"Pak Rafael ... ini penamu."Rafael mengambilnya dan mendengus pelan. "Aku punya visi, tapi kamu harus tahu kalau mahasiswa baru lulus sepertimu nggak memiliki jiwa kompetisi di perusahaan besar seperti milik kami."Winda menggigit bibinya dan merasa agak sedih. Apa dia akan ditolak lagi?Namun, dia tetap berusaha mengumpulkan keberaniannya dan menjawab dengan tegas, "Pengalaman dikumpulkan sedikit demi sedikit dan aku yakin mampu melakukan pekerjaan ini. Tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan diri."Rafael yang memegang pena dan mengetukkan di meja membalas sambil mencibir, "Kesempatan? Apa menurutmu perusahaan kami melakukan amal? TR Finance ingin melangkah jauh ke depan dan membutuhkan talenta terbaik."Pria itu berbicara tanpa sopan santun, seolah menulis "kamu tidak pantas mendapatkan pekerjaan ini" di wajahnya.Rasa rendah diri dan terhina yang kuat melonjak di dalam hati Winda. Dia mengambil napas dalam-dalam dan menatap tepat di mata Rafael lalu berkata, "Pak Rafael, kuak
Hazel baru saja menyelesaikan rapat dan hendak beristirahat saat menerima telepon dari Winda.Begitu dia menekan tombol untuk mengangkat telepon, suara Winda yang menangis langsung terdengar dari seberang."Hazel, Rafael bajingan! Berani sekali dia mengataiku. Kamu harus membalaskan dendamku!"Hazel tertegun sejenak dan bertanya dengan kaget, "Rafael? Bagaimana dia bisa mengataimu?"Winda yang merasa memiliki tempat mengadu segera menceritakan apa yang telah terjadi hari ini.Akhirnya, dia menambahkan, "Menurutku Rafael sengaja melakukannya, aku bahkan nggak menyinggungnya. Apa dia senang melihatku seperti ini? Aku sangat marah!"Hazel benar-benar tidak tahu harus beraksi bagaimana mendengar cerita Winda."Winda, kalau kamu nggak mungkin diterima, datang saja ke perusahaanku. Aku berjanji akan memberimu setara TR Finance."Meski bisnis utama JY Group adalah pakaian, tapi JY Group juga merambah ke industri lain."Aku masih nggak bisa. Aku akan mengandalkan kekuatanku untuk mencari peker
Sejak kapan Winda menjadi keluarga istrinya?Sudah jelas hanya dirinya keluarganya!Sergio mengangkat pandangan matanya, sorot matanya yang sedingin es menyapu sekelompok karyawan di ruang konferensi yang sedang menonton. Dia segera memberikan instruksi lewat bibirnya, "Ditunda!"Para karyawan saling menatap dengan mata tajam Sergio dan segera pergi.Mereka benar-benar ragu bahwa yang dikatakan Sergio sebenarnya bukan "tunda" melainkan "keluar"!Saat ini, mereka yakin kalau pertemuan hari ini tidak jadi dilaksanakan.Segera, hanya tinggal Sergio di ruang konferensi."Apa yang dilakukan Rafael?" tanya Sergio.Hazel mengulang apa yang dikatakan Winda, "Aku tahu wawancara mereka ketat, tapi bukankah ini sudah keterlaluan? Apa mereka menindas Windaku tanpa satu pun yang melindunginya?"Sergio mendengarkannya dengan diam, kerutan sebal di dahinya makin dalam!Windaku!Windaku!Huh!Dia tidak pernah mendengar panggilan seperti ini dari mulut Hazel sebelumnya dan Winda merebutnya lebih dulu!
