Beranda / Romansa / Hati yang Tersakiti / Satu - Pikiran Buruk

Share

Hati yang Tersakiti
Hati yang Tersakiti
Penulis: Poepoe

Satu - Pikiran Buruk

Penulis: Poepoe
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-09 17:27:35

“Ray,”

Suara itu sontak membuat Raymond melonjak kaget. Ray, nama panggilan pria itu, mendapati istrinya yang duduk di ruang makan dengan cahaya yang temaram.

"Astaga, Ki," Ray menarik napas lega. "Aku pikir kamu hantu. Lagian, ngapain sih kamu duduk di situ sendirian?"

"Aku nungguin kamu, Ray."

Ray menoleh ke pergelangan tangannya sembari mengernyit. "Sampai tengah malam begini?"

Kiara bangkit dari kursi makan. Sementara itu kedua mata Ray menyapu meja makan. Tersedia hidangan mewah yang sepertinya sudah dingin.

"Kamu pasti lupa." Kiara tersenyum getir di hadapan Ray. "Pagi ini kamu kan sudah janji akan pulang cepat dan dinner bersamaku di rumah.  Ini adalah dinner untuk merayakan anniversary pernikahan kita yang keempat."

Ray berdecak lantas menatap kedua mata istrinya yang sudah berkaca-kaca itu. "Bisa repot kalau dia sampai nangis." gumam Ray dalam hati.

Lantas, Ray segera menggenggam kedua bahu Kiara dengan lembut. "Sorry, Ki, aku lupa. Biasa, banyak kerjaan di kantor. Kamu tahu itu kan? Gimana kalau akhir pekan ini kita makan di restoran? Oke?"

Kiara hanya bisa mengangguk lemah. Kemudian Ray berlalu begitu saja dari hadapannya. Tanpa senyuman rasa bersalah atau kecupan di kening yang biasa Ray lakukan di awal-awal pernikahan mereka.

Sekelebat Kiara dapat mencium wangi parfum manis yang menguar di udara saat Ray melangkah pergi.

"Tidak, tidak," batin Kiara seraya menggelengkan kepalanya, berusaha menghalau pikiran buruk yang menyergapi kepalanya belakangan ini.

***

Pagi itu, ponsel Ray berdering nyaring dari dalam kamar tidur sementara Ray masih di kamar mandi. Kiara yang sedang menyiapkan sarapan untuk suaminya segera menghentikan kegiatan dan bergegas menghampiri suara ponsel suaminya.

Kedua alis Kiara bertautan begitu mendapati nama penelepon yang muncul di layar ponsel Ray.

"Petugas PAM?" baca Kiara terheran-heran. "Untuk apa petugas PAM menelepon Ray pagi-pagi begini?" batin Kiara sambil menggeser tombol hijau. "Halo."

Namun, Kiara tidak mendapati jawaban dari seberang sana. "Halo?" tukasnya lagi.

"Kiara!"

Pekikan dari balik punggung Kiara membuat jantungnya hampir copot.

"Ya ampun, Ray."

"Lancang kamu ya, buka-buka HP-ku tanpa izin!" Sorot mata Ray memancarkan amarah seolah Kiara telah melakukan dosa besar padahal dia hanya mengangkat telepon saja, tidak lebih dari itu.

"Tadi ada telepon dari petugas PAM, Ray. Siapa tahu penting, jadi aku angkat aja." jawab Kiara.

Ray langsung menyambar ponsel itu dari tangan Kiara.

"Memangnya," lanjut Kiara, "saluran air di rumah kita kenapa Ray? Bocor? Kok aku nggak tahu?"

Ray menepiskan tangannya di depan Kiara. "Bukan apa-apa. itu cuma sales yang menawarkan meteran air baru."

"Kenapa kamu save nomornya?"

Ray mendengus. "Soalnya kalo dia nelepon lagi nggak akan aku angkat. Paham!"

"Kenapa nggak kamu block aja nomornya?"

Ray berdecak kesal sambil menuju ke lemari pakaian. "Astaga, Ki. Bisa nggak sih kamu nggak nyerocos melulu. Masih pagi nih!"

"Maaf, Ray, bukan maksudku turut campur tapi--"

"Mana nih kemeja garis-garis putihku?"

"Oh, itu masih di tumpukan setrikaan. Mau kusetrika dulu?"

"Haduh, gimana sih?! Jadi istri kok nggak becus."

