Malam sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Di luar sedang hujan lebat dan suara petir bersambar terdengar sejak tadi. Beruntung rumah Algibran semi-kedap suara, membuat Arbel yang biasanya gugup ketika hujan kini bisa tertidur nyaman dengan penghangat ruangan dan selimut yang nyaman.
Laras dan Rangga malam ini tidak akan pulang karena memiliki shift malam di Rumah Sakit, menyisakan Arbel, Aya dan Andre di rumah untuk makan malam bertiga.
Tadi sore pun Ares tidak pulang karena ada acara makan malam di luar dengan teman-teman. Arbel sebenarnya ingin menunggu Ares sampai pulang, tapi Arbel tidak tahu nomor telpon Ares untuk menanyakan kapan kira-kira akan pulang, itu juga belum tentu Ares akan memberi tahunya, atau bahkan mungkin akan langsung memblokir nomornya. Jadi Arbel langsung pergi tidur karena kejadian-kejadian kemarin cukup melelahkan baginya.
Cklek.
Pintu rumah terbuka, menampakan Ares yang memegangi kepalanya pertanda pusing. Wajahnya merah padam dan jalannya lumayan sempoyongan.
"Ugh...." Ares jatuh terduduk setelah menutup pintu, kepalanya benar-benar pusing dan pandangannya kabur. Nafasnya bau alkohol dan itu malah membuatnya semakin pusing. Perutnya agak mual namun ada sesuatu di dalam dirinya yang menggelitik.
Pipinya terasa panas dan adrenalinnya seperti berpacu. Ini semua karena teman-temannya yang sialan memaksanya untuk mabuk setelah sekian lama tidak pergi keluar.
Ares tidak terlalu suka minum alkohol, tapi kejadian akhir-akhir ini membuatnya ingin melepaskan segala stress yang di rasakannya. Berapa banyak yang Ares minum tadi? Ares bukan orang yang mudah mabuk, toleransinya terhadap alkohol sangat tinggi, jadi mungkin 5 gelas besar, atau bahkan 2 botol?
Ares tidak ingat.
Yang Ares ingat hanyalah semua ini terjadi karena Arbel, karena kedatangan gadis itu kedalam kehidupannya.
Barbela Manda, Ares benci mengakuinya tapi gadis itu benar-benar sudah memasuki batasan-batasan yang Ares buat untuk semua orang dengan tidak tahu malunya.
"Sialan." Ares menggeram, sebelum akhirnya berusaha bangun dan berjalan menuju kamarnya. Matanya masih agak kabur, anak tangga yang di lihatnya seperti berputar-putar, kakinya melangkah perlahan karena alam bawah sadarnya menyuruhnya untuk berhati-hati.
Duk
Ares tidak sengaja menubrukan kepalanya ke pintu kamar, kepalanya sangat berat sampai-sampai rasanya Ares bisa jatuh tersungkur kapan saja.
Ares membuka pintu, melihat sekeliling kamarnya yang gelap.
"Panaaaaas." Ares bergumam dengan kening yang di kerutkan, merasa tidak nyaman dengan perasaan gerah yang mengaliri tubuhnya, padahal diluar hujan, tapi di dalam kamar Ares terasa sangat panas.
Buru-buru Ares melepas Tshirt yang dikenakannya, melemparnya sembarangan dan berjalan sempoyongan ke arah kasur.
"Haaaah..." Ares mendesah kasar, merasakan perasaan lega saat dirinya sudah berbaring di kasur kamarnya.
Berusaha tidur, mata kabur Ares menatap sebuah gumpalan di balik selimut.
'Guling' pikir Ares. Ares memeluk guling tersebut dari belakang, menguselkan wajahnya kesana mencari sebuah kenyamanan.
'Wangi' pikirnya lagi. Ares tidak pernah sadar kalau guling yang dia miliki di kamarnya, yang hampir tidak pernah di gunakannya sama sekali memiliki aroma yang sangat menenangkan seperti ini.
Ares berhenti menguselkan wajahnya sejenak, tangann bergerak liar pada 'guling' tersebut. "Eh? Gulingnya pake baju?" Ares mengusap matanya kasar, kepalanya masih pusing, matanya kabur dan kamar sangat gelap, di tambah di luar juga hujan. Pencahayaan benar-benar minim saat itu.
Ares menggerakan tangannya di atas guling itu, mencoba merasakan kain yang menutupinya. 'Apa ini perbuatan iseng Andre?' Ares mengedikan bahunya acuh, dia menggerakan jarinya, membuka satu persatu benda yang dia percaya adalah kancing, Andre pasti memakaikan piyama milik Ares pada gulingnya.
