Dakota terbangun di sebuah kamar hotel. Ingatannya mengingat kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya dibawa secara paksa ke dalam hotel. Shit! Lama-lama Dakota bisa gila menghadapi pria sialan dan kurang ajar itu.
Dakota menyibak selimut, dan membersihkan tubuhnya. Tepat di kala dia sudah selesai mandi—ada seorang pelayan masuk ke dalam kamar hotel sambil membawakan paper bag.
“Selamat pagi, Nona Spencer,” sapa sang pelayan sopan.
“Kau siapa?” tanya Dakota tanpa basa-basi, pada seorang wanita yang berpakaian pelayan.
“Nona Spencer, saya adalah pelayan yang ditugaskan Tuan Caldwell untuk melayani Anda. Di dalam paper bag ini sudah ada baju ganti dan alat make up lengkap yang baru bisa Anda gunakan.” Sang pelayan menyodorkan paper bag yang ada di tangannya pada Dakota.
Dakota mengembuskan napas kasar. Wanita cantik itu seakan enggan untuk menerima pemberian dari pria berengsek yang mengganggunya. Namun, tidak mungkin dia memakai baju yang tadi malam. Dia tak memiliki pilihan lain. Akhirnya, dia mengambil paper bag yang diberikan sang pelayan.
“Thanks, kau boleh keluar. Aku ingin mengganti pakaianku,” ucap Dakota datar, meminta sang pelayan untuk pergi.
“Baik, Nona. Saya permisi.” Pelayan itu menundukkan kepalanya, lalu pamit undur diri dari hadapan Dakota.
Dakota menanggalkan bathrobe-nya, dan langsung mengganti pakaian dengan dress yang diberikan oleh sang pelayan. Dress berbahan kaus itu membuat kesan nyaman di tubuh Dakota. Wanita cantik itu berbalik, bermaksud ingin bercermin. Namun, betapa terkejutnya dia melihat Dylan sudah berdiri tak jauh darinya.
“Kau! Sejak kapan kau di sini?!” seru Dakota dengan nada keras dan terselip kepanikan nyata. Bayangkan saja dia baru selesai mengganti pakaian, sudah di hadapkan Dylan ada di depannya. Itu sama saja dengan Dylan melihatnya mengganti pakaian.
“Sudah sejak tadi. Kau memiliki tubuh yang indah, Nona Spencer. I love it,” komentar Dylan dengan seringai di wajahnya.
Mata Dakota membulat sempurna mendengar ucapan Dylan. “Berengsek! K-kau mengintipku ganti baju?!”
“Bukan mengintip. Lebih tepatnya aku tidak sengaja melihat.” Dylan duduk di sofa, menyilangkan kaki kanan bertumpu ke paha kirinya. Nadanya santai, tenang, seolah tanpa sama sekali berdosa.
Dakota berdecak kesal, dengan wajah menunjukkan amarah. “Bajingan! Kau tahu aku sedang mengganti pakaian, kenapa kau tidak menutup matamu!” semburnya emosi. Bisa-bisanya pria berengsek di depannya ini mengatakan kalimat yang seolah tidak bersalah sama sekali. Dakota bersumpah pria di depannya ini sangat berengsek.
Dylan dengan santai mengambil wine yang ada di atas meja. “Ada pemandangan bagus, kenapa harus menutup mata? Sangat disayangkan jika tidak dilihat, bukan?”
“Kau—” Dakota mengepalkan tangannya, ingin sekali melayangkan pukulan ke wajah Dylan. Namun, sayangnya keseimbangan Dakota tak terjaga dengan baik. Sialnya, Dakota terjatuh tepat di pangkuan Dylan.
Dakota memekik terkejut di kala jatuh ke pangkuan Dylan. Dia ingin bangkit berdiri, tapi Dylan sudah melingkarkan tangannya di pinggang Dakota—membuat wanita itu tidak bisa berkutik sama sekali.
“Dylan lepaskan aku!” seru Dakota seraya memukuli dada bidang Dylan, dengan cukup keras.
“Kau sendiri yang menjatuhkan tubuhmu di pangkuanku. Jadi aku menganggap itu sebagai kesengajaan.” Dylan menjawab enteng sambil menatap Dakota.
“Tidak sengaja, Sialan! Mana mungkin aku sengaja menjatuhkan tubuhku ke pangkuanmu!” seru Dakota jengkel.
