“Apa yang mereka lakukan kira-kira?” Ghea menatap kakak iparnya dari kaca besar yang ada di hadapannya. Sambil sesekali memerhatikan rambutnya yang sedang dikeringkan.“Aku rasa mereka sedang kewalahan.” Freya tahu bagaimana aktifnya anaknya. Jadi wajar saja jika menebak para suami itu sedang kewalahan. “Tentu, dan jika mereka harus memilih, mereka lebih memilih untuk bekerja saja.” Cia tertawa. Selama ini Noah selalu tahu bagaimana anaknya tenang saat dia pulang. Padahal seharian anaknya itu sudah membuat huru-hura di rumah.“Sudah jangan pikirkan mereka. Nikmati waktu kita.” Shera tersenyum. Dia memang buka seratus persen ibu rumah tangga. Shera masih tetap bekerja di sela-sela jadi ibu. Waktu seharian itu terkadang memang benar-benar habis. Jadi wajar dia ingin menikmati me time-nya.Ghea menganggukkan kepalanya. Kemudian kembali fokus pada dirinya sendiri. Tidak ada salahnya menikmati. Lagi pula, Rowan sudah biasa mengurus Gemma. Jadi tidak ada yang dikhawatirkan.
Rowan menautkan alisanya. Merasa bingung kenapa tiba-tiba istrinya itu melarangnya untuk melihatnya. “Apa yang kamu sembunyikan?” tanyanya penasaran. “Tidak, aku tidak menyembunyikan apa-apa,” elak Ghea. “Kamu tahu bukan jika antara suami dan istri tidak ada yang boleh disembunyikan.” Rowan mencoba mengingatkan Ghea tentang komitmen mereka. “Iya, tapi—” “Kalau tidak mau aku tidak akan memaksa.” Rowan memilih berbalik. Mengayunkan langkahnya ke tempat tidur. “Sayang,” ucap Ghea seraya menarik tangan Rowan. Menghentikan langkah suaminya itu. “Apa?” tanya Rowan menatap lekat wajah sang istri. “Lihatlah.” Ghea memberikan paper bag pada Rowan. Wajahnya tertunduk malu ketika memberikan paper bag. Rowan semakin penasaran apa yang sebenarnya disembunyikan istrinya itu. Karena tidak mau berlama-lama dengan rasa penasarannya, akhirnya Rowan memilih langsung membuka paper bag tersebut. Satu per satu dilihatnya. Tidak ada yang aneh dengan baju yang dibeli Ghea. Semua tampak biasa saja.
Sebulan sudah Rowan dan Ghea menikah. Mereka berdua sedang menikmati masa-masa bahagia mereka. Sebulan ini Ghea sudah mengurus kepindahannya. Dia akan bekerja di Maxton Hospital, jadi mereka akan pindah ke rumah lama Rowan. “Apa semua sudah selesai?” Rowan yang sedang memakai kemejanya sambil menatap sang istri. “Sudah, hari ini aku tinggal bertemu dengan pemilik Klinik lagi dan mengadakan perpisahan dengan teman-teman saja.” Ghea menghampiri Rowan. Meraih kancing baju suaminya itu dan mengancingkannya. Dengan telaten, dia mengancingkan satu persatu kancing kemeja yang dipakai Rowan. “Kamu jadi makan-makan dengan teman-temanmu di restoran?” Rowan memastikan. Kemarin, istrinya itu sudah menyampaikan jika akan mengajak teman-temannya ke restoran suaminya. “Jadi, nanti setelah aku jemput Gemma. Tepat di jam istirahat juga.” Ghea tersenyum menjelaskan. “Baiklah.” Rowan mendaratkan kecupan di dahi Ghea. Mereka berdua keluar dari kamar menuju ke meja makan. Sudah ada Gemma yang duduk
Hari ini Ghea, Rowan, dan Gemma akan pindah ke rumah baru. Rencananya, rumah lama akan ditempati oleh asisten rumah tangga, dan di rumah baru, mereka akan menggunakan asisten rumah tangga yang memang sudah di sana.Gemma begitu senang ketika perjalanan. Dia tidak sabar bisa bertemu dengan teman-temannya. Semenjak Gemma mengenal keluarga Ghea, dia seperti menemukan banyak sekali kebahagiaan. Ghea dan Rowan yang melihat akan hal itu, ikut bahagia. Rowan menatap Ghea. Bersyukur Ghea hadir dengan membawa kebahagiaan. Tidak hanya untuk dirinya, tetapi untuk Gemma juga. Mobil sampai di rumah. Ghea, Rowan, dan Gemma turun. Saat sampai, mereka melihat mobil begitu banyak. Ternyata bala tentara sudah datang ke rumah. Siapa lagi jika bukan keluarga Ghea. Semua hadir di rumah mereka. “Kejutan.” Semua menyambut Ghea, Rowan, dan Gemma. Mereka bertiga begitu senang dengan kedatangan keluarga. Mereka selalu saja ada untuk mereka. Sebulan ini kebetulan ada renovasi di rumah Rowan, semua khusus di