Setelah selesai, Ares kembali mendekap guling tersebut, memeluknya agar bisa menghirup lebih dalam aroma menenangkannya. Sebelum akhirnya tertidur dengan damai.
~
"Hiks..."
Ares membuka matanya, suara berdesing tiba-tiba terdengar di telinganya. Kepalanya sedikit pusing efek dari hangover karena mabuk kemarin. Cahaya matahari sudah menembus jendela, menunjukan bulir-bulir sisa hujan yang terjadi kemarin.
Ares duduk di pinggir kasurnya, mengucek matanya dan menguap pelan. Di edarkan pandangannya pada sekeliling kamarnya. Ares tidak pernah sadar kalau kamarnya sangat feminim, dengan pot-pot bunga di jendela, hiasan dinding binatang dan meja belajar yang lucu.
"Hiks..."
Ares tersentak saat mendengar suara isakan dari belakang tubuhnya, buru-buru dia menengok ke belakang.
Dan terkejutlah dia, matanya membola, pandangannya tertuju pada gadis bertubuh kecil yang sedang meringkuk di pojok kasur. Piyama yang di kenakannya terbuka setengah, memamerkan pundak dan tulang selangkanya yang putih bersih, dadanya yang sedikit menyembul keluar dari bra yang dia pakai juga tidak luput dari pandangan Ares.
Arbel, sedang meringkuk di pojok kasur sambil memeluk dirinya sendiri, dengan rambut yang di cepol berantakan dan wajah yang sudah memerah karena menangis.
"Hiks... Huaaaa..." Merasakan pandangan dan melihat reaksi Ares, Arbel makin menangis di buatnya. Telapak tangannya kini di gunakan untuk menutup wajahnya yang pasti sama berantakannya dengan penampilannya saat ini.
Ares kembali tersentak, buru-buru dia berdiri dan mencari kaosnya yang sudah tergeletak di lantai.
"Kamu, kenapa kamu bisa ada di sini?" Ares langsung menunjuk ke wajah Arbel setelah kaos tersebut dengan rapih terpasang di tubuhnya.
Arbel menatap Ares dengan ketakutan, badannya bergetar hebat dan itu sukses membuat Ares terhenyak. Kepalanya pusing, kembali mengingat kejadian kemarin malam, apa yang sudah dia lakukan bersama dengan Arbel? Kenapa mereka bisa bangun dengan keadaan seperti ini?
"Kamu, hiks, kamu pokoknya harus tanggung jawab!" Arbel melempar sebuah bantal kecil kepada Ares, yang membuat Ares menatapnya dengan pandangan benar-benar kebingungan.
"Tanggung jawab apa? Saya gak ngapa-ngapain kamu." Ares ngotot, menatap Arbel dengan sangat serius. "Lihat, celana saya masih utuh!" Ucapnya sambil menunjukan celana yang di kenakannya, yang sayangnya malah membuat Arbel makin histeris karena resleting yang tidak naik dan keadaan berantakan.
Ares kaget mendengar teriakan Arbel, buru-buru dia menghampiri Arbel untuk membekap mulutnya. "Sssstttt! Nanti kalau Andre bangun dan lihat kita gimana? Kamu mau ada salah paham?"
Arbel menepis tangan Arel, semakin memojokan dirinya ke dinding dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
Tiba-tiba kepalanya pusing, pecahan-pecahan ingatan dari masa lalu muncul di kepalanya berbarengan secara tiba-tiba.
Ruang gelap.
Baju yang berantakan.
Lipstick.
Darah.
Dan sentuhan dingin seseorang.
"Enggaaaaaaaa....." Arbel menggeram, menjambaki rambutnya sendiri dan memukul-mukul kepalanya, berusaha sebisa mungkin mengusir ingatan-ingatan tersebut dari dalam kepalanya. Badannya makin bergetar dengan hebat, pandangannya liar dan nafasnya tersengal.
Ares melihat Arbel dengan ngeri, Arbel benar-benar seperti orang kerasukan sekarang. Tangannya yang tak henti-hentinya menyakiti dirinya sendiri membuat Ares mau tidak mau mengambil langkah.
"Arbel, stop. Arbel! Berhenti, bel." Ares berusaha menggapai kedua tangan Arbel.
"Enggak! Enggak! Enggak!" Arbel memberontak berteriak dengan lantang dan menepis semua usaha Ares yang mau menggenggam tangannya.
"ARBEL!" Ares berteriak, wajahnya sudah merah padam karena amarah. Kedua tangannya dengan sukses mengunci kedua tanga Arbel di atas kepalanya, matanya menatap Arbel dengan serius.
