Dakota tertimpa masalah baru akibat ulah Dylan. Bayangkan saja pesan singkat yang ditulis oleh Dylan, membuat malapetaka. Dakota sampai tidak berani menjawab telepon dari ibunya. Oh, God! Rasanya Dakota ingin menceburkan dirinya ke dalam jurang. Tindakan gila yang dilakukan Dylan membuat Dakota sakit kepala.
Suara dering ponsel Dakota tidak henti berbunyi. Shit! Dakota langsung mengumpat dalam hati. Ibunya sudah berkali-kali menghubunginya, tapi dia tidak berani menjawab. Bayangkan saja jika menjawab apa yang harus dia katakan?
Dylan berdeham sambil menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. “Nona Spencer, apakah Anda tidak ingin menjawab telepon?” tanyanya sedikit memberikan sindiran.
Mata Dakota mendelik. “Ini karenamu, Sialan!”
“Wanita cantik jangan mengumpat, nanti kau malah terkena sial.” Dylan menjawab enteng.
Dakota memijat pelipisnya di kala rasa pusing melanda. “Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Wanita cantik itu mondar-mandir tidak jelas, akibat dilanda kebingungan.
Dylan tersenyum melihat Dakota yang mondar-mandir tidak jelas. Itu sangat menggemaskan di matanya. Detik itu juga dia dia mengambil ponsel Dakota, menggeser tombol hijau, untuk menjawab panggilan telepon tersebut.
“Hallo, Bibi?” sapa Dylan kala panggilan terhubung.
Mata Dakota membulat sempurna melihat Dylan menjawab telepon ibunya. Tanpa bersuara, dia berusaha merampas kembali ponselnya, tapi sayangnya tubuh Dylan jauh lebih tinggi darinya. Dylan menghindar, membuatnya tidak bisa merampas ponselnya.
“Dylan? Is that you?” ujar Helen terkejut dari seberang sana.
“Ya, Bibi. Ini aku.”
“Oh My God. Jadi benar kau dan Dakota menjalin hubungan?”
“Benar, Bibi. Aku dan Dakota sepasang kekasih.”
“Astaga. Ini kabar baik. Bibi akan bilang pada Paman Darren.”
“Baik, Bibi. Sampaikan salamku pada Paman Darren.”
“Pasti, Dylan. Ya sudah, kau sekarang sedang di penthouse Dakota, kan?”
“Iya, Bibi. Aku di penthouse Dakota.”
“Good. Bibi tidak akan mengganggu kalian. Bye, Dylan.”
“Bye.”
Panggilan tertutup. Dylan mengembalikan ponsel di tangannya pada Dakota.
“Are you lost your mind, Mr Caldwell?!” seru Dakota kesal.
Dylan mendekat, menarik dagu Dakota. “Harusnya kau berterima kasih, bukannya marah. Aku sudah menyelamatkanmu dari perjodohan yang tidak kau inginkan. Baiklah, aku harus pulang. See you tomorrow, Nona Spencer.” Pria tampan itu melenggang pergi meninggalkan Dakota.
Mata dan bibir Dakota melebar akibat keterkejutannya. Dia menatap Dylan kini sudah melangkah pergi meninggalkannya. Apa-apaan ini? Kenapa nasibnya sial sekali? Dan kenapa juga Dylan mengaku-aku sebagai kekasihnya? Sungguh sekarang Dakota dilanda sakit kepala.
“Caldwell! Kau sudah tidak waras!” teriak Dakota, dan tak sama sekali direspon oleh Dylan. Pria tampan itu tetap melenggangkan kakinya meninggalkan Dakota yang tantrum.
***
Pagi menyapa, hari Dakota sedang tidak baik. Dia duduk di kursi meja makan, menikmati sarapan dengan raut wajah kesal. Benaknya masih mengingat kejadian kemarin. Kejadian gila yang membuat dirinya takut bertemu dengan kedua orang tuanya.
“Nona,” sapa sang pelayan yang sontak membuat Dakota terkejut. Pasalnya wanita itu tengah melamun sambil menikmati sarapannya.
“M-maaf, Nona. Saya tidak bermaksud membuat Anda terkejut,” ucap sang pelayan seraya menundukkan kepalanya.
Dakota menghela napas dalam. “Kau tidak perlu minta maaf. Ini salahku. Aku yang melamun. Ada apa?”
“Saya membuat pudding cokelat. Apa Anda ingin makan pudding?”
“Letakan saja di kulkas. Nanti pulang aku dari kantor aku akan makan pudding buatanmu.”
