#Flashback On
Melbourne, Australia.
“Ah, faster, Baby!”
“Ya di situ, Sayang! Kau enak sekali.”
Suara erangan saling bersahutan memenuhi suara apartemen mewah itu. Wanita cantik bernama Dakota baru saja membuka pintu apartemen sang kekasih. Namun, maksud hati ingin membuat kejutan dengan datang ke Melbourne, tiba-tiba saja Dakota yang mendapatkan sebuah kejutan.
Suara desahan semakin mengeras, berasal dari kamar utama sang kekasih. Langkah kaki Dakota terhenti di depan kamar yang pintunya tidaklah terkunci. Dengan penuh keberanian, dia membuka pintu kamar itu.
“R-Ryan?!” Tubuh Dakota membeku melihat kekasihnya tengah melakukan hubungan seks dengan wanita yang sama sekali tidak dia kenali.
Pria tampan bernama Ryan terkejut Dakota datang. “S-Sayang? K-kau di sini?”
Dakota mundur beberapa langkah, dengan air mata yang bercucuran membasahi pipinya. “K-kau … k-kau mengkhianatiku?”
Ryan panik menyibak selimut, menyambar handuk dan memakai handuk melilit di pinggangnya. Wanita selingkuhannya memilih tetap di atas ranjang seolah tidak peduli dengan kedatangan Dakota.
“Dakota aku bisa jelaskan.” Ryan meraih tangan Dakota, tapi wanita itu langsung menepis kasar tangan Ryan.
“Tidak perlu ada yang dijelaskan! Apa yang aku lihat ini sangat jelas! Kau telah mengkhianatiku!” bentak Dakota dengan air mata yang bercucuran.
Ryan semakin panik dan gelisah. “Aku mohon maafkan aku, Dakota. Aku hanya—”
“Kau hanya pecundang yang tidak pantas mendapatkanku!” Dakota melepaskan cincin berlian di jemari manisnya, dan melemparkan ke wajah Ryan. “Ambil cincin lamaranmu. Berikan pada jalangmu. Mulai detik ini, kau dan aku hanyalah orang asing!” Dakota berlari meninggalkan apartemen sang kekasih, seraya menangis. Tampak Ryan sangat panik. Pria itu mengumpat karena perselingkuhannya diketahui wanita yang sebentar lagi akan menjadi istrinya.
#Flashback Off
***
Roma, Italia.
Seorang wanita cantik berambut panjang indah dengan lekuk tubuh sempurna. Dress yang seksi membuat para pria di sana terpesona pada sosok Dakota yang hanya sendiri. Dakota tidak ingin menunjukkan kesedihannya lagi. Sudah beberapa tahun sejak di mana kekasihnya mengkhianatinya, harusnya dia tidaklah tenggelam dalam kesedihan lagi.
Dakota Spencer tidak akan membiarkan air mata jatuh membasahi pipinya lagi. Dia mendatangi klub malam bukan untuk mabuk tidak jelas. Dia mendatangi klub malam, karena ingin bersenang-senang. Sebenarnya dia ingin mengajak sepupunya, tapi kondisi sepupu dekatnya sudah menikah dan memiliki anak. Dia tak ingin mengganggu sepupunya itu.
Luka dikhianati oleh cinta pertamanya selalu terbayang-bayang. Meski tidak lagi menangis, tapi bayang-bayang di mana kekasihnya seks dengan jalang, membuat Dakota merasakan jijik. Dakota bukan wanita kuno. Sudah beberapa kali dia make out dengan kekasihnya. Namun, untuk lebih dari itu, dia tidaklah mau. Dalam arti hingga detik ini Dakota masih perawan. Dia tak memberikan keperawanannya pada sang kekasih, karena pada saat itu dia ingin memberikannya di malam pertama pernikahan.
“Nona cantik, Anda ingin minum apa?” tanya sang bartender pada Dakota yang tiba di hadapannya.
“Berikan aku racikan minumanmu yang hebat. Aku percaya kau mampu meracik minuman dengan baik,” jawab Dakota memercayakan pada sang bartender.
Sang bartender tersenyum dan mengangguk. “Baiklah. Saya akan meracik minuman terbaik di sini untuk Anda, Nona Cantik.”
