Ghea membuka matanya. Semalaman dia tidur dalam pelukan Rowan. Sepanjang malam suaminya itu memeluknya hingga membuatnya tidak beralih sama sekali. Dengan perlahan, Ghea melepaskan pelukannya. Hal itu membuat Rowan terbangun. “Kamu sudah bangun?” tanya Rowan. Dia menjauhkan tubuhnya sedikit agar dapat menjangkau wajah Ghea. “Apa aku membangunkanmu?” Ghea merasa tidak enak ketika gerakan tubuhnya membangunkan Rowan. “Tentu saja tidak. Aku memang harus bangun.” Rowan tersenyum. Menatap istrinya dengan penuh damba. “Kenapa melihatku seperti itu?” Ghea memegangi wajahnya takut-takut wajahnya berantakan saat tidur. Siapa tahu ada bekas iler di wajahnya. “Aku hanya sedang mengagumi kecantikanmu saja.” Rowan melihat istrinya itu tetap cantik saat bangun tidur. “Aku malu, pasti wajahku berantakan ketika bangun tidur.” Ghea langsung mengusap wajahnya. Namun, belum sempat tangannya sampai di wajah, Rowan sudah meraih tangan Ghea. “Kata orang jika ingin melihat wanita cantik, lihatlah saa
Mereka bertiga menuju ke meja di mana keluarga sudah menunggu. Mereka semua menatap Ghea dan Rowan. Tatapan yang mengisyaratkan apa yang terjadi semalam antara mereka berdua. “Dari jalannya saja, sudah jelas tidak terjadi apa-apa,” ucap Papa Felix. Semua orang langsung mengalihkan pandangan pada Papa Felix. Ghea dan Rowan pun menjadi sangat malu sekali, seketika tidak terjadi apa pun antara dua orang tersebut. “Mulutmu itu!” Mama Chika langsung memukul bahu suaminya. “Abaikan saja dia,” ucapnya pada Rowan dan Ghea. “Mereka mau anaknya made in Labuan Bajo, memang seperti kalian made in apartemen.” Daddy Regan tertawa meledek Daddy Bryan dan Papa Felix. Kedua sahabat itu memang melakukan malam pertama mereka di apartemen. Daddy Bryan yang sedari tadi diam saja, memutar bola mata malas. Kesal sekali dia dibawa-bawa. “Sudah-sudah kalian membuat mereka malu.” Mommy Selly pun menghentikan obrolan para suami itu. “Cepatlah makan, Sayang, agar kalian tidak akan ketinggalan pesawat.” Mom
Rowan bergegas menutup pintu kaca yang menghadap ke arah lautan. Tak lupa juga menutup tirai agar kegiatan mereka tidak terlihat dari luar. Dengan langkah bersemangat Rowan menghampiri Ghea. Jantung Ghea sudah berdebar ketika Rowan menghampirinya. Wajahnya semakin merona ketika suaminya itu mulai merangkak ke atas tempat tidur. Saat Rowan berada tepat di atas tubuh istrinya, dia memandangi Ghea dengan lekat. “Aku ingin memilikimu seutuhnya.” Tangannya bergerak membelai lembut wajah Ghea. “Apa akan sakit?” Ghea justru menanyakan pertanyaan bodoh itu. Rowan tersenyum mendapati pertanyaan itu. “Sakit, tapi nikmat,” ucapnya. “Jadi ini yang kamu maksud sakit, tetapi nikmat?” tanya Ghea mengingat ucapan Rowan beberapa hari yang lalu. “Jangan bilang kamu mencari penyakit itu di bukumu.” Rowan menebak. Ghea yang mencebikkan bibir menjawab hal itu. Membuat Rowan menggeleng heran. Dia tahu, terkadang orang pintar itu tidak selamanya pintar. Ada saja hal bodoh yang sepele yang kadang dia t