“Baik, Nona.”
Dakota bangkit berdiri seraya mengambil tas dan kunci mobilnya. “Aku harus berangkat ke kantor.”
“Baik, Nona. Hati-hati di jalan.” Pelayan menundukkan kepala, lalu Dakota melangkah pergi meninggalkan penthouse-nya.
Mobil sport terbaru meluncur bebas di kota Roma. Dakota yang sedang mengemudi seraya menikmati lagu, mendengar suara telepon berbunyi. Dizon—adiknya menghubunginya. Detik itu juga dia menjawab panggilan itu.
“Ada apa?” tanya Dakota kala panggilan terhubung.
“Kak, kau di mana?” Dizon balik bertanya.
“Di jalan ingin ke kantor. Ada apa?”
“Good. Tolong gantikan aku meeting dengan client asal Dubai kita. Aku harus mengantar kekasihku ke bandara.”
Mata Dakota membulat sempurna. “What? Kau merelakan meeting-mu demi mengantar kekasihmu ke bandara? Memangnya kau ini sopir?!”
“Come on, Kak. Kau ini seperti tidak pernah memiliki kekasih saja. Wanita akan merajuk dan berpikir tidak dijadikan prioritas, jika aku lebih memilih pekerjaan.”
“Ck! Mana sini kekasihmu. Biar aku hajar! Buat aku pusing saja!”
“Kak, please kali ini saja bantu aku. Kekasihku akan satu bulan di London. Kami akan long distance relationship. Tolonglah kau mengerti.”
Dakota mengembuskan napas jengkel. “Oke fine, aku akan menggantikanmu meeting. Tapi ingat hanya kali ini. Nanti sepulang kekasihmu ke Roma, dan dia masih berpikir kau tidak jadikan dia prioritas, akan aku potong kepalanya!”
Dizon terkekeh mendengar ancaman Dakota. “Thanks, Kak. Kau yang terbaik. See you.”
Panggilan tertutup. Dakota mengumpat kesal. Bisa-bisanya adiknya lebih memilih mengantar kekasih daripada meeting. Memangnya kalau sampai perusahaan jatuh miskin kekasihnya itu masih tetap mau bersama adiknya? Ah! Jika saja Dizon di depan mata Dakota, yang dilakukan Dakota adalah menoyor kepala adiknya.
Ada tikungan, Dakota berbelok ke kanan. Namun, tiba-tiba saja mobilnya berhenti. Dakota berusaha untuk menghidupkan mesin mobilnya, tapi hasilnya nihil. Mobilnya tidak bisa hidup.
“Ck! Kenapa mobil ini!” gerutu Dakota kesal. Dia turun daru mobil dan memeriksa, tapi tetap saja dia tidak mengerti. Dia tidak mengerti mesin mobil. Kesal, membuat Dakota menendang ban mobilnya dengan kakinya.
“Aw—” Dakota meringis kesakitan dan mengumpat. Kesialan datang bertubi-tubi di hidupnya. Dia memutuskan untuk menghubungi bengkel mobil, tapi tiba-tiba saja ada mobil yang berhenti di depan Dakota.
“Hi, Nona Spencer. Kau membutuhkan bantuanku?” Dylan turun dari mobil, melenggang menghampiri Dakota.
Dakota menatap Dylan. “Kau ini hantu, ya?! Selalu kau ada di mana-mana.”
Dakota sama sekali tidak mengira sosok yang turun dari mobil adalah Dylan. Pria di depannya ini benar-benar seperti hantu. Bisa datang dan pergi sesuka hati. Oh, God! Dakota merasa dia tambah sial bertemu Dylan untuk kesekian kalinya.
Dylan menghampiri Dakota. “Jika aku hantu, maka kau adalah malaikat. Kita saling membutuhkan satu sama lain.”
Dakota bertolak pinggang. “Ya! Aku adalah malaikat! Tepatnya aku malaikat pencabut nyawa! Aku ingin mencabut nyawamu agar tidak menggangguku!” gerutunya kesal pada Dylan.
Dylan tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Masuklah ke mobilku. Aku akan meminta orangku membawa mobilmu ke bengkel.”
“Tidak usah! Aku bisa sendiri!” tolak Dakota tegas.
Dylan manggut-manggut. “Jika kau memanggil orang bengkel, dan menghubungi taksi pasti akan sangat lama.” Pria itu melirik arlojinya sekilas. “Baiklah, jika kau tidak ingin diantar, aku harus pergi. Bye, Nona Spencer.”
