Tik Tok
Tik Tok
Bunyi jam dinding terdengar menggema di kamarnya, Arbel mengeratkan pegangan pada selimut yang sedang menyelimuti tubuhnya. Keringat mengalir di pelipisnya, kepalanya berputar dan matanya benar-benar berat akibat menangis seperti orang gila.
Dia sudah meminum obat demam yang juga memberikian efek mengantuk pemberian Tante Laras. Dia juga sudah mencoba tertidur, tapi yang muncul di mimpinya malah kenangan buruk yang sudah 4 tahun ini coba dia lupakan.
"Ayah....."
Arbel bergumam gusar, meringkuk di dalam selimutnya.
"Arbel takut yah..." Arbel meringis, mengingat sang Ayah yang ketakutan setengah mati saat kejadian itu terjadi.
Arbel ingat saat Ayahnya menangis, meminta ampun secara diam-diam kepada almarhumah Ibu sambil memandangi fotonya. Sehancur perasaan Arbel karena insiden itu, lebih hancur lagi saat melihat Ayahnya yang seperti itu. Menangis karena mengkhawatirkan Arbel dan menyalahkan dirinya sendiri.
Arbel berbalik, menatap langit-langit kamar yang sudah di berikan keluarga Algibran padanya.
Alasan Arbel menerima perjanjian ini selain karena jatuh cinta pada Ares adalah karena Arbel ingin memberikan bakti terakhirnya pada Ayah. Ayah Arbel sudah hidup dalam rasa bersalah selama 4 tahun ini, memberikan perasaan bersalah yang sama pada anak perempuan satu-satunya.
Arbel ingin membuat Ayahnya tenang di sana, Arbel ingin percaya kalau pilihan Ayahnya adalah pilihan yang terbaik untuk hidupnya.
Arbel menjulurkan tangannya ke atas, seolah menggapai langit-langit kamarnya. Matanya kembali meneteskan air mata dalam diam.
"Arbel kangen Ayah..."
Ucapnya sebelum air mata makin membanjiri matanya.
Cklek
Arbel tersentak, tubuhnya mencoba untuk duduk tegak. Matanya membelalak saat mendapati Ares lah yang membuka pintu kamarnya dengan wajah yang berantakan.
"Ini semua salah kamu. Ikut saya."
Arbel menatap Ares bingung. Saat itu, jam menunjukan pukul 9 malam ketika Arbel di lempar jaket oleh Ares yang menggiringnya keluar kamar.
~
Arbel menunduk, sesekali menendang kerikil yang ada di dekat kakinya. Sudah 10 menit sejak mereka berjalan tak tentu arah seperti ini. Ah, mungkin hanya Arbel saja yang tak tahu arahnya kemana. Karena di depannya Ares berjalan dengan tegapnya, tidak Arbel lihat sekalipun Ares ragu memilih arah yang akan mereka ambil.
Arbel kembali mendongakan kepalanya, menatap punggung Ares yang menjulang di depannya.
'Tinggi sekali.' pikir Arbel.
Tadi Ares menyerobot masuk ke kamarnya untuk menariknya pergi. Arbel tahu seharusnya dia tidak memaafkan Ares semudah ini, tapi entah kenapa di dalam hatinya, dia yakin kalau Ares bukan seorang pria yang akan dengan sembarangan melakukan hal yang tidak-tidak.
Mungkin efek dari traumanya saja yang membuat pikirannya tidak jernih dan panik.
"Mama aku mau permen!"
Arbel menengok ke arah suara, seorang anak berumur sekitar 7 tahun sedang menarik-narik pakaian Ibunya sambil menunjuk-nunjuk pedagang permen kapas yang tidak jauh darinya.
Arbel tersenyum, di sebrang jalan sana ada pasar malam ternyata. Ramai dan tampak hidup, banyak keluarga, pasangan dan segerombolan remaja yang berlalu lalang sambil tertawa. Lampu-lampu menyala di keadaan malam ini, membuat Arbel merasa bersyukur bisa melihat pemandangan yang hangat seperti ini.
Kemudian matanya kembali tertuju pada Ares yang masih berjalan di depannya, apa Ares ingin mencoba membuat perasaan Arbel lebih baik?
