Hari ini Ghea, Rowan, dan Gemma akan pindah ke rumah baru. Rencananya, rumah lama akan ditempati oleh asisten rumah tangga, dan di rumah baru, mereka akan menggunakan asisten rumah tangga yang memang sudah di sana.Gemma begitu senang ketika perjalanan. Dia tidak sabar bisa bertemu dengan teman-temannya. Semenjak Gemma mengenal keluarga Ghea, dia seperti menemukan banyak sekali kebahagiaan. Ghea dan Rowan yang melihat akan hal itu, ikut bahagia. Rowan menatap Ghea. Bersyukur Ghea hadir dengan membawa kebahagiaan. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk Gemma juga. Mobil sampai di rumah. Ghea, Rowan, dan Gemma turun. Saat sampai, mereka melihat mobil begitu banyak. Ternyata bala tentara sudah datang ke rumah. Siapa lagi jika bukan keluarga Ghea. Semua hadir di rumah mereka. “Kejutan.” Semua menyambut Ghea, Rowan, dan Gemma. Mereka bertiga begitu senang dengan kedatangan keluarga. Mereka selalu saja ada untuk mereka. Sebulan ini kebetulan ada renovasi di rumah Rowan, semua khusus di
Pagi ini Ghea dan Rowan pergi ke Rumah sakit jiwa. Mereka sudah melakukan rangkai prosedur untuk kepulangan Kiara. Dokter akan terus mengecek keadaan Kiara secara berkala nanti selama Kiara melakukan perawatan di rumah. Perawat yang akan menjaga Kiara pun akan memberikan laporan pada Rumah sakit. Hal itu untuk melihat sejauh apa perkembangan dari Kiara ketika menjalani perawatan di rumah. Setelah semua prosedur sudah diselesaikan, Ghea dan Rowan menghampiri Kiara di kamarnya. Kiara memang sudah tidak seperti dulu yang marah-marah. Dia hanya diam saja tanpa banyak bicara.“Hai, Kak, hari ini Kakak akan pulang. Aku harap Kakak bisa segera pulih.” Rowan memegang tangan Kiara. Kiara hanya memandangi Rowan saja. Tak banyak bicara. “Aku akan menjaga Kakak.” Ghea tersenyum pada Kiara. Kiara hanya memandangi wajah Ghea saja. Tanpa menjawab ucapannya. “Ayo.” Ghea menarik lembut tangan Kiara. Dia tidak takut sama sekali dengan apa yang dilakukan. Padahal dia berada di jarak yang dekat deng
Papa Erix dan Mama Lyra datang. Gemma langsung menyambut mereka berdua. Papa Erix dan Mama Lyra langsung memeluk Gemma. Mereka ikut senang karena akhirnya Gemma tumbuh dengan baik. Sekali pun hanya dengan Rowan. Dan kini akan jauh lebih baik karena bersama dengan Gemma. “Daddy ke mana?” tanya Mama Lyra seraya membelai lembut. “Mommy sakit, jadi daddy jaga mommy,” jelas Gemma. “Mommy sakit?” tanya Papa Erix. “Dokter …,” panggil Rowan yang keluar dari kamar. Dilihatnya ternyata Dr. Erix dan Dr. Lyra sudah datang. Dia langsung menghampiri mereka semua. “Hai, Rowan.” Papa Erix mengulurkan tangan. “Ghea sakit?” tanyanya. “Iya, dia bilang pusing,” jelas Rowan. Kemudian dia beralih pada Mama Lyra. “Boleh minta tolong periksa Ghea, Dok,” ucapnya. “Tentu saja. Aku akan memeriksanya.” Mama Lyra langsung bergegas ke kamar. Dilihatnya Ghea sedang tiduran di tempat tidur. “Hai, Ghe.” “Mama Lyra sudah datang?” tanya Ghea. “Iya, tadi aku dengar dari Gemma dan Rowan kamu sakit.” Mama Lyra me
Rowan dan Mama Lyra kembali ke ruang keluarga. Mereka melihat semua sedang asyik berbincang ria. Rowan yang melihat tidak tampak istrinya langsung merasa aneh, kenapa istrinya itu tidak kunjung keluar dari kamar?“Ghea, belum keluar, Mom?” tanya Rowan pada sang mommy. Mommy Shea baru sadar jika anaknya tidak ada. “Iya, kenapa Ghea tidak kunjung keluar?” Rowan langsung berlari ke kamarnya. Diikuti dengan semau anggota keluarga. Mereka semua takut ketika Ghea tidak kunjung keluar. “Sayang.” Rowan mendorong pintu kamar dengan kasar. Memastikan apa yang terjadi pada Ghea. Dilihatnya istrinya itu duduk di tempat tidur. “Ghe ….” Semua yang berada di balik tubuh Rowan ikut memanggil. Ghea mengalihkan pandangan pada orang-orang di depan pintu. Dilihatnya suami dan keluarganya. Dia tidak menyangka jika ternyata ada keluarganya di rumah. Rowan memerhatikan Ghea. Dilihatnya istrinya itu sedang menangis. Hal itu membuat Rowan panik. Dia bergegas menghampiri Ghea. Untuk tahu apa sebenarnya y
