Home / Romansa / Hati yang Tersakiti / Empat - Makan Malam Keluarga Djaya

Share

Empat - Makan Malam Keluarga Djaya

Author: Poepoe
last update Last Updated: 2021-08-10 09:45:22

Malam minggu kali ini, Kiara terpaksa menghabiskan waktu bersama keluarga suaminya, Keluarga Djaya.

Acara makan malam itu bertujuan untuk merayakan keberhasilan Alex dalam memimpin perusahaannya yang telah berhasil melantai di BEJ serta kesuksesan istrinya yang baru saja membuka butik tas-tas mahal di bilangan elit Jakarta.

Kehidupan Alex dan Bianca memang terlihat begitu sempurna. Apalagi mereka sudah dikaruniai seorang anak laki-laki yang sekarang berumur lima tahun. Hal itu membuat Ray dan Kiara merasa tertekan. Ray merasa terbebani dengan kesuksesan Alex sedangkan Kiara merasa tertinggal karena belum dikaruniai anak.

“Kenzo, jangan lari-lari, Nak.” Ucap Bianca dari ruang makan saat Kenzo berlari riang ke halaman belakang diikuti oleh susternya. “Sus, jangan sampai Kenzo jatuh ya.”

Arianto Djaya duduk di ujung meja, dikelilingi oleh istri, para anak serta menantunya yang duduk di kedua sisi meja makan yang berbentuk persegi panjang itu.

“Untuk keberhasilan Alex dan Bianca,” Arianto mengangkat gelasnya tinggi-tinggi dan disusul oleh yang lain.

“Itu semua tidak lepas dari dukungan dan pelajaran dari Papa,” ungkap Alex, memamerkan lesung pipitnya setelah mengangkat gelas.

Umur Alex sembilan tahun lebih tua dari Ray. Dan ketampanan Alex tidak kalah dari adiknya itu. Kedua mata cokelat Alex begitu tajam serta tulang pipinya yang tinggi membuat wajahnya menjadi karismatik. Sedangkan istrinya, Bianca, merupakan wanita blasteran Jerman dengan rambut cokelat terurai sempurna dan kulit yang sebening kristal.

Mereka berdua memang pasangan yang serasi,” batin Kiara.

“Nah, bagaimana denganmu, Ray?” Arianto Djaya memandang putra bungsunya itu. “Apakah kamu sanggup memenangkan tender itu?”

“Bisa Pa,” sahut Ray penuh keyakinan. “Papa tenang saja. Aku akan memenangkan tender itu untuk perusahaan Papa.” Ray lalu menoleh sedikit ke arah kakaknya, berharap Alex akan terpukau namun nyatanya tidak. Wajahnya datar saja bahkan nampak tidak peduli dengan perkataan adiknya tadi.

“Sebaiknya begitu. Karena kalau kamu memang ingin menjabat jadi CEO di Perusahaan Sinar Tekstil, anak perusahaan Djaya Tekstil, kamu wajib memenangkan tender itu.” Tandas Arianto Djaya lagi.

Setelah bersulang, mereka mulai menikmati hidangan yang disajikan.

“Bagaimana perkembangannya, Kiara?” tanya Utami Djaya, ibu mertua Kiara, dengan tiba-tiba.

“Perkembangan apa, Ma?”

“Perkembangan soal kehamilanmu,” tukas Utami setelah menelan potongan daging yang masuk ke mulutnya. “Kamu sudah hamil belum?”

Kiara menoleh sebentar ke arah Ray tapi Ray nampaknya tidak terlalu ambil pusing dengan perkataan Mamanya tadi.

“Masih belum, Ma.” sahut Kiara pelan.

“Kalian nggak ke dokter? Periksa kek. Siapa tahu ada yang salah.” Cerocos Utami lagi. “Jangan-jangan kamu mandul lagi, Ki.”

Sup yang baru saja ditelan Kiara seperti membakar tenggorokannya. Mandul? Kata itu sudah berulang-ulang kali menghantui benaknya.

“Mereka kan masih muda,” Arianto Djaya menengahi, “masih banyak waktu untuk berusaha, Ma.”

“Masalahnya Pa, Ray dan Kiara sudah empat tahun menikah. Masa belum hamil juga? Buat apa dong mereka menikah muda tapi belum punya anak?”

“Ma, Bianca saja hamil di umur 28 kok,” timpal Alex.

“Iya, tapi kalian kan menikah di umur 27. Sementara Ray dan Kiara menikah di umur 19 tahun.”

