“Tentu saja Jelita tak menolaknya, kue itu benar-benar enak, krispy di luar, juga lembut di dalam, membuat ketagihan,” ucap Jelita jujur.
“Tentu saja, karena kue itu seperti pembuatnya!”Jelita dan Bu Ayu menoleh ke arah Bisma yang baru saja masuk. Melangkah mendekati maminya dan duduk di sebelahnya.“Jadi kamu tahu, kan, bedanya kamu dan Hayu? Kalian sungguh berbeda, Hayu itu seperti kue nastar yang kamu makan. Luar dalam menyenangkan, beda sama kamu yang luarnya crispy tapi dalamnya bergerigi.”Bu Ayu ingin tertawa karena ucapan putranya yang menurutnya konyol, tapi dia berusaha menahannya, dia tidak mau Jelita terluka, karena dia yang menertawakannya.“Sudahlah, bagaimanapun kamu harus lebih dekat dengan Jelita, bukankah kalian dekat cukup lama, mami, akan mencoba melihat siapa di antara dua perempuan ini yang bisa dekat dengan mami dan pantas mendampingi kamu, juga mengurus kamu.”“Tapi, Mi, Mami tidak boleh begitu, bukankah Mami sudah menyetujui syarat BTerima kasih sudah mampir dan membaca karya saya, yang masih banyak kurangnya ini. jangan lupa tinggalkan komentar, Vote 😊😊 follow igeh Kardinah.dinah
Bisma, cinta itu tidak saling menyakiti, tapi saling memahami, saling menyayangi dan melindungi.” Deg! Bisma menoleh ke arah Jelita, memegang keningnya, “Enggak panas, tapi tumben omongan kamu cerdas dan agak berbobot sedikit.” “Itu buat nyadarin kamu, kalau kamu harus memilih salah satu, kan, kamu nggak bisa mempertahankan Hayu, jadi lebih baik kamu melepaskannya.” Bisma mendesah kesal, dipikirnya Jelita memang benar-benar tulus, nyatanya ini hannyalah akal-akalan dia, supaya Bisma meninggalkan Hayu. “Jadi kamu modus, sok-sokan menasihati, tapi ternyata ingin menguntungkan diri sendiri, kamu memang luar binasa.” “Nah, itu tahu, mana ada perempuan bisa secerdas aku, Bisma. Kamu, bukannya suka perempuan yang cerdas, dan menarik, nah itu semua ada di aku, kan. Kamu bahkan sudah membuktikan bagaimana kecerdasanku selama ini.” Bisma menggelengkan kepala, menanggapi Jelita, membuatnya semakin pusing saja. Mereka sampai di lobi apartemen jelita. “Mau masuk
“Selamat pagi, dunia gila,” ucap Hayu menggerakkan tangannya ke kanan dan ke kiri. Masih di atas ranjang tidurnya. Semalam, setelah pertengkarannya dengan Bisma, dia langsung saja tidur. Tak mau ambil pusing dengan segala perkataan Bisma yang tak jauh beda dengan biasanya. Malas memikirkannya. Diambilnya ponselnya yang berada di nakas. Dua panggilan tak terjawab dari atasannya. Keningnya berkerut, dia bertanya-tanya ada apa gerangan, minggu pagi yang cerah ini bosnya sudah meneleponnya berkali-kali. Seingatnya tidak ada pekerjaan yang mendesak. Tidak ada deadline yang harus dia kerjakan. Masih dihantui rasa penasarannya, Hayu mencoba menelepon kembali Candra. Beberapa kali deringan tapi tak dijawab, hingga dia bertekad, jika dalam deringan yang terakhir masih tidak ada jawaban dari Candra. Dia akan mengakhiri panggilannya dan membiarkan Candra saja yang menghubunginya kembali. “Halo?” sapa Candra dari seberang sana, segera mencecar pertanyaan pada Hayu. “Kamu ke mana
Hayu mengakhiri panggilan dari bosnya dan memencet tombol lift, naik ke apartemen Candra. Baru saja dia keluar dari lift, seseorang memanggilnya. Suara yang sangat familier itu membuatnya menoleh. “Hayu?” Dia menatap ke arah sumber suara, dia terkejut, sekaligus senang. “Dina? Lho, kamu kok sudah di sini, kamu sudah pulang dari dinas mendampingi CEO mu yang ganteng kayak opa-opa Korea itu?” Dina mengangguk dan memeluk Hayu, “Aku kangen, sudah lama kita tak bertemu, saling menyapa dan saling bercerita, kamu juga tak mengabariku sama sekali, kamu sibuk dengan Bisma sampai-sampai melupakan aku, begitu?” Hayu tertawa, “Mana mungkin aku melupakanmu, aku tak berani mengirimkan pesan padamu, karena aku takut mengganggumu yang sedang Business trip dengan Pak Sean, yang gantengnya nggak ketulangan itu. Makanya aku nggak berani hubungi kamu, Din. Kamu lagi ngapain di sini, jangan bilang Pak Sean juga tinggal di sini.” Dina mengangguk, “Iya, masa iya, aku yang tinggal d