Rowan mendaratkan kecupan di perut Ghea. Walaupun perut sang istri belum membuncit, tetapi dia gemas sekali. “Daddy ingin segera melihatmu.” Rowan gemas sekali. Berkali-kali dia mendaratkan kecupan di perut Ghea. “Aku baru hamil tiga bulan, kamu sudah ingin melihatnya saja.” Ghea membelai lembut rambut sang suami. Sang suami yang merebahkan tubuhnya di atas pahanya membuat Ghea dapat menjangkau sang suami dengan mudah. Rowan menengadah dia melihat sang istri yang semakin hari semakin cantik itu. “Aku hanya tidak sabar melihat seperti apa hasil karya kita. Apa akan secantik kamu atau akan setampan aku?” “Kamu sedang memuji dirimu sendiri?” Ghea mencubit pipi Rowan. “Kata orang, siapa lagi jika bukan kita sendiri yang memuji. Itu artinya kita menghargai diri sendiri.” “Baiklah, aku akan temani agar kamu tidak sendiri. Kamu memang tampan.” Ghea tersenyum. Rowan yang gemas pun segera mendaratkan kecupan di bibir Ghea. Sayangnya, kecupan itu tak berhenti begitu saja. Kecupan itu beru
Ghea masih bekerja seperti biasa. Sebelum berangkat dia selalu menyempatkan untuk melihat kakak iparnya. Walaupun kakaknya tampak sudah jauh lebih baik, dia masih melihat sang kakak yang memilih diam saja. Namun, Ghea selalu menyempatkan menyapanya. Di Rumah sakit Ghea mulai bekerja. Trimester awal sudah dilewati, jadi dia jauh lebih tenang saat bekerja karena rasa mual yang dirasakan sudah berkurang. Rutinitas Ghea tetaplah sama. Pagi bekerja dan sore dia sudah di rumah. Gemma selalu di rumah bersama dengan babysitter. Namun, tetap Ghea selalu pulang tepat waktu. Menemani sang anak yang berada di rumah. Menjadi ibu sekaligus wanita karier memang tidak mudah, tetapi dia menjalani dengan senang. Sore ini keluarga berkumpul. Mereka bercanda gurau bersama. Ghea memang menyayangi Gemma seperti anaknya sendiri. Gemma menempelkan telinganya di perut sang mommy. Dia ingin mendengarkan adik kecilnya di dalam perut sang mommy. “Ada suara Mommy.” Gemma yang mendengarkan perut Ghea pun mera
Pagi-pagi Ghea sudah bangun. Dia begitu bersemangat sekali ketika akan pergi untuk menunggang kuda. Rasanya, dia sudah tidak sabar. Pagi-pagi sekali dia membangunkan sang suami. “Sayang, ayo kita mau naik kuda ‘kan.” Ghea menggoyangkan tubuh sang suami. “Sayang, ini masih pagi.” Rowan menarik selimutnya kembali. “Kamu sudah janjikan jika mengajakku naik kuda.” Ghea menarik selimut Rowan. Dia tidak mau menunggu. Rowan yang mengingat jika dia ada janji dengan sang istri. Terpaksa dia pun membuka matanya. Senyum Ghea menyambutnya ketika matanya terbuka. Rasanya Rowan ingin tertawa. Istrinya benar-benar bersemangat sekali, hingga membuatnya tidak bisa membayangkan bagaimana jika dia mengetahui semuanya. “Aku akan bangun.” Rowan berangsur bangun. Ghea tersenyum manis ketika sang suami akhirnya bangun. Dia pun segera berlalu untuk menyiapkan segala kebutuhan untuk mereka pergi. Setelah semua siap, mereka segera berangkat. Ghea dan Gemma duduk di belakang. Mereka menikmati perjalanan
Rowan memarkirkan mobilnya di tempat parkir. Karena ramai, Rowan memilih menggendong anaknya. Tempat yang mereka tuju adalah tempat kuda berada. Ghea langsung membelai kuda yang ada di depannya. Begini saja Ghea sudah sangat senang sekali. Tak melepaskan kesempatan itu, akhirnya dia memilih untuk ke segera meminta Rowan memotretnya. Mengabadikan momen bersama kuda. Rowan hanya bisa pasrah. Istrinya yang memiliki keinginan aneh itu memang membuatnya sedikit kesulitan, tetapi bersyukur karena dirinya bisa mewujudkannya. Di taman kota, mereka tidak hanya menikmati itu saja. Mereka juga menikmati makanan yang ada di taman kota. Jajanan yang ada di stand-stand makanan tersebut membuatnya merasa senang sekali.Hari sudah malam, Ghea, Rowan, Gemma pulang ke rumah. Mereka langsung beristirahat. Rowan meminta sang istri untuk istirahat lebih dulu, karena dia akan menemani Gemma dulu. Ghea menunggu sang suami di kamarnya. Hari ini dia cukup puas. Walaupun tidak naik kuda, tetapi melihat kuda