Arbel terkekeh kecil, 'Ah, mana mungkin' pikirnya.
"Hati-hati." Ares melirik ke arah Arbel, membuat Arbel mengernyitkan keningnya bingung.
Arbel melirik ke jalan yang ada di depan Ares. Gelap dan sempit, sangat kontras dengan jalan yang baru saja mereka lewati, banyak rerumputan dan tumbuhan liar serta tinggi di sepanjang pinggir jalan, membuat Arbel kembali bertanya-tanya. Mau kemana sebenarnya Ares membawa Arbel?
"Sini." Ares melangkah ke sebuah tangga tua berwarna hijau yang sudah karatan.
Jembatan penyebrangan?
Arbel tetap diam saat melihat Ares sudah beberapa langkah menaiki anak tangga tua itu. Ares yang menyadarinya menengok dan menatap Arbel dengan bingung. "Gak bisa naik?"
Arbel menggeleng, masih belum berniat untuk berbicara, apa lagi kepada Ares. Kemudian melangkah manaiki tangga besi yang sudah reot itu di belakang Ares. Angin berhembus menerpa rambut hitam panjangnya. Arbel mengeratkan jaket Ares yang dikenakannya. Jaket kebesaran yang malah memberi kehangatan lebih.
Duk
Arbel kembali menubruk punggung Ares seperti yang di lakukannya saat berangkat ke kampus kemarin. Ares yang tiba-tiba berhenti berjalan kembali melirik ke arah Arbel.
"Di sini." Katanya sebelum kembali berjalan ke tengah jembatan penyebrangan yang terlihat tidak terpakai lagi ini.
Arbel mengikuti langkah Ares, kemudian berhenti tepat di sampingnya. Dirinya menatap wajah Ares yang terkena hamparan cahaya, mata Ares yang sedang memandang kedepan saat ini terlihat sangat lembut, berbeda dengan yang biasa dia berikan kepada Arbel setiap hari.
Arbel mengikuti pandangan Ares, kemudian tercengang. Pemandangan yang dia lihat dari atas sini benar-benar menakjubkan. Lampu-lampu Jakarta di malam hari, suara tawa dari orang-orang di pasar malam yang masih bisa terdengar dan lampu warna-warninya.
Arbel mendekatkan diri ke arah pembatas jembatan, angin kembali berhembus tepat di wajah mereka berdua, tapi Arbel seakan-akan tidak terpengaruh. Matanya masih sibuk menatap pemandangan di depannya dengan mulut yang terbukan sambil sesekali berucap 'wow'
Ares melirik Arbel yang ada di sebelahnya sebelum menyenderkan tubuhnya di pembatas. "Kamu tahu gak, katanya bintang bisa di lihat dari tempat yang gelap?"
Arbel menatap Ares dengan bingung, kemudian menggeleng pelan.
"Dulu saya kesini sebatas untuk buktiin rasa penasaran saya itu. Tapi saya tetap gak bisa lihat bintang di langit Jakarta." Ares kemudian menyilangkan tangannya dan menyenderkannya di pembatas, kembali melihat pemandangan di depannya. "Tapi saat saya lihat pemandangan ini, hati saya jadi tenang. Seolah semua stress saya di hari itu terangkat." Ares kemudian terkekeh kecil. "Sejak saat itu, jembatan terlantar ini jadi tempat healing pribadi saya."
Arbel tertegun, melihat senyum tipis, sangaaaaaaat tipis yang baru kali ini dilihatnya di wajah Ares saat berada di dekatnya (Biasanya saat Ares berada di dekat Arbel dia cuma akan menunjukan wajah juteknya).
Arbel mengangguk mengerti, "Kamu bawa saya kesini, berharap saya bisa healing juga dengan pemandangan ini?"
Ares menggeleng pelan. "Saya yang butuh ini sekarang."
Arbel menatap Ares dengan tidak percaya, "Eh?"
Ares mengangguk. "Iya, saya yang butuh. Ini semua gara-gara kamu Arbel." Dia menutup sebagian wajahnya dengan tangannya. "Saya begini karena kamu."