Ghea tetap saja malu. Tidak memindahkan tangannya sama sekali dari beberapa aset berharganya. Di kamar mandi, Rowan menurunkan tubuh Ghea di bathtub. Ghea yang merasakan bagian bawah terkena air, meringis kesakitan. Namun, beruntung air adalah air hangat. Jadi tidak terlalu menyiksanya. “Kamu sudah mandi?” tanya Ghea menatap Rowan. “Belum jika kamu mau mengajakku mandi bersama.” Rowan tersenyum penuh arti. Tadi, dia memang sudah mandi lebih dahulu saat istrinya itu tidur. Ghea yang melihat senyum Rowan, merasa jika senyum itu mengandung arti lain. “Aku rasa sebaiknya aku mandi sendiri saja.” Rowan semakin melebarkan senyuman ketika Ghea terlihat begitu panik. “Baiklah, panggil aku jika kamu sudah selesai.” Lagi pula, dia tidak mau menyiksa istrinya itu dengan melakukannya lagi. ***Di meja makan mereka berdua menikmati makan malam mereka. Tirai yang disingkap membuat pemandangan begitu terlihat. Hal itu membuat mereka dapat melihat pemandangan yang indah di lautan ya
Malam ini Rowan dan Ghea menikmati tidur di boat. Pengalaman yang tak terlupakan untuk mereka berdua. Makan malam romantis di bawah langit malam menambah kebahagiaan mereka. Bintang-bintang yang bertaburan di atas sana terlihat begitu indah menemani makan malam. “Apa kamu tahu apa bedanya bintang dan kamu?” tanya Rowan. “Apa?” Ghea benar-benar tidak tahu. “Jika bintang hanya bersinar pada waktu malam, kamu bersinar pada setiap waktu.” Ghea tertawa. Sebenarnya itu yang dia suka dari Rowan. Pria itu memang punya selera humor, tetapi hanya pada orang-orang tertentu saja. “Katakan padaku, kamu mau berapa anak?” tanya Rowan. “Em … dua.” Ghea pikir punya dua anak akan sangat seru. Karena rata-rata saudaranya memiliki dua. El-dua anak, Al-dua anak, dan Cia-dua anak. Jadi dia mungkin dua. “Kenapa dua, aku mau lebih dari dua.” Rowan merasa sedih ketika harus sendiri ketika kakaknya sakit. Mungkin jika dia punya lebih dari satu saudara, paling tidak ada yang akan mendampinginya saa
Pesawat melandas sempurna di Bandara Internasional. Ghea dan Rowan turun dari pesawat dan menunggu dijemput. Tadi Bian sudah mengabari jika akan menjemput mereka. Namun, saat sampai di Bandara, Bian belum juga datang. Ghea mencoba menghubungi Bian, tetapi belum sampai sambungan telepon itu terhubung, mobil Bian sudah sampai di depan mereka. Bian menurunkan kaca mobil. “Maaf aku terlambat,” ucapnya. “Menyebaklkan,” gumam Ghea.“Tidak apa-apa.” Rowan lebih santai dibanding Ghea. Rowan dan Ghea memasukkan barang ke bagasi mobil. Kemudian masuk ke mobil. Rowan duduk di depan, sedangkan Ghea duduk di belakang. “Kenapa terlambat?” tanya Ghea pada adiknya. Tadi suaminya sudah mengajak untuk ke restoran untuk menunggu Bian, tetapi dia tidak mau karena yakin Bian akan datang. Dari pesan yang dikirim Bian, adiknya itu tampak sudah akan sampai. “Macet.” Bian tersenyum. Beberapa tahun di London, membuatnya tidak dapat memperkirakan waktu tempo. Biasanya di London tiga puluh menit perjalanan
Rowan dan Ghea pagi ini menjemput Gemma. Mereka begitu merindukan Gemma. Saat tiba di rumah El, ternyata anak-anak sedang bermain di depan rumah. Tampan mereka sedang menikmati berjemur di bawah matahari. “Mommy.” Gemma yang melihat mommy dan daddy-nya langsung berteriak. “Kenapa selalu mommy-nya yang dipanggil, apa aku tidak dianggap.” Rowan yang mendapati Gemma hanya memanggil istrinya hanya merasa gemas. Padahal jelas-jelas mereka bersama. Ghea meraih lengan Rowan. “Jangan marah seperti itu. Lihat wajahmu jelek sekali.” Ghea tersenyum manis. Rowan hanya memutar bola matanya malas. Dia tidak benar-benar marah. Ketika Gemma sampai di depan mereka, Ghea langsung memberikan pelukannya. Dia amat merindukan Gemma beberapa hari ini. Baginya, Gemma sudah menjadi bagian hidupnya, jadi memang terasa aneh ketika tidak ada Gemma. “Mommy rindu dengan Gemma.” Ghea mendaratkan kecupan di puncak kepala Gemma. “Gemma juga rindu dengan Mommy.” Gadis kecil itu mengeratkan pelukannya. “Ha