Sang bartender sibuk meracik minuman. Dakota memilih untuk menatap ke lantai dansa. Kepingan ingatannya teringat tentang dirinya pergi ke klub malam, bersama dengan mantan kekasihnya dulu. Shit! Dakota mengumpat di kala mengingat tentang mantannya. Padahal sudah seharusnya mantannya tidak lagi muncul ke dalam benaknya. Dakota bahkan kerap menyumpahi mantan kekasihnya tidak lagi bernyawa. Jika perlu, mantan kekasihnya yang berengsek sudah tenggelam di lautan luas.
“Silakan diminum, Nona.” Sang bartender menyerahkan minuman yang sudah dia racik pada Dakota.
“Thanks.” Dakota menerima minuman itu, sekaligus memberikan tips pada sang bartender. Detik selanjutnya, Dakota melangkah menuju ke lantai dansa—tanpa memedulikan orang di sekitarnya. Dia hanya ingin menari menikmati musik. Akan tetapi tanpa disadari, ada satu orang pria tampan yang baru saja muncul, sengaja mengikuti Dakota.
“Minuman apa yang kau berikan padanya?” tanya pria itu pada sang bartender.
“Minuman kami yang terbaru, Tuan. Alkoholnya cukup kuat, tapi jika orang terbiasa minum, satu gelas saja tidak akan membuatnya merasakan mabuk,” jawab sang bartender sopan. “Maaf, apakah Anda kekasih Nona Cantik itu?”
Pria tampan itu tersenyum penuh percaya diri. “Maybe yes.”
Sang bartender bingung akan jawaban pria itu. Dia hendak ingin kembali bertanya, tetapi pria tampan itu malah menyusul Dakota yang sudah berdansa di lantai dansa. Terlihat jelas pria tampan itu sangatlah tergesa-gesa.
Alunan musik jazz membuat Dakota menari bebas dan seksi seraya menenggak minumannya hingga tandas. Dia sama sekali tak peduli dengan masalah yang ada di pikirannya. Dia ingin bahagia dengan caranya sendiri.
“Hi, Cantik. Kau sendiri saja?” Pria berwajah Arab begitu tampan, menggoda Dakota yang menari sendirian di lantai dansa.
“Menurutmu?” tanya Dakota seraya melingkarkan tangannya di leher pria itu. Dia begitu berani memeluk pria asing yang baru saja dia temui di klub malam. Persetan dengan semuanya. Dakota sudah berkali-kali mendapatkan luka yang amat dalam. Sekarang dia ingin bebas, tidak mau lagi dilarang siapapun.
Pria berwajah Arab tampan itu senang di kala Dakota memeluknya. Dia sekana mendapatkan lampu hijau—di mana Dakota tak menolaknya sama sekali. “Kau sangat cantik dan seksi,” bisiknya serak di depan bibir Dakota.
Dakota tersenyum menggoda mendapatkan pujian cantik. Detik selanjutnya dengan berani, pria asing itu hendak mencium bibir Dakota. Namun, baru saja bibir mereka menempel—tiba-tiba ada tangan kokoh yang menyeret Dakota hingga pagutan itu terlepas.
“Hey! Kau siapa!” bentak pria Arab itu penuh emosi.
“She’s mine!” geram pria tampan itu, dengan kilat mata tajam
“Kau jangan mengaku-aku!” Pria Arab itu tak terima.
Pria tampan dengan khas negara Barat menatap tajam pria Arab. “Kau tuli?! She’s mine, Bajingan!”
Pria Arab itu tak terima, dia hendak ingin memukul, tapi pria yang menyelamatkan Dakota begitu gesit melawannya. Satu pukulan keras membuat pria Arab itu tumbang. Keributan terjadi. Dakota terkejut melihat sosok pria yang datang.
“D-Dylan?” Dakota sampai memijat keningnya meyakinkan bahwa, yang dia lihat benar yaitu Dylan Caldwell—teman dekat suami sepupunya.
“Kita pulang sekarang.” Pria bernama Dylan menarik tangan Dakota, hendak mengajak pergi. Namun, karena kesulitan membuat Dylan mau tak mau harus menggendong Dakota seperti karung beras.
Dakota memekik terkejut. “Dylan! Apa yang kau lakukan! Turunkan aku, Berengsek!”