"Maaf Ray, tapi kemeja itu kan baru dua hari lalu kamu pakai. Dan aku nggak tahu kalau kamu mau pakai kemeja itu hari ini."

Ray berkacak pinggang seraya menggeleng heran. "Kamu itu selalu aja punya seribu satu alesan. Makanya jangan cuma ngurusin bisnis jahitan yang nggak penting itu! Cih, mentang-mentang banyak yang beli. Memangnya gajiku selama ini kurang, hah?"

Kiara menghirup napas dalam-dalam. Perdebatan ini muncul lagi ke permukaan.

"Ray, kamu sendiri kan sudah setuju kalau aku membuka bisnis ini. Lagi pula ini nggak ada hubungannya dengan uang bulanan yang kamu kasih ke aku kok. Kamu tahu kan aku menjalankan bisnis jahitan ini hanya untuk mengisi waktu luangku di rumah." Kiara mengingatkan.

"Ya tapi jangan sampai menelantarkan suami dong!" Ray berujar dengan kesal. "Kemeja aja sampai nggak ada."

"Ray, kemeja kamu yang lain kan masih banyak." Kiara melemparkan pandangannya ke arah lemari pakaian yang terbuka. Di dalamnya mengantung kemeja-kemeja kerja Ray yang sudah rapi disetrika Kiara.

Ray menelan ludah dengan sedikit malu tapi dia berusaha untuk menutupinya. "Tapi, mood-ku hari ini pakai kemeja itu!"

"Baiklah, akan kusiapkan kemeja itu."

"Nggak usah!" Sergah Ray cepat. "Mood-ku sudah hilang untuk pakai kemeja itu. Lagian, aku juga buru-buru." 

Ray pun langsung menyambar asal salah satu kemeja di lemari.

“Di kantor sibuk banget ya, Ray?” tanya Kiara dengan hati-hati, mengancingkan kemeja Ray.

“Aku harus memenangkan proyek terbaru dari Papa, Ki. Kalau aku bisa mengalahkan Alex kali ini, pasti Papa akan mempercayakanku menjadi CEO di salah satu anak perusahaan tekstilnya.” Ungkap Ray menggebu-gebu. Lantas dia menatap mata sang istri. “Aku nggak bakalan jadi manajer lagi, Ki. Kalau aku berhasil jadi CEO, kita akan keluar dari rumah kontrakan ini. Hah, Alex juga pasti akan ternganga melihat pencapaianku nanti.”

Kiara membenarkan posisi kerah Ray. “Ray, uang yang kamu berikan padaku itu lebih dari cukup kok. Lagian, pencapaian kamu sebagai manajer di perusahaan Papa juga udah bagus. Inget, kamu  itu baru 23 tahun dan menjadi manajer di usia semuda itu adalah hal yang luar biasa. Jadi seorang CEO itu bukan perkara mudah.”

Ray mendengus. “Ha, jadi kamu nggak percaya kalau aku mampu jadi pemimpin perusahaan?”

“Bukan gitu maksudku, Ray.” Tukas Kiara yang kini memerhatikan punggung Ray. Sementara Ray sibuk mematut dirinya di cermin. Dia mengoleskan gel rambut sambil bersenandung pelan. “Mungkin Papa menempatkanmu sebagai manajer agar kamu bisa belajar dari pengalaman dulu.”

Kemudian Ray menyemprotkan minyak wangi di sekujur tubuhnya.

Hidung Kiara mengerut. Wanginya terlalu menyengat dan itu bukan parfum yang biasa Ray pakai. “Sejak kapan dia punya parfum itu?” tanya Kiara dalam hati.

“Aku berangkat,” ujar Ray dengan nada datar setelah menyambar tas kerjanya.

“Lho, kamu nggak mau sarapan dulu, Ray?” tawar Kiara dari ambang pintu kamar. “Aku sudah memanaskan makanan semalam untuk bekalmu.”

“Nggak usah.” Teriak Ray dari ruang tamu. Sesaat kemudian, Kiara mendengar pintu yang tertutup keras.

Kiara hanya bisa menghela napas panjang. Pernikahannya yang menginjak tahun keempat ini menjadi begitu hambar. Ray benar-benar berubah total belakangan ini.