Arbel yang kini terlihat sangat berantakan, dengan air mata yang membanjiri wajahnya, wajah memerah, rambut berantakan, nafas tersengal dan yang paling membuat Ares kesal adalah pandangan ketakutan serta tersakiti yang sedang dia pancarkan.
"Arbel, dengar saya dulu. Sumpah demi apa pun saya gak ngapa-ngapain kamu." Ucap Ares menatap Arbel tepat di matanya. Meskipun Ares sendiri masih ragu dengan apa yang terjadi semalam, tapi Ares yakin dia masih memiliki kontrol diri yang hebat dan tidak akan pernah melakukan tindakan seperti itu tanpa sadar.
Arbel menarik dan membuang nafasnya, mengunci pandangannya pada mata Ares agar pikirannya teralih meskipun hanya sebentar.
"Pergi"
"Apa?" Ares menatap Arbel bingung.
"Saya bilang pergi. Brengsek." Arbel mendorong tubuh Ares. Menatapnya dengan tatapan permusuhan dan penuh kebecian.
Ares berdiri, menata Arbel dengan pandangan yang bingung serta bersalah. Hampir saja dia melangkahkan kakinya mendekat ke arah Arbel sebelum sebuah bantal lagi-lagi menghantamnya.
Ares melihat lagi Arbel, pandangannya benar-benar tidak bersahabat. Tidak ada pilihan lain selain melangkah keluar dari kamarnya untuk saat ini.
"Nanti.... Saya akan jelaskan." Ucapnya sebelum menutup pintu kamar dan pergi.
~
"Arbel mana?" Andre menatap Ares yang sedang memasak di dapur. Sejak Arbel datang, biasanya dia yang akan masak saat Mama dan Papa tidak ada. Sebenarnya Andre kesal karena Arbel membuat susah Ares -Kakak kesayangannya itu- tapi Andre suka masakan Arbel yang enak.
Ares menarus sosis yang selesai dia goreng ke piring di meja makan. Tangannya dengan cekatan menuangkan sup yang masih ada di kompor ke mangkuk, pereda hangover paling ampuh yang sedang Ares butuhkan.
"Gak tahu." Jawab Ares pada Andre, yang hanya di balas dengan bibir cemberut Andre.
Aya yang semalam ikut tidur di kamar Andre tadi sudah bangun, tapi saat menonton kartun di tv dia kembali tidur di ruang keluarga, untung antara dapur dan ruang keluarga hanya ada tanaman penyekat dan bukan dinding, sehingga Ares bisa mengawasinya dengan jelas dari sini.
Andre memakan makanannya dengan diam, melihat mood Kakaknya yang sepertinya sedang sangat buruk. Dia tidak ahli dalam mencairkan suasana, tidak seperti Arbel yang berisik dan selalu memiliki topik pembicaraan, Andre selalu mengikuti Kakaknya untuk jadi pendiam.
Huh, coba saja Arbel ada di sini dan melakukan suatu kebodohan, pasti suasanya akan sedikit longgar.
Di sisi lain, Ares menyeruput kuah supnya menggunakan sendok dan menatap kosong ke arah ruang keluarga. Memperhatikan Aya yang sedang tertidur pulas.
Tiba-tiba perasaan bersalah menyelimuti diri Ares. Jika Aya besar nanti menangis dan ketakutan karena mendapati ada pria lain tidur di sisinya dengan pakaian mereka yang terbuka, meskipun tidak melakukan apa-apa Ares pasti akan menghajar pria itu habis-habisan. Bagaimana perasaan Almarhum Ayah Arbel ya jika mengetahuinya? Ares pasti sudah di kutuk habis-habisan.
Tiba-tiba nafsu makan Ares menghilang, di jauhkannya nasi hangat yang tadi sudah di ambilnya, dan kembali menyeruput kuah sup saja. Andre yang melihat itu jadi khawatir, pikirannya melayang mencari topik apa yang kira-kira bisa membuat Ares senang.
Satu ide pun terlintas di pikirannya. "Kak Ares. Kemarin Andre dapat peringkat pertama dong di ujian." Andre berujar dengan bangganya.
Tapi Ares tetap diam, kini mengaduk-aduk kuah supnya.
Andre geram "Kakak!" Teriaknya tepat di kuping Ares, membuat Ares mau tidak mau menengok ke arahnya.
"Kenapa, Ndre?" Tanya Ares sambil memaksakan senyumnya.
