Candra membuka mulutnya, Hayu memasukkan sepertiga kue lemper ke dalam mulut Candra. Namun Hayu terenyak kaget, saat lidah Candra tak sengaja menyentuh jari Hayu.
“Ough..”“Damn,” rutuknya dalam hati, tak sengaja kata itu lolos dari mulutnya, membuatnya malu pada Hayu.“Maaf, aku tak sengaja.”“Its ok, Pak, saya mungkin yang memasukkannya terlalu dalam.”Glek!Entah setan dari mana yang merasukinya, Candra mendadak salah tingkah sendiri dengan ucapan Hayu. Mukanya memanas, wajah yang tadinya putih bersih itu mendadak menjadi merah seperti kepiting rebus. Hayu yang menatapnya, mengernyitkan keningnya heran.“Bapak sakit?” tanyanya pada Candra.“Enggak, aku baik-baik saja Hayu.”“Tapi kenapa muka Bapak merah begitu?”“Aku malu padamu.”Hayu terkekeh, tak biasanya bosnya yang kepo akut itu bisa malu padanya, padahal biasanya dia mana pernah punya rasa malu.Untungnya pembahasan mereka terhenti ketika mobil yang Candra kendarai sudah masukTerima kasih yang sudah membaca😊
Candra menikmati secangkir expreso yang dia pesan, sementara Hayu, mulai memakan nasi goreng yang masih mengepulkan asapnya, hingga suara seseorang yang sangat dikenalnya memanggil mereka. Mereka menoleh ke arah sumber suara dan saling melempar tatapan. Jelita tampak tersenyum melangkah menghampiri mereka berdua. Hayu sungguh tak menyangka akan bertemu dengan wanita kesayangan mami Bisma. Seketika, dia tak mampu menelan nasi goreng yang sudah terlanjur masuk di kerongkongannya. Dalam hati, Hayu mengutuk nasibnya yang menyedihkan itu. Candra tahu, Hayu tak nyaman dengan kedatangan Jelita. Tapi dia hanya diam saja. “Hayu, minum dulu.” Hayu mengangguk. Mencoba melegakan tenggorokannya dengan minuman yang sudah dipesannya. Jelita duduk di samping Candra. Menatap Hayu dan menampilkan senyum palsunya. Hayu menyapanya. “Selamat pagi, Mbak.” “Pagi, Hayu. Kamu sepagi ini sudah bersama atasanmu, dari jauh kalian terlihat seperti pasangan yang serasi.” Candr
“Sebagai teman dan sebagai orang yang pernah mencintaimu, aku cukup tahu banyak tentang kamu, seperti apa kamu, ketika menginginkan sesuatu.” “Cukup! Aku tidak mu mendengarkan apapun darimu, dan juga, jangan berprasangka buruk denganku, kalau memang aku melakukan segala cara, sudah sejak lama aku menggunakan cara lain untuk mendekati Bisma, menidurinya, misalnya.” Candra kesal mendengarnya, tangannya mengepal di bawah meja. Meski sudah tidak ada lagi rasa untuk jelita, dia cukup kesal dengan ucapan Jelita yang terkesan murahan. Candra berharap Hayu segera kembali, sehingga dia bisa segera pergi dari sana. Atau setidaknya, Bisma datang dan membawa Jelita pergi dari hadapannya, dan sepertinya, apa yang dia harapkan terkabul. Bisma menghampiri mereka berdua. “Jel,” panggil Bisma. Betapa terkejutnya Bisma ketika tahu jika Jelita sedang bersama Candra. “Kalian?” tanya Bisma pada mereka berdua ketika sudah dekat. “Tak sengaja bertemu dengannya, dia sedang bersama H
“Apa kamu akan mempertahankan Bisma di samping kamu? Atau kamu akan meninggalkannya dan mencari lelaki lain, yang bisa menerima kamu apa adanya, dan membahagiakan kamu dengan limpahan kasih sayang dan segala rasa cintanya?” Hayu diam, tak menjawab pertanyaan yang akan menjerumuskan dirinya sendiri. Walau dalam hati ingin dia menjawab, bahwa dia akan terus berjuang demi Bisma, anggap saja dia terlihat bodoh, tapi dia bukan tipe orang yang dengan mudah menyerah begitu saja dengan keadaan sebelum memperjuangkannya setengah mati. Candra menoleh, menatap Hayu yang diam saja, dia tahu apa yang Hayu pikirkan, dia mendesah kasar, sungguh tak habis pikir dengan wanita yang saat ini ada di sebelahnya. Dia yang tidak terlibat dengan Bisma saja, sudah bisa memprediksi ending drama mereka. Tapi ini, wanita baik-baik yang masih polos harus menjadi korban kegengsian mereka dengan embel-embel status sosial. “Jangan di jawab kalau kamu keberatan, saya bahkan sudah tahu seperti apa jawaba
