Nama: Ares Algibran.
Usia: 21 tahun
Pekerjaan: Mahasiswa Universitas Adiwarna
Jurusan: Kedokteran, tahun ke 3.
Kelebihan: Jenius, tampan, badan proporsional
Kekurangan: Sikap macam kulkas dan setan
Aku menaruh pulpenku di samping diary yang baru saja ku tuliskan hal-hal yang ku tahu tentang Ares setelah 3 hari tinggal di sini.Singkatnya, Ares itu buruk.
Sudah 3 hari sejak Tante dan Om Algibran (Karena tidak mungkin lagi ku panggil Nyonya dan Tuan, serta ada kemungkinan Ares akan membunuhku jika mereka ku panggil Mama dan Papa, maka aku memutuskan memanggil mereka Om dan Tante) menjelaskan tentang perjanjian yang dia dan Ayah buat.
Sebelum Ayah meninggal, dia memang memberikan sepucuk surat wasiat yang tidak boleh ku lihat sebelum aku menemui keluarga Algibran.
“Saya, Gio Raditya, dengan ini menyerahkan anak saya kepada keluarga Rangga dan Laras Algibran sebagai menantu untuk memenuhi janji kami di masa lalu. Semoga anak saya –Barbela Manda- bisa menjadi anak/menantu yang berguna dan senantiasa membahagiakan keluarga Algibran. Dan semoga keluarga Algibran bisa menerima dan memperlakukan anak saya layaknya anak kandung kalian sendiri.”
Hanya itu isinya.
Aku menelungkupkan wajahku di atas meja. Mencoba mengingat kejadian kacau 3 hari yang lalu, saat Ares terlihat sangat murka dan seperti ingin memakanku hidup-hidup.
“Setelah Mama kamu meninggal di usia kamu yang masih anak-anak, Bel. Gio curhat ke saya tentang gimana khawatirnya dia dengan masa depan kamu. Dia benar-benar takut tidak bisa mendidik kamu dengan benar karena mengurus kamu sendirian, dan takut kamu tidak bisa di jaga sampai menikah.”
Om Rangga melipat surat wasiat yang baru saja dia baca, kemudian memasukannya kembali ke dalam amplop tempat surat itu tadi.
Aku duduk dengan kikuk, Ares yang kini duduk dengan di tengahi oleh Tante Laras sesekali melirikku dengan tajam, jarinya di ketukan ke pinggiran sofa dengan tidak sabaran. Yang membuatku semakin menciut adalah sikap Andre –Adiknya, yang sama tidak terimanya dengan pengumuman mendadak ini.
“Saat itu, Om dan Tante gak mengerti, tapi Ayahmu selalu bilang ‘bagaimana kalau aku meninggal duluan?’ tapi setelah kejadian ini, kami paham kalau Gio ternyata sudah sakit sejak saat itu. Saat itu kami membuat perjanjian, kalau memang Gio meninggal sebelum kamu menikah, maka kami akan merawatmu dan mengambilmu sebagai menantu.”
Tante Laras menyeruput tehnya.
“Nah itu artinya sejak saat itu kalian sudah tunangaaaaan, karena sudah terikat oleh perjanjian kami.”
Tante Laras kembali berbicara sambil tersenyum dan menepuk tangannya senang. Sangat kontras dengan kedua anaknya yang seperti sudah siap menerkamku kapan saja.
BRAK!
Kami semua terperanjat, Ares baru saja menggebrak meja yang ada di tengah kami.
“Aku gak mau, kenapa sih kalian suka sekali mencampuri kehidupanku? Tiba-tiba aku punya tunangan? Gak lucu.”
Aku yang menatap Ares dengan kaget langsung mengalihkan pandanganku saat dia balik menatapku dengan tatapan jijiknya.
Apa-apaan dia? Aku juga sama kagetnya! Tapi sikap tidak sopan macam itu? Bicara dengan nada jijik seperti itu tepat di depanku?
“Aku gak mau menikah, Ma, Pa.”
“Ares! Kamu bicara apa sih? Gak mau menikah?”