Andre cemberut "Kak Ares melamun terus!" Ucapnya dengan kesal, "Andre tadi bilang kalo kemarin Andre dapet peringkat pertama di ujian."
Ares terkekeh geli melihat adiknya yang kesal, "Iya iya maaf ya...." Ares mengusap kepala Andrea yang kini sudah tersenyum senang. "Hebat banget adik kakak."
Mata Andre berbinar, "Iya dong!" Ucapnya dengan senang kemudian kembali melahap sosis yang di goreng kakaknya.
Tapi Andre tidak tahu, kalau Ares kembali melamun setelah itu.
~
Sudah hampir pukul 10, Orang tua Ares sudah pulang tapi Arbel belum juga keluar dari ruangannya. Ares harus pergi kuliah begitu juga dengan Arbel. Tapi sejak kejadian pagi tadi sama sekali tidak ada suara yang terdengar dari kamar Arbel.
Apa mungkin Arbel bunuh diri?
Tidak. Arbel adalah pribadi yang periang dan positive. Meskipun kejadian kemarin mengeluarkan sisi tidak terduga dari diri Arbel, tapi bunuh diri tidak mungkin terlintas di pikirannya.
"Aduuuuh, Arbel kenapa ya kak gak turun-turun?" Laras menatap lantai atas, memasang wajah khawatir karena tidak biasanya dia kesiangan.
"Begadang nonton drakor mungkin, Ma." Ucap Rangga yang setengah tertidur di sofa dengan Aya yang sedang mamainkan rambutnya.
"Kamu gak tahu apa-apa, Res?" Ares tersentak, tidak yakin apa dia harus menceritakan ini pada orang tuanya atau tidak.
Tapi kemudain Ares memutuskan kalau ini adalah masalah dirinya dan Arbel, jadi dia menjawab pertanyaan ibunya dengan gelengan kepala.
Laras menatap Ares dengan curiga, tapi kemudian memutuskan untuk naik dan memeriksa keadaan Arbel sendiri. Bagaimana kalau Arbel ternyata menceritakan semuanya pada Mama? Apa Arbel akan mengatakannya? Kalau iya, maka matilah Ares. Karena meskipun tidak melakukan apa-apa Ares tetap bersalah karena mabuk dan masuk ke kamar seorang gadis.
5 menit berlalu, Laras turun dengan raut wajah yang khawatir. Membuat Ares sedikit gugup dan tidak fokus pada bacaannya.
"Res, Arbel bilang dia gak bisa kuliah dulu kayanya. Tadi dia bilang pusing dan badannya ternyata panas. Kamu berangkat duluan aja ya, kamu lagi nunggu Arbel kan?"
Ares termenung, sebegitu shocknya kah Arbel sampai dia langsung jatuh sakit begini? Tapi Laras tidak terlihat marah sedikitpun pada Ares, itu tandanya Arbel tidak mengatakan apa-apa pada Laras.
Tapi kenapa? Mengingat bagaimana Arbel menatapnya dengan penuh benci tadi pagi.
Tiba-tiba ingatan tentang kejadian di kereta menghampiri pikirannya. Saat itu Arbel juga tidak melakukan apa-apa dan berdiam seolah membeku saat ada pria paruh baya yang menyentuhnya.
"Kak?"
Ares tersentak, kemudian menatap ibunya yang kini menatapnya dengan bingung.
"Enggak, Ma. Ares gak nunggu Arbel." Ares berdiri, membereskan buku-bukunya dan memasukannya ke dalam tas. Kunci mobil di taruhnya di kantung celana, moodnya sedang jelek untuk buang-buang waktu berjalan kaki.
"Ares berangkat Ma." Ares melangkahkan kakinya keluar rumah, meninggalkan Mamanya yang masih menatap punggungnya.
Pikirannya hanya melayang ke satu orang, Barbela Manda.
Ada sebenarnya dengan Arbel? Apa yang membuatnya seperti itu?
Ares hanya bisa menerka-nerka, menahan rasa kesal sebelum memukul stir mobilnya sendiri.
