Pintu kamar tidur berderit pelan. Ray mengendap masuk supaya tidak membangunkan istrinya yang sedang terlelap itu. Dia baru sampai rumah pukul satu dini hari gara-gara penerbangannya delay dua jam.
Ray melepaskan jaket denimnya dan menggantungkannya di hanger belakang pintu. Setelah itu dia bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih.
Saat air keran mulai mengalir, Kiara terjaga. Dia lekas menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur.
Hanya dengan sedikit bantuan cahaya redup dari lampu tidur di pojok ruangan, Kiara merogoh saku celana suaminya yang ada di keranjang pakaian kotor. Namun dia tidak mendapati apa-apa. Kemudian Kiara memeriksa saku jaket denim milik Ray.
Dia mendapati dompet juga ponsel milik suaminya.
Kiara menggeser layar ponsel Ray. “Pin? Berapa nomor Pin-nya?” pikir Kiara cepat. Mencoba keberuntungan, Kiara memasukkan bulan dan tahun lahir suaminya. Salah. Lalu dia mencoba kombinasi tanggal lahir dan tahun lahir. “Sial, salah juga!” pekik Kiara dalam hati.
Bunyi air keran di kamar mandi mendadak berhenti. Kiara menelan ludah dalam-dalam. Dia harus segera memasukkan nomor pin yang tepat sebelum Ray keluar dari kamar mandi.
Terdengar aktivitas Ray yang menyikat gigi.
“Masih ada satu kali kesempatan lagi. Ayo, Ki, berpikirlah.” Gumam Kiara pada dirinya sendiri. Sudahlah, dia akhirnya memasukan pin 1-6 secara berurutan.
Ternyata dewi keberuntungan sepertinya sedang berpihak pada Kiara, pin asal-asalan itu malah berhasil membuka kunci ponsel milik Ray.
Kiara langsung mengunduh aplikasi pelacak GPS di ponsel Ray dan aplikasi itu akan terkoneksi langsung dengan aplikasi yang sama di ponsel Kiara. Jadi, selama Ray membawa ponselnya kemana-mana, Kiara bisa mengetahui posisi suaminya.
“Ayo, cepat,” batin Kiara, menatap unggahan aplikasi itu yang tinggal sepuluh persen lagi.
Di kamar mandi, Ray selesai menyikat gigi. Kemudian dia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Saat Ray membuka pintu kamar mandi, matanya langsung tertuju pada sosok istrinya.
“Untunglah, Kiara masih tertidur, dengan posisi yang sama pula. Itu artinya dia tidak menyadari kepulanganku yang larut ini.” Ucap Ray lega dalam hati.
Perlahan Ray merangkak ke atas tempat tidur. Dia merenggangkan tubuhnya lalu terlelap setelah menguap lebar.
Begitu suara dengkuran terdengar, kedua mata Kiara terbeliak. Kiara membalikkan badannya dan menatap Ray yang terlelap.
“Tega-teganya kamu melakukan ini padaku.” Batinnya bergemuruh. Air mata Kiara kembali mengalir. Di saat dia berhasil hamil, dia malah mendapati Ray berselingkuh.
***
Pagi itu, Kiara berusaha bersikap biasa-biasa saja. Dia menanyakan kapan Ray pulang semalam dan basa-basi lainnya. Kiara juga belum memberi tahu perihal kehamilannya. Kado spesial yang dia siapkan untuk Ray tersembunyi rapi di kolong tempat tidur.
Begitu Ray pergi ke kantor, Kiara mulai menguntit suaminya melalui aplikasi pelacak yang dipasangnya itu.
Di layar ponsel Kiara, tracker biru itu mulai berjalan. Sejauh ini tidak ada yang mencurigakan. Arah mobil Ray masih menuju ke kantornya.
Tiba-tiba Kiara mual. Sepertinya dia harus berbaring sebentar. Namun, saat Kiara akan menjauhkan ponselnya, tracker itu berputar arah, menjauhi tujuan kantor Ray. Kening Kiara mengernyit.
Mobil Ray berhenti di sebuah tempat. Sekitar lima belas menit kemudian barulah tracker itu kembali bergerak menuju ke arah kantor.