Raut wajah Dakota terkejut dan bingung. Apa yang dikatakan Dylan benar. Pihak bengkel dan menunggu taksi akan sangat lama. “Tunggu! Aku ikut denganmu!” Dia mengambil tasnya, lalu masuk ke dalam mobil Dylan. Tampak seringai penuh kemenangan terlukis di wajah Dylan.
Dylan Caldwell bagaikan penguntit yang selalu ada di mana-mana. Di klub malam, Dakota bertemu dengan Dylan. Di butik Dakota juga bertemu dengan Dylan. Terakhir di kala mobil mogok, Dakota bertemu dengan Dylan. Sungguh! Benar-benar menyebalkan. Akan tetapi, Dakota harus bersyukur bertemu dengan Dylan di kala mobilnya mogok. Jika saja tidak, maka meeting hari ini dengan client penting akan tertunda—dan berujung pada Dakota dianggap tidak bisa professional.Dakota Spencer adalah anak pertama di keluarga Spencer. Spencer Group bisa dikatakan berada di bawah tangan Dakota. Dizon, adik Dakota memegang cabang bukanlah pusat. Dakota membantu Darren, ayahnya dalam memimpin perusahaan.Audrey, sepupu kandung Dakota, anak dari adik perempuan ayahnya tidak pernah terlibat di perusahaan. Audrey lebih fokus pada Russel Group—perusahaan ayah kandung Audrey. Hal itu yang menyebabkan Spencer Group berada di tangan Dakota.Usia sudah di atas 30 tahun kerap membuat Dakota pusing luar biasa. Ibunya pali
Dakota terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Dia sedikit menunduk, tapi dalam hati dia mengumpati Dylan yang berengsek. Bisa-bisanya pria sialan itu mempersilakan dirinya masuk, tapi sedang make out dengan wanita lain. Sungguh! Dylan Caldwell benar-benar bajingan. Dakota tidak henti mengumpati Dylan.“Kau siapa?!” Wanita berambut pirang itu, menatap Dakota sinis.“Pergilah. Dia tamuku.” Dylan meminta wanita berambut pirang itu untuk pergi.“Dylan, tapi—”“Aku akan mengirimkan uang padamu untukmu belanja. Pergilah berbelanja. Aku masih memiliki urusan di kantor.” Dylan membelai pipi wanita berambut pirang itu.Wanita berambut pirang itu senang karena Dylan akan mengirimkan uang untuknya berbelanja. Detik itu juga wanita berambut pirang itu bangkit dari pangkuan Dylan, mengecup rahangnya—dan dengan sengaja berjalan menyenggol keras bahu Dakota.“Bitch!” umpat Dakota kesal.“Kau terlalu sering mengumpat, Nona Spencer.” Dylan bangkit berdiri, melangkah menghampiri Dakota.Dakota me
Maksud hati Dakota, setelah kembali dari kantor Dylan, dia akan ke kantornya. Namun, di pertengahan jalan dia berubah pikiran. Dia meminta Dylan mengantarnya ke penthouse-nya. Dakota merasa lelah dan tenaganya terkuras habis, karena bicara dengan Dylan. Itu yang membuatnya memutuskan untuk pulang. Akan tetapi, kesialan terus melingkupinya. Di kala Dakota pulang, malah Dylan ingin duduk bersantai di penthouse-nya. Dakota tidak bisa mengusir, karena posisinya sekarang Dylan adalah kekasih pura-puranya. “Aku sangat lelah. Aku ingin tidur. Kau tidak mau pulang?” tanya Dakota tersirat mengusir Dylan.Dylan membuka jasnya, menggulung kemejanya, dan meminum wine. “Jika kau ingin tidur, tidurlah. Aku masih ingin di sini.”‘Keras kepala sekali pria ini,’ batin Dakota seraya mengembuskan napas kesal. “Ya sudah terserah kau. Aku ingin istirahat. Tubuhku sangat lelah.” Dakota berbaring di ranjang, dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Sebelumnya, dia sudah mengganti pakaiannya dengan piyama
“Jadi benar kau dan Dylan menjalin hubungan?” Audrey datang pagi-pagi ke penthouse Dakota, untuk menanyakan kepastian tentang kabar Dakota menjalin hubungan dengan Dylan.Dakota meminum susu kaca yang dibuatkan pelayan. “Pasti ibuku sudah cerita pada Bibi Miranda tentang aku dan Dylan. Iya, kan?” tanyanya menduga.Dakota yakin pasti ibunya sudah heboh pada ibu Audrey, menceritakan tentang dirinya yang bilang sedang menjalin hubungan dengan Dylan. Ah! Benar-benar sangat menyebalkan.Audrey duduk di depan Dakota dengan tatapan serius. “Ya, Bibi Helen cerita begitu semangat pada ibuku. Dan ibuku bertanya padaku.”“Lalu kau jawab apa?”“Hm, aku jawab, aku harus mengonfirmasi dulu padamu. Aku tidak tahu. Kau belum bercerita apa pun padaku.”Dakota menghela napas panjang. “Fine, aku akan cerita padamu, tapi aku mohon jangan cerita pada siapa pun. Ini rahasia antara kita berdua. Janji?”Audrey terdiam sejenak berusaha berpikir. “Rahasia apa, Dakota?”“Janji dulu, Audrey.”“Oke-oke. Aku janji