Tik Tok Tik Tok Bunyi jam dinding terdengar menggema di kamarnya, Arbel mengeratkan pegangan pada selimut yang sedang menyelimuti tubuhnya. Keringat mengalir di pelipisnya, kepalanya berputar dan matanya benar-benar berat akibat menangis seperti orang gila. Dia sudah meminum obat demam yang juga memberikian efek mengantuk pemberian Tante Laras. Dia juga sudah mencoba tertidur, tapi yang muncul di mimpinya malah kenangan buruk yang sudah 4 tahun ini coba dia lupakan. "Ayah....." Arbel bergumam gusar, meringkuk di dalam selimutnya. "Arbel takut yah..." Arbel meringis, mengingat sang Ayah yang ketakutan setengah mati saat kejadian itu terjadi. Arbel ingat saat Ayahnya menangis, meminta ampun secara diam-diam kepada almarhumah Ibu sambil memandangi fotonya. Sehancur perasaan Arbel karena insiden itu, lebih hancur l
Arbel terkikik, kakinya di tendang-tendangkan ke meja didepannya. Pikirannya masih teringat-ingat kejadian di jembatan penyebrangan dua hari yang lalu. Sudah dua hari berlalu sejak saat itu, Ares memang masih menjadi Ares yang seperti biasanya, dingin dan galak. Tapi Ares tidak lagi mencak-mencak tentang pertunangan mereka. Ah Arbel senang sekali, pipinya sudah sakit karena terlalu sering senyum-senyum sendiri dua hari ini."Aaaaah, hmmmm.." Gumam Arbel masih dengan tampang yang Ares sebut tampang bego. Pokoknya saat ini Arbel merasa seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta!"Bel, Arbel!" Sebuah bisikan terdengar di telinga Arbel, membuatnya menatap orang itu dengan pandangan yang sangat tajam."Apa sih?!" Bentak Arbel padanya."Barbela Manda." Arbel menengok ke arah suara lain yang memanggilnya dari depan. Ups, ternyata Pak Dosen sudah menatapnya dengan pandangan yan
"Aduuuuh, maaf ya Arbel jadi harus jagain Ares di rumah." Laras menarik kopernya keluar rumah, diikuti Rangga yang menenteng tas besar dan Andre yang menggandeng Aya untuk berjalan. Di belakang mereka sudah ada Arbel yang tertawa canggung dan Ares yang menguap ngantuk. Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Laras bilang dia dan Rangga harus pergi ke press conference yang di adakan oleh Ikatan Dokter Indonesia di Bandung. Dan karena sekarang adalah malam minggu, Andre dan Aya akan ikut dan di titipkan di rumah kerabat mereka di sana kemudian lanjut jalan-jalan di kota Bandung keesokan harinya."Aaaaaah, gak apa tante. Ares gak ngerepotin kok." Ucap Arbel sambil tersenyum malu-malu. Arbel memang berniat untuk jual mahal setelah kejadian kemarin. Tapi kalau ditinggal berdua saja semalaman kan dia jadi berdebar-debar juga."Iya, kamu yang ngerepotin." Kata Ares sambil menatap malas Arbel, memikirkan entah ap
"Yusa! Sini!"Yusa menengadah, memandang seorang gadis cilik yang hanya berbeda dua tahun darinya itu dengan bingung. Tangan mungilnya yang sedang merangkai bunga dan ranting kecil terhenti untuk memberikan perhatian penuh pada gadis tersebut."Nda mau!"Yusa menggeleng, tangannya kembali dengan pelan membengkokan ranting-ranting tersebut agar bisa membuat bentuk bulat sempurna.Kesal, gadis tersebut berjalan ke arah Yusa cilik dengan kecepatan hebat.DUKKaki gadis tersebut mendarat tepat di punggung Yusa, membuat Yusa mengaduh kesakitan."Kak Rasya! Sakiiiiiit...." Yusa cemberut, kemudian matanya mulai berair, sedangkan Rasya hanya berdiri dengan menyilangkan tangan di depan dadanya, wajah kesal yang di penuhi luka seharusnya sudah cukup membuat Yusa takut, tapi sedari tadi Yusa terlihat sangat sibuk sampai tidak mau ikut main dengannya."Eeeeeh, anak ganteng mama kenapaaa?"Yusa mengalihkan pandangan ke arah wanita de
