Hazel mendengar perkataan Darra tepat pada saat dia keluar dari ruang ganti.Matanya membelalak tak percaya.Bagaimana Darra bisa berani mengucapkan kata-kata itu?Dulu, saat dia masih belum membatalkan pertunangannya dengan Justin, Justin selalu menggunakan kartu milik Sergio untuk membelikan hadiah untuk Darra seperti orang gila.Sudah menjadi pengampunan terbesar bagi mereka kalau Sergio dan Hazel tidak meminta uang itu kembali.Hazel tidak percaya Darra masih berani meminjam uang kepada Sergio.Hazel dengan cepat berjalan mendekat dan menghadang di depan Sergio. "Kalau mau pinjam uang, kamu harus bicara padaku. Dia terserah padaku."Melihat Hazel keluar, hati Darra menjadi tidak enak. Wajahnya terasa panas karena malu. Rasanya, dia ingin mencari celah di tanah untuk bersembunyi."Kak, aku benar-benar nggak tahu lagi harus gimana, karena itulah aku pinjam uang. Kalau aku sudah punya uang, pasti akan aku ganti."Hazel mencibir, "Kalau begitu, tunggu saja sampai kamu membayar utangmu
Hazel mendongak dan memberikan ciuman lembut di sudut bibir Sergio. "Apa itu cukup?"Mata cantik Hazel begitu jernih dan jelas, diselimuti oleh kabut tipis yang mampu membangkitkan hasrat dalam hati seseorang.Simpul tenggorokan Sergio yang seksi bergulir naik turun, garis pandangnya bergeser ke bawah, mendarat di bibir merah dan lembut milik Hazel. Dia menunduk dan mencium bibir Hazel.Untuk membuat Hazel lebih nyaman, tangan Sergio menahan pinggang ramping Hazel, membuat Hazel duduk di atas kakinya.Hazel melingkarkan tangannya di leher Sergio dan menerima ciumannya.Gerakannya tidak dianggap lembut, tetapi mampu menggelitik ujung hatinya.Hingga akhirnya, Hazel merasa seperti akan kehabisan napas.Sergio melepaskan pagutan bibirnya dan berganti posisi, bergabung dengannya di tempat tidur.Hazel dan Sergio saling berpelukan. Keduanya bisa merasakan dengan jelas detak jantung satu sama lain. Napas keduanya terengah-engah dan saling beradu.Karena rasa malu, pipi Hazel mulai memerah, s
Hazel mendongakkan kepalanya saat mendengar suara yang tidak asing itu.Sosok pria itu tegap dan wajahnya cukup menawan. Matanya menyunggingkan senyum tipis, memberikan perasaan hangat dan nyaman.Yudhis?Kenapa dia bisa ada di sini?Melihat Hazel tidak berkata apa-apa untuk waktu yang lama, senyum di pelupuk mata Yudhis makin lebar. "Kenapa? Sudah nggak kenal lagi?"Pewawancara yang lain saling bersitatap, ada tanda tanya besar di benak mereka.Mereka semua bertanya-tanya ada hubungan apa antara Hazel dan pria tampan di depan mereka ini.Hazel pun akhirnya tersadar dan bertanya dengan alis berkerut, "Tuan Yudhis, aku ingat kalau kamu belajar kedokteran. Kenapa melamar pekerjaan sebagai desainer?"Raut wajah Yudhis tidak berubah dan jari rampingnya menunjuk resume di tangan Hazel. "Nona Hazel, selain kuliah di kedokteran, saya juga kuliah di jurusan desain. Silakan lihat resume saya dengan serius."Hazel agak malu. Dia baru menerima resume ini pagi tadi dan bahkan belum sempat membacan
Pada saat wawancara terakhir selesai, hari sudah gelap.Hazel memijit lehernya yang pegal dan mengambil ponselnya untuk melihatnya. Dia terkejut saat melihat beberapa panggilan tak terjawab yang semuanya dari Sergio.Bahkan tanpa melihat sosok Sergio secara langsung, dia bisa menebak betapa cemasnya Sergio.Entah kenapa, Hazel merasa sedikit bersalah dan menelepon balik Sergio.Panggilan dijawab dengan cepat, suara rendah dan serak pria itu terdengar, "Hazel?"Tidak ada kekesalan dan kemarahan yang terdengar.Suaranya tenang dan lembut seperti biasa.Mendengar ini, entah kenapa malah hati Hazel lah yang sedikit bergejolak. Dia menjawab dengan suara pelan, "Om, maaf. Hari ini aku sangat sibuk dan ponselnya nggak aku bunyikan.""Nggak apa-apa, apa kamu sudah selesai? Aku sudah di depan."Jantung Hazel berdegup kencang. Dia bergegas keluar sambil membawa ponselnya. "Om, tunggu, aku akan segera keluar."Suara Sergio tidak tegang, malah menenangkan, "Nggak perlu terburu-buru. Aku nggak ke m