Pagi ini Ghea dan Rowan pergi ke Rumah sakit jiwa. Mereka sudah melakukan rangkai prosedur untuk kepulangan Kiara. Dokter akan terus mengecek keadaan Kiara secara berkala nanti selama Kiara melakukan perawatan di rumah. Perawat yang akan menjaga Kiara pun akan memberikan laporan pada Rumah sakit. Hal itu untuk melihat sejauh apa perkembangan dari Kiara ketika menjalani perawatan di rumah. Setelah semua prosedur sudah diselesaikan, Ghea dan Rowan menghampiri Kiara di kamarnya. Kiara memang sudah tidak seperti dulu yang marah-marah. Dia hanya diam saja tanpa banyak bicara.“Hai, Kak, hari ini Kakak akan pulang. Aku harap Kakak bisa segera pulih.” Rowan memegang tangan Kiara. Kiara hanya memandangi Rowan saja. Tak banyak bicara. “Aku akan menjaga Kakak.” Ghea tersenyum pada Kiara. Kiara hanya memandangi wajah Ghea saja. Tanpa menjawab ucapannya. “Ayo.” Ghea menarik lembut tangan Kiara. Dia tidak takut sama sekali dengan apa yang dilakukan. Padahal dia berada di jarak yang dekat deng
Papa Erix dan Mama Lyra datang. Gemma langsung menyambut mereka berdua. Papa Erix dan Mama Lyra langsung memeluk Gemma. Mereka ikut senang karena akhirnya Gemma tumbuh dengan baik. Sekali pun hanya dengan Rowan. Dan kini akan jauh lebih baik karena bersama dengan Gemma. “Daddy ke mana?” tanya Mama Lyra seraya membelai lembut. “Mommy sakit, jadi daddy jaga mommy,” jelas Gemma. “Mommy sakit?” tanya Papa Erix. “Dokter …,” panggil Rowan yang keluar dari kamar. Dilihatnya ternyata Dr. Erix dan Dr. Lyra sudah datang. Dia langsung menghampiri mereka semua. “Hai, Rowan.” Papa Erix mengulurkan tangan. “Ghea sakit?” tanyanya. “Iya, dia bilang pusing,” jelas Rowan. Kemudian dia beralih pada Mama Lyra. “Boleh minta tolong periksa Ghea, Dok,” ucapnya. “Tentu saja. Aku akan memeriksanya.” Mama Lyra langsung bergegas ke kamar. Dilihatnya Ghea sedang tiduran di tempat tidur. “Hai, Ghe.” “Mama Lyra sudah datang?” tanya Ghea. “Iya, tadi aku dengar dari Gemma dan Rowan kamu sakit.” Mama Lyra me
Rowan dan Mama Lyra kembali ke ruang keluarga. Mereka melihat semua sedang asyik berbincang ria. Rowan yang melihat tidak tampak istrinya langsung merasa aneh, kenapa istrinya itu tidak kunjung keluar dari kamar?“Ghea, belum keluar, Mom?” tanya Rowan pada sang mommy. Mommy Shea baru sadar jika anaknya tidak ada. “Iya, kenapa Ghea tidak kunjung keluar?” Rowan langsung berlari ke kamarnya. Diikuti dengan semau anggota keluarga. Mereka semua takut ketika Ghea tidak kunjung keluar. “Sayang.” Rowan mendorong pintu kamar dengan kasar. Memastikan apa yang terjadi pada Ghea. Dilihatnya istrinya itu duduk di tempat tidur. “Ghe ….” Semua yang berada di balik tubuh Rowan ikut memanggil. Ghea mengalihkan pandangan pada orang-orang di depan pintu. Dilihatnya suami dan keluarganya. Dia tidak menyangka jika ternyata ada keluarganya di rumah. Rowan memerhatikan Ghea. Dilihatnya istrinya itu sedang menangis. Hal itu membuat Rowan panik. Dia bergegas menghampiri Ghea. Untuk tahu apa sebenarnya y
Rowan mendaratkan kecupan di perut Ghea. Walaupun perut sang istri belum membuncit, tetapi dia gemas sekali. “Daddy ingin segera melihatmu.” Rowan gemas sekali. Berkali-kali dia mendaratkan kecupan di perut Ghea. “Aku baru hamil tiga bulan, kamu sudah ingin melihatnya saja.” Ghea membelai lembut rambut sang suami. Sang suami yang merebahkan tubuhnya di atas pahanya membuat Ghea dapat menjangkau sang suami dengan mudah. Rowan menengadah dia melihat sang istri yang semakin hari semakin cantik itu. “Aku hanya tidak sabar melihat seperti apa hasil karya kita. Apa akan secantik kamu atau akan setampan aku?” “Kamu sedang memuji dirimu sendiri?” Ghea mencubit pipi Rowan. “Kata orang, siapa lagi jika bukan kita sendiri yang memuji. Itu artinya kita menghargai diri sendiri.” “Baiklah, aku akan temani agar kamu tidak sendiri. Kamu memang tampan.” Ghea tersenyum. Rowan yang gemas pun segera mendaratkan kecupan di bibir Ghea. Sayangnya, kecupan itu tak berhenti begitu saja. Kecupan itu beru