“Apartemen Sunny Hill.” Gumam Kiara, mencatat nama itu di benaknya.
Lantas, Kiara membuka browser-nya dan mengetikkan nama lengkap Prita yang dia ketahui dari e-ticket pesawat itu.
Muncul deretan informasi dengan nama Prita Friskania. Ternyata Prita merupakan teman satu fakultas Ray namun beda jurusan. Mereka juga lulus di tahun yang sama. Pekerjaan sebagai asisten pribadi Ray adalah pekerjaan pertamanya dan sudah berlangsung selama enam bulan.
Kiara mulai mengingat-ingat sejak kapan Ray mulai bersikap dingin padanya. Ya, itu terjadi kira-kira enam bulan yang lalu. Kini semuanya terasa begitu jelas.
Sayangnya, semua akun media sosial Prita terkunci sehingga Kiara tidak bisa melihat bagaimana keseharian perempuan itu. Apakah dia pernah mem-posting foto mesra bersama Ray? Hah, membayangkan hal itu membuat hatinya terstusuk.
***
Seperti biasa, Kiara duduk di meja makan sendirian. Dia hanya melahap sedikit hidangan makan malam. Kepalanya semakin pening memikirkan semua ini. Sudah satu jam sejak Kiara mencoba menghubungi Ray, namun Ray tidak mengangkat teleponnya.
Kiara mulai membuka aplikasi pelacak itu lagi. Tracker suaminya masih berhenti di kantor. Setidaknya hal itu membuatnya sedikit lega.
Kiara terbangun saat waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Dia ketiduran di sofa sembari menunggu kepulangan Ray. Namun, mobil Ray belum terparkir di garasi. Kiara mengecek keberadaan suaminya di ponsel.
Tracker biru itu kini berhenti di sebuah gedung pencakar langit di kawasan Sudirman. Tanpa pikir panjang, Kiara memutuskan untuk menyusul Ray.
***
Kiara turun dari taksi online yang ditumpanginya. Dia melangkah menuju lobi gedung itu. Ada beberapa pasangan yang lalu-lalang di sekitar.
Mata Kiara lalu tertuju pada daftar nama-nama perusahaan yang berkantor di gedung itu. Ternyata selain perusahaan ada juga restoran fine dining dan kelab malam.
Akhirnya Kiara naik ke lantai 15 menuju ke restoran fine dining terlebih dahulu. Namun, dia tidak menemukan nama Ray dalam daftar tamu. Lagi pula, restoran itu sebentar lagi akan tutup. Maka, Kiara naik lift lagi menuju ke lantai 25, tempat kelab malam itu berada.
Di dalam lift, Kiara bersama dengan beberapa pasangan yang sepertinya akan menghabiskan malam di kelab. Beberapa dari mereka saling berangkulan dan tidak malu bercumbu di dalam lift.
Walaupun sedikit jengah Kiara berusaha tetap memasang tampang yang biasa-biasa saja.
Pintu lift terbuka, Kiara berjalan mengikuti orang-orang yang turun di lantai yang sama. Saat Kiara melangkah ke dalam kelab, dia langsung disambut dengan hingar bingar musik yang keras. Bau alkohol serta asap rokok menguar di udara.
“Astaga, maafkan Mama, Star, karena mengajakmu ke tempat seperti ini,” batin Kiara sambil membekap hidungnya dengan telapak tangan dan menerobos kerumunan orang-orang yang berjoget ria.
Kiara menaruh tasnya di atas meja bar namun matanya masih terus berkeliling. Dia berharap tidak menemukan sosok Ray di sini. Dia berharap semua ini hanyalah khayalan gilanya belaka.
“Martini,” ujar pria yang duduk di sebelah Kiara ke bartender.
Bartender itu menangguk lalu menoleh ke Kiara. “Minum?”
“Air putih,” pinta Kiara yang membuat lelaki di sebelahnya berdecak heran serta bartender yang hanya bisa mengernyitkan kening mendengar ucapan Kiara barusan.
