Setelah tadi bersama Candra emosinya sempat menurun drastis, tapi sekarang, emosinya naik lagi, tersulut lagi, karena Bisma. Dia yang tadi berpikir untuk menenangkan pikiran dengan tidur, nyatanya malah pikirannya semakin kalut. Ponselnya berdering, Hayu menatap layar ponselnya.
Candra meneleponnya, mungkin ingin menanyakan keberadaan dirinya. Tapi Hayu yang hendak ke kamar mandi mengabaikan layar ponselnya yang masih berkelap-kelip itu, dia melempar ponsel ke ranjang dan melanjutkan langkah ke kamar mandi.Selesai mandi dia membaringkan tubuhnya di ranjang. Rasa lelah yang melanda tubuhnya sudah agak berkurang. Dia ingat jika atasannya tadi meneleponnya. Hayu mengetik pesan. [Saya sudah di rumah, Pak. Maaf tadi saya sedang mandi. Terima kasih.]Send!Tak menunggu Candra membalas pesannya, dia langsung saja mematikan lampu kamarnya dan tidur. Dia bahkan lupa, jika dia belum makan malam. Lelah yang menderanya, membuatnya tertidur begitu lelap, hingga tak tahu jikTerima kasih yang sudah membaca
Candra membuka mulutnya, Hayu memasukkan sepertiga kue lemper ke dalam mulut Candra. Namun Hayu terenyak kaget, saat lidah Candra tak sengaja menyentuh jari Hayu. “Ough..” “Damn,” rutuknya dalam hati, tak sengaja kata itu lolos dari mulutnya, membuatnya malu pada Hayu. “Maaf, aku tak sengaja.” “Its ok, Pak, saya mungkin yang memasukkannya terlalu dalam.” Glek! Entah setan dari mana yang merasukinya, Candra mendadak salah tingkah sendiri dengan ucapan Hayu. Mukanya memanas, wajah yang tadinya putih bersih itu mendadak menjadi merah seperti kepiting rebus. Hayu yang menatapnya, mengernyitkan keningnya heran. “Bapak sakit?” tanyanya pada Candra. “Enggak, aku baik-baik saja Hayu.” “Tapi kenapa muka Bapak merah begitu?” “Aku malu padamu.” Hayu terkekeh, tak biasanya bosnya yang kepo akut itu bisa malu padanya, padahal biasanya dia mana pernah punya rasa malu. Untungnya pembahasan mereka terhenti ketika mobil yang Candra kendarai sudah masuk
Candra menikmati secangkir expreso yang dia pesan, sementara Hayu, mulai memakan nasi goreng yang masih mengepulkan asapnya, hingga suara seseorang yang sangat dikenalnya memanggil mereka. Mereka menoleh ke arah sumber suara dan saling melempar tatapan. Jelita tampak tersenyum melangkah menghampiri mereka berdua. Hayu sungguh tak menyangka akan bertemu dengan wanita kesayangan mami Bisma. Seketika, dia tak mampu menelan nasi goreng yang sudah terlanjur masuk di kerongkongannya. Dalam hati, Hayu mengutuk nasibnya yang menyedihkan itu. Candra tahu, Hayu tak nyaman dengan kedatangan Jelita. Tapi dia hanya diam saja. “Hayu, minum dulu.” Hayu mengangguk. Mencoba melegakan tenggorokannya dengan minuman yang sudah dipesannya. Jelita duduk di samping Candra. Menatap Hayu dan menampilkan senyum palsunya. Hayu menyapanya. “Selamat pagi, Mbak.” “Pagi, Hayu. Kamu sepagi ini sudah bersama atasanmu, dari jauh kalian terlihat seperti pasangan yang serasi.” Candr
“Sebagai teman dan sebagai orang yang pernah mencintaimu, aku cukup tahu banyak tentang kamu, seperti apa kamu, ketika menginginkan sesuatu.” “Cukup! Aku tidak mu mendengarkan apapun darimu, dan juga, jangan berprasangka buruk denganku, kalau memang aku melakukan segala cara, sudah sejak lama aku menggunakan cara lain untuk mendekati Bisma, menidurinya, misalnya.” Candra kesal mendengarnya, tangannya mengepal di bawah meja. Meski sudah tidak ada lagi rasa untuk jelita, dia cukup kesal dengan ucapan Jelita yang terkesan murahan. Candra berharap Hayu segera kembali, sehingga dia bisa segera pergi dari sana. Atau setidaknya, Bisma datang dan membawa Jelita pergi dari hadapannya, dan sepertinya, apa yang dia harapkan terkabul. Bisma menghampiri mereka berdua. “Jel,” panggil Bisma. Betapa terkejutnya Bisma ketika tahu jika Jelita sedang bersama Candra. “Kalian?” tanya Bisma pada mereka berdua ketika sudah dekat. “Tak sengaja bertemu dengannya, dia sedang bersama H