Dylan menarik dagu Dakota, mendekat ke bibirnya sambil berbisik serak, “Dress yang aku beli cocok di tubuhmu. Kau terlihat sangat cantik.”
Pipi Dakota sedikit bersemu merah akibat pujian yang lolos di bibir Dylan. Namun, Dakota tidak mau terbuai akan pujian dari pria sialan itu. “Lepaskan aku!”
Dylan menyunggingkan senyuman miring. “Tanganku sudah tidak lagi memelukmu, Nona Spencer.”
Dakota melihat ke pinggangnya. Shit! Benar saja, Dylan sudah tidak memeluknya. Buru-buru, Dakota bangkit berdiri. Astaga! Dia sangat malu. Dia tak sadar Dylan sudah melepaskan pelukan di pinggangnya.
Dylan bangkit berdiri. “Ayo aku antar kau pulang.”
Dakota melipat tangan di depan dada. “Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri! Kau tidak perlu repot mengantarku.”
Dylan tersenyum samar. “I know, kau bisa sendiri, tapi kau ke sini bersamaku, maka kau harus pulang bersamaku.”
“Dylan—”
“Jika kau tidak menurut, aku akan mengadukan pada ayahmu tentang kejadian di klub tadi malam. Kau ingin seperti itu, Nona Spencer?” Dylan memotong ucapan Dakota, memberikan ancaman tak main-main.
Mata Dakota melebar terkejut ketika diancam Dylan. “Sialan! Berani sekali kau mengancamku!”
Dylan mendekat dan dengan berani mengecup bibir Dakota. “Kita pulang sekarang, Nona Spencer.”
Tangan Dakota mengepal kuat. Sorot mata tajam. Rahangnya mengetat. Aura kemarahannya terlihat jelas. Dalam hati dia tak henti meloloskan umpatan kasar. Dia ingin berontak, tapi ancaman Dylan tak bisa diabaikan. Jika ayahnya tahu, habislah dia. Kacau sudah semuanya. Detik selanjutnya, dengan penuh paksaan Dakota menghentakkan kakinya mengikuti Dylan.
Di lobby, Dakota hendak masuk ke dalam mobil Dylan, tapi tiba-tiba saja ada wanita cantik berambut pirang memanggil Dylan dan berhenti tepat di hadapan mereka. Wanita itu kini langsung melingkarkan tangannya ke leher Dylan.
“Hi, Dylan. Senang sekali aku bertemu denganmu di sini.” Wanita berambut pirang itu berbisik seksi di depan bibir Dylan.
Dylan tersenyum sambil meremas bokong wanita berambut pirang itu. “Hari ini aku sangat sibuk. Besok kau bisa temui aku di penthouse-ku.”
Wanita berambut pirang itu menatap sinis Dakota. “Siapa dia, Dylan? Apa dia jalang barumu?”
“Hey! Jaga bicaramu! Kau yang jalang!” seru Dakota tak terima disebut jalang.
“Kau—” Wanita berambut pirang itu hendak menyerang Dakota, tapi dengan sigap Dylan menarik tangan wanita berambut pirang itu.
“Pulanglah. Aku harus mengantarnya. Dia bukan jalang. Jangan mencari masalah,” kata Dylan mengingatkan wanita berambut pirang itu.
Wanita berambut pirang itu sangat kesal. Namun, dia tidak ingin membuat Dylan marah padanya. “Oke fine, aku pulang, tapi nanti aku akan ke penthouse-mu.”
Dylan mengangguk merespon ucapan wanita berambut pirang itu.
“Bye, Sayang.” Wanita berambut pirang itu mengecup bibir Dylan di depan Dakota, lalu dia melangkah pergi meninggalkan tempat itu.
Dakota tersenyum sinis menatap wanita berambut pirang yang melewatinya. “Dia pelacurmu?”
Dylan menoleh menatap Dakota. “Well, apa kau sedang cemburu, Nona Spencer?”
Dakota menunjuk dirinya sendiri. “Aku cemburu? Sorry! Tidak sama sekali!”
Dylan terkekeh rendah sambil mencubit hidung mancung Dakota. “Kau tenang saja. Kau jauh lebih cantik dan memesona darinya.”
Dakota mendelik tajam. “Kau memang pria berengsek!”
Dylan kembali terkekeh mendengar ucapan Dakota. Dia masuk ke dalam mobil, dan dengan terpaksa Dakota juga masuk ke dalam mobil. Pria tampan itu melajukan mobilnya meninggalkan lobby rumah sakit. Tampak raut wajah Dakota menunjukkan rasa kesalnya.