“Bapak membohongi saya. Jadi maksud Bapak, menyuruh saya datang kemari untuk apa? Hah?” “Nanti, akan aku katakan tugasmu apa, tapi setelah sarapan, sekarang tugas kamu hanya menemaniku sarapan. mau kerja apa saja yang penting halal dan dapat uang lemburan, kan,” goda Candra pada Hayu yang tersenyum malu. Mengingat kata-katanya yang meminta uang lembur karena harus datang ke apartemen Candra di hari minggu. Hayu mengendikan bahunya acuh tak acuh, meneruskan sarapan paginya yang lumayan berat, dua piring spaghetti carbonara. Saat sedang asyik menikmati sarapannya, ponsel Hayu berdering, nada dering yang dia khususkan untuk kekasihnya. Hayu hanya melirik ponselnya tak berniat menjawabnya. Candra memicingkan matanya, ingin bertanya, namun sebisa mungkin dia tahan. Hayu yang meliriknya pun bersuara. “Pasti Bapak kepo, kan? Mau tahu siapa yang menelepon.” Candra memutar bola matanya malas, dia tahu, Hayu sedang mengejeknya. Tak perlu kamu jawab, aku sudah tahu siapa ya
“Bapak, Pak,” panggil Hayu menatap atasannya yang tampak sedang melamun. Hayu bahkan menggoyangkan tangannya di depan mata Candra, namun masih saja, pria itu tak bergeming sama sekali. Candra terlalu larut dalam lamunan dan pikirannya tentang dua sahabatnya, tentang cinta segitiga antara Hayu dan dua sahabatnya.“Ba..pak.., ada kebakaran...”Candra yang kaget, terlonjak dari duduknya, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari di mana kebakarannya.“Di mana, Hayu, dimana, cepat kamu ambil APAR (Alat Pemadam Api Ringan)! Go, Hayu! Serunya memberi perintah.Hayu yang melihat kepanikan Candra mendadak tak tahan menahan tawanya. Melihat wajah atasannya yang khawatir itu, seketika tawa Hayu, pecah.“Makanya, Pak, jangan suka melamun, tuh,kan, Bapak kesambet setan yang berkeliaran di sini.”Candra kesal bukan main, ingin rasanya dia memukul Hayu karena sudah mengerjainya dan membuatnya panik, meski dicover asuransi, dia tak mau jika apartemennya kebakara
Hayu sampai di rumah tepat setelah makan siang dengan Candra. Dia tak mau atasannya itu mengantarkan dirinya pulang. Apalagi dia ke sana menaiki motor maticnya. Meski Candra memaksanya, dia masih tetap kekeh dengan pendiriannya, dia tidak mau merepotkan atasannya itu. Hayu merebahkan tubuhnya keranjang, matanya menerawang pada kejadian di apartemen Candra, tak habis pikir dengan atasnya itu, meminta dirinya untuk menjadi istrinya. ‘Apa benar yang dikatakan Bisma waktu itu?’ Ya, sayup-sayup dia mendengar adu argumen dua sahabat itu, ketika hendak menyerahkan proposal yang akan di tanda tangani Candra, dia mendengar bahwa Candra sudah lama menyukainya, menyuruh Bisma melepaskan dirinya jika dia tak mampu mempertahankan dirinya. Hayu mendesah. Dia tidak mau gegabah, dia bukan kupu-kupu yang seperti Jelita bilang, singgah ke sana kemari hanya untuk mencari keindahan semata dan setelahnya, akan meninggalkannya begitu saja. Dia tidak mau cap murahan menempel pada dirinya.
“Cukup, Bisma! Cukup aku bilang! Jangan teruskan lagi, aku sedang lelah saat ini.”“I’m not trought yet!”Semua saling serang, tidak ada satu pun yang mau mengalah dengan ego masing-masing, kesabaran Hayu mungkin sudah pada puncaknya, atau memang saat ini dia yang sedang di rundung kebimbangan yang dalam, yang mampu menggoyahkan rasa cinta di hatinya. Namun melihat kenyataan yang ada d dihadapannya, wanita mana yang tidak akan syok dengan apa yang sudah dilihatnya. Apalagi mereka sama-sama dewasa dan tinggal dalam satu apartemen, meski dia sedang berpikiran posistif, mana mungkin setan tak mengganggu iman mereka berdua.Hayu tak mau lagi memperpanjang debat kusir, yang mana semuanya masih abu-abu bagi hubungan mereka berdua. Dia mengakhiri perdebatannya dengan Bisma dengan mengakhiri panggilan teleponnya.Mendadak dia geram dengan Candra, karena sudah membohonginya. Dengan emosional, Hayu menelepon atasannya itu.“Halo,” sapa Candra.“Apa aku menggangg
Hayu tak tahu apa lagi yang harus dia perbuat, dua-duanya adalah pilihan yang sulit untuknya. “Apa yang kamu tawarkan dari pernikahan itu?” tanya Hayu ketus. Entah kenapa dia mendadak ikut gila dengan ide yang di tawarkan Candra padanya. “Semua yang kamu inginkan, yang kamu mau, itu yang aku tawarkan. Aku tidak akan mengekang kamu, kamu bebas melakukan apa saja, asal tidak merusak nama baik keluarga Hardana.” “Apa kamu yakin? Bagaimana kalau aku menolak?” “Aku akan tetap menunggu hingga waktu itu datang, menyadarkan dirimu dari kebodohan yang kamu pilih!” Candra berpikir, kenapa dia jadi ikut-ikutan emosi, sehingga tanpa berpikir panjang menawarkan pernikahan dan keuntungan pada Hayu. Tapi memang itu tujuan utamanya, dia ingin menyenangkan gadis cantik yatim piatu itu. “What makes you think, i will be able to do it.” Candra mengendikan bahu, “Aku hanya memiliki keyakinan kamu akan meninggalkannya, aku lebih mengenalnya dan hafal karakter dia seperti a