Dylan tak menggubris ucapan Dakota. Pria tampan itu terus melangkah meninggalkan klub malam itu. Tangan lentik Dakota memukuli punggung kekar Dylan, tapi hasilnya nihil. Dakota kalah, tak bisa sama sekali melakukan perlawanan.
“Aww—” Dakota merintih kesakitan di kala tubuhnya dihempaskan ke ranjang oleh Dylan. Pria kurang ajar itu dengan berani menghempaskan tubuhnya. Shit! Dakota mengumpat dan merutuki Dylan dalam hatinya. “Kau ingin seperti pelacur, Dakota?” Dylan mengambil botol wine yang ada di atas meja, menuangkan ke gelas berkaki tinggi kosong, dan menyesap wine itu perlahan.Dakota bangkit dari ranjang, matanya menyalang tajam menatap Dylan. “Apa hakmu menghakimiku! Dan kenapa kau ikut campur urusanku, hah?!”Dylan menggerak-gerakkan gelas berkaki tinggi di tangannya. “Kau hanya patah hati, kenapa kau seperti orang frustrasi? Lihat saja pakaian yang kau pakai memperlihatkan tubuhmu. Apa kau berniat ada yang menawarmu?”Raut wajah Dakota berubah mendengar apa yang dikatakan oleh Dylan. Sepasang iris matanya menunjukkan jelas emosi, kemarahan, dan bingung. Siapa yang memberi tahu Dylan tentang dirinya patah hati? Tidak! Dakota tak ingin terlihat lemah. Dia harus memperjuangkan harga dirinya.“Siapa y
Dakota terbangun di sebuah kamar hotel. Ingatannya mengingat kejadian tadi malam. Kejadian di mana dirinya dibawa secara paksa ke dalam hotel. Shit! Lama-lama Dakota bisa gila menghadapi pria sialan dan kurang ajar itu.Dakota menyibak selimut, dan membersihkan tubuhnya. Tepat di kala dia sudah selesai mandi—ada seorang pelayan masuk ke dalam kamar hotel sambil membawakan paper bag.“Selamat pagi, Nona Spencer,” sapa sang pelayan sopan.“Kau siapa?” tanya Dakota tanpa basa-basi, pada seorang wanita yang berpakaian pelayan.“Nona Spencer, saya adalah pelayan yang ditugaskan Tuan Caldwell untuk melayani Anda. Di dalam paper bag ini sudah ada baju ganti dan alat make up lengkap yang baru bisa Anda gunakan.” Sang pelayan menyodorkan paper bag yang ada di tangannya pada Dakota.Dakota mengembuskan napas kasar. Wanita cantik itu seakan enggan untuk menerima pemberian dari pria berengsek yang mengganggunya. Namun, tidak mungkin dia memakai baju yang tadi malam. Dia tak memiliki pilihan lain.
“Thanks, sudah mengantarku. Sekarang kau pulanglah.” Dakota membuka seat-belt, hendak turun dari mobil Dylan. Mobil Dylan sudah berhenti di lobby apartemen di mana unit penthouse-nya berada.“Ucapan terima kasihmu tidak aku terima. Bukan seperti itu cara berterima kasih, Nona Spencer,” jawab Dylan seraya menatap Dakota yang sudah bersiap untuk turun dari mobil.Dakota menatap Dylan seraya mengerutkan keningnya. “Apa maksud ucapanmu?” tanyanya tak mengerti. Dia merasa sudah terima kasih, tapi malah Dylan mengatakan bukan seperti itu cara berterima kasih.“Kau terlalu polos, Nona Spencer. Begini caranya.” Dylan menarik dagu Dakota, mencium dan melumat bibir wanita itu. Tampak mata Dakota melebar terkejut mendapatkan ciuman dari Dylan.“Kau boleh turun sekarang. Bibirmu selalu manis, Nona Spencer,” bisik Dylan serak.Dakota tersadar bahwa Dylan telah melampui batas kurang ajar. “Berengsek kau!”Dylan tersenyum samar. “Jangan terlalu banyak mengumpat, Nona Spencer. Wanita cantik sepertimu