Rafael akan sangat murka kalau menyebutkan nama Winda!Dia tidak pernah bertemu dengan wanita yang penuh kebencian seperti Winda! menyebalkan sekali!"Ada apa? Apa yang terjadi pada kalian?"Sergio bertanya dengan bingung."Aku ...."Rafael tergagap dan tidak bisa bicara.Dia tidak bisa mengatakan kalau entah bagaimana mereka telah bercinta, tapi perempuan itu malah kabur dan ternyata malah bersama dengan pria lain!Memalukan sekali!"Singkatnya, aku sama sekali nggak cocok dengan Winda! Kami tidak ditakdirkan dan aku nggak akan pernah memaafkannya!"Sergio terdiam dan menyandarkan punggungnya di kursi kulit kantor. Tangannya mengetuk-ngetuk pegangan kursi, entah apa yang sedang dia pikirkan.Rafael merasa resah, dia takut kalau Sergio terus menanyainya, reputasi yang dia bangun akan hancur.Jadi, dia menjawab dengan santai, "Jangan khawatir, aku sudah meminta secara personal untuk menerima Winda."Lalu, dia segera menutup telepon tanpa menunggu jawaban Sergio. Sepertinya dia merasa be
"Sergio!"Mendengar suara yang sudah familier tersebut, punggung Sergio langsung terasa tegang. Dia buru-buru melepaskan cengkeraman tangannya di leher Yudhis.Sergio mengangkat tangannya untuk merapikan jasnya yang agak berantakan. Kemudian, dia menatap dingin pada Yudhis dan menyiratkan peringatan di matanya.Yudhis juga merapikan pakaiannya dan berkata sambil tersenyum, "Nggak apa-apa. Aku dan Pak Sergio hanya sedang bertukar pendapat."Hazel melirik Yudhis dan menarik Sergio ke kantor.Direktur Departemen Desain mengerutkan kening dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Yudhis, katakan sejujurnya. Apa kamu tertarik pada Hazel?"Yudhis tertegun untuk sesaat, kemudian tertawa kecil.Yudhis tidak menjawabnya secara langsung. Itu sebabnya, direktur desain menganggap jika Yudhis memang mengakuinya.Direktur Departemen Desain tidak bisa menahan diri untuk tidak menghela napas. Dia pun menepuk pundak Yudhis dan menghiburnya. "Yudhis, aku tahu. Kalian para anak muda begitu menga
Melihat Sergio yang tampak cemburu itu, Hazel pun langsung merasa tidak berdaya di dalam hati.Hazel meraih tangan Sergio, menggoyang-goyangkannya beberapa kali dengan lembut, dan berkata dengan manja, "Sayang, tentu saja yang paling kupedulikan itu kamu."Tangan Sergio lebar dan kering. Terdapat lapisan kapalan yang dangkal pada buku-buku jarinya, sangat berbeda dengan tangan Hazel yang halus dan lembut itu.Merasakan sentuhan lembut di telapak tangannya dan mendengar suara Hazel yang lembut dan manja, Sergio pun merasa tersentuh di dalam hati.Sekeras apa pun hati Sergio, saat ini hatinya sudah jadi meleleh karenanya.Sergio sudah hampir kehilangan akal, bagaimana mungkin dia masih bisa marah?"Oke, aku akan melepaskanmu kali ini." Sergio mengangkat dagunya dengan ekspresi puas, meski sebenarnya merasa enggan.Setelah sekian lama bersama, bagaimana mungkin Hazel tidak bisa memahami Sergio dengan baik?Makin seseorang berpura-pura terlihat untuk tenang, makin besar gejolak emosi di da
Apa dia sudah merusak kesenangan Pak Sergio dan Bu Hazel?Apa dia masih bisa bekerja di tempat ini?Hazel kembali ke mejanya. Dia merasa gugup saat melihat Intan yang mengamati dirinya dan Sergio dengan tatapan yang rumit.Hazel berdeham dan berkata, "Ada perlu apa, Intan?"Intan langsung kembali ke akal sehatnya dan buru-buru menyerahkan dokumen di tangannya. "Bu Hazel, ada dokumen penting yang harus Ibu periksa di sini."Hazel mengangguk. Kemudian, dia membuka dokumen tersebut dan menelusuri baris-barisnya secara sekilas."Nggak ada yang salah dengan dokumennya. Tapi, harganya masih bisa diturunkan sedikit lagi. Kualitas kain yang disediakan perusahaan ini masih cukup bagus. Kita bisa terus melanjutkan kerja sama."Intan mengangguk. Kemudian, dia mengulurkan tangannya untuk mengambil dokumen tersebut. "Kalau begitu, aku nggak akan mengganggu kalian lagi. Kalian lanjutkan saja. Lanjutkan saja ...."Setelah berkata seperti itu, Intan bergegas pergi dengan sepatu hak tingginya. Bahkan,
Keduanya berbincang lama di telepon, mulai dari masalah pekerjaan hingga ke mana harus pergi berbelanja nanti, juga di mana ada restoran baru di suatu tempat yang ingin mereka datangi untuk makan bersama.Mereka berdua membicarakan semuanya.Hazel benar-benar mengabaikan Sergio, yang merupakan suami sahnya.Seiring berjalannya waktu, sedikit demi sedikit, wajah Sergio menjadi makin muram. Suasana di kantor juga menjadi makin mencekam.Perasaan menjadi tertekan, seolah badai akan datang.Namun, pelaku utama yang menbabkan semua ini tidak menyadarinya. Dia masih dengan senang hati berbagi hal-hal menarik yang ditemuinya di perusahaan kepada sahabatnya.Baru setelah terdengar suara batuk-batuk kecil, yang menyiratkan rasa kesal yang begitu kuat, Hazel pun akhirnya mau memalingkan wajahnya untuk sementara waktu dan menatap Sergio dengan ragu.Sergio merasa kesal selama beberapa saat dan benar-benar ingin menegur si kecil yang tidak punya perasaan ini.Namun, ketika menatap mata almon Hazel