“Kamu ingin tidur sejenak, apa perlu kita pindah tempat dan mencari hot-?” “Stop! Cukup, jangan teruskan , apalagi jika itu adalah sebuah ide gila yang baru saja masuk di kepala Anda.” Candra terbahak, “Kamu pikir aku akan bilang apa? Jangan negatif thinking, deh, aku hanya mengajakmu hot pot, biar kamu berkeringat dan nggak mengantuk, kamu tahu sendiri, tadi aku hanya menemanimu makan dan minum secangkir kopi, jadi sekarang aku mulai lapar. Kita masih ada waktu satu jam untuk kembali ke kantor, jadi bagaimana menurutmu?” Hayu tersenyum simpul, menggigit bibirnya, wajahnya merah padam menahan malu, dengan tak tahu dirinya, dia berpikir bahwa Candra akan mengajaknya ke hotel. Sungguh, dia merutuki kebodohannya kali ini, bisa-bisanya pikirannya berkelana ke sana. “Maafkan saya, Pak. Saya tak bermaksud-.“ Candra tertawa, “Kamu ini, kenapa berpikir sampai ke sana, kamu kan, tahu, aku orang seperti apa. Tapi kalau kamu mau mengajakku ke hotel sekedar tidur siang, aku
Hayu mendongak dan menatap Bisma, tatapannya datar, dia mendesah kasar, namun suara seseorang menggelegar, membuatnya terhenyak.“Cukup!”Mami Bisma datang untuk menemui anaknya dan memperingati Hayu untuk tak datang malam ini ke rumah mereka, namun ketika dia masuk ke ruangan putranya, sekretarisnya bilang, Bisma sedang menemui Hayu. Maka dengan kecepatan di atas rata-rata dia menghampiri Bisma di kubikel Hayu.“Jaga emosi kamu, Bisma. Ini di luar, kamu mau mempermalukan diri kamu sendiri hanya karena perempuan seperti dia. Ayo kembali ke ruangan kamu, ada yang Mami ingin bicarakan dengan kamu.”Mau tak mau Bisma menurut, Hayu belum sempat menyapa Mami Bisma, namun melihat mami Bisma yang tak menatapnya sama sekali, diurungkannya niatnya untuk menyapa wanita yang masih cantik itu. Hayu mendesah kesal, menatap punggung kedua orang itu dengan raut wajah yang lelah.“Papa kamu yakin ingin mempertahankan cintamu itu?” tanya Candra yang tiba-tiba sudah berdiri
Bu Ayu mengelus kepala Jelita dengan sayang. Sementara Pak Adibrata hanya fokus dengan kegiatannya sendiri. Dia tak mau ambil pusing apa yang terjadi di meja makan. “Jadi apa kamu tahu posisi Jelita?” Hayu mendongak, menatap Bu Ayu, sejujurnya dia sudah tahu apa posisi Jelita, namun kenapa dia masih berharap terlalu banyak. “Mi!” seru Bisma pada putranya. “Kenapa? Dia harus tahu posisinya, Bisma.” “Tapi kalian sudah berjanji padaku untuk memberinya kesempatan untuk dekat dengan kalian. Bagaimana kalian bisa dekat, jika Mami selalu saja menolaknya, ketika dia berusaha masuk di dalam kegiatan kita, Bisma harus apa lagi. Kalian yang mengajukan syarat, tapi kalian juga yang melanggarnya. Please, Mi. Penuhi janji Mami.” Bisma kesal luar biasa. Dia tak mampu berbuat apa-apa kecuali mengingatkan kedua orang tuanya akan perjanjian mereka, yang sudah mereka sepakati bersama. Hayu merasa tak enak dengan apa yang terjadi saat ini, tapi bagaimana pun, dia sudah berus