Arbel makin tidak mengerti di buatnya, di dekatinya Ares. "Kenapa?"
Ares menghela nafas pelan. "Saya gak bisa fokus di kampus karena perasaan nyebelin yang saya rasain ini. Saya selalu inget wajah kamu tadi pagi, rasanya nyebelin, dan gak enak. Saya gak ngerti." Ares menyembunyikan wajahnya di lengannya yang masih ada di pembatas. Kemudian menengok ke arah Arbel. "Setelah itu saya dapat masalah di kampus, saya gak pernah suka pergi ke kampus, tapi kali ini lebih parah. Semua ini karena kamu, Arbel."
Arbel tiba-tiba tergelitik, rasanya aneh melihat Ares seperti ini. Dia terkekeh kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian ikut bersandar di pembatas seperti Ares.
"Haaaaaah... Itu namanya kamu merasa bersalah, Ares."
"Tapi saya gak salah!" Ngotot Ares.
Arbel menatap Ares dengan pandangan meremehkan. "Kamu merasa gak bersalah setelah ngelakuin itu?"
Ares menghela nafasnya kasar. "Saya gak ngelakuin apa-apa. Saya mabuk, salah masuk kamar, dan saya kira kamu guling yang di pasang piyama sama Andre. Cuma itu." Ares menatap Arbel dengan putus asa, nafasnya memburu pertanda emosi dalam dirinya sedang di uji.
Arbel tertawa kecil. "Ternyata begitu kejadiannya...." Gumamnya pelan.
Ares menatap Arbel bingung. "Apa? Cuma gitu reaksi kamu? Terus kenapa kamu histeris sebegitunya tadi pagi?"
Arbel mengendikan bahunya. Membuat Ares menggeleng-geleng tidak percaya. "Terus kenapa kamu gak ngadu sama Mama?
Arbel menatap Ares. "Mungkin karena kamu bilang kamu gak ngapa-ngapain?" Ares terenyuh sebentar "Mungkin karena dalam hati saya, saya mau coba percaya sama kamu?" Lanjut Arbel sambil tersenyum.
Ares terpana beberapa detik saat Arbel mengatakan itu, dengan pantulan cahaya kendaraan yang menerpa wajahnya, dan senyuman cerahnya yang belum di lihat Ares sejak pagi tadi.
Ares menghela nafasnya berat, kemudian duduk dan bersandar di pembatas jembatan. Matanya menatap tidak percaya ke arah Arbel dan Arbel yang sedang menyengir kuda ke arahnya.
"Tapi kenapa reaksi kamu segitunya?" Tanya Ares.
Arbel yang masih berdiri menggerak-gerakan kakinya. Ragu untuk menjawab secara gamblang pertanyaan Ares.
"Mungkin karena..... insiden masa lalu?" Arbel menatap ke arah Ares dengan ragu sebelum akhirnya kembali tersenyum. "Kalau Ares mau tahu Ares nikahin saya dulu ya!"
"Gak usah." Jawab Ares telak.
Arbel cemberut, "Tapi yang kamu lakuin itu keterlaluan loh! Pokoknya aku mau minta tanggung jawab!"
Ares menatap Arbel tidak terima. "Kan saya gak ngapa-ngapain!"
"Kamu udah nyentuh badan saya. Meluk saya semalaman, lihat badan topless saya, dan tidur sama saya."
Ares menghela nafasnya kasar, memang benar perkataan Arbel. Dan kalau dugaan Ares tentang Arbel memiliki trauma itu benar, itu artinya Ares sudah membuat traumanya muncul. Dan berarti Ares memang benar-benar bersalah.
"Kamu mau saya tanggung jawab gimana?" Tanya Ares.
Arbel kemudiang jongkok di depan Ares dengan wajah yang gembira. "Nikah sama saya!"
"Gak."
Arbel kembali cemberut.
Ares bergeser menjauh sedikit dari Arbel. "Emangnya kenapa sih kamu mau-mau aja tunangan sama saya?"