Pelafalan nama sangat jelas, memanggil nama ‘Dakota’. Sang pemilik nama mengalihkan pandangannya pada sumber suara. Tampak seketika tubuh Dakota membeku melihat sosok pria tampan dan gagah yang sangat dia kenali mendekat ke arahnya. Pandangan itu dulunya pernah menjadi kesukaan Dakota, tapi sekarang telah berubah menjadi asing dan benci.“Dakota, aku senang sekali melihatmu,” ucap pria tampan itu pada Dakota.Dylan tampak menunjukkan ketidaksukaannya pada pria yang menatap Dakota, dengan tatapan dalam dan penuh rasa kagum serta suka. Dylan memeluk pinggang Dakota dengan sangat possessive. Dia menunjukkan bahwa Dakota hanya miliknya.“Ryan?” Dakota menyebut nama pria itu.Ryan tersenyum, tapi senyumannya memudar melihat cara Dylan memeluk pinggang Dakota. “D-Dakota, senang bisa melihatmu. Pria di sampingmu kekasihmu?”Mendengar pertanyaan Ryan membuat Dakota langsung menoleh, menatap Dylan. “Ya, ini Dylan Caldwell, kekasihku.”Ryan mengangguk di balik senyuman getir. Dia terpaksa mengu
Menemani Dylan ke Singapore? Wtf! Dakota mengumpati kecurangan Dylan, agar dirinya bisa ikut dalam perjalanan bisnis pria itu. Sungguh! Hal tergila yang dilakukan Dylan Caldwell adalah menghubungi ayah Dakota untuk meminta izin. Rasanya Dakota ingin memaki Dylan yang menggunakan cara licik, tapi semua percuma ayahnya sudah terlanjur percaya pada Dylan.Dakota menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Memejamkan mata singkat seraya meloloskan umpatan kasar. Minggu depan jadwalnya sangat padat, tapi terpaksa harus libur karena paksaan dari pria sialan itu.Suara dering ponsel berbunyi. Dakota mengambil ponselnya melirik nomor sang sekretaris yang menghubunginya. Embusan napas panjang lolos di bibirnya. Dia sedang malas bicara, tapi malah sekretarisnya menghubunginya. Dia ingin menolak panggilan telepon itu, tapi dia khawatir ada hal penting yang dibahas oleh sekretarisnya. Akhirnya, Dakota memutuskan untuk menjawab panggilan telepon itu.“Ada apa?” tanya Dakota kala panggilan terhubung.“Selam
Keheningan membentang dari dalam mobil. Dylan mengemudikan mobil sambil melirik Dakota yang masih marah padanya. Wanita cantik itu membuang wajahnya menoleh ke luar jendela—tak mau melihat Dylan sama sekali.Dylan ingin mengajak bicara Dakota, tapi karena posisi sedang di jalan, membuatnya memutuskan untuk menunda. Dia tidak ingin bertengkar dengan Dakota. Pria tampan itu sangat mengenali sifat dari wanita yang dia sukai.Setibanya di parkiran, Dakota segera masuk ke dalam penthouse-nya. Dylan turun menyusul. Pria itu memerintahkan pelayan membawakan barang-barang belanjaan Dakota. Dylan masih tetap tenang meski Dakota marah padanya. “Dakota.” Dylan menarik tangan Dakota, di kala tiba di kamar wanita itu.“Aku ingin istirahat. Pulanglah.” Dakota menyingkirkan tangan Dylan, yang menyentuh tangannya.Alih-alih melepaskan malah kini Dylan memeluk pinggang Dakota. “Aku tidak akan pergi. Aku masih akan di sini. Kau sedang cemburu, bagaimana bisa aku meninggalkanmu yang sedang cemburu.”M