“Tenang aja deh, Ma,” ujar Ray, “kami tetap berusaha kok. Lagian, masalah seperti itu kan kehendak yang di Atas.”

“Tapi Ray, banyak yang menggunjingkan kalau Kiara itu mandul.” Sahut Utami lagi. “Kenapa kalian nggak program kehamilan aja sih? Kalian tahu Viona, sepupu kalian itu, sudah hamil muda lho. Padahal baru menikah tiga bulan lalu.”

Kiara hanya bisa menarik napas perlahan. Salah satu keuntungan mereka tinggal terpisah dari orangtua Ray adalah Kiara tidak harus mendengarkan percakapan seperti ini setiap hari.

Tiba-tiba, Bianca berdeham pelan. “Sebenarnya ada satu hal lagi yang ingin kami ungkapkan.” Bianca dan Alex saling bertukar pandang dan tersenyum kecil.

“Bianca hamil.” Ucap Alex singkat. “Kehamilannya sudah enam minggu.”

Utami terperangah seraya mengatupkan kedua tangannya dengan gembira. “Ya ampun, apa Mama nggak salah dengar? Bianca hamil? Ya Tuhan, terima kasih! Akhirnya Kenzo akan punya adik.”

“Selamat Lex, selamat Bianca,” tukas Arianto Djaya. “Papa sangat senang mendengar kabar ini. Malam ini, kalian benar-benar banyak membawa kebahagiaan bagi Papa dan Mama.”

Senyum mengembang dari Alex dan Bianca sementara Kiara memaksakan senyumannya walau hatinya merasa getir. Bukan karena dia iri atas kehamilan Bianca namun dia lebih kecewa dengan dirinya sendiri yang belum bisa memberikan keturunan bagi Ray dan cucu bagi Keluarga Djaya.

Sementara itu, Ray hanya berdecak pelan. Kepalanya terasa panas dengan perkataan Papanya yang terakhir itu. Lagi-lagi dia harus kalah dari kakaknya yang sempurna.

Makan malam kali ini jadi terasa begitu hambar bagi Ray dan Kiara.

***

Ray langsung mendorong tubuh Kiara ke atas ranjang.

“Lho, ada apa ini, Ray?” Kiara bingung menatap suaminya.

Ray segera melepaskan blazer yang dikenakannya dan melemparnya ke sudut ruangan. Lalu dia melepas kancing kemeja dengan cepat.

“Kita lakukan sekarang, Ki.” Ray naik ke atas ranjang, menanggalkan gaun yang dikenakan Kiara.

Tanpa pemanasan, Ray langsung bergulat di atas tubuh Kiara. Gerakannya cepat dan kasar membuat Kiara merintih kesakitan.

“Ray, pelan-pelan,” rintihnya. Namun, Ray seakan tidak peduli dengan keluhan istrinya itu.

Permainan malam itu begitu cepat. Ray membaringkan diri di atas ranjang dengan napas terengah. “Kita harus sering melakukannya, Ki. Kita harus segera punya anak. Aku nggak mau kalah lagi dari si Alex yang menyebalkan itu.”

Ray menarik selimut, membelakangi Kiara dan langsung terlelap.

Kiara hanya terdiam dengan ucapan Ray tadi. Sudah berbulan-bulan mereka tidak melakukannya tapi saat hal itu terjadi Kiara malah tidak menikmatinya sama sekali.

Saat pagi tiba, Kiara mengambil test pack yang sengaja dia simpan di laci nakas samping ranjang. Dia tidak sabar untuk mengetes apakah usaha semalam membuahkan hasil atau tidak walaupun sebenarnya dia tidak berharap banyak.

Yah, empat tahun menikah. Apa sih yang bisa diharapkan dari sekali berhubungan setelah sekian lama?

Tapi Kiara tetap menaruh secercah harapan. Setelah memejamkan mata sejenak, Kiara menatap test pack itu.

Sayangnya hanya muncul satu garis di test pack itu.

***

Beberapa minggu kemudian

Sorry, Bil, rok rumbai pesanan kamu telat,” Kiara menyerahkan pesanan itu pada Nabila yang sengaja mampir ke rumah Kiara.

“Santai aja, Ki. Yang penting rok ini akhirnya selesai walaupun mepet. Soalnya gue mau pakai ini pas liburan ke Bali besok.” Tukas Nabila sambil mematut dirinya di depan cermin.

“Akhir-akhir ini aku sering pusing dan nggak enak badan.” Kiara duduk di sofa ruang tengah sambil memijat-mijat kepalanya.