Arbel nampak pura-pura berpikir, "Hmmm..." Alisnya tertaut seolah-olah itu adalah pertanyaan yang sulit. "Karena saya jatuh cinta sama Ares?" Jawabnya dengan ceria. "Dan karena saya cinta sama Ayah saya." Ucapan terakhirnya mengundang pandangan dari Ares, yang termenung saat melihat tatapan nanar milik Arbel.
Ares menimang-nimang terlihat seolah memikirkan sesuatu yang sedang menentukan nasib hidupnya.
"Kalau begitu saya kasih kamu kesempatan."
Ares menengok ke arah Ares dengan wajah yang luar biasa kaget. "Heh?
Ares kini kembali ke mode datar yang sering dia pakai saat bersama Arbel. "Satu tahun. Buat saya jatuh cinta sama kamu dalam waktu satu tahun."
Arbel kini membulatkan matanya, tidak percaya dengan yang diucapkan Ares.
"Kalau saya jatuh cinta dengan kamu dalam waktu satu tahun, saya akan anggap serius hubungan ini. Dan mungkin bawa hubungan ini ke langkah yang lebih serius. Tapi kalau kamu gagal, kamu harus kembali ke Yogya."
Ares menatap Arbel yang masih menatapnya kaget.
Tak apa, toh perjanjian ini tidak akan membuat Ares rugi. Kalau dia bisa jatuh cinta, yasudah, kalau tidak bisa, yasudah. Dan lagi, dengan ini dia sudah mengangkat sedikit beban di pundaknya.
Setidaknya Ares sudah mau membuka sedikit pintu kesempatan bagi Arbel.
Yang tidak Ares tahu adalah, keputusannya ini akan berdampak besar dan merubah kehidupan biasanya.
Arbel terkikik, kakinya di tendang-tendangkan ke meja didepannya. Pikirannya masih teringat-ingat kejadian di jembatan penyebrangan dua hari yang lalu. Sudah dua hari berlalu sejak saat itu, Ares memang masih menjadi Ares yang seperti biasanya, dingin dan galak. Tapi Ares tidak lagi mencak-mencak tentang pertunangan mereka. Ah Arbel senang sekali, pipinya sudah sakit karena terlalu sering senyum-senyum sendiri dua hari ini."Aaaaah, hmmmm.." Gumam Arbel masih dengan tampang yang Ares sebut tampang bego. Pokoknya saat ini Arbel merasa seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta!"Bel, Arbel!" Sebuah bisikan terdengar di telinga Arbel, membuatnya menatap orang itu dengan pandangan yang sangat tajam."Apa sih?!" Bentak Arbel padanya."Barbela Manda." Arbel menengok ke arah suara lain yang memanggilnya dari depan. Ups, ternyata Pak Dosen sudah menatapnya dengan pandangan yan
"Aduuuuh, maaf ya Arbel jadi harus jagain Ares di rumah." Laras menarik kopernya keluar rumah, diikuti Rangga yang menenteng tas besar dan Andre yang menggandeng Aya untuk berjalan. Di belakang mereka sudah ada Arbel yang tertawa canggung dan Ares yang menguap ngantuk. Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Laras bilang dia dan Rangga harus pergi ke press conference yang di adakan oleh Ikatan Dokter Indonesia di Bandung. Dan karena sekarang adalah malam minggu, Andre dan Aya akan ikut dan di titipkan di rumah kerabat mereka di sana kemudian lanjut jalan-jalan di kota Bandung keesokan harinya."Aaaaaah, gak apa tante. Ares gak ngerepotin kok." Ucap Arbel sambil tersenyum malu-malu. Arbel memang berniat untuk jual mahal setelah kejadian kemarin. Tapi kalau ditinggal berdua saja semalaman kan dia jadi berdebar-debar juga."Iya, kamu yang ngerepotin." Kata Ares sambil menatap malas Arbel, memikirkan entah ap
