Saat lift sampai lantai kamar, mereka berdua keluar. Hati Ghea semakin berdebar-debar ketika langkahnya hampir sampai ke kamar hotel. Berbeda dengan Ghea, Rowan tampak tenang sekali. Pria itu bisa menyembunyikan perasaannya dengan wajahnya yang tenang. Rowan menempelkan access card yang dibawanya. Kemudian mendorong pintu yang sudah terbuka. Aroma bunga tercium ketika pintu dibuka. Ghea masuk lebih dahulu. Kemudian disusul oleh Rowan. Rowan menutup kembali pintu kamar. Kemudian menyalakan lampu dengan access card. Saat lampu menyala. Mereka melihat tempat tidur yang dihiasi dengan bunga. Ternyata aroma bunga yang menyambut mereka adalah aroma bunga mawar yang berada di atas tempat tidur. Di dalam kamar seperti ini membuat Ghea merasa canggung sekali. Ini pertama kalinya dirinya berada dalam kamar dengan pria. Sekali pun biasanya dia berada dalam kamar dengan Bian, El, atau Dean, perasaannya sangat berbeda dengan saat ini. Jantungnya berdebar-debar ketika melihat hal itu. “Menyalam
Ghea membuka matanya. Semalaman dia tidur dalam pelukan Rowan. Sepanjang malam suaminya itu memeluknya hingga membuatnya tidak beralih sama sekali. Dengan perlahan, Ghea melepaskan pelukannya. Hal itu membuat Rowan terbangun. “Kamu sudah bangun?” tanya Rowan. Dia menjauhkan tubuhnya sedikit agar dapat menjangkau wajah Ghea. “Apa aku membangunkanmu?” Ghea merasa tidak enak ketika gerakan tubuhnya membangunkan Rowan. “Tentu saja tidak. Aku memang harus bangun.” Rowan tersenyum. Menatap istrinya dengan penuh damba. “Kenapa melihatku seperti itu?” Ghea memegangi wajahnya takut-takut wajahnya berantakan saat tidur. Siapa tahu ada bekas iler di wajahnya. “Aku hanya sedang mengagumi kecantikanmu saja.” Rowan melihat istrinya itu tetap cantik saat bangun tidur. “Aku malu, pasti wajahku berantakan ketika bangun tidur.” Ghea langsung mengusap wajahnya. Namun, belum sempat tangannya sampai di wajah, Rowan sudah meraih tangan Ghea. “Kata orang jika ingin melihat wanita cantik, lihatlah saa
Mereka bertiga menuju ke meja di mana keluarga sudah menunggu. Mereka semua menatap Ghea dan Rowan. Tatapan yang mengisyaratkan apa yang terjadi semalam antara mereka berdua. “Dari jalannya saja, sudah jelas tidak terjadi apa-apa,” ucap Papa Felix. Semua orang langsung mengalihkan pandangan pada Papa Felix. Ghea dan Rowan pun menjadi sangat malu sekali, seketika tidak terjadi apa pun antara dua orang tersebut. “Mulutmu itu!” Mama Chika langsung memukul bahu suaminya. “Abaikan saja dia,” ucapnya pada Rowan dan Ghea. “Mereka mau anaknya made in Labuan Bajo, memang seperti kalian made in apartemen.” Daddy Regan tertawa meledek Daddy Bryan dan Papa Felix. Kedua sahabat itu memang melakukan malam pertama mereka di apartemen. Daddy Bryan yang sedari tadi diam saja, memutar bola mata malas. Kesal sekali dia dibawa-bawa. “Sudah-sudah kalian membuat mereka malu.” Mommy Selly pun menghentikan obrolan para suami itu. “Cepatlah makan, Sayang, agar kalian tidak akan ketinggalan pesawat.” Mom
Rowan bergegas menutup pintu kaca yang menghadap ke arah lautan. Tak lupa juga menutup tirai agar kegiatan mereka tidak terlihat dari luar. Dengan langkah bersemangat Rowan menghampiri Ghea. Jantung Ghea sudah berdebar ketika Rowan menghampirinya. Wajahnya semakin merona ketika suaminya itu mulai merangkak ke atas tempat tidur. Saat Rowan berada tepat di atas tubuh istrinya, dia memandangi Ghea dengan lekat. “Aku ingin memilikimu seutuhnya.” Tangannya bergerak membelai lembut wajah Ghea. “Apa akan sakit?” Ghea justru menanyakan pertanyaan bodoh itu. Rowan tersenyum mendapati pertanyaan itu. “Sakit, tapi nikmat,” ucapnya. “Jadi ini yang kamu maksud sakit, tetapi nikmat?” tanya Ghea mengingat ucapan Rowan beberapa hari yang lalu. “Jangan bilang kamu mencari penyakit itu di bukumu.” Rowan menebak. Ghea yang mencebikkan bibir menjawab hal itu. Membuat Rowan menggeleng heran. Dia tahu, terkadang orang pintar itu tidak selamanya pintar. Ada saja hal bodoh yang sepele yang kadang dia t