Air putih itu dihidangkan pada gelas one shot di depan Kiara dan di saat yang bersamaan pandangan Kiara terkunci pada sosok yang sangat dia kenal. Walaupun kelip lampu kelab yang temaram itu memantul ke segala arah dengan tak beraturan, namun Kiara yakin pria itu adalah Ray.
Tapi dada Kiara terasa dihantam oleh sebuah benda tajam saat tahu ada Prita di samping Ray. Perut Kiara jadi mual dan kepalanya pening seketika.
Beberapa kancing kemeja Ray terbuka sehingga memperlihatkan sedikit dadanya yang bidang. Sedangkan perempuan itu mengenakan gaun satin merah muda dengan tali spaghetti. Mereka duduk berdampingan seraya tangan Ray merangkul leher Prita. Kedua bibir mereka pun bertautan.
Bagai disambar petir, Kiara tercekat dengan pemandangan yang dilihatnya itu.
Kaki Prita mulai melintang di atas paha Ray. Sementara Ray terlihat semakin bergairah menyibak bawahan gaun Prita. Tangan kiri Ray yang bebas mulai menelusup masuk dari bawah sana.
Kiara makin mual. Dia jijik dengan apa yang dilihatnya. Kiara langsung meneguk air putih itu dengan sekali minum. Dia membanting gelas itu di atas meja bar. Setelah mengembuskan napas keras, Kiara melangkah ke arah mereka dengan amarah yang memuncak. Matanya sudah basah namun dia tetap menahan diri agar tidak terisak.
Beberapa kali bahu Kiara di senggol orang yang lewat. Bahkan bajunya sempat terkena tumpahan minum dari orang yang menyenggolnya.
“Kalo jalan pake mata dong!” pekik orang itu. Tapi Kiara tidak peduli.
Kini Kiara sudah berdiri tepat di depan meja bundar tempat Ray dan Prita bercumbu. Desahan manja Prita terdengar di antara dentuman musik yang memekakan telinga. Prita tertawa kecil saat Ray mulai menghujaninya dengan kecupan bertubi-tubi di lehernya.
Dengan napas menderu, Kiara mengambil botol minuman keras yang ada di hadapannya lantas menyiramkanya ke pasangan selingkuh itu.
“Aaa!” Prita menjerit saat siraman alkohol itu membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Sementara Ray membutuhkan waktu beberapa detik untuk menyadari apa yang terjadi.Ray menoleh ke Kiara sambil mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. “Ki..Ki..Kiara?”Beberapa orang menoleh dan bergumam dengan kejadian itu. Namun sebagian besar dari mereka tidak peduli.Napas Kiara naik turun. Dia sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya yang kian memuncak. Dia ingin sekali meneriaki mereka dengan kata-kata kasar tapi semua seakan tertahan. Kiara terlalu kecewa, terlalu marah hingga dia hanya bisa terisak keras sekarang.Sisa alkohol itu dia siramkan lagi ke wajah Ray.Mendadak Ray bangkit dan mencengkram lengan Kiara sehingga wanita itu meringis kesakitan. Ray menyeretnya keluar dari kelab, menariknya ke koridor yang dipenuhi beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Sampai akhirnya Ray mendorong pintu tangga darurat di ujung koridor
Beberapa Minggu KemudianTutup botol sampanye itu meletup ke udara diiringi dengan tepukan yang meriah.“Untuk kesuksesan Djaya Tekstil!” Arianto Djaya mengangkat gelas itu tinggi-tinggi di udara diikuti dengan para bawahannya yang juga meneriakkan kalimat yang sama.Malam ini mereka mengadakan makan malam mewah perusahaan di sebuah ballroom hotel atas keberhasilan Djaya Tekstil yang akhirnya memenangkan tender cukup besar. Mereka akan mulai memasok bahan seragam untuk sebuah perusahaan multinasional ternama.“Semua ini berkat kerja kerasmu,” Arianto Djaya menepuk pelan bahu putra bungsunya itu. “Papa bangga padamu, Ray.”Ray tak bisa menyembunyikan senyum kemenangannya. Kata-kata itulah yang memang ingin dia dengar dari mulut Papanya. Selain itu, dia sudah tidak sabar untuk menjabat sebagai CEO di salah satu anak perusahaan Djaya Tekstil yaitu Sinar Tekstil, seperti yang dijanjikan Aria