"Yusa! Sini!"Yusa menengadah, memandang seorang gadis cilik yang hanya berbeda dua tahun darinya itu dengan bingung. Tangan mungilnya yang sedang merangkai bunga dan ranting kecil terhenti untuk memberikan perhatian penuh pada gadis tersebut."Nda mau!"Yusa menggeleng, tangannya kembali dengan pelan membengkokan ranting-ranting tersebut agar bisa membuat bentuk bulat sempurna.Kesal, gadis tersebut berjalan ke arah Yusa cilik dengan kecepatan hebat.DUKKaki gadis tersebut mendarat tepat di punggung Yusa, membuat Yusa mengaduh kesakitan."Kak Rasya! Sakiiiiiit...." Yusa cemberut, kemudian matanya mulai berair, sedangkan Rasya hanya berdiri dengan menyilangkan tangan di depan dadanya, wajah kesal yang di penuhi luka seharusnya sudah cukup membuat Yusa takut, tapi sedari tadi Yusa terlihat sangat sibuk sampai tidak mau ikut main dengannya."Eeeeeh, anak ganteng mama kenapaaa?"Yusa mengalihkan pandangan ke arah wanita de
"Bel? Lo kenapa si?"Yusa menepuk-nepuk punggung Arbel yang saat ini sudah kelihatan tidak bernyawa.Sejak pagi tadi, Yusa merasa Arbel seperti mayat berjalan, Arbel bahkan tidak sengaja menabrak dosen killer mereka di lorong jalan.Untung saja Yusa sempat putar badan, jadi dia bisa buru-buru meninggalkan Arbel di marahi sendirian dan pura-pura gak kenal. Hehe."Lo marah ya gue ninggalin lo di marahin Pak Burhan sendirian?"Arbel menggeleng, saat ini wajahnya sedang di sembunyikan di dalam lipatan tangannya di atas meja.Yusa kembali mengingat-ingat ada kejadian apa lagi tadi yang sekiranya membuat Arbel tidak bergairah seperti sekarang."Lo marah ya tadi gue mintain contekan terus?"Arbel kembali menggeleng."Kalo gitu lo marah gara gara gue nyalain hotspot dari hp lo?"Arbel bangun dari tidurnya. "Kamu yang ngabisin kuota saya?"Yusa, dengan cengiran tidak tau malunya hanya mengangguk."Ck." Arbel
Arbel pening, keadaan di depannya kini sungguh tidak terduga.Barusan, sekitar dua jam yang lalu Om dan Tante pulang ke rumah, namun yang mengagetkan adalah Ares yang juga pulang, bukan hanya itu, Ares pulang membawa Rasya!Tidak pernah terpikirkan sedikitpun di otak Arbel kalau dia akan makan malam bersama semeja dengan Ares dan kekasihnya, bukan hanya itu, Arbel juga menyiapkan makan malam bersama Tante Laras dan Rasya, duh, kesialan macam apa ini?"Kamu udah lama gak main loh, Sya. Udah pinter masak?"Laras melirik Rasya dengan jenaka, memerhatikan Rasya yang sedang memotong-motong sayuran dengan seksama."Kalau cuma potong, Rasya jago tante. Kan calon dokter bedah.""Hahaha bisa aja kamu, untung di kedokteran gak ada metode bedah pakai api, kalau ada sudah berapa boneka praktek yang kamu gosongin kaya waktu dulu kamu masak telur di sini."HAHAHAHAHAKemudian terdengar tawa me