“Thanks, sudah mengantarku. Sekarang kau pulanglah.” Dakota membuka seat-belt, hendak turun dari mobil Dylan. Mobil Dylan sudah berhenti di lobby apartemen di mana unit penthouse-nya berada.“Ucapan terima kasihmu tidak aku terima. Bukan seperti itu cara berterima kasih, Nona Spencer,” jawab Dylan seraya menatap Dakota yang sudah bersiap untuk turun dari mobil.Dakota menatap Dylan seraya mengerutkan keningnya. “Apa maksud ucapanmu?” tanyanya tak mengerti. Dia merasa sudah terima kasih, tapi malah Dylan mengatakan bukan seperti itu cara berterima kasih.“Kau terlalu polos, Nona Spencer. Begini caranya.” Dylan menarik dagu Dakota, mencium dan melumat bibir wanita itu. Tampak mata Dakota melebar terkejut mendapatkan ciuman dari Dylan.“Kau boleh turun sekarang. Bibirmu selalu manis, Nona Spencer,” bisik Dylan serak.Dakota tersadar bahwa Dylan telah melampui batas kurang ajar. “Berengsek kau!”Dylan tersenyum samar. “Jangan terlalu banyak mengumpat, Nona Spencer. Wanita cantik sepertimu
Jamuan makan malam rekanan dari keluarga Spencer begitu penuh dengan tamu undangan, dari kalangan atas. Pembisnis sukses berada di sana. Dakota yang datang dengan gaun berwarna gold transparan dengan model kemben membuat Dakota tampil sangat cantik dan elegan.Tadi sore, Dakota memilih satu dari sepuluh gaun yang sudah dia beli. Pilihannya jatuh pada dress berwarna gold yang dia kenakan malam ini. Ya, pilihan Dakota ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang.Beberapa tamu undangan bersalaman dan berbincang dengan Dakota. Seperti biasa Helen terus menerus mempromosikan Dakota masih single. Oh God! Cara Helen membuat Dakota sangat malu. Namun, di sisi lain apa boleh buat? Hobby ibunya memang suka sekali mempromosikan dirinya—seolah dirinya tidak bisa mendapatkan kekasih.“Maaf permisi, aku ingin ke toilet.” Dakota berpamitan menyingkir dari kerumunan para tamu undangan, serta kedua orang tuanya. Tujuan Dakota adalah menghindar agar terbebas dari perjodohan gila.“Dakota, tungg
*Terima kasih sudah mengizinkanku menginap di penthose-mu. Aku ada meeting pagi ini. Sampai bertemu lagi, Nona Spencer—Dylan. C.* Sebuah notes dibaca oleh Dakota di kala Dakota baru saja terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Rupanya Dylan sudah berangkat lebih awal. Baguslah. Paling tidak dia tidak harus sarapan bersama pria aneh itu. Detik selanjutnya, dia memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya. Berendam adalah jalan terbaik melepaskan penat.Tiga puluh menit berlalu, Dakota sudah selesai berendam. Hari ini dia tidak berangkat ke kantor. Dia meminta libur dan bersantai sejenak. Biar saja adik laki-lakinya yang mengurus perusahaan. Dia sedang ingin bermalas-malasan. Suara bell berbunyi. Dakota yang sedang makan sandwich mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Dalam hati dia menduga pasti Dylan yang datang. Ah! Jika benar pria itu ingin sekali dia tending. Dia mengikat asal rambutnya, melangkah menuju pintu—dan membukanya.“Dylan, apa yang—” Seketika ucapan Da
Dakota tertimpa masalah baru akibat ulah Dylan. Bayangkan saja pesan singkat yang ditulis oleh Dylan, membuat malapetaka. Dakota sampai tidak berani menjawab telepon dari ibunya. Oh, God! Rasanya Dakota ingin menceburkan dirinya ke dalam jurang. Tindakan gila yang dilakukan Dylan membuat Dakota sakit kepala.Suara dering ponsel Dakota tidak henti berbunyi. Shit! Dakota langsung mengumpat dalam hati. Ibunya sudah berkali-kali menghubunginya, tapi dia tidak berani menjawab. Bayangkan saja jika menjawab apa yang harus dia katakan?Dylan berdeham sambil menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. “Nona Spencer, apakah Anda tidak ingin menjawab telepon?” tanyanya sedikit memberikan sindiran.Mata Dakota mendelik. “Ini karenamu, Sialan!”“Wanita cantik jangan mengumpat, nanti kau malah terkena sial.” Dylan menjawab enteng.Dakota memijat pelipisnya di kala rasa pusing melanda. “Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Wanita cantik itu mondar-mandir tidak jelas, akibat dilanda kebingungan.Dyla