Tante Laras berdiri, menggenggam pundak Ares dan menatapnya dengan tidak percaya.
“Iya, aku gak ada rencana untuk menikah. Apa lagi sama orang yang baru ku kenal, yang tampangnya bego ini.”
Tampang bego? Astaga! Baru kali ini aku di sebut tampang bego. Selama 19 tahun hidupku, aku di gadang-gadang sebagai kembang desa di kampung. Anto, pria paling tampan di kampung juga sudah mengejar-ngejarku sejak kami SMP.
Jangan mentang-metang dia tampan macam dewa jadi bisa seenaknya memberi cap aku tampang bego.
“Tampang bego?” Tanyaku dengan tampang kesal yang sama sekali tidak aku tutupi. Untuk apa aku menutupinya kalau dia saja dengan terang-terangan menyatakan perang padaku.
“Iya, saya inget kamu di stasiun tadi. Ngeliatin saya hampir ngiler dengan tampang begomu itu kan?”
Eh?
Aku meremas tanganku. Kesal kesal kesal! Ternyata dia melihat dan mengingatku di keadaan memalukan seperti itu. Aku memalingkan wajahku, tidak bisa mengelak dan melawan lagi.
Ares, di sisi lain, ku lihat dari pantulan cermin tersenyum menang dan meremehkan.
“Eeeeeh? Jadi benar ya, itu kamu? Kamu suka ya sama saya makanya gak nolak rencana ini?”
Aku kembali menatap Ares dengan tidak terima.
Tapi, saat ku tatap Ares yang sedang berdiri dengan tangan di lipat di dadan, wajah mencemooh dan bibir sexy yang tersenyum miring itu. Aku malah diam dan terpana.
Apa aku ini seorang masokis? Kenapa melihatnya seperti itu aku malah berdebar?
“Lihat kan?”
Ares memutar bola matanya malas.
“Pokoknya aku gak akan mau menikah, terserah Mama dan Papa mau adopsi dia sebagai anak atau peliharaan, aku gak peduli.”
Aku cemberut, ugh, sebal sekali.
“Ares! Kita belum selesai, Ares!”
Tante Laras mengikuti Ares yang melangkahkan kakinya ke lantai atas, sementara Om Rangga memijat pelipisnya dan menatap nanar surat wasiat dari Ayah.
“Kayanya Gio akan bangkit dari kuburan kalau begini terus.”
“Om!”
Aku menghela nafas lagi, sudah tiga hari juga aku diam di rumah ini dan berusaha mendekati Ares. Mulai dari memasak sarapan yang malah di muntahkan olehnya, mencuci bajunya yang malah dia buang, dan membuatkan teh yang malah dia semburkan ke wajahku dengan sengaja.
Benar-benar manusia iblis!
Tapi, dari semua perlakuan itu padaku hanya membuatku semakin gencar mendekatinya saja. Aku jadi semakin penasaran, dan lagi, setiap melihatnya pikiranku berubah jadi liar.
Tubuhnya dan rambutnya yang basah setelah mandi, badan tingginya dan harum badannya.
“Ih! Enggak-enggak!”
Buru-buru aku gelengkan kepalaku untuk mengusir pikiran macam itu.
Maafkan Arbel, Ayah. Arbel jadi begini karena sering baca novel dewasa, tolong maafkan Arbel.
“Woy!”
Aku terperanjat, ku tengokan kepalaku dan ku lihat Ares yang sudah berdiri bersandar di pintu kamarku. Dengan kaos putih tipis dan rambut basah serta handuk yang melingkar di lehernya.
Baru saja menghayal, modelnya sudah berdiri di depan pintu kamarku.
Ku senderkan daguku di telapak tanganku. Haaaaah, pemandangan yang luar biasa di pagi hari.
“Woy! Mikir mesum ya kamu?”
Aku buru-buru sadar, bisa-bisanya aku menghayal tentang manusia iblis ini sampai melupakan segalanya.
“Enak aja! Kamu tuh, kok buka pintu kamar anak gadis gak ketuk pintu dulu? Mau mesum ya?”