3 bulan kepindahan Arbel ke Jakarta, dan 3 bulan juga Arbel menjalani percobaan 'mendapatkan hati Ares dalam satu tahun atau di depak'Ada beberapa hal yang Arbel sadari semenjak kepindahannya di kampus ini.Adiwarna, kata orang adalah universitas dengan fasilitas nomor satu di Indonesia.Pertama, hanya orang-orang jenius dan beruang banyak yang bisa memasukinya. Meski bukan perguruan tinggi negeri, Adiwarna tidak pernah kehilangan kehormatannya, tentu saja, tawaran pemerintah untuk di jadikan PTN saja mereka tolak, menghempaskan calon mahasiswa yang tidak pantas bukanlah apa apa menurut mereka.Itu lah yang membuat seorang Barbela Manda resah saat pertama kali memasuki kampus ini. Bagaimana tidak? Arbel tidak begitu pintar, pun tidak begitu cantik, gaya berpakaiannya sehari-hari juag tidak menunjukan kalau dia itu orang yang berada.Bahkan di jurusannya ada beberapa kabar burung kalau Arbel adalah simpanan dosen atau bahkan anak haram dari pemilik kamp
"Barbela Manda!"Brak! Prang!Arbel melotot, matanya seolah mau copot dari tengkoraknya. Di sampingnya Yusa juga sama kagetnya, dengan mulut yang menganga membuat cilok yang sedang dia makan terlihat jelas dan menjijikan.Bukan hanya Arbel dan Yusa, seisi kantin saat itu seperti ada di mode beku. Orang-orang menghentikan kegiatan mereka. Beberapa bahkan Arbel lihat menjatuhkan gelas dan mangkuk soto yang sedang mereka bawa.Bagaimana tidak?Di pintu kantin saat ini, ada seorang Ares Algibran, dengan keringat yang bercucuran, nafas yang terengah membuat dada bidangnya naik turun sesuai irama, ramutnya yang basah dan tatapn sayunya karena kelelahan membuatnya terlihat... seperti dewa!"A-ares?" Arbel dengan ragu menyebut nama Ares, beberapa orang dengan rasa penasaran menengok ke arahnya. Belum ada yang bersuara sejak Ares tiba, beberapa bahkan ada yang lupa bernafas saking kagetnya melihat pemandangan di depan.Arbel pun sama, jang
"Kamu Mama buatin waffle kesukaanmu loh, Kak.""Engga, Ares gak laper.""Kalau gitu nanti malem mau makan apa?""Mau makan di kampus.""Kalo Ma-""Ayo bel, kelas pagi saya sebentar lagi."Laras cemberut, Ares sudah dua hari ngambek pada dirinya karena menyebarkan kabar tentang Arbel di instagram, alhasil sekarang dia mogok bicara dan mogok makan buatan Mamanya sendiri.Padahal kan Laras berbuat seperti itu karena sebal dan gregetan mereka berdua menyembunyikan pertunangan mereka dari orang orang di kampus."Tante, Arbel berangkat dulu ya." Arbel dengan raut wajah yang jelas sekali menggambarkan perasaan tidak enak karena sikap Ares bersalaman pada Laras kemudian melambaikan tangannya pada Aya dan berjalan keluar menyusul Ares yang sudah duluan.Hah.... Setidaknya karena sedang ngambek pada Laras Ares jadi lebih sering dengan Arbel.Benar! Rencananya tidak sia sia, tidak apa akun instagramnya jadi di hapus pa
Haiiiii pembaca HT✨✨✨Gak kerasa aku udah istirahat dari cerita ini selama beberapa minggu, atau bahkan bulan? HeheDi sini aku mau sampein dua info;1. HT akan kelar dalam beberapa bab lagi (bakal ada sekuel gak yaaaa? Hmmmmm...)2. Aku punya cerita baru berjudul Ethereal buat kalian baca sambil tunggu update HT 🎉🎉🎉Kenapa aku buat cerita baru dan malah istirahat nulis HT? Karena aku lagi butuh banget perubahan suasana baru, jadi aku milih istirahat dan kesampingkan HT sejenak.Yuk cus liat sinopsisnya.- Ethereal -"Tunjukan semuanya padaku, jangan buat semua uang yang ku hamburkan padamu sia-sia."Damon GasendraPria dominan yang di gadang-gadang manusia setengah dewa. Kaya dan tampan sejak lahir membuatnya menjadi seorang sadistik yang angkuh pun arogan.