Bukan Dakota Spencer namanya jika tidak membawa banyak sekali barang. Pergi menemani Dylan ke Singapore, seperti ingin pindahan. Wanita cantik itu banyak sekali membawa barang. Lebih tepatnya dia banyak membawa barang-barang yang dia beli bersama dengan Dylan.“Dakota, kita hanya satu minggu di Singapore, kenapa kau membawa banyak sekali barang-barang?” Dylan yang sudah datang ke penthouse Dakota, menghela napas kasar melihat barang-barang yang dibawa Dakota.“Banyak persiapan. Aku harus selalu tampil cantik. Kau keberatan?” Dakota mendongakkan kepalanya, menatap Dylan yang jauh lebih tinggi.Dylan mencuri kecupan di bibir Dakota. “Aku akan siapkan satu pesawat khusus untuk menampung barang-barangmu. Apa pun yang kau inginkan, akan aku turuti.”Pipi Dakota sedikit merona mendengar apa yang dikatakan oleh Dylan. Namun buru-buru, dia berusaha untuk bersikap tenang. Dia tidak mau membuat Dylan menjadi penuh percaya diri.“Di depan Xander dan Audrey, jangan terus menerus mencium bibirku,”
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor
Kebahagiaan menyelimuti Dylan dan Dakota. Mereka telah mengantongi restu dari Darren. Pun kedua orang tua Dylan sudah diberi tahu tentang Darren yang telah memberikan restu. Tentu kedua orang tua Dylan menyambut dengan sangat bahagia. Sebab ini yang dinantikan banyak orang yaitu Dylan dan Dakota kembali bersatu. Saat ini Dylan dan Dakota sudah pulang dari rumah sakit. Delmer dinyatakan sembuh, dan dokter mengizinkan Delmer untuk pulang. Seakan semesta memang mendukung hubungan Dylan dan Dakota—segala hal diperlancar termasuk Delmer yang sempat kritis dinyatakan sembuh. Pulang dari rumah sakit, Dylan langsung membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Pria tampan itu langsung mengambil tindakan membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Tentu setelah mengantongi izin, membuat Dylan jauh lebih bebas dalam bertindak.“Delmer sudah tidur?” tanya Dylan kala Dakota memasuki kamar mereka.Dakota duduk di samping Dylan, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang dicintainya itu. “S
Kondisi Delmer sudah berangsur-angsur membaik. Bayi laki-laki tampan itu sudah melewati masa kritisnya. Setiap detik Dakota dan Dylan selalu mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada putra mereka untuk tetap ada di dunia ini.Siang itu ruang rawat Dakota dipenuhi dengan Xander datang bersama dengan Audrey. Pun kebetulan Dizon juga datang menjenguk. Tampak Dakota sudah bisa tersenyum menyambut keluarganya yang datang menjenguk Delmer.“Aku senang mendengar Delmer sudah membaik. Aku sangat khawatir, saat mendengar Delmer masuk rumah sakit.” Audrey menyentuh tangan Dakota.Dakota tersenyum lembut menatap Audrey. “Terima kasih, Audrey. Aku juga bersyukur Delmer baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupanku jika sampai hal buruk menimpa Delmer.”Xander menepuk bahu Dylan, memberikan semangat pada sahabatnya itu.Dylan tersenyum samar.Dizon yang ada di sana memilih berdiri di dekat Delmer. Pria tampan itu membelai lembut pipi keponakannya. Tampak jel
Pagi menyapa, Dakota sudah terbangun dari tidurnya. Yang pertama kali dia lihat adalah Dylan yang menghampirinya membawakan makanan. Pria tampan itu membawa sandwich dan aneka buah serta susu untuk Dakota. “Kau harus makan. Tadi malam kau sudah tidak makan,” ucap Dylan lembut, sambil menghidankan makanan di depan Dakota. Delmer dirawat di rumah sakit, dan tentu Dakota ditemani Dylan menginap di ruang rawat putra mereka. Dylan memilih kamar VVIP yang terbaik di rumah sakit. Hal itu yang membuat Dakota dan Dylan bisa tidur cukup nyaman menemani putra mereka.“Aku tidak lapar, Dylan,” kata Dakota pelan.Dylan mengecup kening Dakota. “Kau selalu mengatakan tidak lapar. Ini bukan tentang kau lapar atau tidak, tapi ini tentang kesehatanmu. Aku tidak ingin kau sakit. Delmer sekarang sakit, jika sampai kau sakit, aku bagaimana?”Dakota terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Tak menampik bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Jika sampai dia tak menjaga kesehatannya, dan tumban