Pagi-pagi sekali Rowan pergi ke rumah yang disewa Ghea dan Raya. Meminta Raya untuk mengambilkan baju Ghea. Dengan beberapa baju yang dibawanya, Rowan pulang untuk memberikan baju itu pada istrinya. Ghea bersyukur akhirnya dapat memakai bajunya sendiri. Paling tidak, dia tidak keluar dari kamar dengan seksi. Pagi-pagi Ghea sibuk memasak sebelum berangkat bekerja. Dia benar-benar bersemangat dengan kegiatan barunya. Menyiapkan apa keperluan anak dan suaminya. “Mommy.” Suara Gemma dan Rowan terdengar dari dalam kamar. Ghea yang mendengar suara itu, meminta asisten rumah tangga melanjutkan merapikan meja makan. Dia yang sudah selesai masak, jadi hanya tinggal merapikan saja. Dengan langkah cepat, Ghea menghampiri anak dan ayah itu. Saat masuk ke kamar Gemma, dia melihat suami dan anaknya itu tersenyum menyambutnya. Tangan mereka memberikan dasi pada Ghea. Mereka berada dalam posisi yang sama. Ghea tersenyum melihat hal indah itu. Rasanya lucu sekali melihat anak dan ayah
Kiara dan Kafi sampai di hotel. Hotel bertema Santorini tampak begitu indah sekali. Dominasi warna putih dan biru tampak cantik.“Cantik sekali.” Kiara yang melihat kamar yang dapat melihat laut, begitu terpesona. Apalagi suasananya benar-benar serasa di luar negeri.Dia segera membuka pintu balkon. Kolam renang yang berada di depan kamar menghadap ke laut. Warna air yang biru seperti laut membuat hati menjadi begitu tenang sekali. Suasana ini benar-benar memberikan kenyamanan luar biasa.“Kamu suka?” Kafi memeluk Kiara dari belakang. Mendaratkan kecupan di pipi Kiara.Pipi Kiara menghangat. Dia merasa malu dengan apa yang baru saja dilakukan Kafi.“Suka.” Kiara menjawab lirih.“Kita akan menikmati waktu di sini dan menikmati keindahan di sini.” Kafi akan menghabiskan waktu dengan sang istri nanti.Kiara tidak sabar untuk melihat keindahan tempat ini. Apalagi semua orang tahu laut di sini menyajikan keindahan yang luar biasa.Kafi memutar tubuh Kiara. Membuat sang istri berhadapan den
Gemma akhirnya ikut ke kamar hotel. Dia tampak begitu senang sekali. Apalagi dia akan tidur dengan daddy barunya. Kiara dan Kafi pun tidak keberatan sama sekali. Mereka jadi bersemangat ketika melihat Gemma.Saat masuk ke kamar, Kafi segera menyalakan lampu. Gemma yang bersemangat, langsung masuk lebih dulu. Membuat Kiara dan Kafi hanya bisa tersenyum. “Ada bunga.” Gemma yang melihat bunga di atas tempat tidur begitu senang. “Bunganya bentuk love.” Gemma merasa bentuknya begitu bagus sekali.Kiara dan Kafi yang masuk, melihat kamar yang didekor untuk malam pertama. Ada bunga yang ditata di atas tempat tidur. Mereka berdua merasa jika sepertinya memang salah mengajak Gemma ke kamar pengantin. Namun, mau bagaimana lagi, anaknya begitu ingin sekali tidur bersama.“Mommy boleh naik ke tempat tidur?” tanya Gemma.“Gemma bersihkan diri dulu. Ganti baju dulu, baru nanti naik.” Kiara menasihati sang anak.“Baiklah.”Akhirnya Gemma, Kiara, Kafi memilih segera membersihkan diri dulu sebelum ti