Semua itu terjadi setelah Ray lulus kuliah setahun yang lalu. Ray mengira Papanya, Arianto Djaya, akan langsung menyematkan jabatan CEO padanya. Namun, tidak semudah itu. Arianto Djaya malah menyuruh Ray memasukan lamaran ke kantornya. Ray merasa terhina. Masa dia harus melamar ke kantor ayahnya sendiri?!

Berkat bantuan sang Mama, Ray, yang tadinya diterima sebagai junior staf, akhirnya bisa langsung menduduki jabatan manajer di perusahaan Djaya Tekstil.

Lamunan Kiara buyar saat mendengar deringan ponsel suaminya yang tertinggal di atas meja rias.

Kening Kiara kembali mengernyit. Nama Petugas PAM itu muncul lagi di layar ponsel suaminya. Saat Kiara angkat hanya sunyi yang menjawab.

Klakson mobi Ray membuat Kiara menuju keluar rumah. Dia sudah tahu bahwa suaminya itu pasti kembali untuk mengambil ponselnya yang tertinggal.

“Ray, petugas PAM itu menelepon lagi,” Kiara menjulurkan ponsel melaui kaca mobil yang setengah terbuka. “Lebih baik kamu block saja nomornya. Daripada mengganggu.”

“Ya, nanti aku block.”

Kiara menantap mobil SUV hitam suaminya yang menghilang di belokan depan. Pikirannya masih tertuju pada petugas PAM yang nekat menghubungi suaminya itu pagi-pagi begini. Kiara pun segera mengecek meteran air di halaman depan rumah. Sepertinya berjalan normal.

“Ini aneh,” Kiara mengigit bibirnya. Namun, sedetik kemudian dia berusaha mencegah pikiran buruk yang kembali membayangi pikirannya lagi.

Ponsel di kantung celananya berbunyi. Kiara segera mengangkatnya. Senyum mengembang dari bibir Kiara. Nama Nabila, sahabatnya, muncul di layar.

“Kiara!!!” suaranya yang cempereng memekik dari seberang sana. “Ketemuan yuk.”

“Yuk!”

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
udah ketahuan jadi istri g peka dan feelingnya udah g berfungsi.
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
awal yang bagus.. boleh kasih tau akun sosmed ga ya soalnya pengen aku share ke sosmed trs tag akun author :)
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Hati yang Tersakiti   Dua - Pertemuan

    Mobil yang dikendarai Ray memasuki pelataran parkir sebuah apartemen di bilangan Jakarta Selatan.Lantas, Ray melangkah santai menuju ke lantai enam apartemen itu. Saat Ray membuka pintu apartemen nomor 666 itu, dia langsung disambut oleh seorang wanita yang duduk di depan televisi. Kedua kakinya menyilang sedangkan tangan kanannya memegang cangkir yang berisi teh hangat.“Prita,” tukas Ray heran, “kok kamu belum siap sih?”Prita menyibakkan rambut gelombangnya. “Ray,” sambutnya sambil menyunggingkan bibir merahnya.Ray melirik jam tangan hadiah dari Kiara. “Jam setengah sebelas ini kita meeting lho. Dan banyak hal yang harus dipersiapkan. Sekarang sudah hampir jam sembilan.”Prita berjalan perlahan ke depan Ray, menatap pria bermata cokelat itu. “Sayang, semalam kamu bermain terlalu cepat.” Kemudian Prita merangkulnya.Ray balas melingkarkan kedua lengannya di pinggang Pri

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09
  • Hati yang Tersakiti   Tiga - Petugas PAM

    “Terima kasih, Pak, sudah menjaga tas saya,” sahut Prita pada Ray dengan nada formal. Kecanggungan nampak pada raut Ray saat menyerahkan tas itu pada Prita. Lantas, Prita menjulurkan tangannya di hadapan Kiara. “Saya Prita, asisten pribadi Pak Raymond.”Kening Kiara mengerut. “Asisten pribadi? Sejak kapan Ray punya asisten pribadi? Dia nggak pernah memberitahuku tentang hal itu.” batin Kiara sambil menatap Prita dengan seksama.“Ah, Kiara,” Kiara berusaha tersenyum sopan seraya membalas jabatan tangan Prita.“Oh, Bu Kiara,” Prita manggut-manggut.Ray berdeham sebentar sebelum akhirnya buka suara. “Oh iya, Ki, aku lupa cerita soal asisten pribadi baruku.”Kedua mata Prita yang dibubuhi bulu mata lebat itu menyapu penampilan Kiara kali ini.“Hm, cantik juga,” komentar Prita dalam hati. “Gayanya simpel namun elegan. Lihat saja bagaima