Jamuan makan malam rekanan dari keluarga Spencer begitu penuh dengan tamu undangan, dari kalangan atas. Pembisnis sukses berada di sana. Dakota yang datang dengan gaun berwarna gold transparan dengan model kemben membuat Dakota tampil sangat cantik dan elegan.Tadi sore, Dakota memilih satu dari sepuluh gaun yang sudah dia beli. Pilihannya jatuh pada dress berwarna gold yang dia kenakan malam ini. Ya, pilihan Dakota ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak orang.Beberapa tamu undangan bersalaman dan berbincang dengan Dakota. Seperti biasa Helen terus menerus mempromosikan Dakota masih single. Oh God! Cara Helen membuat Dakota sangat malu. Namun, di sisi lain apa boleh buat? Hobby ibunya memang suka sekali mempromosikan dirinya—seolah dirinya tidak bisa mendapatkan kekasih.“Maaf permisi, aku ingin ke toilet.” Dakota berpamitan menyingkir dari kerumunan para tamu undangan, serta kedua orang tuanya. Tujuan Dakota adalah menghindar agar terbebas dari perjodohan gila.“Dakota, tungg
*Terima kasih sudah mengizinkanku menginap di penthose-mu. Aku ada meeting pagi ini. Sampai bertemu lagi, Nona Spencer—Dylan. C.* Sebuah notes dibaca oleh Dakota di kala Dakota baru saja terbangun. Jam dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Rupanya Dylan sudah berangkat lebih awal. Baguslah. Paling tidak dia tidak harus sarapan bersama pria aneh itu. Detik selanjutnya, dia memutuskan untuk segera membersihkan tubuhnya. Berendam adalah jalan terbaik melepaskan penat.Tiga puluh menit berlalu, Dakota sudah selesai berendam. Hari ini dia tidak berangkat ke kantor. Dia meminta libur dan bersantai sejenak. Biar saja adik laki-lakinya yang mengurus perusahaan. Dia sedang ingin bermalas-malasan. Suara bell berbunyi. Dakota yang sedang makan sandwich mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Dalam hati dia menduga pasti Dylan yang datang. Ah! Jika benar pria itu ingin sekali dia tending. Dia mengikat asal rambutnya, melangkah menuju pintu—dan membukanya.“Dylan, apa yang—” Seketika ucapan Da
Dakota tertimpa masalah baru akibat ulah Dylan. Bayangkan saja pesan singkat yang ditulis oleh Dylan, membuat malapetaka. Dakota sampai tidak berani menjawab telepon dari ibunya. Oh, God! Rasanya Dakota ingin menceburkan dirinya ke dalam jurang. Tindakan gila yang dilakukan Dylan membuat Dakota sakit kepala.Suara dering ponsel Dakota tidak henti berbunyi. Shit! Dakota langsung mengumpat dalam hati. Ibunya sudah berkali-kali menghubunginya, tapi dia tidak berani menjawab. Bayangkan saja jika menjawab apa yang harus dia katakan?Dylan berdeham sambil menyunggingkan senyuman penuh kemenangan. “Nona Spencer, apakah Anda tidak ingin menjawab telepon?” tanyanya sedikit memberikan sindiran.Mata Dakota mendelik. “Ini karenamu, Sialan!”“Wanita cantik jangan mengumpat, nanti kau malah terkena sial.” Dylan menjawab enteng.Dakota memijat pelipisnya di kala rasa pusing melanda. “Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?” Wanita cantik itu mondar-mandir tidak jelas, akibat dilanda kebingungan.Dyla
Dylan Caldwell bagaikan penguntit yang selalu ada di mana-mana. Di klub malam, Dakota bertemu dengan Dylan. Di butik Dakota juga bertemu dengan Dylan. Terakhir di kala mobil mogok, Dakota bertemu dengan Dylan. Sungguh! Benar-benar menyebalkan. Akan tetapi, Dakota harus bersyukur bertemu dengan Dylan di kala mobilnya mogok. Jika saja tidak, maka meeting hari ini dengan client penting akan tertunda—dan berujung pada Dakota dianggap tidak bisa professional.Dakota Spencer adalah anak pertama di keluarga Spencer. Spencer Group bisa dikatakan berada di bawah tangan Dakota. Dizon, adik Dakota memegang cabang bukanlah pusat. Dakota membantu Darren, ayahnya dalam memimpin perusahaan.Audrey, sepupu kandung Dakota, anak dari adik perempuan ayahnya tidak pernah terlibat di perusahaan. Audrey lebih fokus pada Russel Group—perusahaan ayah kandung Audrey. Hal itu yang menyebabkan Spencer Group berada di tangan Dakota.Usia sudah di atas 30 tahun kerap membuat Dakota pusing luar biasa. Ibunya pali
