yang datang tidak semuanya karena banyak yang sibuk bekerja, dan banyak anak muda yang kini sudah pergi merantau seperti Arbel juga, jadi rumahnya tidak pecah karena kepenuhan.Pesta mereka lanjutkan di halaman depan yang lebih luas, dengan acara seperti bakar bakar dan bernyanyi bersama.Sepertinya Ares tahu dari mana sifat cerewet Arbel, pasti karena dia tumbuh dan besar di kelilingi orang orang yang sangat enerjetik dan penuh antusias seperti warga desa ini."Ayah Arbel itu dulu seniman yang sangat di hormati di desa ini."Ujar Bibi Arbel sambil menyeruput kopinya.Arbel y
Terbawa lagi langkahku ke sanaMantra apa entah yang istimewa~Arbel terduduk tegak dari bangun tidurnya, lagu yang di nyanyikan di dalam gerbong kereta terdengar pelan namun cukup menggema di kepalanya.Matanya membulat dan mulutnya tersenyum senang saat dilihatnya sebuah bangunan yang tertutupi sinar matahari siang ini.Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja~"Ares Ares."Ares bergumam saat tidurnya terusik guncangan kecil dari Arbel, matanya membuka, binar senyum cerah Arbel lah yang pertama dia lihat.Tangan Arbel di tunjuk ke arah luar dan Ares mau tak mau ikut menengok keluar jendela.Dengar lagu lama ini katanyaIzinkan aku pulang ke kotamu~Yogya di sore hari dengan pantulan cahaya matahari yang seolah membentuk kristal bening berterbangan di bangunan bangunan tua."Hehe."Ares terdiam saat Arbel menyengir dengan lebar ke arahnya, seolah dia tahu tadi Ares baru
"Baju baju kamu udah lengkap?""Udah kok Tante, kan di sana juga masi ada.""Kamu yakin cuma seminggu aja?""Yakin Om, Arbel gak mau repotin Ares lama lama juga."Arbel saat ini sedang berada di kamarnya, dengan koper besar di atas ranjangnya dan tumpukan baju yang masih berserakan di atas ranjangnya. Bibirnya tak henti henti mengeluarkan senandung sebuah lagu membuat Rangga dan Laras yang melihatnya ikut tersenyum dengan senang.2 Hari yang laluArbel terduduk dengan perasaan bingung di atas sofa ruang keluarga, matanya menatap Rangga dan Laras yang juga sedang manatapnya dengan pandangan yang serius. Arbel tak mengerti apa yang sudah dia perbuat sehingga dia merasa akan ada waktu penghakiman yang terjadi padanya tak lama lagi.Apa ini karena insiden Arbel menangis akibat homesick beberapa hari yang lalu?Apa Rangga dan Laras akan memutuskan untuk mengembalikan Arbel ke Yogy