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Empat - Makan Malam Keluarga Djaya

    Malam minggu kali ini, Kiara terpaksa menghabiskan waktu bersama keluarga suaminya, Keluarga Djaya.Acara makan malam itu bertujuan untuk merayakan keberhasilan Alex dalam memimpin perusahaannya yang telah berhasil melantai di BEJ serta kesuksesan istrinya yang baru saja membuka butik tas-tas mahal di bilangan elit Jakarta.Kehidupan Alex dan Bianca memang terlihat begitu sempurna. Apalagi mereka sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang berumur lima tahun. Hal itu membuat Ray dan Kiara merasa tertekan. Ray merasa terbebani dengan kesuksesan Alex sedangkan Kiara merasa tertinggal karena belum dikaruniai anak.“Kenzo, jangan lari-lari, Nak.” Ucap Bianca dari ruang makan saat Kenzo berlari riang ke halaman belakang diikuti oleh susternya. “Sus, jangan sampai Kenzo jatuh ya.”Arianto Djaya duduk di ujung meja, dikelilingi oleh istri, para anak serta menantunya yang duduk di kedua sisi meja makan yang berbentuk persegi panj

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Lima - Keraguan yang Terjawab

    Prita berdecak kesal saat dia mengenakan pakaian dalamnya kembali. Di sampingnya, Ray terlihat kelelahan.“Belakangan ini kamu kenapa sih, Ray?” Prita membenarkan dress hitamnya. “Nggak menggairahkan seperti dulu. Kamu bosan denganku, hah?”Ray hanya bisa menghela napas panjang. Staminanya memang menurun karena hampir setiap hari harus berbagi dengan dua wanita. Belum lagi tekanan agar dia bisa memenangkan tender membuat kadar stresnya meningkat.“Jangan berprasangka buruk gitu dong, Ta. Kamu tahu sendiri kan tekanan pekerjaan kita akhir-akhir ini kayak gimana?” sahut Ray pada akhirnya.Prita beringsut ke arah Ray dan membenarkan posisi kerah kemejanya. “Aku ada ide. Gimana kalau kita melepas penat dengan liburan? Kita pergi ke Bali.”Dahi Ray mengernyit. “Liburan? Ke Bali?”Prita mengangguk yakin. “Bilang aja sama kantor kalau kamu mau ambil cuti. Nah, sedangkan aku

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Enam - Investigasi

    Kiara menutup kotak kado berwarna marun itu. Kemudian dia mengikatnya dengan pita keemasan. Sekali lagi, dia memandangi kotak itu sambil tersenyum. Di dalamnya tersusun rapi foto USG pertama serta test pack bekas itu.Lantas, Kiara kembali berbaring di atas ranjang. Dia baru saja mengalami morning sickness dan kepalanya masih terasa pusing.Ponselnya berbunyi. Akhirnya Ayahnya yang tinggal di Batam meneleponnya.“Kiara,” suara Ayahnya yang serak membuat emosi Kiara langsung meluap. Rasa rindu yang selama ini tertahan sedikit terbayarkan dengan mendengar suara sang Ayah tercinta. “Lho, Ki, kok kamu malah terisak sih?”Kiara menghapus air matanya yang seketika turun. “Maaf, Yah. Mungkin ini karena pengruh hormon jadi sering sedih begini.”“Ayah sudah baca pesan kamu. Ayah senang sekali akhirnya kamu hamil. Syukurlah, Ki. Jaga kondisimu baik-baik ya. Nanti Ayah akan menjengukmu di Jakarta.&rd

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Tujuh - Mimpi Buruk yang Jadi Kenyataan

    Pintu kamar tidur berderit pelan. Ray mengendap masuk supaya tidak membangunkan istrinya yang sedang terlelap itu. Dia baru sampai rumah pukul satu dini hari gara-gara penerbangannya delay dua jam.Ray melepaskan jaket denimnya dan menggantungkannya di hanger belakang pintu. Setelah itu dia bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih.Saat air keran mulai mengalir, Kiara terjaga. Dia lekas menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur.Hanya dengan sedikit bantuan cahaya redup dari lampu tidur di pojok ruangan, Kiara merogoh saku celana suaminya yang ada di keranjang pakaian kotor. Namun dia tidak mendapati apa-apa. Kemudian Kiara memeriksa saku jaket denim milik Ray.Dia mendapati dompet juga ponsel milik suaminya.Kiara menggeser layar ponsel Ray. “Pin? Berapa nomor Pin-nya?” pikir Kiara cepat. Mencoba keberuntungan, Kiara memasukkan bulan dan tahun lahir suaminya. Salah. Lalu dia mencoba kombinasi tanggal