Brak!“Kurang ajar tuh si Ray!” Nabila berujar geram setelah tangannya memukul pinggiran meja keras-keras. “Ternyata yang gue lihat di Bali itu beneran Ray. Tahu gitu gue labrak mereka.”“Sabar, Bil,” Kiara mencoba menenangkan sahabatnya itu. “Malu dilihat orang.”“Sabar? Masa lo masih mau sabar sih, Ki. Ini udah kelewat batas! Lagian, ngapain sih lo ngasih kesempatan kedua segala sama cowok yang selingkuh?”“Aku pikir Ray akan berubah.” Kiara menatap earl green tea di hadapannya yang mulai dingin.“Selingkuh tuh kayak penyakit yang nggak ada obatnya, Ki.” Nabila menarik kursinya. “Mending lo cerai aja deh.”Kiara mengembuskan napas panjang. Perceraian? Hal itu tidak pernah terlintas di pikirannya. Dia begitu mencintai Ray, cinta pertamanya dan berharap menjadi cinta terakhir di hidupnya juga.“Nggak semudah itu, Bil.”
“Dasar wanita brengsek!” Jerit Prita di kamarnya sambil menatap dirinya di cermin. Rambutya mencuat serta pipinya merah padam. Riasan matanya luntur seperti habis tercebur got. Dan hal yang membuat dirinya semakin geram adalah tas barunya yang rusak.Bunyi pesan masuk terdengar dari ponselnya.“Kamu nggak apa-apa?” tulis Ray.Prita langsung membalasnya. “Dia menamparku dan merusak tasku! Kamu masih tanya apakah aku nggak apa-apa?!”“Kiara menolak bercerai.” Tulis Ray lagi. “Ini masalah besar. Jangan temui aku dulu. Kalau dia membeberkan hubungan kita, Papa akan membatalkan pengangkatanku sebagai CEO Sinar Tekstil.”“What?!” Prita membalas pesan Ray dengan emosi. “Dasar perempuan gila.”“Aku akan membujuknya lagi.”Prita melempar ponselnya dengan kesal ke kasur. “Kiara,&rdq
Beberapa hari sebelumnya“Ta, sudah kubilang. Jangan temui aku dulu—““Sudahlah, Ray. Aku tahu Kiara nggak ada di dekatmu.” Sela Prita. “Aku mau menjelaskan sesuatu padamu lalu kamu harus mengikuti skenarioku.”“Skenario apa?”“Skenario agar kamu bisa bercerai dari istrimu itu.” tegas Prita. “Ray, temui aku sekarang.”Ray pun memutar mobilnya menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Prita.“Astaga, bagaimana kamu bisa merencanakan semua ini?!” Mata Ray terbelalak melihat foto-foto Kiara bersama Robby yang ada di ponsel Prita.Prita menyilangkan kedua tangannya di pinggiran meja mini market yang menghadap keluar jendela. “Aku sudah merencanakannya dengan masak.”“Ba..bagaimana kamu bisa mengenal Robby?”Prita menepiskan tangannya di hadapan wajah Ray yang bingung. “Mudah saja, aku mencar
Tiga bulan kemudianBunyi bising itu berasal dari suara mesin-mesin jahit yang sedang bekerja ekstra menyambung pola demi pola pakaian olahraga. Kiara duduk di barisan belakang, mengerjakan jahitan dengan tekun.Sesekali dia menyeka keringat yang membasahi pelipisnya. Maklum saja, ruangan ini hanya dilengkapi satu kipas angin gantung untuk mengalirkan udara bagi sepuluh orang pekerjanya.“Istirahat! Istirahat!” Ani, salah satu penjahit senior di tempat itu, menepuk-nepukkan tangannya. “Jangan kerja terus nanti cepet mati.”Selorohan Ani itu dibalas tawa oleh beberapa rekannya. Saat mereka semua sudah keluar untuk beristirahat, Kiara masih sibuk mengejar ketertinggalan. Dia masih belum terbiasa menjahit dengan cepat seperti yang lain. Lagi pula, dia belum terlalu lapar.Seketika ada tepukan lembut di bahunya. Kiara menoleh dan mendapati Wardi, kepala penjahit di sini, berdiri di belakangnya.“Mak