Aku berdiri dari kursi meja belajarku dan menghampirinya, ku lipatkan tangan di depan dadaku dan menatapnya dengan menantang. Padahal, dalam hati aku berteriak ingin di peluk dan di dekap kencang di antara tubuhnya yang sudah mengeluarkan wangi semerbak ini.
“Saya udah ketuk pintu kamu berkali-kali, kamu aja yang menghayal terus.”
Ares menatapku dengan malas.
“Mandi, saya udah kelar.”
Kemudian dia masuk ke dalam kamarnya yang tepat berada di sebelah kamarku.
Di lantai dua rumah ini, hanya ada aku dan Ares, yang lain memiliki kamar di bawah. Dan entah beruntung atau sial tapi di lantai atas cuma ada satu kamar mandi. Jadi kami berbagi kamar mandi bersama.
Dan tentunya dengan senang hati aku mengalah kalau Ares mau mandi duluan. Karena kamar mandi yang bekas Ares pakai selalu menyisakan wangi tubuhnya.
Duh! Aku seperti orang mesum saja kalau begini.
~
Hari ini adalah hari pertama aku kuliah, setelah sampai Jakarta aku masih harus mengurus surat-surat kepindahan. Bukan aku sih, tepatnya Tante Laras yang dengan semangat mengurus semua tentang kuliahku di sini, katanya dia bahkan mengambil cuti sampai seminggu saat tahu aku akan datang demi mempersiapkan semuanya untukku.
Sejujurnya, aku sangat senang karena merasa memiliki keluarga yang lengkap. Ada Ayah, Ibu dan adik yang manis.
Iya, seandainya saja sikap Ares dan Andre tidak seperti setan aku pasti sudah sujud syukur pada Tuhan.
“Arbeeeeeeel, ayo sarapan.”
Aku mendengar suara Tante Laras berteriak dari bawah, sekarang semua orang pasti sudah berada di meja makan sekarang.
Buru-buru ku oleskan lipstick pada bibirku dan merapikan poniku. Sebenarnya aku tidak suka berdandan, tapi kata Tante aku harus siap perang, karena wanita-wanita di Jakarta cantik-cantik dan pandai merias diri, jadi aku di ajarkan dasar berdandan oleh Tante kemarin.
“Iya Tanteeeee..”
Aku ambil tas pundakku dan ku tatap pantulan diriku di cermin sekali lagi.
Rambut panjang yang di gerai ku berikan efek bergelombang, dress kuning selutut dan sepatu putih di tambah wajah yang sudah kurias sedemikian cantik.
Sempurna!
Buru-buru aku keluar kamar kemudian menutup pintu dan berjalan ke lantai satu. Di ruang makan, ku lihat Tante yang sedang menata makanan, Om yang sedang membaca koran, Aya yang sedang duduk dengan manis, Andre yang sedang membaca buku dan Ares yang…..
Yang entah perasaanku saja atau sepertinya dia memang sedang menatapku tadi?
Ah, mana mungkin, Ares sedang membaca buku dengan serius, aku datang pun dia pasti tidak sadar.
“Selamat pagiiiii…” Ucapku dengan ceria, di balas dengan ucapan pagi dari Tante dan Om secara bersamaan serta Aya yang menatapku dengan senang.
“Pagii Kaka Albeeeeel..” Ucap Aya dengan lidah cadel yang malah membuatku gemas tidak ketulungan. Memang hanya Aya sahabat sejatiku di rumah ini.
Buru-buru aku duduk di salah satu kursi yang kosong setelah Tante mengisyaratkan agar aku langsung duduk dan tidak perlu membantunya.
Aku duduk di paling ujung, di samping Andre dan….. di depan Ares.
Bayangkan setiap hari makan berhadap-hadapan dengan orang setampan dewa macam ini? Aku pun salah tingkah setengah mampus saat pertama kali makan berhadapan dengannya.
“Apa?”
Tanyanya dengan dingin.
“Pandangan kamu itu bisa buat buku yang saya baca bolong.” Ucapnya dengan mata yang masih menatap ke bukunya, sambil membalik ke halaman berikutnya.