"Bel? Lo kenapa si?"Yusa menepuk-nepuk punggung Arbel yang saat ini sudah kelihatan tidak bernyawa.Sejak pagi tadi, Yusa merasa Arbel seperti mayat berjalan, Arbel bahkan tidak sengaja menabrak dosen killer mereka di lorong jalan.Untung saja Yusa sempat putar badan, jadi dia bisa buru-buru meninggalkan Arbel di marahi sendirian dan pura-pura gak kenal. Hehe."Lo marah ya gue ninggalin lo di marahin Pak Burhan sendirian?"Arbel menggeleng, saat ini wajahnya sedang di sembunyikan di dalam lipatan tangannya di atas meja.Yusa kembali mengingat-ingat ada kejadian apa lagi tadi yang sekiranya membuat Arbel tidak bergairah seperti sekarang."Lo marah ya tadi gue mintain contekan terus?"Arbel kembali menggeleng."Kalo gitu lo marah gara gara gue nyalain hotspot dari hp lo?"Arbel bangun dari tidurnya. "Kamu yang ngabisin kuota saya?"Yusa, dengan cengiran tidak tau malunya hanya mengangguk."Ck." Arbel
Arbel pening, keadaan di depannya kini sungguh tidak terduga.Barusan, sekitar dua jam yang lalu Om dan Tante pulang ke rumah, namun yang mengagetkan adalah Ares yang juga pulang, bukan hanya itu, Ares pulang membawa Rasya!Tidak pernah terpikirkan sedikitpun di otak Arbel kalau dia akan makan malam bersama semeja dengan Ares dan kekasihnya, bukan hanya itu, Arbel juga menyiapkan makan malam bersama Tante Laras dan Rasya, duh, kesialan macam apa ini?"Kamu udah lama gak main loh, Sya. Udah pinter masak?"Laras melirik Rasya dengan jenaka, memerhatikan Rasya yang sedang memotong-motong sayuran dengan seksama."Kalau cuma potong, Rasya jago tante. Kan calon dokter bedah.""Hahaha bisa aja kamu, untung di kedokteran gak ada metode bedah pakai api, kalau ada sudah berapa boneka praktek yang kamu gosongin kaya waktu dulu kamu masak telur di sini."HAHAHAHAHAKemudian terdengar tawa me
3 bulan kepindahan Arbel ke Jakarta, dan 3 bulan juga Arbel menjalani percobaan 'mendapatkan hati Ares dalam satu tahun atau di depak'Ada beberapa hal yang Arbel sadari semenjak kepindahannya di kampus ini.Adiwarna, kata orang adalah universitas dengan fasilitas nomor satu di Indonesia.Pertama, hanya orang-orang jenius dan beruang banyak yang bisa memasukinya. Meski bukan perguruan tinggi negeri, Adiwarna tidak pernah kehilangan kehormatannya, tentu saja, tawaran pemerintah untuk di jadikan PTN saja mereka tolak, menghempaskan calon mahasiswa yang tidak pantas bukanlah apa apa menurut mereka.Itu lah yang membuat seorang Barbela Manda resah saat pertama kali memasuki kampus ini. Bagaimana tidak? Arbel tidak begitu pintar, pun tidak begitu cantik, gaya berpakaiannya sehari-hari juag tidak menunjukan kalau dia itu orang yang berada.Bahkan di jurusannya ada beberapa kabar burung kalau Arbel adalah simpanan dosen atau bahkan anak haram dari pemilik kamp
"Barbela Manda!"Brak! Prang!Arbel melotot, matanya seolah mau copot dari tengkoraknya. Di sampingnya Yusa juga sama kagetnya, dengan mulut yang menganga membuat cilok yang sedang dia makan terlihat jelas dan menjijikan.Bukan hanya Arbel dan Yusa, seisi kantin saat itu seperti ada di mode beku. Orang-orang menghentikan kegiatan mereka. Beberapa bahkan Arbel lihat menjatuhkan gelas dan mangkuk soto yang sedang mereka bawa.Bagaimana tidak?Di pintu kantin saat ini, ada seorang Ares Algibran, dengan keringat yang bercucuran, nafas yang terengah membuat dada bidangnya naik turun sesuai irama, ramutnya yang basah dan tatapn sayunya karena kelelahan membuatnya terlihat... seperti dewa!"A-ares?" Arbel dengan ragu menyebut nama Ares, beberapa orang dengan rasa penasaran menengok ke arahnya. Belum ada yang bersuara sejak Ares tiba, beberapa bahkan ada yang lupa bernafas saking kagetnya melihat pemandangan di depan.Arbel pun sama, jang
Haiiiii pembaca HT✨✨✨Gak kerasa aku udah istirahat dari cerita ini selama beberapa minggu, atau bahkan bulan? HeheDi sini aku mau sampein dua info;1. HT akan kelar dalam beberapa bab lagi (bakal ada sekuel gak yaaaa? Hmmmmm...)2. Aku punya cerita baru berjudul Ethereal buat kalian baca sambil tunggu update HT 🎉🎉🎉Kenapa aku buat cerita baru dan malah istirahat nulis HT? Karena aku lagi butuh banget perubahan suasana baru, jadi aku milih istirahat dan kesampingkan HT sejenak.Yuk cus liat sinopsisnya.- Ethereal -"Tunjukan semuanya padaku, jangan buat semua uang yang ku hamburkan padamu sia-sia."Damon GasendraPria dominan yang di gadang-gadang manusia setengah dewa. Kaya dan tampan sejak lahir membuatnya menjadi seorang sadistik yang angkuh pun arogan.