“Lo sakit, Ki? Udah periksa ke dokter?” Nabila menatap Kiara yang wajahnya memang sedikit pucat.

“Belom sempet sih. Soalnya aku sibuk menjahit beberapa pesanan baju. Ini aja banyak pesanan yang terpaksa aku tolak. Rasanya badanku terlalu lemas dan males untuk melakukan semua ini.” Keluh Kiara.

Nabila menjentikkan jemarinya. “Nah, untuk memulihkan kondisi lo, mungkin lo perlu makan makanan enak.” Nabila mengambil kantung plastik yang tadi dibawanya. “Taraaa! Mi Ayam Gang Abah favorit kita semua!”

Kiara tersenyum kecil. Belakangan ini tiba-tiba saja dia merindukan mi ayam kesukaannya saat dia masih SMA.

“Kebetulan banget, Bil. Dari kemaren aku lagi pengin banget makan ini.” Kiara segera bangkit dan membuka bungkusan mi ayam itu.

Namun Kiara malah mendadak ingin muntah. Dia segera membekap mulutnya dengan telapak tangan.

Nabila menatapnya heran. “Ki, lo kenapa? Kayaknya lo beneran sakit deh. Apa perlu gue anter ke dokter?”

“Baunya terlalu menyengat, Bil. Bikin aku pusing.”

“Tapi ini kan mi kesukaan lo banget. Lagian baunya juga biasa aja. Apa basi ya?” Nabila mengendus-endus mi ayam itu karena penasaran.

Hidung Kiara mengernyit dan menjauhkan mi ayam itu dari jangkauannya. “Aku nggak makan deh.”

“Hm,” Nabila bersedekap seraya melirik ke arah Kiara curiga. “Tadi lo bilang pusing dan lemas. Sekarang lo mual sama bau mi ayam yang biasa aja ini? Ki, jangan-jangan lo lagi isi.”

“Isi?”

Nabila mendesah heran. Lalu dia menepuk-nepuk perutnya. “Iya, isi. Alias ha-mil.”

Kiara tersentak mendengar. Tunggu, apa dirinya benar-benar hamil? Kiara berpikir sejenak. Beberapa minggu belakangan ini, Ray dan dia memang rutin berhubungan tapi karena hasilnya selalu negatif jadi Kiara malas mengeceknya sering-sering.

“Bil, aku memang udah telat,” tukas Kiara setelah menyadari siklus menstruasinya.

Nabila langsung menganga lebar lantas berseru, “Ki, jangan-jangan lo hamil! Hamil!”

Related chapters

  • Hati yang Tersakiti   Lima - Keraguan yang Terjawab

    Prita berdecak kesal saat dia mengenakan pakaian dalamnya kembali. Di sampingnya, Ray terlihat kelelahan.“Belakangan ini kamu kenapa sih, Ray?” Prita membenarkan dress hitamnya. “Nggak menggairahkan seperti dulu. Kamu bosan denganku, hah?”Ray hanya bisa menghela napas panjang. Staminanya memang menurun karena hampir setiap hari harus berbagi dengan dua wanita. Belum lagi tekanan agar dia bisa memenangkan tender membuat kadar stresnya meningkat.“Jangan berprasangka buruk gitu dong, Ta. Kamu tahu sendiri kan tekanan pekerjaan kita akhir-akhir ini kayak gimana?” sahut Ray pada akhirnya.Prita beringsut ke arah Ray dan membenarkan posisi kerah kemejanya. “Aku ada ide. Gimana kalau kita melepas penat dengan liburan? Kita pergi ke Bali.”Dahi Ray mengernyit. “Liburan? Ke Bali?”Prita mengangguk yakin. “Bilang aja sama kantor kalau kamu mau ambil cuti. Nah, sedangkan aku

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Enam - Investigasi

    Kiara menutup kotak kado berwarna marun itu. Kemudian dia mengikatnya dengan pita keemasan. Sekali lagi, dia memandangi kotak itu sambil tersenyum. Di dalamnya tersusun rapi foto USG pertama serta test pack bekas itu.Lantas, Kiara kembali berbaring di atas ranjang. Dia baru saja mengalami morning sickness dan kepalanya masih terasa pusing.Ponselnya berbunyi. Akhirnya Ayahnya yang tinggal di Batam meneleponnya.“Kiara,” suara Ayahnya yang serak membuat emosi Kiara langsung meluap. Rasa rindu yang selama ini tertahan sedikit terbayarkan dengan mendengar suara sang Ayah tercinta. “Lho, Ki, kok kamu malah terisak sih?”Kiara menghapus air matanya yang seketika turun. “Maaf, Yah. Mungkin ini karena pengruh hormon jadi sering sedih begini.”“Ayah sudah baca pesan kamu. Ayah senang sekali akhirnya kamu hamil. Syukurlah, Ki. Jaga kondisimu baik-baik ya. Nanti Ayah akan menjengukmu di Jakarta.&rd