“Hehehe…” Aku hanya menyengir sambil menaruh dagu di kedua tanganku. Menatapnya dengan pandangan konyol yang ku tahu akan membuatnya kesal.
“Ares, kita kan beda 2 tahun.” Ucapku sambil masih menatapnya.
“Terus?”
“Saya boleh panggil, Mas? Hehe.” Tanyaku dengan masih memandangi wajahnya.
“Gak.”
“Oooooh.” Ucapku sambil pura-pura mengeluarkan nada kecewa. Tapi tentu saja Ares tidak akan mempan, berbeda dengan Anto yang kalang kabut kalau aku sudah mengeluarkan nada bicara seperti itu. Ku lirik Tante Laras yang hanya menatapku seolah berkata 'Jangan menyerah Arbela!'
“Kamu mau teh?” Tanyaku lagi.
“Udah ada.”
“Kalau saya buatin kopi?’
“Gak sudi.”
“Mau saya siapin roti?”
“Gak.”
“Kalau jus?”
“Gak.”
Ares ini memang bukan cowo gampangan seperti yang kebanyakan ku lihat. Dia ini kulkas berjalan!
“Kamu ini maunya apa sih?” Tanyaku dengan kesal.
“Kamu pergi.”
Ugh! Awas saja, aku pasti akan membuatmu jatuh cinta setengah mati padaku.
Tunggu saja, Ares Algibran.
"Jarak 1 meter." Arbel cemberut, memundurkan kakinya beberapa langkah, menjauhkan dirinya dari Ares yang sedang berjalan di depannya sambil melihat pemandangan kota Jakarta. Mereka sedang berjalan menuju stasiun MRT terdekat, tadi Ares ngotot ingin naik kereta saat Ayahnya menyuruh untuk mengantar Arbel menggunakan mobil."Aku nanti kumpul sama teman-teman. Jadi pulang bisa nebeng dan dia bisa pulang sendiri." Sebenarnya Arbel tidak masalah, toh katanya jarak dari rumah ke kampus pun tidak terlalu jauh, yang buat Arbel mencebik sebal adalah kata-kata terakhir Ares yang hanya bisa di dengar olehnya."Biar bisa pulang pergi sendiri dan gak ngerepotin." Arbel cemberut saat mengingat perkataan Ares. Sungguh tidak adil dia bertemu dengan Ares saat melihatnya melakukan pekerjaan suci dan dengan senyum lembut menenangkan terhadap orang sakit. Kan Arbel jadi jatuh hati duluan
Malam sudah menunjukan pukul 2 dini hari. Di luar sedang hujan lebat dan suara petir bersambar terdengar sejak tadi. Beruntung rumah Algibran semi-kedap suara, membuat Arbel yang biasanya gugup ketika hujan kini bisa tertidur nyaman dengan penghangat ruangan dan selimut yang nyaman. Laras dan Rangga malam ini tidak akan pulang karena memiliki shift malam di Rumah Sakit, menyisakan Arbel, Aya dan Andre di rumah untuk makan malam bertiga. Tadi sore pun Ares tidak pulang karena ada acara makan malam di luar dengan teman-teman. Arbel sebenarnya ingin menunggu Ares sampai pulang, tapi Arbel tidak tahu nomor telpon Ares untuk menanyakan kapan kira-kira akan pulang, itu juga belum tentu Ares akan memberi tahunya, atau bahkan mungkin akan langsung memblokir nomornya. Jadi Arbel langsung pergi tidur karena kejadian-kejadian kemarin cukup melelahkan baginya. Cklek. Pintu rumah terbuka, menampakan Ares yang memegangi kepalan