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Delapan - Kehilangan

    “Aaa!” Prita menjerit saat siraman alkohol itu membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Sementara Ray membutuhkan waktu beberapa detik untuk menyadari apa yang terjadi.Ray menoleh ke Kiara sambil mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. “Ki..Ki..Kiara?”Beberapa orang menoleh dan bergumam dengan kejadian itu. Namun sebagian besar dari mereka tidak peduli.Napas Kiara naik turun. Dia sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya yang kian memuncak. Dia ingin sekali meneriaki mereka dengan kata-kata kasar tapi semua seakan tertahan. Kiara terlalu kecewa, terlalu marah hingga dia hanya bisa terisak keras sekarang.Sisa alkohol itu dia siramkan lagi ke wajah Ray.Mendadak Ray bangkit dan mencengkram lengan Kiara sehingga wanita itu meringis kesakitan. Ray menyeretnya keluar dari kelab, menariknya ke koridor yang dipenuhi beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Sampai akhirnya Ray mendorong pintu tangga darurat di ujung koridor

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Sembilan - Pertemuan Kedua

    Beberapa Minggu KemudianTutup botol sampanye itu meletup ke udara diiringi dengan tepukan yang meriah.“Untuk kesuksesan Djaya Tekstil!” Arianto Djaya mengangkat gelas itu tinggi-tinggi di udara diikuti dengan para bawahannya yang juga meneriakkan kalimat yang sama.Malam ini mereka mengadakan makan malam mewah perusahaan di sebuah ballroom hotel atas keberhasilan Djaya Tekstil yang akhirnya memenangkan tender cukup besar. Mereka akan mulai memasok bahan seragam untuk sebuah perusahaan multinasional ternama.“Semua ini berkat kerja kerasmu,” Arianto Djaya menepuk pelan bahu putra bungsunya itu. “Papa bangga padamu, Ray.”Ray tak bisa menyembunyikan senyum kemenangannya. Kata-kata itulah yang memang ingin dia dengar dari mulut Papanya. Selain itu, dia sudah tidak sabar untuk menjabat sebagai CEO di salah satu anak perusahaan Djaya Tekstil yaitu Sinar Tekstil, seperti yang dijanjikan Aria

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-10

Bab terbaru

  • Hati yang Tersakiti   59. Hari Bahagia

    #59Awan putih bergerak pelan, membuka hamparan langit biru yang cerah. Deburan ombak terdengar berderu memecah batu karang.Pelaminan putih dengan ornamen bunga-bunga yang membingkai indah berdiri kokoh membelakangi lautan. Jejeran bangku kayu tertata rapi di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana sudah dipersiapkan meja-meja panjang yang berisi makanan untuk jamuan para tamu.Beberapa tamu penting terlihat mulai berdatangan yang membuat para pengatur acara pernikahan ini mulai sibuk.Sementara itu di ruangan terpisah, Kiara berdiri menatap cermin panjang yang menggantung di depannya. Sambil memegang buket bunga mawar putih, tubuhnya dilapisi gaun pengantin putih gemerlap dengan ekor yang panjang. Rambutnya digelung sempurna dan di lehernya melingkar kalung berlian yang berkilau.“Astaga, lo begitu cantik.” Tukas Nabila dari balik punggung Kiara. “Orang-orang pasti bakalan terpukau dengan kecantikan lo.”Kiara tidak bis