Dakota terkejut melihat apa yang ada di hadapannya. Dia sedikit menunduk, tapi dalam hati dia mengumpati Dylan yang berengsek. Bisa-bisanya pria sialan itu mempersilakan dirinya masuk, tapi sedang make out dengan wanita lain. Sungguh! Dylan Caldwell benar-benar bajingan. Dakota tidak henti mengumpati Dylan.“Kau siapa?!” Wanita berambut pirang itu, menatap Dakota sinis.“Pergilah. Dia tamuku.” Dylan meminta wanita berambut pirang itu untuk pergi.“Dylan, tapi—”“Aku akan mengirimkan uang padamu untukmu belanja. Pergilah berbelanja. Aku masih memiliki urusan di kantor.” Dylan membelai pipi wanita berambut pirang itu.Wanita berambut pirang itu senang karena Dylan akan mengirimkan uang untuknya berbelanja. Detik itu juga wanita berambut pirang itu bangkit dari pangkuan Dylan, mengecup rahangnya—dan dengan sengaja berjalan menyenggol keras bahu Dakota.“Bitch!” umpat Dakota kesal.“Kau terlalu sering mengumpat, Nona Spencer.” Dylan bangkit berdiri, melangkah menghampiri Dakota.Dakota me
Usia Diana sudah memasuki enam bulan. Bayi perempuan cantik itu tumbuh dengan sangat luar biasa. Parasnya yang cantik perpaduan sempurna antara Dylan dan Dakota. Bisa dikatakan Diana selalu menjadi pusat perhatian setiap kali Dakota membawa putri kecilnya berpergian keluar.Delmer, putra sulung Dylan dan Dakota tak kalah menarik perhatian. Balita kecil itu sangat overprotective pada adik perempuannya. Bayangkan saja setiap kali ada yang ingin menyentuh Diana, pasti Delmer tak sembarang untuk memberikan izin.Delmer meski masih kecil, tapi sudah menunjukkan cinta yang luar biasa pada adik perempuannya. Hal ini yang Dylan dan Dakota yakinkan bahwa kelak di masa depan Delmer akan menjaga Diana dengan sangat baik. Bukan hanya sekadar menjaga, tapi juga memberikan cinta yang amat besar. Lebih dari dua tahun menikah, Dylan dan Dakota merasa sangat bahagia, karena pada akhirnya dipersatukan. Mereka selalu bersyukur setiap detik apalagi kehadiran Delmer dan Diana, membuat ikatan cinta merek
“Sayang, kau sudah pulang?” Dakota menyambut kepulangan sang suami, memberikan pelukan, ciuman, dan membantu sang suami meletakan jas ke keranjang kusus pakaian kotor.Dylan mengecup kening Dakota. “Aku selalu ingin pulang cepat, karena aku tahu istriku menungguku di rumah.”Dakota tersenyum hangat merespon ucapan sang suami tercinta. “Delmer dibawa orang tuaku, kan?” tanya Dylan sambil membelai pipi Dakota.Dakota mengangguk. “Iya, Sayang. Delmer dibawa orang tuamu.”Dylan memeluk pinggang Dakota. “Bagus, satu pengganggu kecil sudah diamankan.”Dakota mendelik, seraya memukul pelan lengan kekar Dylan. “Bisa-bisanya kau menyebut putra kesayanganku sebagai pengganggu kecil?”Dylan terkekeh melihat kemarahan di wajah Dakota, dia menarik dagu sang istri, mencium dan memberikan lumatan lembut di bibir istri tercintanya itu. “Delmer juga putra kesayanganku, tapi bocah kecil itu sering mengganggu keromantisan kita, Sayang.”Dakota mendengkus sambil mencebikkan bibirnya jengkel. Ya, dia tah