Tik Tok Tik Tok Bunyi jam dinding terdengar menggema di kamarnya, Arbel mengeratkan pegangan pada selimut yang sedang menyelimuti tubuhnya. Keringat mengalir di pelipisnya, kepalanya berputar dan matanya benar-benar berat akibat menangis seperti orang gila. Dia sudah meminum obat demam yang juga memberikian efek mengantuk pemberian Tante Laras. Dia juga sudah mencoba tertidur, tapi yang muncul di mimpinya malah kenangan buruk yang sudah 4 tahun ini coba dia lupakan. "Ayah....." Arbel bergumam gusar, meringkuk di dalam selimutnya. "Arbel takut yah..." Arbel meringis, mengingat sang Ayah yang ketakutan setengah mati saat kejadian itu terjadi. Arbel ingat saat Ayahnya menangis, meminta ampun secara diam-diam kepada almarhumah Ibu sambil memandangi fotonya. Sehancur perasaan Arbel karena insiden itu, lebih hancur l
Arbel terkikik, kakinya di tendang-tendangkan ke meja didepannya. Pikirannya masih teringat-ingat kejadian di jembatan penyebrangan dua hari yang lalu. Sudah dua hari berlalu sejak saat itu, Ares memang masih menjadi Ares yang seperti biasanya, dingin dan galak. Tapi Ares tidak lagi mencak-mencak tentang pertunangan mereka. Ah Arbel senang sekali, pipinya sudah sakit karena terlalu sering senyum-senyum sendiri dua hari ini."Aaaaah, hmmmm.." Gumam Arbel masih dengan tampang yang Ares sebut tampang bego. Pokoknya saat ini Arbel merasa seperti ABG yang baru pertama kali jatuh cinta!"Bel, Arbel!" Sebuah bisikan terdengar di telinga Arbel, membuatnya menatap orang itu dengan pandangan yang sangat tajam."Apa sih?!" Bentak Arbel padanya."Barbela Manda." Arbel menengok ke arah suara lain yang memanggilnya dari depan. Ups, ternyata Pak Dosen sudah menatapnya dengan pandangan yan
"Aduuuuh, maaf ya Arbel jadi harus jagain Ares di rumah." Laras menarik kopernya keluar rumah, diikuti Rangga yang menenteng tas besar dan Andre yang menggandeng Aya untuk berjalan. Di belakang mereka sudah ada Arbel yang tertawa canggung dan Ares yang menguap ngantuk. Jam sudah menunjukan pukul 4 sore, Laras bilang dia dan Rangga harus pergi ke press conference yang di adakan oleh Ikatan Dokter Indonesia di Bandung. Dan karena sekarang adalah malam minggu, Andre dan Aya akan ikut dan di titipkan di rumah kerabat mereka di sana kemudian lanjut jalan-jalan di kota Bandung keesokan harinya."Aaaaaah, gak apa tante. Ares gak ngerepotin kok." Ucap Arbel sambil tersenyum malu-malu. Arbel memang berniat untuk jual mahal setelah kejadian kemarin. Tapi kalau ditinggal berdua saja semalaman kan dia jadi berdebar-debar juga."Iya, kamu yang ngerepotin." Kata Ares sambil menatap malas Arbel, memikirkan entah ap
"Yusa! Sini!"Yusa menengadah, memandang seorang gadis cilik yang hanya berbeda dua tahun darinya itu dengan bingung. Tangan mungilnya yang sedang merangkai bunga dan ranting kecil terhenti untuk memberikan perhatian penuh pada gadis tersebut."Nda mau!"Yusa menggeleng, tangannya kembali dengan pelan membengkokan ranting-ranting tersebut agar bisa membuat bentuk bulat sempurna.Kesal, gadis tersebut berjalan ke arah Yusa cilik dengan kecepatan hebat.DUKKaki gadis tersebut mendarat tepat di punggung Yusa, membuat Yusa mengaduh kesakitan."Kak Rasya! Sakiiiiiit...." Yusa cemberut, kemudian matanya mulai berair, sedangkan Rasya hanya berdiri dengan menyilangkan tangan di depan dadanya, wajah kesal yang di penuhi luka seharusnya sudah cukup membuat Yusa takut, tapi sedari tadi Yusa terlihat sangat sibuk sampai tidak mau ikut main dengannya."Eeeeeh, anak ganteng mama kenapaaa?"Yusa mengalihkan pandangan ke arah wanita de