Kiara berjalan ke ballroom hotel diantar oleh Rowan. Rowan mengantarkan Kiara pada pria yang akan menjaga Kiara seumur hidupnya. Kiara berjalan dengan perlahan sambil melingkarkan tangannya di lengan Rowan. Kiara tampak gugup sekali hingga Rowan berusaha untuk menenangkan Kiara. Menggenggam tangan Kiara untuk menenangkannya. Saat Rowan memegangi tangannya Kiara jauh lebih tenang.Dari kejauhan tampak Kafi menunggu Kiara di sana. Kafi begitu tampan dengan setelan jas dengan hiasan dasi. Pin bunga yang tersemat di dada sebelah kirinya tampak pas dengan jas yang dipakai. Saat melihat Kiara, Kafi begitu terpesona. Kiara tampak cantik dengan gaun yang dipakainya. Gaun itu membentuk tubuh Kiara. Wajah Kiara yang dirias pun membuat wajahnya semakin cantik. Jelas Kafi dibuat terpesona dengan kecantikan Kiara.Tidak melihat Kiara selama tiga hari karena sang mama melarangnya, membuat Kafi begitu senang ketika melihat Kiara untuk pertama kali. Rasa rindunya sedikit terobati.Kiara melihat Kafi
Kiara yang datang langsung menyalami orang tua Kafi. Ini kali pertama mereka bertemu dan langsung lamaran. Tentu saja perkenalan yang cukup mendadak.Orang tua Kafi melihat Kiara yang begitu cantik, terpeona. Pantas saja anak mereka sampai tergila-gila dengan Kiara. Karena ternyata memang secantik itu Kiara.Setelah berkenalan, Kiara langsung duduk di sofa. Duduk di antara Ghea dan juga Rowan. Tentu saja berhadapan dengan keluarga Kafi.“Kak, keluarga Kafi datang ke sini untuk melamar Kak Kiara. Apakah Kak Kiara mau?” Rowan langsung menatap Kiara.Kiara menatap Kafi sejenak sebelum akhirnya menjawab pertanyaan adiknya. “Aku mau.” Kiara mengangguk.“Syukurlah. Akhirnya lamaran kita diterima.” Winda merasa senang sekali.Kafi yang mendengar jawaban dari Kiara pun tak kalah senang. Akhirnya satu tahapan dapat dilalui juga.Rowan bernapas lega. Akhirnya Kiara dapat memulai hidup baru. Ini adalah gerbang pembuka untuk Kiara menuju ke masa depan.“Kapan kira-kira pernikahan diadakan? Apa ak
Kafi mengajak Kiara ke restoran hotel Maxton. Kafi memesan satu tempat di sana untuk menikmati makan malam romantis dengan Kiara.Restoran berada di rooftop hotel. Saat sampai sampai mereka langsung disuguhi pemandangan dari atas. Tampak gedung-gedung bertingkat menjulang tinggi. Lampu-lampu yang menyala tampak indah saat dilihat dari ketinggian. Langit malam pun tampak indah dengan bintang-bintang yang bersinar.“Kenapa sepi?” Kiara tidak mendapatkan satu orang pun di restoran.“Aku memesan semuanya.” Kafi ini makan malam romantis. Karena itu dia memesan satu tempat untuk beberapa jam.Kiara benar-benar tidak menyangka Kafi akan melakukan hal semacam itu. Itu membuat bahagia sekali, karena dengan begitu dia bisa menikmati makan malam romantis dengan Kafi.Kafi menarik mengajak Kiara ke tempat yang sudah dipesan. Alangkankah terkejutnya ketika melihat meja makan dihiasi dengan lampu-lampu kecil. Tampak begitu cantik sekali.“Kamu mempersiapkan ini?” tanya Kiara.“Iya.” Kafi menarik t
“Kenapa Kak Kiara meminta aku pulang? Apa Kak Kiara baik-baik saja?” tanya Rowan yang panik. Dia takut kakaknya kenapa-kenapa.“Aku baik-baik saja. Hanya saja ada yang aku mau bicarakan denganmu.” Kiara pun menyampaikan apa yang membuatnya menghubungi Rowan.“Ada apa?” tanya Rowan.“Kafi menyatakan cinta padaku. Apa kamu mengizinkan jika aku menerimanya?” Kiara menatap lekat wajah adiknya.Rowan benar-benar tidak menyangka jika Kiara akan menanyakan hal itu. Dia pikir kakaknya sudah menjawab pertanyaan Kafi itu. Namun, ternyata sang kakak menanyakan padanya lebih dulu.“Terima kasih sudah mau bertanya padaku, Kak. Kak Kiara harusnya memberikan jawaban sesuai dengan keinginan Kak Kiara. Sekarang Kak Kiara sudah pulih. Jadi tidak apa-apa jika Kak Kiara menentukan pilihan sendiri.” Rowan menarik tangan Kiara.“Kamu bukan sekadar adikku saja. Kamu adalah waliku. Jadi memang sewajarnya aku meminta izin padamu.” Kiara tidak bisa mengingkari fakta jika Rowan yang bertanggung jawab dengan dir