“Kamu tahu, kamu seperti kupu-kupu, pagi kamu terbang dan singgah di Bisma, siangnya kamu akan terbang dan menempel pada Candra. Luar biasa, tak ku sangka gadis sepolos dirimu, bisa memiliki trik yang luar binasa.”Hayu melotot, sungguh tak menyangka Jelita akan tega mengatakan itu padanya, padahal dia tahu kalau dua-duanya adalah atasan Hayu di kantor. Mereka sepertinya memang berniat menyerang mental Hayu habis-habisan.“Cukup! Jangan keterlaluan!” seru Bisma yang melangkah mendekati mereka bertiga dan menyerahkan barang yang dia beli pada asisten rumah tangganya.Bu Ayu hanya diam, menatap pada putranya yang tengah mendekati Hayu. dia kesal setengah mati, tapi untung saja, bukan dia yang berkata seperti itu, setidaknya Bisma tidak menganggap dirinya membully calon menantunya. Bisma hanya tahu, jika Jelita saja yang mengatakan hal yang paling tak disukai Bisma.“Jangan keterlaluan Jelita, Candra adalah atasannya di kantor. Kamu tahu itu, kenapa kamu tega sekal
“Tentu saja Jelita tak menolaknya, kue itu benar-benar enak, krispy di luar, juga lembut di dalam, membuat ketagihan,” ucap Jelita jujur. “Tentu saja, karena kue itu seperti pembuatnya!” Jelita dan Bu Ayu menoleh ke arah Bisma yang baru saja masuk. Melangkah mendekati maminya dan duduk di sebelahnya. “Jadi kamu tahu, kan, bedanya kamu dan Hayu? Kalian sungguh berbeda, Hayu itu seperti kue nastar yang kamu makan. Luar dalam menyenangkan, beda sama kamu yang luarnya crispy tapi dalamnya bergerigi.” Bu Ayu ingin tertawa karena ucapan putranya yang menurutnya konyol, tapi dia berusaha menahannya, dia tidak mau Jelita terluka, karena dia yang menertawakannya. “Sudahlah, bagaimanapun kamu harus lebih dekat dengan Jelita, bukankah kalian dekat cukup lama, mami, akan mencoba melihat siapa di antara dua perempuan ini yang bisa dekat dengan mami dan pantas mendampingi kamu, juga mengurus kamu.” “Tapi, Mi, Mami tidak boleh begitu, bukankah Mami sudah menyetujui syarat B
Mama Candra terkekeh geli melihat reaksi putranya. Dia menaik -turunkan kedua alisnya, menggoda putranya yang tersenyum-senyum tipis, mempertahankan gengsinya. “Mama nggak pulang? Bukankah ada sesuatu yang mau Mama kerjakan?” “Jadi kamu mengusir Mama? Mau jadi anak durhaka, mau mama kutuk kalian cepat punya anak?” Mama Candra berpura-pura marah pada putranya, tapi sejurus kemudian di terkekeh, dia tahu putranya sengaja mengusirnya. Mama Candra menyeruput tehnya dan menatap Hayu. “Nduk, Mama lupa, Mama ada janji dengan teman-teman arisan Mama. Mama pulang dulu, ya, titip Candra, dia suka nakal kalau nggak ada Mama. Kalau dia macam-macam denganmu bilang Mama, biar langsung Mama nikahkan sama kamu, Nduk.” Hayu ingin tertawa, tapi dia berusaha menahannya dengan melipat kedua bibirnya ke dalam. Dia mengangguk merespons mama Candra. Melihat wajah Hayu yang bersemu merah, Mama Candra tersenyum senang. Apalagi putranya, dia gemas sekali melihat Hayu tersipu malu-malu. Hayu mencium
Hayu tertawa geli, dia hanya bercanda, tapi reaksi yang ditunjukkan Jelita padanya menurutnya terlalu berlebihan. “Hei aku hanya bercanda, kenapa kamu seserius itu. Nikmati saja waktumu, toh aku tidak pergi ke mana-mana.” Jelita menghela nafas lega, dia pikir sudah mengganggu Hayu sehingga dia mengusirnya. Jelita menyeruput kopinya dan memakan kembali kue buatan ibu Hayu yang sejak tadi membuat air liurnya menetes. Jelita memasukkan kue basah dengan warna dan aroma pandan ke dalam mulutnya. Baru saja dia mengunyahnya, suara yang sangat familiar menyapa telinganya. “Lho, Jelita, kamu kok di sini, Nak?” Jelita tersedak, Hayu melesatkan tangannya cepat, mengulurkan kopi milik Jelita. “Hati-hati, minumlah, jangan menyepelekan tersedak, itu bisa membuatmu mati!” Mendengar kalimat yang terlontar dari mulut Hayu barusan, malah semakin membuat Jelita terbatuk-batuk. Mami Candra yang memiliki hati yang lembut pun segera menghampiri Jelita dan mengusap punggung gadis itu hingga b