Ghea tetap saja malu. Tidak memindahkan tangannya sama sekali dari beberapa aset berharganya. Di kamar mandi, Rowan menurunkan tubuh Ghea di bathtub. Ghea yang merasakan bagian bawah terkena air, meringis kesakitan. Namun, beruntung air adalah air hangat. Jadi tidak terlalu menyiksanya. “Kamu sudah mandi?” tanya Ghea menatap Rowan. “Belum jika kamu mau mengajakku mandi bersama.” Rowan tersenyum penuh arti. Tadi, dia memang sudah mandi lebih dahulu saat istrinya itu tidur. Ghea yang melihat senyum Rowan, merasa jika senyum itu mengandung arti lain. “Aku rasa sebaiknya aku mandi sendiri saja.” Rowan semakin melebarkan senyuman ketika Ghea terlihat begitu panik. “Baiklah, panggil aku jika kamu sudah selesai.” Lagi pula, dia tidak mau menyiksa istrinya itu dengan melakukannya lagi. ***Di meja makan mereka berdua menikmati makan malam mereka. Tirai yang disingkap membuat pemandangan begitu terlihat. Hal itu membuat mereka dapat melihat pemandangan yang indah di lautan ya
Malam ini Rowan dan Ghea menikmati tidur di boat. Pengalaman yang tak terlupakan untuk mereka berdua. Makan malam romantis di bawah langit malam menambah kebahagiaan mereka. Bintang-bintang yang bertaburan di atas sana terlihat begitu indah menemani makan malam. “Apa kamu tahu apa bedanya bintang dan kamu?” tanya Rowan. “Apa?” Ghea benar-benar tidak tahu. “Jika bintang hanya bersinar pada waktu malam, kamu bersinar pada setiap waktu.” Ghea tertawa. Sebenarnya itu yang dia suka dari Rowan. Pria itu memang punya selera humor, tetapi hanya pada orang-orang tertentu saja. “Katakan padaku, kamu mau berapa anak?” tanya Rowan. “Em … dua.” Ghea pikir punya dua anak akan sangat seru. Karena rata-rata saudaranya memiliki dua. El-dua anak, Al-dua anak, dan Cia-dua anak. Jadi dia mungkin dua. “Kenapa dua, aku mau lebih dari dua.” Rowan merasa sedih ketika harus sendiri ketika kakaknya sakit. Mungkin jika dia punya lebih dari satu saudara, paling tidak ada yang akan mendampinginya saa
Pesawat melandas sempurna di Bandara Internasional. Ghea dan Rowan turun dari pesawat dan menunggu dijemput. Tadi Bian sudah mengabari jika akan menjemput mereka. Namun, saat sampai di Bandara, Bian belum juga datang. Ghea mencoba menghubungi Bian, tetapi belum sampai sambungan telepon itu terhubung, mobil Bian sudah sampai di depan mereka. Bian menurunkan kaca mobil. “Maaf aku terlambat,” ucapnya. “Menyebaklkan,” gumam Ghea.“Tidak apa-apa.” Rowan lebih santai dibanding Ghea. Rowan dan Ghea memasukkan barang ke bagasi mobil. Kemudian masuk ke mobil. Rowan duduk di depan, sedangkan Ghea duduk di belakang. “Kenapa terlambat?” tanya Ghea pada adiknya. Tadi suaminya sudah mengajak untuk ke restoran untuk menunggu Bian, tetapi dia tidak mau karena yakin Bian akan datang. Dari pesan yang dikirim Bian, adiknya itu tampak sudah akan sampai. “Macet.” Bian tersenyum. Beberapa tahun di London, membuatnya tidak dapat memperkirakan waktu tempo. Biasanya di London tiga puluh menit perjalanan
Rowan dan Ghea pagi ini menjemput Gemma. Mereka begitu merindukan Gemma. Saat tiba di rumah El, ternyata anak-anak sedang bermain di depan rumah. Tampan mereka sedang menikmati berjemur di bawah matahari. “Mommy.” Gemma yang melihat mommy dan daddy-nya langsung berteriak. “Kenapa selalu mommy-nya yang dipanggil, apa aku tidak dianggap.” Rowan yang mendapati Gemma hanya memanggil istrinya hanya merasa gemas. Padahal jelas-jelas mereka bersama. Ghea meraih lengan Rowan. “Jangan marah seperti itu. Lihat wajahmu jelek sekali.” Ghea tersenyum manis. Rowan hanya memutar bola matanya malas. Dia tidak benar-benar marah. Ketika Gemma sampai di depan mereka, Ghea langsung memberikan pelukannya. Dia amat merindukan Gemma beberapa hari ini. Baginya, Gemma sudah menjadi bagian hidupnya, jadi memang terasa aneh ketika tidak ada Gemma. “Mommy rindu dengan Gemma.” Ghea mendaratkan kecupan di puncak kepala Gemma. “Gemma juga rindu dengan Mommy.” Gadis kecil itu mengeratkan pelukannya. “Ha