Rowan sudah menebak jika Kiara akan bertanya hal itu. Senyum manis pun menghiasi wajah Rowan.Bertepatan dengan Kiara yang bertanya, mobil Kafi berhenti tepat di depan rumah.“Kak Kiara tanya sendiri saja pada Pak Kafi.” Rowan langsung melemparkan pada Kafi. Meminta sang kakak mendapat jawab dari Kafi sendiri. Itu akan jauh lebih baik dibanding dirinya yang memberikan jawaban.Kiara langsung mengalihkan pandangan pada mobil Kafi yang berhenti di depan rumah. Tampak Kafi turun dari mobil dan berjalan, menghampiri Kiara dan Rowan.“Apa kamu punya waktu? Aku ingin bicara denganmu.” Kafi menatap Kiara. Ada banyak hal yang harus dibicarakan. Jadi dia ingin mengajak Kiara pergi sebentar.Kiara langsung menatap Rowan. Seolah meminta izin pada adiknya itu. Walaupun Rowan adalah adiknya, tetapi Kiara lebih menganggapnya seorang kakak yang melindungi.“Pergilah, Kak.” Rowan yang mengerti tatapan Kiara itu langsung memberikan izin.Mendapatkan izin dari adiknya, Kiara langsung mengangguk. “Aku a
“Fi, siapa wanita tadi?” Baru juga Kafa sampai rumah, sudah disambut dengan pertanyaan itu.“Aku baru pulang, Ma. Sabar.” Kafi benar-benar tidak habis pikir, bagaimana bisa sang mama langsung melemparkan pertanyaan seperti itu.“Kamu ini, Mama sudah penasaran sejak tadi.” Winda memang sudah ingin tahu sejak tadi. Jadi dia merasa harus segera tahu.“Kafi jelaskan sambil duduk saja.” Kafi pun segera mengajak sang mama untuk di ruang tamu.Winda yang begitu penasaran dan ingin tahu segera ikut sang anak. Dia langsung duduk di sofa yang berada di ruang tamu.“Wanita tadi namanya Kiara.” Kafi mencoba menjelaskan.“Mama sudah berkenalan tadi. Jadi tidak perlu dijelaskan lagi.” Winda merasa anaknya benar-benar berbasa-basi sekali.Kafi tersenyum. Dia lupa jika sang mama sudah berkenalan. “Kiara adalah ibu dari salah satu anak murid di sekolahan kita. Anak tadi itu adalah anaknya.” Kafi mencoba menceritakan pada sang mama.Winda terdiam sejenak ketika mendengar jika Gemma adalah anak Kiara. T
Kiara langsung memegangi pipinya. Pipinya memang menghangat. Jadi wajar jika pipinya memerah.“Ini bukan karena matahari.” Kiara langsung mengelak.“Lalu karena apa?” tanya Kafi.“Ini karena aku malu.”Kafi langsung tersenyum. Senang sekali ketika melihat rona merah di pipi Kiara. Ternyata Kiara malu karena dirinya.Gemma yang menarik Kafi membuat Kafi akhirnya harus ikut Gemma. Tangan Kafi yang menggenggam Kiara pun membuat Kiara ikut juga. Mereka bertiga bersama-sama menuju ke permainan lain.Gemma meminta untuk berada di bawah tong air. Mereka menunggu air di bawah tong air. Saat air tumpah, Gemma, Kiara, dan Kafi langsung berteriak. Keseruan begitu terasa sekali.Dari sana mereka bermain di kolam busa. Semburan busa tampak begitu seru sekali. Gemma begitu menikmati. Biasanya hanya bermain di bathtub saja kini dia bisa main di kolam besar. Tentu saja itu begitu mengasyikkan sekali.“Ho ... ho ....” Kafi meletakkan busa si bawah dagunya. Tawa Kiara dan Gemma langsung terdengar. Kafi