Sergio melanjutkan, "Setelah ayahku meninggal, ibuku memberikan sejumlah uang kepada para wanita simpanan dan anak-anak haram ayah, meminta mereka untuk nggak pernah muncul lagi di hadapan kami."Hazel mengerjap bingung. "Lalu kenapa Yudhis kembali?"Dia sudah membaca resume Yudhis dan tahu kalau Yudhis pergi belajar ke luar negeri sejak usia dini dan tidak kembali hingga lulus.Genggaman Sergio pada setir mobil makin erat. Lalu, dia menjawab, "Karena Yudhis nggak menerima uang itu. Saat itu, ibunya ingin mengambilnya, tapi Yudhis mengatakan kalau darah Keluarga Hardwin akan selamanya mengalir dalam dirinya. Dia juga bilang akan kembali suatu saat nanti."Hazel terdiam, tidak tahu harus berkata apa.Dia bisa merasakan kalau Sergio sedang merasa sedih saat ini.Siapa pun yang bekas lukanya terungkap pasti akan merasa tidak nyaman.Setelah memikirkannya, Hazel meletakkan tangannya di punggung tangan Sergio dan menepuknya lembut. "Itu semua hanya masa lalu. Untuk ke depannya, kamu dan ibu
"Kakak ipar, apa kamu berprasangka buruk padaku?""Apa?"Hazel sedikit tidak bisa bereaksi saat mendengar sapaan Yudhis kepadanya.Bibir Yudhis masih menyunggingkan senyum tipis dan dia melanjutkan perkataannya, "Bukan apa-apa. Aku cuma merasa kamu sengaja menjaga jarak denganku."Hazel mengerutkan keningnya sedikit, lalu menjawab, "Kamu memanggilku kakak ipar, seharusnya kamu juga tahu kalau aku sudah menikah. Tentu saja aku harus menjaga jarak dengan laki-laki lain."Yudhis tidak menduga Hazel akan menjawab seperti itu.Dia menatap Hazel sejenak, lalu membungkuk dan membisikkan sesuatu ke telinga Hazel, "Sergio benar-benar beruntung bisa menikah dengan istri yang cantik, pintar dan berdedikasi seperti kakak iparku ini. Aku sedikit iri."Karena mendekat, napas panas yang dihembuskan di antara bibir Yudhis bergetar dan menerpa telinga Hazel.Hazel langsung mundur setengah langkah, menatapnya dengan waspada dan bertanya dengan tidak senang, "Apa yang kamu inginkan? Apa kamu lupa kalau k
Hazel mengangguk malu-malu, "Hmm."Sergio menggosok-gosok telinganya dan berpura-pura tidak mendengar, "Apa? Aku nggak dengar. Coba katakan lagi."Sadar kalau Sergio sengaja menggodanya, Hazel memelototinya dengan kesal. "Bukan apa-apa. Aku bilang mau tidur. Apa ada hal lain?"Melihat gadis kecil yang amarahnya hampir meledak di depan kamera, senyum di sudut bibir Sergio makin mengembang.Dia pun tahu batasan dan berhenti menggodanya, lalu membujuk pelan, "Ini salahku. Istriku, istirahatlah dengan baik. Nggak perlu dimatikan, aku cuma mau melihatmu saja."Hazel menjatuhkan tubuhnya ke sofa dan menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Dia meletakkan ponselnya, perlahan-lahan memejamkan matanya.Sergio tidak bersuara dan hanya menatap wajah Hazel yang tertidur untuk waktu yang lama.Wajahnya halus dan cantik. Sisi wajahnya tegas, bulu matanya lentik dan panjang, sangat cantik dan seakan mampu menggelitik hatinya.Rasanya candu dan menggelitik.Entah berapa lama, sebuah ketukan terdengar
Sergio menarik kerah kemejanya yang sedikit terbuka, memperlihatkan tulang selangkanya yang halus dan memikat seraya berkata penuh arti, " Tidak sopan kalau ditolak."Orang ini benar-benar ....Hazel meliriknya dan melihat bekas gigitan di tulang selangkanya yang dia tinggalkan tadi malam. Dia tersipu malu dan segera menutup teleponnya.Di jalan saat selesai rapat, dia berpapasan dengan Yudhis lagi.Yudhis memakai kemeja putih dan rambutnya tertata rapi, dia terlihat sangat bersinar. Dia sangat tampan sampai-sampai dirinya tidak bisa mengalihkan pandangan.Banyak gadis di perusahaan sangat bersemangat dan memekik pelan sambil menutup mulut mereka.Tatapan menggoda dan mendamba tertuju padanya dari waktu ke waktu.Hanya Hazel yang meliriknya sekilas dan menarik kembali tatapannya.Suaminya jauh lebih tampan dari pada Yudhis!Namun, di mata orang lain, apa yang dia lakukan berubah menjadi rasa kaguman yang kuat.Bu Hazel sangat teguh pendirian, dia benar-benar tidak tergoda dengan orang