Kedua mata Kiara menatap nanar lantai keramik yang kekuningan. Rambutnya terurai awut-awutan serta terdapat memar di lehernya.“Dasar si Ani,” ucap Mia, salah seorang karyawan senior konveksi bagian administrasi. “Ternyata dia yang menyebarkan gosip kalau kamu pacaran sama Pak Wardi.”Diman bersedekap di samping ranjang Kiara, memerhatikan lengan Kiara yang baret-baret. “Mulut Mbak Ani kan emang gitu. Kalo nyebar gosip suka nggak kira-kira.”“Makanya, Ki, kamu jangan mau kalo dideketin lagi sama Pak Wardi. Dia orangnya genit.” Saran Mia, menepuk pelan lutut Kiara.Kiara hanya bisa menghela napas panjang menanggapinya. Rasanya dia terlalu lelah bahkan untuk bersuara.Mia dan Diman ditugaskan Koh Wiliam untuk mengantarkan Kiara ke puskemas terdekat. Mengingat pertengkaran yang terjadi cukup sengit, Koh Wiliam takut jika anak buahnya itu gegar otak atau cedera.Setelah Koh Wiliam datang, mereka be
Seketika lutut Kiara goyah saat Ray menjulurkan dua test pack yang sama-sama menunjukkan dua garis merah.Tubuh Kiara tersungkur di lantai. Bahunya mengguncang hebat. Dia membekap mulutnya agar tangisannya tidak terdengar sampai keluar kamar.“Sekarang, apa yang harus kita lakukan, Ray?” Air mata Kiara mengucur di pipinya. Ray beringsut ke arah Kiara dan memeluknya. “Aku harus bilang apa ke keluargaku?”Ray mengelus pelan pundak Kiara, berusaha untuk menenangkannya. “Aku juga bingung, Ki. Aku nggak nyangka bakal begini.”Selama ini, Ray selalu menggunakan pengaman—kecuali saat pertama kali mereka berhubungan. Otak Ray pun berpikir keras.“Gimana kalau aku sampai di-DO dari sekolah? Terus bagaimana kita merawat anak ini, Ray?”Rentetan pertanyaan itu membuat Ray semakin gundah.“Kiara,” tegas Ray, melepaskan pelukannya seraya meremas erat bahu Kiara. “Kita
#59Awan putih bergerak pelan, membuka hamparan langit biru yang cerah. Deburan ombak terdengar berderu memecah batu karang.Pelaminan putih dengan ornamen bunga-bunga yang membingkai indah berdiri kokoh membelakangi lautan. Jejeran bangku kayu tertata rapi di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana sudah dipersiapkan meja-meja panjang yang berisi makanan untuk jamuan para tamu.Beberapa tamu penting terlihat mulai berdatangan yang membuat para pengatur acara pernikahan ini mulai sibuk.Sementara itu di ruangan terpisah, Kiara berdiri menatap cermin panjang yang menggantung di depannya. Sambil memegang buket bunga mawar putih, tubuhnya dilapisi gaun pengantin putih gemerlap dengan ekor yang panjang. Rambutnya digelung sempurna dan di lehernya melingkar kalung berlian yang berkilau.“Astaga, lo begitu cantik.” Tukas Nabila dari balik punggung Kiara. “Orang-orang pasti bakalan terpukau dengan kecantikan lo.”Kiara tidak bis