Bisma mengetuk pintu kaca mobil Jelita. Mau tak mau Jelita menurunkan kaca pintu mobil miliknya. Dia tak mengerti dengan sikap Bisma. Bukankah kekasihnya itu sudah jelas-jelas mengatakan hal yang tak bisa dia harapkan sama sekali. Lalu untuk apa dia mengejarnya hingga kemari. “Ada apa, Mami sudah menjelaskan segalanya. Semuanya sudah berakhir bukan? Apa yang ingin kamu katakan padaku kali ini, rasanya tak mungkin kamu berubah pikiran.” “Maafkan aku, Jelita, semuanya harus berakhir begini, aku masih pada keputusan yang sama. Hati-hati di jalan.” Jelita menghela nafas, Bisma tak mengubah keputusannya. Jelita tak ingin menjawab perkataan Bisma selain anggukan kecil yang ditunjukkan sebagai respons darinya. Jelita tak peduli Bisma masih berdiri di sana. Dia memilih meninggalkan tempat yang saat ini tak ingin dia pijak. Tempat di mana dia menaruh harapan kosong, dengan pintalan asa yang berantakan. Melajukan kendaraannya di jalanan, berbaur dengan kendaraan lainnya. Selama perjalanan pu
Jelita geming, menunggu jawaban dari calon suaminya, sementara Nyonya Adibrata dengan sengaja membuang muka menghindari tatapan calon menantunya. Seketika Jelita sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Alih-alih mendapatkan jawaban dari orang yang saat ini menjadi tumpuan harapannya, dia lebih memilih untuk keluar dari ruang rawat inap Bu Ayu. Dengan langkah gontai dan kepala yang tertunduk lesu, dia meraih handle pintu dan berusaha keluar dari kamar itu. Jelita terduduk di kursi yang berada di luar ruangan. Saat ini dia tak tahu, apalagi yang harus dilakukannya. Terkadang hidup memang selucu itu, dia dikecewakan orang yang paling dekat dengannya sendiri. Harapan yang terlalu tinggi, kini mengkhianatinya bertubi-tubi. Membuatnya terpuruk di tengah badai, terombang-ambing hingga ke palung dasar rasa kecewanya. Tak dia nyana sama sekali Bisma keluar, Jelita menoleh ke arahnya. Bisma mendudukkan tubuhnya di sebelah Jelita. Dia menghela nafas panjang dan dalam, seolah ingi
“Boleh aku masuk? Apa aku mengganggumu? Aku hanya membutuhkan waktu sebentar denganmu. Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan padamu. Apa kamu sudah sarapan?” Chandra menunjukkan kotak makannya pada Jelita. “Jadi aku mengganggumu, kamu sedang sarapan, ya. Apa sebaiknya aku pergi saja.” “Tidak perlu, sebaiknya sekarang saja kamu katakan apa yang ingin kamu katakan, sebentar lagi aku akan bertemu dengan klien.” “Apa benar kalian melihat Mamiku dan Papi Bisma bersama? Tolong katakan yang sejujurnya padaku. Aku sempat mendengar mereka membicarakan Mami dan juga Pak Adibrata. Jadi sebenarnya apa yang terjadi. Apakah kecurigaanku itu memang benar terjadi? Bukankah kalian sempat bertemu mereka berdua?” Candra bingung, dia tak tahu harus menjawab apa. Kalau dia mengatakan iya, Candra tak ingin melihat Jelita kecewa. Bagaimanapun Jelita pernah hadir di dalam hatinya dan sempat bertakhta di sana. Namun, di satu sisi dia tidak ingin membohongi Jelita, sebab bagaimanapun juga Jelita harus tahu