“Apa kamu akan mempertahankan Bisma di samping kamu? Atau kamu akan meninggalkannya dan mencari lelaki lain, yang bisa menerima kamu apa adanya, dan membahagiakan kamu dengan limpahan kasih sayang dan segala rasa cintanya?” Hayu diam, tak menjawab pertanyaan yang akan menjerumuskan dirinya sendiri. Walau dalam hati ingin dia menjawab, bahwa dia akan terus berjuang demi Bisma, anggap saja dia terlihat bodoh, tapi dia bukan tipe orang yang dengan mudah menyerah begitu saja dengan keadaan sebelum memperjuangkannya setengah mati. Candra menoleh, menatap Hayu yang diam saja, dia tahu apa yang Hayu pikirkan, dia mendesah kasar, sungguh tak habis pikir dengan wanita yang saat ini ada di sebelahnya. Dia yang tidak terlibat dengan Bisma saja, sudah bisa memprediksi ending drama mereka. Tapi ini, wanita baik-baik yang masih polos harus menjadi korban kegengsian mereka dengan embel-embel status sosial. “Jangan di jawab kalau kamu keberatan, saya bahkan sudah tahu seperti apa jawaba
“Kamu ingin tidur sejenak, apa perlu kita pindah tempat dan mencari hot-?” “Stop! Cukup, jangan teruskan , apalagi jika itu adalah sebuah ide gila yang baru saja masuk di kepala Anda.” Candra terbahak, “Kamu pikir aku akan bilang apa? Jangan negatif thinking, deh, aku hanya mengajakmu hot pot, biar kamu berkeringat dan nggak mengantuk, kamu tahu sendiri, tadi aku hanya menemanimu makan dan minum secangkir kopi, jadi sekarang aku mulai lapar. Kita masih ada waktu satu jam untuk kembali ke kantor, jadi bagaimana menurutmu?” Hayu tersenyum simpul, menggigit bibirnya, wajahnya merah padam menahan malu, dengan tak tahu dirinya, dia berpikir bahwa Candra akan mengajaknya ke hotel. Sungguh, dia merutuki kebodohannya kali ini, bisa-bisanya pikirannya berkelana ke sana. “Maafkan saya, Pak. Saya tak bermaksud-.“ Candra tertawa, “Kamu ini, kenapa berpikir sampai ke sana, kamu kan, tahu, aku orang seperti apa. Tapi kalau kamu mau mengajakku ke hotel sekedar tidur siang, aku
Hayu mendongak dan menatap Bisma, tatapannya datar, dia mendesah kasar, namun suara seseorang menggelegar, membuatnya terhenyak.“Cukup!”Mami Bisma datang untuk menemui anaknya dan memperingati Hayu untuk tak datang malam ini ke rumah mereka, namun ketika dia masuk ke ruangan putranya, sekretarisnya bilang, Bisma sedang menemui Hayu. Maka dengan kecepatan di atas rata-rata dia menghampiri Bisma di kubikel Hayu.“Jaga emosi kamu, Bisma. Ini di luar, kamu mau mempermalukan diri kamu sendiri hanya karena perempuan seperti dia. Ayo kembali ke ruangan kamu, ada yang Mami ingin bicarakan dengan kamu.”Mau tak mau Bisma menurut, Hayu belum sempat menyapa Mami Bisma, namun melihat mami Bisma yang tak menatapnya sama sekali, diurungkannya niatnya untuk menyapa wanita yang masih cantik itu. Hayu mendesah kesal, menatap punggung kedua orang itu dengan raut wajah yang lelah.“Papa kamu yakin ingin mempertahankan cintamu itu?” tanya Candra yang tiba-tiba sudah berdiri
Bu Ayu mengelus kepala Jelita dengan sayang. Sementara Pak Adibrata hanya fokus dengan kegiatannya sendiri. Dia tak mau ambil pusing apa yang terjadi di meja makan. “Jadi apa kamu tahu posisi Jelita?” Hayu mendongak, menatap Bu Ayu, sejujurnya dia sudah tahu apa posisi Jelita, namun kenapa dia masih berharap terlalu banyak. “Mi!” seru Bisma pada putranya. “Kenapa? Dia harus tahu posisinya, Bisma.” “Tapi kalian sudah berjanji padaku untuk memberinya kesempatan untuk dekat dengan kalian. Bagaimana kalian bisa dekat, jika Mami selalu saja menolaknya, ketika dia berusaha masuk di dalam kegiatan kita, Bisma harus apa lagi. Kalian yang mengajukan syarat, tapi kalian juga yang melanggarnya. Please, Mi. Penuhi janji Mami.” Bisma kesal luar biasa. Dia tak mampu berbuat apa-apa kecuali mengingatkan kedua orang tuanya akan perjanjian mereka, yang sudah mereka sepakati bersama. Hayu merasa tak enak dengan apa yang terjadi saat ini, tapi bagaimana pun, dia sudah berus
“Kamu tahu, kamu seperti kupu-kupu, pagi kamu terbang dan singgah di Bisma, siangnya kamu akan terbang dan menempel pada Candra. Luar biasa, tak ku sangka gadis sepolos dirimu, bisa memiliki trik yang luar binasa.”Hayu melotot, sungguh tak menyangka Jelita akan tega mengatakan itu padanya, padahal dia tahu kalau dua-duanya adalah atasan Hayu di kantor. Mereka sepertinya memang berniat menyerang mental Hayu habis-habisan.“Cukup! Jangan keterlaluan!” seru Bisma yang melangkah mendekati mereka bertiga dan menyerahkan barang yang dia beli pada asisten rumah tangganya.Bu Ayu hanya diam, menatap pada putranya yang tengah mendekati Hayu. dia kesal setengah mati, tapi untung saja, bukan dia yang berkata seperti itu, setidaknya Bisma tidak menganggap dirinya membully calon menantunya. Bisma hanya tahu, jika Jelita saja yang mengatakan hal yang paling tak disukai Bisma.“Jangan keterlaluan Jelita, Candra adalah atasannya di kantor. Kamu tahu itu, kenapa kamu tega sekal