"Ares Ares ayooooo."Arbel dengan semangat melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung tua yang tak jauh dari tempat mereka berada."Iya iyaaaa...." Ares dengan malas menarik kopernya ke arah yang sama seperti yang Arbel tuju.Tadi pagi Anto sudah mengantar mereka menuju pusat kota Yogya, membiarkan mereka menghabiskan sisa liburannya di tempat temoat menarik Yogyakarta."Tolong jaga Arbel di sana, dik Ares. Bibi harap kalian bisa berbahagia apapun pilihan yang kalian pilih."Itu adalah ucapan Ayu pada Ares saat Arbel sudah aman dan nyaman memasuki mobil Anto.Ah, Ares bisa merasakan perasaan tulus akan kasih sayang dan khawatir yang Bibi Ayu pancarkan.Tanpa rasa terbebani, kali ini Ares dengan percaya diri menjawab."Akan Ares jaga."Pada Ayu, dan terutama pada dirinya sendiri.Tadi mereka di turunkan di pangkalan becak dan tidak langsung ke hotel yang sudah di pesan Laras.Arbel ingin Ares merasakan bagaimana menaiki
Ares terduduk dengan lesu tepat di samping ranjang Arbel.Pipinya masih terasa panas karena tamparan Ayu dan tonjokan Anto. Rumah Arbel sempat penuh dengan orang orang tadi saat Ares dengan panik membawa pulang mobil pick up dengan Arbel yang pingsan di dalamnya.Setelah menceritakan tentang Arbel yang pingsan saat mobil mereka berhenti tepat di depan SMP Athena Ayu tanpa pikir panjang langsung menamparnya, begitu juga Anto yang menghajarnya untuk melampiaskan rasa marah dan khawatirnya.Di mata mereka, Ares sudah gagal menjaga Arbel yang berharga.Ares bahkan tidak bisa mengatakan apa apa, tidak bisa menyangkal atau membenarkan, satu satunya yang keluar dari mulutnya hanyalah: "bantu saya tolong Arbel"Ares bahkan sempat tak di ijinkan untuk merawat Arbel, seandainya Pak Dokter di puskesmas belum pulang, Ares pasti sudah di suruh untuk menjauh dari Ares.Untung saja pada akhirnya Ares masih bisa mendapat kesempatan untuk merawat sendiri Arbel.
[Warning, chapter ini mengandung kekerasan]Arbel tersenyum cerah melangkahkan kakinya dengan riang ke dalam gerbang sekolah super mewah yang ada di depannya.Setelah berusaha sangat keras, akhirnya Arbel berhasil memasuki Athena, yayasan pendidikan nomor satu di Yogya dengan jalur beasiswa bidang kesenian. Meskipun Arbel tidak terlalu tertarik terhadap seni, namun darah seniman yang mengalir di darahnya sangat membantu dalam meraih keinginannya ini.Sekolah yang bagus dengan bangunan yang mewah, teman teman yang ramah padanya dan guru guru yang kompeten.Arbel memang tidak terlalu pintar, pun tidak terlalu kaya, tapi bersyukurnya dia bisa mendapatkan tempat yang sangat hebat."Di sana cari ilmu yang benar, cari teman dan cari pengalaman. Ayah jemput setiap pulang sekolah ya?""Okey!!"Arbel kembali tersenyum dengan lebar saat mengingat senyuman bangga di bibir Ayahnya pagi tadi.Kelas Arbel berisikan 20 orang murid, berbeda sekali den
Arbel memainkan sarapan yang ada di piringnya dengan pelan, sesekali melirik Ares yang juga sedang makan di depannya dengan gerakan yang pelan dan tenang.Sungguh sangat kontras dengan apa yang dilihat Arbel tadi di kamarnya.~ o o o ~Arbel berjalan kembali ke kamarnya dengan senandung riang, perasaannya sudah tenang setelah membasuh wajahnya dan mendinginkan kepalanya. Mungkin Ares memang sedang memiliki mood yang bagus saja makanya dia bertingkah dengan agak aneh.Kemudian Arbel melihat pintu kamarnya tertutup, seingat dia, dia memang menyuruh Ares untuk mengambil kaus kaki yang akan di pinjamnya di dalam lemari."Ares?"Arbel mengetuk pintu sekali.Duk BrakSaat tangannya hendak memutar knop pintu Arbel terjengit kaget mendengar suara kebisingan dari dalam, sebenarnya apa yang sedang Ares lakukan di dalam?"Ares?"KlekArbel menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang dia buka, melihat Ares yang sedang