  • Hati yang Tersakiti   58. Tuntutan Prita

    #58Utami Djaya menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Berita di televisi nasional itu mengabarkan perihal keterlibatan Alisa yang ditemukan tewas bunuh diri atas penyekapan Kiara. Juga Bobby yang ditangkap di pelabuhan saat dia akan menyelundup masuk ke salah satu kapal yang akan berlayar.Berita soal Ray yang menyelamatkan mantan istrinya juga tersiar luas. Orang-orang menanggapnya sebagai kisah heroik. Banyak media yang ingin mewawancarai Ray maupun Keluarga Djaya, namun tentu saja semua itu mereka tolak.Keluarga Djaya tidak level untuk masuk ke dalam pemberitaan infotaiment atau pun acara bincang-bincang yang tidak jelas.“Sekarang anak kita jadi sorotan.” Keluh Utami.Arianto bersedekap seraya matanya tidak lepas dari layar televisi. “Aku tidak habis pikir semua ini terjadi pada keluarga kita.”“Tapi aku tetap bersyukur Ray selamat.” Balas Utami.“Tapi keri

  • Hati yang Tersakiti   57. Balas Dendam

    #57Beberapa hari sebelumnya.“Anton, aku butuh bantuanmu.”Prita duduk di sebuah ruangan yang lembab. Di sekitarnya terdapat beberapa kabinet yang berkarat. Cat tembok di ruangan itu begitu kusam dan beberapa bagian bahkan terlihat mengelupas.Sebuah kipas angin yang reyot berputar di atas. Kipas itu hanya memutar angin panas yang bersirkulasi di ruangan ini.“Prita, sudah lama sekali aku enggak bertemu denganmu.” Pria yang bernama Anton itu menyibakkan rambut ikal gondrongnya itu. Matanya memindai Prita yang sedari tadi mengipasi dirinya dengan kertas, dari atas sampai bawah. “Kamu terlihat begitu berbeda.”“Yah, tentu saja. Terakhir kita bertemu itu saat reuni SD. Ingat?”Anton mengangguk. “Lantas, apa yang bisa kubantu?”“Aku tahu kamu masih berkecimpung di bisnis itu kan?” Prita menyipitkan matanya.“Bisnis apa?” ula

  • Hati yang Tersakiti   56. Usai

    #56“Kiara!” Gian berlari ke arah tunangannya yang duduk di ranjang rumah sakit. Gaun yang dipakainya lusuh dan robek serta ada luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, kondisinya tidak begitu parah.“Gian…” Kiara memeluk kekasihnya itu dengan erat. Air mata langsung mengalir dari matanya. “A..aku…”“Sudahlah, Kiara.” Sergah Gian cepat, menghapus air mata yang membasahi pipi Kiara. “Aku sudah mendengar semuanya dari polisi. Yang penting kamu selamat, Sayang.”“Ray.” Tukas Kiara. “Dia yang menyelamatkanku, Gi.”“Aku tahu.”“Lantas, gimana keadaaannya sekarang?” tanya Kiara dengan suara yang agak gemetar.“Dia…dia sedang ada di ruang operasi. Dokter berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.” Terang Gian. “Dia sepertinya banyak kehilangan darah juga.”Kiara kembali ter

  • Hati yang Tersakiti   55. Aksi Penyelamatan

    #55Lampu mobil Ray membelah jalanan yang gelap. Jalan yang dia lewati kini tidak beraspal. Di kanan kirinya terdapat beberapa bangunan kosong, tanah luas yang terbengkalai serta pepohonan yang lebat.Jantungnya berdentum cepat. Pikirannya begitu pening. Di kepalanya terlintas fakta bahwa memang benar wanita yang dia kenal selama ini bernama Jessica itu adalah mantan kakak iparnya. Lantas, Kiara yang dalam bahaya dan soal pembalasan dendam Alisa dan pria asing yang sedang dia untit ini.Untungnya, Ray masih sempat melihat Bobby di pelataran parkir dan berhasil mengikutinya sampai ke sini. Dengan menjaga jarak aman, Ray terus mengikuti mobil Bobby dari belakang.Ray menghentikan mobilnya di depan tanah kosong. Dengan kaki yang gemetar, dia berjalan menembus kegelapan. Ditemani cahaya senter dari ponselnya, Ray menerangi jalanan tanah yang basah. Samar-samar, dia melihat cetakan ban mobil yang menuntunnya ke sebuah gudang kosong yang gelap gulita.Ra