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Tujuh - Mimpi Buruk yang Jadi Kenyataan

    Pintu kamar tidur berderit pelan. Ray mengendap masuk supaya tidak membangunkan istrinya yang sedang terlelap itu. Dia baru sampai rumah pukul satu dini hari gara-gara penerbangannya delay dua jam.Ray melepaskan jaket denimnya dan menggantungkannya di hanger belakang pintu. Setelah itu dia bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih.Saat air keran mulai mengalir, Kiara terjaga. Dia lekas menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur.Hanya dengan sedikit bantuan cahaya redup dari lampu tidur di pojok ruangan, Kiara merogoh saku celana suaminya yang ada di keranjang pakaian kotor. Namun dia tidak mendapati apa-apa. Kemudian Kiara memeriksa saku jaket denim milik Ray.Dia mendapati dompet juga ponsel milik suaminya.Kiara menggeser layar ponsel Ray. “Pin? Berapa nomor Pin-nya?” pikir Kiara cepat. Mencoba keberuntungan, Kiara memasukkan bulan dan tahun lahir suaminya. Salah. Lalu dia mencoba kombinasi tanggal

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Delapan - Kehilangan

    “Aaa!” Prita menjerit saat siraman alkohol itu membasahi wajah dan sebagian tubuhnya. Sementara Ray membutuhkan waktu beberapa detik untuk menyadari apa yang terjadi.Ray menoleh ke Kiara sambil mengerjap-ngerjapkan mata tidak percaya. “Ki..Ki..Kiara?”Beberapa orang menoleh dan bergumam dengan kejadian itu. Namun sebagian besar dari mereka tidak peduli.Napas Kiara naik turun. Dia sungguh tidak bisa mengendalikan emosinya yang kian memuncak. Dia ingin sekali meneriaki mereka dengan kata-kata kasar tapi semua seakan tertahan. Kiara terlalu kecewa, terlalu marah hingga dia hanya bisa terisak keras sekarang.Sisa alkohol itu dia siramkan lagi ke wajah Ray.Mendadak Ray bangkit dan mencengkram lengan Kiara sehingga wanita itu meringis kesakitan. Ray menyeretnya keluar dari kelab, menariknya ke koridor yang dipenuhi beberapa pasangan yang sedang bercumbu.Sampai akhirnya Ray mendorong pintu tangga darurat di ujung koridor

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Sembilan - Pertemuan Kedua

    Beberapa Minggu KemudianTutup botol sampanye itu meletup ke udara diiringi dengan tepukan yang meriah.“Untuk kesuksesan Djaya Tekstil!” Arianto Djaya mengangkat gelas itu tinggi-tinggi di udara diikuti dengan para bawahannya yang juga meneriakkan kalimat yang sama.Malam ini mereka mengadakan makan malam mewah perusahaan di sebuah ballroom hotel atas keberhasilan Djaya Tekstil yang akhirnya memenangkan tender cukup besar. Mereka akan mulai memasok bahan seragam untuk sebuah perusahaan multinasional ternama.“Semua ini berkat kerja kerasmu,” Arianto Djaya menepuk pelan bahu putra bungsunya itu. “Papa bangga padamu, Ray.”Ray tak bisa menyembunyikan senyum kemenangannya. Kata-kata itulah yang memang ingin dia dengar dari mulut Papanya. Selain itu, dia sudah tidak sabar untuk menjabat sebagai CEO di salah satu anak perusahaan Djaya Tekstil yaitu Sinar Tekstil, seperti yang dijanjikan Aria

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Sepuluh - Menyambangi Pelakor

    Brak!“Kurang ajar tuh si Ray!” Nabila berujar geram setelah tangannya memukul pinggiran meja keras-keras. “Ternyata yang gue lihat di Bali itu beneran Ray. Tahu gitu gue labrak mereka.”“Sabar, Bil,” Kiara mencoba menenangkan sahabatnya itu. “Malu dilihat orang.”“Sabar? Masa lo masih mau sabar sih, Ki. Ini udah kelewat batas! Lagian, ngapain sih lo ngasih kesempatan kedua segala sama cowok yang selingkuh?”“Aku pikir Ray akan berubah.” Kiara menatap earl green tea di hadapannya yang mulai dingin.“Selingkuh tuh kayak penyakit yang nggak ada obatnya, Ki.” Nabila menarik kursinya. “Mending lo cerai aja deh.”Kiara mengembuskan napas panjang. Perceraian? Hal itu tidak pernah terlintas di pikirannya. Dia begitu mencintai Ray, cinta pertamanya dan berharap menjadi cinta terakhir di hidupnya juga.“Nggak semudah itu, Bil.”