"Bel? Lo kenapa si?"Yusa menepuk-nepuk punggung Arbel yang saat ini sudah kelihatan tidak bernyawa.Sejak pagi tadi, Yusa merasa Arbel seperti mayat berjalan, Arbel bahkan tidak sengaja menabrak dosen killer mereka di lorong jalan.Untung saja Yusa sempat putar badan, jadi dia bisa buru-buru meninggalkan Arbel di marahi sendirian dan pura-pura gak kenal. Hehe."Lo marah ya gue ninggalin lo di marahin Pak Burhan sendirian?"Arbel menggeleng, saat ini wajahnya sedang di sembunyikan di dalam lipatan tangannya di atas meja.Yusa kembali mengingat-ingat ada kejadian apa lagi tadi yang sekiranya membuat Arbel tidak bergairah seperti sekarang."Lo marah ya tadi gue mintain contekan terus?"Arbel kembali menggeleng."Kalo gitu lo marah gara gara gue nyalain hotspot dari hp lo?"Arbel bangun dari tidurnya. "Kamu yang ngabisin kuota saya?"Yusa, dengan cengiran tidak tau malunya hanya mengangguk."Ck." Arbel
Arbel pening, keadaan di depannya kini sungguh tidak terduga.Barusan, sekitar dua jam yang lalu Om dan Tante pulang ke rumah, namun yang mengagetkan adalah Ares yang juga pulang, bukan hanya itu, Ares pulang membawa Rasya!Tidak pernah terpikirkan sedikitpun di otak Arbel kalau dia akan makan malam bersama semeja dengan Ares dan kekasihnya, bukan hanya itu, Arbel juga menyiapkan makan malam bersama Tante Laras dan Rasya, duh, kesialan macam apa ini?"Kamu udah lama gak main loh, Sya. Udah pinter masak?"Laras melirik Rasya dengan jenaka, memerhatikan Rasya yang sedang memotong-motong sayuran dengan seksama."Kalau cuma potong, Rasya jago tante. Kan calon dokter bedah.""Hahaha bisa aja kamu, untung di kedokteran gak ada metode bedah pakai api, kalau ada sudah berapa boneka praktek yang kamu gosongin kaya waktu dulu kamu masak telur di sini."HAHAHAHAHAKemudian terdengar tawa me
Haiiiii pembaca HT✨✨✨Gak kerasa aku udah istirahat dari cerita ini selama beberapa minggu, atau bahkan bulan? HeheDi sini aku mau sampein dua info;1. HT akan kelar dalam beberapa bab lagi (bakal ada sekuel gak yaaaa? Hmmmmm...)2. Aku punya cerita baru berjudul Ethereal buat kalian baca sambil tunggu update HT 🎉🎉🎉Kenapa aku buat cerita baru dan malah istirahat nulis HT? Karena aku lagi butuh banget perubahan suasana baru, jadi aku milih istirahat dan kesampingkan HT sejenak.Yuk cus liat sinopsisnya.- Ethereal -"Tunjukan semuanya padaku, jangan buat semua uang yang ku hamburkan padamu sia-sia."Damon GasendraPria dominan yang di gadang-gadang manusia setengah dewa. Kaya dan tampan sejak lahir membuatnya menjadi seorang sadistik yang angkuh pun arogan.