"Ares Ares ayooooo."Arbel dengan semangat melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung tua yang tak jauh dari tempat mereka berada."Iya iyaaaa...." Ares dengan malas menarik kopernya ke arah yang sama seperti yang Arbel tuju.Tadi pagi Anto sudah mengantar mereka menuju pusat kota Yogya, membiarkan mereka menghabiskan sisa liburannya di tempat temoat menarik Yogyakarta."Tolong jaga Arbel di sana, dik Ares. Bibi harap kalian bisa berbahagia apapun pilihan yang kalian pilih."Itu adalah ucapan Ayu pada Ares saat Arbel sudah aman dan nyaman memasuki mobil Anto.Ah, Ares bisa merasakan perasaan tulus akan kasih sayang dan khawatir yang Bibi Ayu pancarkan.Tanpa rasa terbebani, kali ini Ares dengan percaya diri menjawab."Akan Ares jaga."Pada Ayu, dan terutama pada dirinya sendiri.Tadi mereka di turunkan di pangkalan becak dan tidak langsung ke hotel yang sudah di pesan Laras.Arbel ingin Ares merasakan bagaimana menaiki
Ares terduduk dengan lesu tepat di samping ranjang Arbel.Pipinya masih terasa panas karena tamparan Ayu dan tonjokan Anto. Rumah Arbel sempat penuh dengan orang orang tadi saat Ares dengan panik membawa pulang mobil pick up dengan Arbel yang pingsan di dalamnya.Setelah menceritakan tentang Arbel yang pingsan saat mobil mereka berhenti tepat di depan SMP Athena Ayu tanpa pikir panjang langsung menamparnya, begitu juga Anto yang menghajarnya untuk melampiaskan rasa marah dan khawatirnya.Di mata mereka, Ares sudah gagal menjaga Arbel yang berharga.Ares bahkan tidak bisa mengatakan apa apa, tidak bisa menyangkal atau membenarkan, satu satunya yang keluar dari mulutnya hanyalah: "bantu saya tolong Arbel"Ares bahkan sempat tak di ijinkan untuk merawat Arbel, seandainya Pak Dokter di puskesmas belum pulang, Ares pasti sudah di suruh untuk menjauh dari Ares.Untung saja pada akhirnya Ares masih bisa mendapat kesempatan untuk merawat sendiri Arbel.
[Warning, chapter ini mengandung kekerasan]Arbel tersenyum cerah melangkahkan kakinya dengan riang ke dalam gerbang sekolah super mewah yang ada di depannya.Setelah berusaha sangat keras, akhirnya Arbel berhasil memasuki Athena, yayasan pendidikan nomor satu di Yogya dengan jalur beasiswa bidang kesenian. Meskipun Arbel tidak terlalu tertarik terhadap seni, namun darah seniman yang mengalir di darahnya sangat membantu dalam meraih keinginannya ini.Sekolah yang bagus dengan bangunan yang mewah, teman teman yang ramah padanya dan guru guru yang kompeten.Arbel memang tidak terlalu pintar, pun tidak terlalu kaya, tapi bersyukurnya dia bisa mendapatkan tempat yang sangat hebat."Di sana cari ilmu yang benar, cari teman dan cari pengalaman. Ayah jemput setiap pulang sekolah ya?""Okey!!"Arbel kembali tersenyum dengan lebar saat mengingat senyuman bangga di bibir Ayahnya pagi tadi.Kelas Arbel berisikan 20 orang murid, berbeda sekali den
Arbel memainkan sarapan yang ada di piringnya dengan pelan, sesekali melirik Ares yang juga sedang makan di depannya dengan gerakan yang pelan dan tenang.Sungguh sangat kontras dengan apa yang dilihat Arbel tadi di kamarnya.~ o o o ~Arbel berjalan kembali ke kamarnya dengan senandung riang, perasaannya sudah tenang setelah membasuh wajahnya dan mendinginkan kepalanya. Mungkin Ares memang sedang memiliki mood yang bagus saja makanya dia bertingkah dengan agak aneh.Kemudian Arbel melihat pintu kamarnya tertutup, seingat dia, dia memang menyuruh Ares untuk mengambil kaus kaki yang akan di pinjamnya di dalam lemari."Ares?"Arbel mengetuk pintu sekali.Duk BrakSaat tangannya hendak memutar knop pintu Arbel terjengit kaget mendengar suara kebisingan dari dalam, sebenarnya apa yang sedang Ares lakukan di dalam?"Ares?"KlekArbel menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang dia buka, melihat Ares yang sedang