Dua tahun berlalu … Suara tangis bayi membuat Dakota yang terlelap langsung terbangun dari tidurnya. Wanita cantik itu langsung melangkah menuju box bayi, menggendong bayi kecilnya yang menangis, dan memberikan susu.“Diana bangun?” Dylan menyibak selimut, menghampiri istrinya yang meberikan susu untuk bayi perempuannya.“Iya, Sayang. Sepertinya Diana haus,” jawab Dakota lembut seraya menatap hangat putri kecilya itu.Dylan membelai kepala Diana. “Kau pintar sekali minum susu, seperti Daddy,” bisiknya ke telinga putri kecilnya itu, tapi tetap terdengar di telinga Dakota.Dakota mendelik tajam menatap Dylan. “Dylan! Kenapa kau bicara seperti itu pada Diana?”Dylan terkekeh rendah. “Sayang, apa yang aku katakan benar, kan? Setelah kau menyusui putri kita, kau pasti menyusuiku.”Dakota mencibir. “Kau saja yang tidak mau kalah dari anakmu.”Dylan mengecup bibir Dakota. “Aku tidak akan mau kalah, kan seluruh tubuhmu adalah milikku, Sayang.”Pipi Dakota tersipu malu, dia tersenyum mendenga
Balutan gaun pengantin indah membuat penampilan Dakota sangat menawan. Konsep garden party yang dipilih Dakota, sangat cocok dengan gaun pengantin yang sekarang dikenakan oleh Dakota. Meski sederhana, tapi tetap sangat cantik dan elegan.Konsep pernikahan garden party adalah konsep pernikahan yang diinginkan Dylan. Awalnya konsep pernikahan yang diinginkan Dakota adalah konsep pernikahan seperti seorang putri dari Kerajaan. Yang pasti harus mewah dan berkelas. Namun, seiringnya badai menerpa konsep pernikahan itu berubah. Dakota menginginkan menikah dengan cara sederhana, tapi tetap elegan.Dylan sempat menolak konsep pernikahan garden party, karena pria tampan itu sangat tahu bahwa Dakota menginginkan konsep pernikahan mewah. Akan tetapi, setelah Dakota menjelaskan akhirnya Dylan mengerti. Bahwa memang sejatinya pernikahan yang paling penting adalah penyatuan dua orang mencintai, menjadi satu. “Oh, My God! Dakota Spencer, kau cantik sekali,” seru Audrey pada Dakota, dengan tatapan
Persiapan pernikahan Dylan dan Dakota sudah ada di depan mata. Segala hal yang dibutuhkan oleh Dakota telah terpenuhi. Kali ini, Dakota menuruti keinginan Dylan yang ingin konsep pernikahannya jauh lebih sederhana. Dulu Dakota ingin konsep pernikahan mewah, wanita itu malah sekarang mengikuti Dylan yang ingin konsep pernikahan garden party.Alasan kuat Dakota ingin menikah lebih sederhana, karena dia merasa bahwa kebahagiaan bukan lagi tentang kemewahan. Menurutnya hal yang paling penting adalah kebersamaannya dengan Dylan dan Delmer. Itu adalah kebahagiaan yang tak terkira. Pusat kehidupannya sekarang adalah Dylan dan Delmer.Konsep pernikahan garden party dibantu oleh Ivory. Pun tak lepas oleh Audrey turut membantu. Ibu Dakota dan ibu Dylan membantu mengingatkan banyak hal. Namun, jika sudah berurusan dengan orang tua biasanya Dakota kerap kena marah, karena Dakota menginginkan yang sederhana.“Nona Dakota, ini laporan mengenai kebutuhan pernikahan Anda,” ucap Cali seraya memberikan
Bibir Dylan melumat lembut bibir Dakota. Dua insan saling mencintai itu berciuman dengan penuh kelembutan. Desahan merdu lolos di bibir Dakota di kala ciuman yang diciptakan Dylan begitu menggelora. Saliva mereka tertukar, membangkitkan hasrat mereka. Tangan lentik Dakota melingkar di leher Dylan, ciuman itu semakin panas—membuat keduanya sama-sama terlena.“Aku mencintaimu,” bisik Dakota kala Dylan melepaskan pagutannya.“Aku jauh lebih mencintaimu,” jawab Dylan seraya membelai pipi Dakota lembut.Dakota tersenyum hangat. “Aku bahagia Ivory menemukan belahan jiwanya. Lama tidak melihatnya, ternyata dia merajut kehidupannya. Dylan, sejak awal aku sudah menduga bahwa Ivory bukan wanita jahat. Hanya saja takdir selalu memberikan misteri pada semua manusia.”Dylan duduk di tepi ranjang, seraya menarik tubuh Dakota, duduk di pangkuannya. “Aku bukan pria yang baik untuk Ivory, dia pantas mendapatkan yang terbaik.”Dakota menangkup kedua pipi Dylan. “Kau memang bukan yang terbaik untuk Ivor