"Ares Ares ayooooo."Arbel dengan semangat melangkahkan kakinya menuju sebuah gedung tua yang tak jauh dari tempat mereka berada."Iya iyaaaa...." Ares dengan malas menarik kopernya ke arah yang sama seperti yang Arbel tuju.Tadi pagi Anto sudah mengantar mereka menuju pusat kota Yogya, membiarkan mereka menghabiskan sisa liburannya di tempat temoat menarik Yogyakarta."Tolong jaga Arbel di sana, dik Ares. Bibi harap kalian bisa berbahagia apapun pilihan yang kalian pilih."Itu adalah ucapan Ayu pada Ares saat Arbel sudah aman dan nyaman memasuki mobil Anto.Ah, Ares bisa merasakan perasaan tulus akan kasih sayang dan khawatir yang Bibi Ayu pancarkan.Tanpa rasa terbebani, kali ini Ares dengan percaya diri menjawab."Akan Ares jaga."Pada Ayu, dan terutama pada dirinya sendiri.Tadi mereka di turunkan di pangkalan becak dan tidak langsung ke hotel yang sudah di pesan Laras.Arbel ingin Ares merasakan bagaimana menaiki
Ares terduduk dengan lesu tepat di samping ranjang Arbel.Pipinya masih terasa panas karena tamparan Ayu dan tonjokan Anto. Rumah Arbel sempat penuh dengan orang orang tadi saat Ares dengan panik membawa pulang mobil pick up dengan Arbel yang pingsan di dalamnya.Setelah menceritakan tentang Arbel yang pingsan saat mobil mereka berhenti tepat di depan SMP Athena Ayu tanpa pikir panjang langsung menamparnya, begitu juga Anto yang menghajarnya untuk melampiaskan rasa marah dan khawatirnya.Di mata mereka, Ares sudah gagal menjaga Arbel yang berharga.Ares bahkan tidak bisa mengatakan apa apa, tidak bisa menyangkal atau membenarkan, satu satunya yang keluar dari mulutnya hanyalah: "bantu saya tolong Arbel"Ares bahkan sempat tak di ijinkan untuk merawat Arbel, seandainya Pak Dokter di puskesmas belum pulang, Ares pasti sudah di suruh untuk menjauh dari Ares.Untung saja pada akhirnya Ares masih bisa mendapat kesempatan untuk merawat sendiri Arbel.
[Warning, chapter ini mengandung kekerasan]Arbel tersenyum cerah melangkahkan kakinya dengan riang ke dalam gerbang sekolah super mewah yang ada di depannya.Setelah berusaha sangat keras, akhirnya Arbel berhasil memasuki Athena, yayasan pendidikan nomor satu di Yogya dengan jalur beasiswa bidang kesenian. Meskipun Arbel tidak terlalu tertarik terhadap seni, namun darah seniman yang mengalir di darahnya sangat membantu dalam meraih keinginannya ini.Sekolah yang bagus dengan bangunan yang mewah, teman teman yang ramah padanya dan guru guru yang kompeten.Arbel memang tidak terlalu pintar, pun tidak terlalu kaya, tapi bersyukurnya dia bisa mendapatkan tempat yang sangat hebat."Di sana cari ilmu yang benar, cari teman dan cari pengalaman. Ayah jemput setiap pulang sekolah ya?""Okey!!"Arbel kembali tersenyum dengan lebar saat mengingat senyuman bangga di bibir Ayahnya pagi tadi.Kelas Arbel berisikan 20 orang murid, berbeda sekali den
Arbel memainkan sarapan yang ada di piringnya dengan pelan, sesekali melirik Ares yang juga sedang makan di depannya dengan gerakan yang pelan dan tenang.Sungguh sangat kontras dengan apa yang dilihat Arbel tadi di kamarnya.~ o o o ~Arbel berjalan kembali ke kamarnya dengan senandung riang, perasaannya sudah tenang setelah membasuh wajahnya dan mendinginkan kepalanya. Mungkin Ares memang sedang memiliki mood yang bagus saja makanya dia bertingkah dengan agak aneh.Kemudian Arbel melihat pintu kamarnya tertutup, seingat dia, dia memang menyuruh Ares untuk mengambil kaus kaki yang akan di pinjamnya di dalam lemari."Ares?"Arbel mengetuk pintu sekali.Duk BrakSaat tangannya hendak memutar knop pintu Arbel terjengit kaget mendengar suara kebisingan dari dalam, sebenarnya apa yang sedang Ares lakukan di dalam?"Ares?"KlekArbel menyembulkan kepalanya dari celah pintu yang dia buka, melihat Ares yang sedang