#58Utami Djaya menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Berita di televisi nasional itu mengabarkan perihal keterlibatan Alisa yang ditemukan tewas bunuh diri atas penyekapan Kiara. Juga Bobby yang ditangkap di pelabuhan saat dia akan menyelundup masuk ke salah satu kapal yang akan berlayar.Berita soal Ray yang menyelamatkan mantan istrinya juga tersiar luas. Orang-orang menanggapnya sebagai kisah heroik. Banyak media yang ingin mewawancarai Ray maupun Keluarga Djaya, namun tentu saja semua itu mereka tolak.Keluarga Djaya tidak level untuk masuk ke dalam pemberitaan infotaiment atau pun acara bincang-bincang yang tidak jelas.“Sekarang anak kita jadi sorotan.” Keluh Utami.Arianto bersedekap seraya matanya tidak lepas dari layar televisi. “Aku tidak habis pikir semua ini terjadi pada keluarga kita.”“Tapi aku tetap bersyukur Ray selamat.” Balas Utami.“Tapi keri
#57Beberapa hari sebelumnya.“Anton, aku butuh bantuanmu.”Prita duduk di sebuah ruangan yang lembab. Di sekitarnya terdapat beberapa kabinet yang berkarat. Cat tembok di ruangan itu begitu kusam dan beberapa bagian bahkan terlihat mengelupas.Sebuah kipas angin yang reyot berputar di atas. Kipas itu hanya memutar angin panas yang bersirkulasi di ruangan ini.“Prita, sudah lama sekali aku enggak bertemu denganmu.” Pria yang bernama Anton itu menyibakkan rambut ikal gondrongnya itu. Matanya memindai Prita yang sedari tadi mengipasi dirinya dengan kertas, dari atas sampai bawah. “Kamu terlihat begitu berbeda.”“Yah, tentu saja. Terakhir kita bertemu itu saat reuni SD. Ingat?”Anton mengangguk. “Lantas, apa yang bisa kubantu?”“Aku tahu kamu masih berkecimpung di bisnis itu kan?” Prita menyipitkan matanya.“Bisnis apa?” ula
#56“Kiara!” Gian berlari ke arah tunangannya yang duduk di ranjang rumah sakit. Gaun yang dipakainya lusuh dan robek serta ada luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, kondisinya tidak begitu parah.“Gian…” Kiara memeluk kekasihnya itu dengan erat. Air mata langsung mengalir dari matanya. “A..aku…”“Sudahlah, Kiara.” Sergah Gian cepat, menghapus air mata yang membasahi pipi Kiara. “Aku sudah mendengar semuanya dari polisi. Yang penting kamu selamat, Sayang.”“Ray.” Tukas Kiara. “Dia yang menyelamatkanku, Gi.”“Aku tahu.”“Lantas, gimana keadaaannya sekarang?” tanya Kiara dengan suara yang agak gemetar.“Dia…dia sedang ada di ruang operasi. Dokter berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.” Terang Gian. “Dia sepertinya banyak kehilangan darah juga.”Kiara kembali ter
#55Lampu mobil Ray membelah jalanan yang gelap. Jalan yang dia lewati kini tidak beraspal. Di kanan kirinya terdapat beberapa bangunan kosong, tanah luas yang terbengkalai serta pepohonan yang lebat.Jantungnya berdentum cepat. Pikirannya begitu pening. Di kepalanya terlintas fakta bahwa memang benar wanita yang dia kenal selama ini bernama Jessica itu adalah mantan kakak iparnya. Lantas, Kiara yang dalam bahaya dan soal pembalasan dendam Alisa dan pria asing yang sedang dia untit ini.Untungnya, Ray masih sempat melihat Bobby di pelataran parkir dan berhasil mengikutinya sampai ke sini. Dengan menjaga jarak aman, Ray terus mengikuti mobil Bobby dari belakang.Ray menghentikan mobilnya di depan tanah kosong. Dengan kaki yang gemetar, dia berjalan menembus kegelapan. Ditemani cahaya senter dari ponselnya, Ray menerangi jalanan tanah yang basah. Samar-samar, dia melihat cetakan ban mobil yang menuntunnya ke sebuah gudang kosong yang gelap gulita.Ra