Dylan Caldwell bagaikan penguntit yang selalu ada di mana-mana. Di klub malam, Dakota bertemu dengan Dylan. Di butik Dakota juga bertemu dengan Dylan. Terakhir di kala mobil mogok, Dakota bertemu dengan Dylan. Sungguh! Benar-benar menyebalkan. Akan tetapi, Dakota harus bersyukur bertemu dengan Dylan di kala mobilnya mogok. Jika saja tidak, maka meeting hari ini dengan client penting akan tertunda—dan berujung pada Dakota dianggap tidak bisa professional.Dakota Spencer adalah anak pertama di keluarga Spencer. Spencer Group bisa dikatakan berada di bawah tangan Dakota. Dizon, adik Dakota memegang cabang bukanlah pusat. Dakota membantu Darren, ayahnya dalam memimpin perusahaan.Audrey, sepupu kandung Dakota, anak dari adik perempuan ayahnya tidak pernah terlibat di perusahaan. Audrey lebih fokus pada Russel Group—perusahaan ayah kandung Audrey. Hal itu yang menyebabkan Spencer Group berada di tangan Dakota.Usia sudah di atas 30 tahun kerap membuat Dakota pusing luar biasa. Ibunya pali
Dakota terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Dia sedikit menunduk, tapi dalam hati dia mengumpati Dylan yang berengsek. Bisa-bisanya pria sialan itu mempersilakan dirinya masuk, tapi sedang make out dengan wanita lain. Sungguh! Dylan Caldwell benar-benar bajingan. Dakota tidak henti mengumpati Dylan.“Kau siapa?!” Wanita berambut pirang itu, menatap Dakota sinis.“Pergilah. Dia tamuku.” Dylan meminta wanita berambut pirang itu untuk pergi.“Dylan, tapi—”“Aku akan mengirimkan uang padamu untukmu belanja. Pergilah berbelanja. Aku masih memiliki urusan di kantor.” Dylan membelai pipi wanita berambut pirang itu.Wanita berambut pirang itu senang karena Dylan akan mengirimkan uang untuknya berbelanja. Detik itu juga wanita berambut pirang itu bangkit dari pangkuan Dylan, mengecup rahangnya—dan dengan sengaja berjalan menyenggol keras bahu Dakota.“Bitch!” umpat Dakota kesal.“Kau terlalu sering mengumpat, Nona Spencer.” Dylan bangkit berdiri, melangkah menghampiri Dakota.Dakota me
Maksud hati Dakota, setelah kembali dari kantor Dylan, dia akan ke kantornya. Namun, di pertengahan jalan dia berubah pikiran. Dia meminta Dylan mengantarnya ke penthouse-nya. Dakota merasa lelah dan tenaganya terkuras habis, karena bicara dengan Dylan. Itu yang membuatnya memutuskan untuk pulang. Akan tetapi, kesialan terus melingkupinya. Di kala Dakota pulang, malah Dylan ingin duduk bersantai di penthouse-nya. Dakota tidak bisa mengusir, karena posisinya sekarang Dylan adalah kekasih pura-puranya. “Aku sangat lelah. Aku ingin tidur. Kau tidak mau pulang?” tanya Dakota tersirat mengusir Dylan.Dylan membuka jasnya, menggulung kemejanya, dan meminum wine. “Jika kau ingin tidur, tidurlah. Aku masih ingin di sini.”‘Keras kepala sekali pria ini,’ batin Dakota seraya mengembuskan napas kesal. “Ya sudah terserah kau. Aku ingin istirahat. Tubuhku sangat lelah.” Dakota berbaring di ranjang, dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Sebelumnya, dia sudah mengganti pakaiannya dengan piyama