Kebahagiaan menyelimuti Dylan dan Dakota. Mereka telah mengantongi restu dari Darren. Pun kedua orang tua Dylan sudah diberi tahu tentang Darren yang telah memberikan restu. Tentu kedua orang tua Dylan menyambut dengan sangat bahagia. Sebab ini yang dinantikan banyak orang yaitu Dylan dan Dakota kembali bersatu. Saat ini Dylan dan Dakota sudah pulang dari rumah sakit. Delmer dinyatakan sembuh, dan dokter mengizinkan Delmer untuk pulang. Seakan semesta memang mendukung hubungan Dylan dan Dakota—segala hal diperlancar termasuk Delmer yang sempat kritis dinyatakan sembuh. Pulang dari rumah sakit, Dylan langsung membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Pria tampan itu langsung mengambil tindakan membawa Dakota dan Delmer ke penthouse-nya. Tentu setelah mengantongi izin, membuat Dylan jauh lebih bebas dalam bertindak.“Delmer sudah tidur?” tanya Dylan kala Dakota memasuki kamar mereka.Dakota duduk di samping Dylan, menyandarkan kepalanya di dada bidang pria yang dicintainya itu. “S
Kondisi Delmer sudah berangsur-angsur membaik. Bayi laki-laki tampan itu sudah melewati masa kritisnya. Setiap detik Dakota dan Dylan selalu mengucap syukur karena Tuhan masih memberikan kesempatan pada putra mereka untuk tetap ada di dunia ini.Siang itu ruang rawat Dakota dipenuhi dengan Xander datang bersama dengan Audrey. Pun kebetulan Dizon juga datang menjenguk. Tampak Dakota sudah bisa tersenyum menyambut keluarganya yang datang menjenguk Delmer.“Aku senang mendengar Delmer sudah membaik. Aku sangat khawatir, saat mendengar Delmer masuk rumah sakit.” Audrey menyentuh tangan Dakota.Dakota tersenyum lembut menatap Audrey. “Terima kasih, Audrey. Aku juga bersyukur Delmer baik-baik saja. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupanku jika sampai hal buruk menimpa Delmer.”Xander menepuk bahu Dylan, memberikan semangat pada sahabatnya itu.Dylan tersenyum samar.Dizon yang ada di sana memilih berdiri di dekat Delmer. Pria tampan itu membelai lembut pipi keponakannya. Tampak jel
Pagi menyapa, Dakota sudah terbangun dari tidurnya. Yang pertama kali dia lihat adalah Dylan yang menghampirinya membawakan makanan. Pria tampan itu membawa sandwich dan aneka buah serta susu untuk Dakota. “Kau harus makan. Tadi malam kau sudah tidak makan,” ucap Dylan lembut, sambil menghidankan makanan di depan Dakota. Delmer dirawat di rumah sakit, dan tentu Dakota ditemani Dylan menginap di ruang rawat putra mereka. Dylan memilih kamar VVIP yang terbaik di rumah sakit. Hal itu yang membuat Dakota dan Dylan bisa tidur cukup nyaman menemani putra mereka.“Aku tidak lapar, Dylan,” kata Dakota pelan.Dylan mengecup kening Dakota. “Kau selalu mengatakan tidak lapar. Ini bukan tentang kau lapar atau tidak, tapi ini tentang kesehatanmu. Aku tidak ingin kau sakit. Delmer sekarang sakit, jika sampai kau sakit, aku bagaimana?”Dakota terdiam mendengar apa yang dikatakan Dylan. Tak menampik bahwa apa yang dikatakan pria itu adalah benar. Jika sampai dia tak menjaga kesehatannya, dan tumban