  • Hati yang Tersakiti   54. Kebenaran

    #54Mobil Ray berhenti di pelataran parkir Apartemen Sunny Hill. Jantungnya berdentum keras. Dia akan mengendap masuk ke dalam unit tempat tinggal Jessica untuk memastikan kebenaran identitas wanita itu.“Ah, sungguh bodoh. Aku nggak tahu kata sandi apartemennya!” tukas Ray dari balik kemudi. Dia mengigit bibirnya keras-keras. “Apa yang harus kulakukan?”Tiba-tiba mata Ray menangkap sosok Jesica yang berjalan tergesa melintasi pelataran parkir. Ray segera turun dan menghampirinya.“Jess!” seru Ray.“Astaga, mau apa si bodoh itu ada di sini?” batin Alisa kesal.“Jess, kebetulan.” Ujar Ray begitu dia berada di depan Alisa yang kali ini mengenakan rok mini dan tank top hitam. Alisa mengapit tas tangan cokelat.“Sepertinya dia habis dari kelab Madam,” pikir Ray dalam hati.“Oh, hai Ray. Gimana istrimu? Dia selamat kan? Nggak ada yang mencurigai kamu kan?&

  • Hati yang Tersakiti   53. Penculikan

    #53Gian mengecup punggung tangan Kiara. “Kamu sungguh cantik malam ini.” Pujinya sembari kedua matanya memandangi penampilan Kiara.Dengan Gaun merah selutut tanpa lengan serta rambut Kiara yang digelung ke atas, membuatnya nampak begitu elegan. Sebuah kalung perak melingkar di lehernya yang jenjang.“Makasih, Gi. Tapi aku begitu gugup.” Balas Kiara. Dia bisa merasakan dentuman jangtungnya sendiri yang berdebar keras. “Ini kali pertamanya aku menghadiri acara di kantormu.”“Tenang saja, karyawanku nggak gigit kok.” Gian berusaha mencairkan suasana. Lantas, dia mengaitkan lengannya pada lengan Kiara, menuntunnya memasuki ballroom hotel yang mewah.Malam ini merupakan perayaan hari jadi perusahaan yang dipimpin Gian. Seluruh karyawan hadir beserta orang-orang penting. Itulah mengapa Kiara begitu cemas. Dia tahu bahwa semua mata akan tertuju padanya sebagai calon istri sang CEO. Apalagi pernikahan merek

  • Hati yang Tersakiti   52. Permintaan Maaf

    Kedua mata Prita membelalak lebar. Pandangannya sedikit kabur namun perlahan dia bisa menangkap dengan jelas kondisi di sekitar. Dia mendapati dirinya terbaring dengan infus yang menggantung. Kedua lubang hidungnya dialiri selang oksigen sementara itu telinganya menangkap bunyi jantungnya yang berdetak perlahan.Tak lama setelah itu, Prita mendengar suara pintu yang mengayun diikuti dengan derap langkah yang mendekati dirinya.Sudut matanya menangkap sesosok wanita yang kini berdiri di sebelah ranjangnya.“Hai, Prita.” Ucap wanita itu dengan suara yang dingin. “Aku turut bersedih dengan kejadian yang menimpa dirimu.”Prita memalingkan wajahnya dan mendapati Kiara yang menatapnya dengan tajam. Tenggorokannya begitu tercekat. “Untuk apa dia ada di sini?!” pekik Prita dalam hati.Kiara mengembuskan napas panjang. Jari-jarinya yang lentik itu membelai pundak Prita dengan lembut. “Sungguh malang, kalian

  • Hati yang Tersakiti   51. Bukti Perselingkuhan

    Siang itu, awan hitam menggantung di langit. Sesekali gemuruh geluduk terdengar dari kejauhan.“Kami turut berduka,” Alex menepuk pelan pundak adiknya itu. Ray hanya bisa mengangguk pelan sambil menghela napas panjang.“Apa yang sebenarnya terjadi, Ray?” tanya Utami tidak percaya. Dia memandangi sosok putra bungsunya dengan iba. Lingkaran hitam di bawah mata Ray nampak jelas dengan rambut yang mencuat kesana-kemari.Ray hanya bisa bersandar pada tembok selasar rumah sakit yang dingin. Sesekali dia menyugar rambutnya, tatapannya terpaku pada ujung sepatunya. Dia tidak berani memandang mata Mamanya itu.Hatinya begitu berkecamuk. Dia tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi ketika Prita sadar nanti.Ray mengigit bibir bawahnya keras-keras. Seharusnya, dia tidak meninggalkan istrinya yang sekarat begitu saja. Seharusnya dia tidak mengikuti saran bodoh dari wanita yang dikenalnya dengan nama Jessica itu. Tapi apa daya, pik

DMCA.com Protection Status