Mengenai masa lalu Arbel, yang terlalu takut dia ungkap kembali, yang terlalu sakit untuk dia bahas lagi.Yang terlalu perih untuk dilihatnya tatapan tatapan kasihan itu lagi.Yang terlalu mengerikan baginya untuk mendapatkan pandangan jijik itu lagi.Arbel hari ini terbangun dengan pikiran dan perasaan lega, seolah semua beban yang akhir akhir ini menempel padanya melayang entah kemana.Sebelumnya, Arbel sempat ragu untuk kembali ke Yogya, karena meskipun dulu sebelum Arbel pergi ke Jakarta, kehidupannya di Yogya sangat membosankan. Terkurung dan hanya keluar saat hendak membantu Bibinya di TK, pergi dengan teman yang hanya di percayai Ayahnya dan kemana mana dengan Anto sebagai pengawalnya.Terlebih Ares, Arbel takut akan ada sesuatu yang terjadi dan membuat Ares jadi ingin menjauhinya. Arbel sangat tak mau itu terjadi.Arbel terduduk dan merasakan sinar matahari dari jendela yang sudah di buka lebar. Sepertinya Bibinya sudah
Ares kini masih berbincang dengan Bibi Arbel, sedangkan Arbel tengah sibuk membereskan sisa pesta sambutan dadakan yang tadi mereka terima.Iya, Bibi Arbel ternyata sudah menyiapkan pesta sambutan untuk Arbel sejak Arbel memberitahunya akan berlibur di Yogya. Seluruh warga desa dia undang, itu lah sebabnya banyak sekali rumah warga yang terlihat sepi.Untung saja yang datang tidak semuanya karena banyak yang sibuk bekerja, dan banyak anak muda yang kini sudah pergi merantau seperti Arbel juga, jadi rumahnya tidak pecah karena kepenuhan.Pesta mereka lanjutkan di halaman depan yang lebih luas, dengan acara seperti bakar bakar dan bernyanyi bersama.Sepertinya Ares tahu dari mana sifat cerewet Arbel, pasti karena dia tumbuh dan besar di kelilingi orang orang yang sangat enerjetik dan penuh antusias seperti warga desa ini."Ayah Arbel itu dulu seniman yang sangat di hormati di desa ini."Ujar Bibi Arbel sambil menyeruput kopinya.Arbel y
Terbawa lagi langkahku ke sanaMantra apa entah yang istimewa~Arbel terduduk tegak dari bangun tidurnya, lagu yang di nyanyikan di dalam gerbong kereta terdengar pelan namun cukup menggema di kepalanya.Matanya membulat dan mulutnya tersenyum senang saat dilihatnya sebuah bangunan yang tertutupi sinar matahari siang ini.Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja~"Ares Ares."Ares bergumam saat tidurnya terusik guncangan kecil dari Arbel, matanya membuka, binar senyum cerah Arbel lah yang pertama dia lihat.Tangan Arbel di tunjuk ke arah luar dan Ares mau tak mau ikut menengok keluar jendela.Dengar lagu lama ini katanyaIzinkan aku pulang ke kotamu~Yogya di sore hari dengan pantulan cahaya matahari yang seolah membentuk kristal bening berterbangan di bangunan bangunan tua."Hehe."Ares terdiam saat Arbel menyengir dengan lebar ke arahnya, seolah dia tahu tadi Ares baru
"Baju baju kamu udah lengkap?""Udah kok Tante, kan di sana juga masi ada.""Kamu yakin cuma seminggu aja?""Yakin Om, Arbel gak mau repotin Ares lama lama juga."Arbel saat ini sedang berada di kamarnya, dengan koper besar di atas ranjangnya dan tumpukan baju yang masih berserakan di atas ranjangnya. Bibirnya tak henti henti mengeluarkan senandung sebuah lagu membuat Rangga dan Laras yang melihatnya ikut tersenyum dengan senang.2 Hari yang laluArbel terduduk dengan perasaan bingung di atas sofa ruang keluarga, matanya menatap Rangga dan Laras yang juga sedang manatapnya dengan pandangan yang serius. Arbel tak mengerti apa yang sudah dia perbuat sehingga dia merasa akan ada waktu penghakiman yang terjadi padanya tak lama lagi.Apa ini karena insiden Arbel menangis akibat homesick beberapa hari yang lalu?Apa Rangga dan Laras akan memutuskan untuk mengembalikan Arbel ke Yogy