Mengenai masa lalu Arbel, yang terlalu takut dia ungkap kembali, yang terlalu sakit untuk dia bahas lagi.Yang terlalu perih untuk dilihatnya tatapan tatapan kasihan itu lagi.Yang terlalu mengerikan baginya untuk mendapatkan pandangan jijik itu lagi.Arbel hari ini terbangun dengan pikiran dan perasaan lega, seolah semua beban yang akhir akhir ini menempel padanya melayang entah kemana.Sebelumnya, Arbel sempat ragu untuk kembali ke Yogya, karena meskipun dulu sebelum Arbel pergi ke Jakarta, kehidupannya di Yogya sangat membosankan. Terkurung dan hanya keluar saat hendak membantu Bibinya di TK, pergi dengan teman yang hanya di percayai Ayahnya dan kemana mana dengan Anto sebagai pengawalnya.Terlebih Ares, Arbel takut akan ada sesuatu yang terjadi dan membuat Ares jadi ingin menjauhinya. Arbel sangat tak mau itu terjadi.Arbel terduduk dan merasakan sinar matahari dari jendela yang sudah di buka lebar. Sepertinya Bibinya sudah
Ares kini masih berbincang dengan Bibi Arbel, sedangkan Arbel tengah sibuk membereskan sisa pesta sambutan dadakan yang tadi mereka terima.Iya, Bibi Arbel ternyata sudah menyiapkan pesta sambutan untuk Arbel sejak Arbel memberitahunya akan berlibur di Yogya. Seluruh warga desa dia undang, itu lah sebabnya banyak sekali rumah warga yang terlihat sepi.Untung saja yang datang tidak semuanya karena banyak yang sibuk bekerja, dan banyak anak muda yang kini sudah pergi merantau seperti Arbel juga, jadi rumahnya tidak pecah karena kepenuhan.Pesta mereka lanjutkan di halaman depan yang lebih luas, dengan acara seperti bakar bakar dan bernyanyi bersama.Sepertinya Ares tahu dari mana sifat cerewet Arbel, pasti karena dia tumbuh dan besar di kelilingi orang orang yang sangat enerjetik dan penuh antusias seperti warga desa ini."Ayah Arbel itu dulu seniman yang sangat di hormati di desa ini."Ujar Bibi Arbel sambil menyeruput kopinya.Arbel y
Terbawa lagi langkahku ke sanaMantra apa entah yang istimewa~Arbel terduduk tegak dari bangun tidurnya, lagu yang di nyanyikan di dalam gerbong kereta terdengar pelan namun cukup menggema di kepalanya.Matanya membulat dan mulutnya tersenyum senang saat dilihatnya sebuah bangunan yang tertutupi sinar matahari siang ini.Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja~"Ares Ares."Ares bergumam saat tidurnya terusik guncangan kecil dari Arbel, matanya membuka, binar senyum cerah Arbel lah yang pertama dia lihat.Tangan Arbel di tunjuk ke arah luar dan Ares mau tak mau ikut menengok keluar jendela.Dengar lagu lama ini katanyaIzinkan aku pulang ke kotamu~Yogya di sore hari dengan pantulan cahaya matahari yang seolah membentuk kristal bening berterbangan di bangunan bangunan tua."Hehe."Ares terdiam saat Arbel menyengir dengan lebar ke arahnya, seolah dia tahu tadi Ares baru
"Baju baju kamu udah lengkap?""Udah kok Tante, kan di sana juga masi ada.""Kamu yakin cuma seminggu aja?""Yakin Om, Arbel gak mau repotin Ares lama lama juga."Arbel saat ini sedang berada di kamarnya, dengan koper besar di atas ranjangnya dan tumpukan baju yang masih berserakan di atas ranjangnya. Bibirnya tak henti henti mengeluarkan senandung sebuah lagu membuat Rangga dan Laras yang melihatnya ikut tersenyum dengan senang.2 Hari yang laluArbel terduduk dengan perasaan bingung di atas sofa ruang keluarga, matanya menatap Rangga dan Laras yang juga sedang manatapnya dengan pandangan yang serius. Arbel tak mengerti apa yang sudah dia perbuat sehingga dia merasa akan ada waktu penghakiman yang terjadi padanya tak lama lagi.Apa ini karena insiden Arbel menangis akibat homesick beberapa hari yang lalu?Apa Rangga dan Laras akan memutuskan untuk mengembalikan Arbel ke Yogy