Mengenai masa lalu Arbel, yang terlalu takut dia ungkap kembali, yang terlalu sakit untuk dia bahas lagi.Yang terlalu perih untuk dilihatnya tatapan tatapan kasihan itu lagi.Yang terlalu mengerikan baginya untuk mendapatkan pandangan jijik itu lagi.Arbel hari ini terbangun dengan pikiran dan perasaan lega, seolah semua beban yang akhir akhir ini menempel padanya melayang entah kemana.Sebelumnya, Arbel sempat ragu untuk kembali ke Yogya, karena meskipun dulu sebelum Arbel pergi ke Jakarta, kehidupannya di Yogya sangat membosankan. Terkurung dan hanya keluar saat hendak membantu Bibinya di TK, pergi dengan teman yang hanya di percayai Ayahnya dan kemana mana dengan Anto sebagai pengawalnya.Terlebih Ares, Arbel takut akan ada sesuatu yang terjadi dan membuat Ares jadi ingin menjauhinya. Arbel sangat tak mau itu terjadi.Arbel terduduk dan merasakan sinar matahari dari jendela yang sudah di buka lebar. Sepertinya Bibinya sudah
Ares kini masih berbincang dengan Bibi Arbel, sedangkan Arbel tengah sibuk membereskan sisa pesta sambutan dadakan yang tadi mereka terima.Iya, Bibi Arbel ternyata sudah menyiapkan pesta sambutan untuk Arbel sejak Arbel memberitahunya akan berlibur di Yogya. Seluruh warga desa dia undang, itu lah sebabnya banyak sekali rumah warga yang terlihat sepi.Untung saja yang datang tidak semuanya karena banyak yang sibuk bekerja, dan banyak anak muda yang kini sudah pergi merantau seperti Arbel juga, jadi rumahnya tidak pecah karena kepenuhan.Pesta mereka lanjutkan di halaman depan yang lebih luas, dengan acara seperti bakar bakar dan bernyanyi bersama.Sepertinya Ares tahu dari mana sifat cerewet Arbel, pasti karena dia tumbuh dan besar di kelilingi orang orang yang sangat enerjetik dan penuh antusias seperti warga desa ini."Ayah Arbel itu dulu seniman yang sangat di hormati di desa ini."Ujar Bibi Arbel sambil menyeruput kopinya.Arbel y
Terbawa lagi langkahku ke sanaMantra apa entah yang istimewa~Arbel terduduk tegak dari bangun tidurnya, lagu yang di nyanyikan di dalam gerbong kereta terdengar pelan namun cukup menggema di kepalanya.Matanya membulat dan mulutnya tersenyum senang saat dilihatnya sebuah bangunan yang tertutupi sinar matahari siang ini.Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja~"Ares Ares."Ares bergumam saat tidurnya terusik guncangan kecil dari Arbel, matanya membuka, binar senyum cerah Arbel lah yang pertama dia lihat.Tangan Arbel di tunjuk ke arah luar dan Ares mau tak mau ikut menengok keluar jendela.Dengar lagu lama ini katanyaIzinkan aku pulang ke kotamu~Yogya di sore hari dengan pantulan cahaya matahari yang seolah membentuk kristal bening berterbangan di bangunan bangunan tua."Hehe."Ares terdiam saat Arbel menyengir dengan lebar ke arahnya, seolah dia tahu tadi Ares baru
"Baju baju kamu udah lengkap?""Udah kok Tante, kan di sana juga masi ada.""Kamu yakin cuma seminggu aja?""Yakin Om, Arbel gak mau repotin Ares lama lama juga."Arbel saat ini sedang berada di kamarnya, dengan koper besar di atas ranjangnya dan tumpukan baju yang masih berserakan di atas ranjangnya. Bibirnya tak henti henti mengeluarkan senandung sebuah lagu membuat Rangga dan Laras yang melihatnya ikut tersenyum dengan senang.2 Hari yang laluArbel terduduk dengan perasaan bingung di atas sofa ruang keluarga, matanya menatap Rangga dan Laras yang juga sedang manatapnya dengan pandangan yang serius. Arbel tak mengerti apa yang sudah dia perbuat sehingga dia merasa akan ada waktu penghakiman yang terjadi padanya tak lama lagi.Apa ini karena insiden Arbel menangis akibat homesick beberapa hari yang lalu?Apa Rangga dan Laras akan memutuskan untuk mengembalikan Arbel ke Yogy