#54Mobil Ray berhenti di pelataran parkir Apartemen Sunny Hill. Jantungnya berdentum keras. Dia akan mengendap masuk ke dalam unit tempat tinggal Jessica untuk memastikan kebenaran identitas wanita itu.“Ah, sungguh bodoh. Aku nggak tahu kata sandi apartemennya!” tukas Ray dari balik kemudi. Dia mengigit bibirnya keras-keras. “Apa yang harus kulakukan?”Tiba-tiba mata Ray menangkap sosok Jesica yang berjalan tergesa melintasi pelataran parkir. Ray segera turun dan menghampirinya.“Jess!” seru Ray.“Astaga, mau apa si bodoh itu ada di sini?” batin Alisa kesal.“Jess, kebetulan.” Ujar Ray begitu dia berada di depan Alisa yang kali ini mengenakan rok mini dan tank top hitam. Alisa mengapit tas tangan cokelat.“Sepertinya dia habis dari kelab Madam,” pikir Ray dalam hati.“Oh, hai Ray. Gimana istrimu? Dia selamat kan? Nggak ada yang mencurigai kamu kan?&
#53Gian mengecup punggung tangan Kiara. “Kamu sungguh cantik malam ini.” Pujinya sembari kedua matanya memandangi penampilan Kiara.Dengan Gaun merah selutut tanpa lengan serta rambut Kiara yang digelung ke atas, membuatnya nampak begitu elegan. Sebuah kalung perak melingkar di lehernya yang jenjang.“Makasih, Gi. Tapi aku begitu gugup.” Balas Kiara. Dia bisa merasakan dentuman jangtungnya sendiri yang berdebar keras. “Ini kali pertamanya aku menghadiri acara di kantormu.”“Tenang saja, karyawanku nggak gigit kok.” Gian berusaha mencairkan suasana. Lantas, dia mengaitkan lengannya pada lengan Kiara, menuntunnya memasuki ballroom hotel yang mewah.Malam ini merupakan perayaan hari jadi perusahaan yang dipimpin Gian. Seluruh karyawan hadir beserta orang-orang penting. Itulah mengapa Kiara begitu cemas. Dia tahu bahwa semua mata akan tertuju padanya sebagai calon istri sang CEO. Apalagi pernikahan merek
Kedua mata Prita membelalak lebar. Pandangannya sedikit kabur namun perlahan dia bisa menangkap dengan jelas kondisi di sekitar. Dia mendapati dirinya terbaring dengan infus yang menggantung. Kedua lubang hidungnya dialiri selang oksigen sementara itu telinganya menangkap bunyi jantungnya yang berdetak perlahan.Tak lama setelah itu, Prita mendengar suara pintu yang mengayun diikuti dengan derap langkah yang mendekati dirinya.Sudut matanya menangkap sesosok wanita yang kini berdiri di sebelah ranjangnya.“Hai, Prita.” Ucap wanita itu dengan suara yang dingin. “Aku turut bersedih dengan kejadian yang menimpa dirimu.”Prita memalingkan wajahnya dan mendapati Kiara yang menatapnya dengan tajam. Tenggorokannya begitu tercekat. “Untuk apa dia ada di sini?!” pekik Prita dalam hati.Kiara mengembuskan napas panjang. Jari-jarinya yang lentik itu membelai pundak Prita dengan lembut. “Sungguh malang, kalian
Siang itu, awan hitam menggantung di langit. Sesekali gemuruh geluduk terdengar dari kejauhan.“Kami turut berduka,” Alex menepuk pelan pundak adiknya itu. Ray hanya bisa mengangguk pelan sambil menghela napas panjang.“Apa yang sebenarnya terjadi, Ray?” tanya Utami tidak percaya. Dia memandangi sosok putra bungsunya dengan iba. Lingkaran hitam di bawah mata Ray nampak jelas dengan rambut yang mencuat kesana-kemari.Ray hanya bisa bersandar pada tembok selasar rumah sakit yang dingin. Sesekali dia menyugar rambutnya, tatapannya terpaku pada ujung sepatunya. Dia tidak berani memandang mata Mamanya itu.Hatinya begitu berkecamuk. Dia tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi ketika Prita sadar nanti.Ray mengigit bibir bawahnya keras-keras. Seharusnya, dia tidak meninggalkan istrinya yang sekarat begitu saja. Seharusnya dia tidak mengikuti saran bodoh dari wanita yang dikenalnya dengan nama Jessica itu. Tapi apa daya, pik