“Jadi benar kau dan Dylan menjalin hubungan?” Audrey datang pagi-pagi ke penthouse Dakota, untuk menanyakan kepastian tentang kabar Dakota menjalin hubungan dengan Dylan.Dakota meminum susu kaca yang dibuatkan pelayan. “Pasti ibuku sudah cerita pada Bibi Miranda tentang aku dan Dylan. Iya, kan?” tanyanya menduga.Dakota yakin pasti ibunya sudah heboh pada ibu Audrey, menceritakan tentang dirinya yang bilang sedang menjalin hubungan dengan Dylan. Ah! Benar-benar sangat menyebalkan.Audrey duduk di depan Dakota dengan tatapan serius. “Ya, Bibi Helen cerita begitu semangat pada ibuku. Dan ibuku bertanya padaku.”“Lalu kau jawab apa?”“Hm, aku jawab, aku harus mengonfirmasi dulu padamu. Aku tidak tahu. Kau belum bercerita apa pun padaku.”Dakota menghela napas panjang. “Fine, aku akan cerita padamu, tapi aku mohon jangan cerita pada siapa pun. Ini rahasia antara kita berdua. Janji?”Audrey terdiam sejenak berusaha berpikir. “Rahasia apa, Dakota?”“Janji dulu, Audrey.”“Oke-oke. Aku janji
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor
Kebahagiaan menyelimuti Dylan dan Dakota. Mereka telah mengantongi restu dari Darren. Pun kedua orang tua Dylan sudah diberi tahu tentang Darren yang telah memberikan restu. Tentu kedua orang tua Dylan menyambut dengan sangat bahagia. Sebab ini yang dinantikan banyak orang yaitu Dylan dan Dakota kembali bersatu. Saat ini Dylan dan Dakota sudah pulang dari rumah sakit. Delmer dinyatakan sembuh, dan dokter mengizinkan Delmer untuk pulang. Seakan semesta memang mendukung hubungan Dylan dan Dakota—segala hal diperlancar termasuk Delmer yang sempat kritis dinyatakan sembuh. Pulang dari rumah sakit, Dylan langsung membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Pria tampan itu langsung mengambil tindakan membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Tentu setelah mengantongi izin, membuat Dylan jauh lebih bebas dalam bertindak.“Delmer sudah tidur?” tanya Dylan kala Dakota memasuki kamar mereka.Dakota duduk di samping Dylan, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang dicintainya itu. “S
Kondisi Delmer sudah berangsur-angsur membaik. Bayi laki-laki tampan itu sudah melewati masa kritisnya. Setiap detik Dakota dan Dylan selalu mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada putra mereka untuk tetap ada di dunia ini.Siang itu ruang rawat Dakota dipenuhi dengan Xander datang bersama dengan Audrey. Pun kebetulan Dizon juga datang menjenguk. Tampak Dakota sudah bisa tersenyum menyambut keluarganya yang datang menjenguk Delmer.“Aku senang mendengar Delmer sudah membaik. Aku sangat khawatir, saat mendengar Delmer masuk rumah sakit.” Audrey menyentuh tangan Dakota.Dakota tersenyum lembut menatap Audrey. “Terima kasih, Audrey. Aku juga bersyukur Delmer baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupanku jika sampai hal buruk menimpa Delmer.”Xander menepuk bahu Dylan, memberikan semangat pada sahabatnya itu.Dylan tersenyum samar.Dizon yang ada di sana memilih berdiri di dekat Delmer. Pria tampan itu membelai lembut pipi keponakannya. Tampak jel
Pagi menyapa, Dakota sudah terbangun dari tidurnya. Yang pertama kali dia lihat adalah Dylan yang menghampirinya membawakan makanan. Pria tampan itu membawa sandwich dan aneka buah serta susu untuk Dakota. “Kau harus makan. Tadi malam kau sudah tidak makan,” ucap Dylan lembut, sambil menghidankan makanan di depan Dakota. Delmer dirawat di rumah sakit, dan tentu Dakota ditemani Dylan menginap di ruang rawat putra mereka. Dylan memilih kamar VVIP yang terbaik di rumah sakit. Hal itu yang membuat Dakota dan Dylan bisa tidur cukup nyaman menemani putra mereka.“Aku tidak lapar, Dylan,” kata Dakota pelan.Dylan mengecup kening Dakota. “Kau selalu mengatakan tidak lapar. Ini bukan tentang kau lapar atau tidak, tapi ini tentang kesehatanmu. Aku tidak ingin kau sakit. Delmer sekarang sakit, jika sampai kau sakit, aku bagaimana?”Dakota terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Tak menampik bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Jika sampai dia tak menjaga kesehatannya, dan tumban