Mau tak mau Hayu pun membuka matanya, Dia malu sekali karena ketahuan oleh Candra. Candra tersenyum melihat Hayu membuka mata. “Apa kamu menginginkan sesuatu atau kamu mau sarapan apa? Mungkin aku bisa membelikannya untukmu." Hayu menggelengkan kepalanya, “Tidak perlu repot-repot, Ibu pasti sudah memasakkan sesuatu untuk kita, aku sudah bilang padamu bukan, kalau hari ini, aku ingin di rumah saja.” Candra mengangguk, “Tentu saja, bukankah aku sudah berjanji padamu kemarin, kalau hari ini kamu bisa mengambil cuti. Fokuslah pada kesehatanmu terlebih dahulu, baru kamu masuk kerja, toh semuanya sudah aku selesaikan. Bisma juga sudah menandatangani semua yang kita butuhkan. Kalau kamu menginginkan sesuatu atau kalau kamu membutuhkan bantuanku, kamu tinggal meneleponku dan aku akan secepat mungkin datang kemari. Sekarang aku harus pergi ke kantor.” Hayu mengangguk. Namun sejurus kemudian ibu Hayu sudah berada di ambang pintu kamar Hayu. “Sarapan dulu sebelum kamu pergi ke kantor, kamu
Candra mengantarkan Hayu pulang ke rumahnya. Ibunya tampak sudah menunggunya di depan pintu, beliau kaget melihat putrinya yang datang dengan wajah yang pucat dan lemas. Bahkan Candra memapahnya. Ibu Hayu pun bertanya “Apa yang terjadi dengan Hayu, dia kenapa, Ndra? Apakah dia sakit. Ayo bawa dia masuk cepat, dan biarkan dia beristirahat di kamarnya. Kamu bisa membantu Ibu mengantarkannya ke kamar, kan? Ibu akan mengambilkan air hangat untuknya.” Candra pun mengangguk, dia menggendong Hayu naik ke kamarnya, menidurkannya di ranjang dan menyelimutinya. “Kamu tahu, Dokter bilang apa padaku? Dia bilang kamu banyak pikiran. Kenapa kamu tidak bercerita tentang sesuatu yang kamu rasakan kepada orang lain, apa kamu tidak takut, jika itu akan selalu membebanimu dan membuatmu berpikir tentang yang hal yang tidak-tidak? Apa kamu tidak takut, jika itu akan berimbas pada mentalmu dan membuatmu harus mengunjungi psikiater?” Hayu menggeleng, “Aku tak tahu harus mengatakan apa, aku sudah berusa
Candra kaget melihat Bisma yang juga ada di sana. “Siapa yang sakit, Ndra.” “Hayu. Kamu sedang apa di sini?” tanya Candra kembali, bukannya tadi mereka baru saja bertemu dan sekarang, mereka juga bertemu lagi di tempat yang sama. Dunia memang sempit, sekeras apa pun dia menghindar, mantan kekasih Hayu ini, selalu ada di mana-mana. "Hayu kenapa? Sakit apa? Bagaimana keadaannya? Apa aku bisa menjenguknya?" “Aldi bilang dia hanya lelah dan juga banyak pikiran, apa nggak sebaiknya, kamu jangan bertemu dengannya dulu, bukan apa-apa, hanya saja aku khawatir kalau ternyata dia banyak pikiran karena masalah kalian. Kamu tahu sendiri, Hayu bukan orang yang suka mengeluarkan keluh kesahnya pada orang lain. Jadi daripada pikirannya semakin terbebani, mendingan kamu menjauh darinya. Aku tidak mau terjadi apa-apa dengannya, apalagi kalau dia sampai harus ke psikiater, please. Lihatlah saja Hayu dari kejauhan, lepaskan dia dari siksa yang sudah kalian lakukan padanya, kata-kata merendahkan a
Hayu yang kelelahan malah tertidur di sofa depan televisi. Candra yang melihatnya pun membetulkan posisi tidurnya dan mengatur suhu AC di ruangan itu, sementara itu, dia masih berkutat dengan masakannya yang masih belum matang.Ponsel Hayu berdering, Hayu sama sekali tak terganggu dengan deringan ponselnya yang cukup memekakkan telinga. Dengan sigap Candra mengambil ponsel Hayu dan melihat siapa yang meneleponnya. Ibu Hayu menelepon. Candra bingung antara ingin menjawab panggilan itu atau tidak, takut jika sang pemilik ponsel marah dengannya. Akhirnya dia putuskan, untuk tak menjawabnya. Dia lebih memilih menelepon ibu Hayu menggunakan ponselnya.Sungguh definisi lelaki idaman. Candra menelepon sembari menunggu steik yang di masaknya matang dengan kematangannya medium rare.Akhirnya setelah menunggu hampir lima menit Ibu Hayu mengangkat teleponnya, “Halo, Bu. Maaf Candra mengganggu Ibu, saat Hayu sedang tidur, nanti mungkin setelah makan malam, Candra akan men