    Last Updated : 2021-08-10
  • Hati yang Tersakiti   Sebelas - Penjebakan

    “Dasar wanita brengsek!” Jerit Prita di kamarnya sambil menatap dirinya di cermin. Rambutya mencuat serta pipinya merah padam. Riasan matanya luntur seperti habis tercebur got. Dan hal yang membuat dirinya semakin geram adalah tas barunya yang rusak.Bunyi pesan masuk terdengar dari ponselnya.“Kamu nggak apa-apa?” tulis Ray.Prita langsung membalasnya. “Dia menamparku dan merusak tasku! Kamu masih tanya apakah aku nggak apa-apa?!”“Kiara menolak bercerai.” Tulis Ray lagi. “Ini masalah besar. Jangan temui aku dulu. Kalau dia membeberkan hubungan kita, Papa akan membatalkan pengangkatanku sebagai CEO Sinar Tekstil.”“What?!” Prita membalas pesan Ray dengan emosi. “Dasar perempuan gila.”“Aku akan membujuknya lagi.”Prita melempar ponselnya dengan kesal ke kasur. “Kiara,&rdq

    Last Updated : 2021-08-11
  • Hati yang Tersakiti   Dua Belas - Kehancuran

    Beberapa hari sebelumnya“Ta, sudah kubilang. Jangan temui aku dulu—““Sudahlah, Ray. Aku tahu Kiara nggak ada di dekatmu.” Sela Prita. “Aku mau menjelaskan sesuatu padamu lalu kamu harus mengikuti skenarioku.”“Skenario apa?”“Skenario agar kamu bisa bercerai dari istrimu itu.” tegas Prita. “Ray, temui aku sekarang.”Ray pun memutar mobilnya menuju tempat yang sudah ditentukan oleh Prita.“Astaga, bagaimana kamu bisa merencanakan semua ini?!” Mata Ray terbelalak melihat foto-foto Kiara bersama Robby yang ada di ponsel Prita.Prita menyilangkan kedua tangannya di pinggiran meja mini market yang menghadap keluar jendela. “Aku sudah merencanakannya dengan masak.”“Ba..bagaimana kamu bisa mengenal Robby?”Prita menepiskan tangannya di hadapan wajah Ray yang bingung. “Mudah saja, aku mencar

    Last Updated : 2021-08-11

Latest chapter

  • Hati yang Tersakiti   59. Hari Bahagia

    #59Awan putih bergerak pelan, membuka hamparan langit biru yang cerah. Deburan ombak terdengar berderu memecah batu karang.Pelaminan putih dengan ornamen bunga-bunga yang membingkai indah berdiri kokoh membelakangi lautan. Jejeran bangku kayu tertata rapi di sekelilingnya. Tidak jauh dari sana sudah dipersiapkan meja-meja panjang yang berisi makanan untuk jamuan para tamu.Beberapa tamu penting terlihat mulai berdatangan yang membuat para pengatur acara pernikahan ini mulai sibuk.Sementara itu di ruangan terpisah, Kiara berdiri menatap cermin panjang yang menggantung di depannya. Sambil memegang buket bunga mawar putih, tubuhnya dilapisi gaun pengantin putih gemerlap dengan ekor yang panjang. Rambutnya digelung sempurna dan di lehernya melingkar kalung berlian yang berkilau.“Astaga, lo begitu cantik.” Tukas Nabila dari balik punggung Kiara. “Orang-orang pasti bakalan terpukau dengan kecantikan lo.”Kiara tidak bis

  • Hati yang Tersakiti   58. Tuntutan Prita

    #58Utami Djaya menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Berita di televisi nasional itu mengabarkan perihal keterlibatan Alisa yang ditemukan tewas bunuh diri atas penyekapan Kiara. Juga Bobby yang ditangkap di pelabuhan saat dia akan menyelundup masuk ke salah satu kapal yang akan berlayar.Berita soal Ray yang menyelamatkan mantan istrinya juga tersiar luas. Orang-orang menanggapnya sebagai kisah heroik. Banyak media yang ingin mewawancarai Ray maupun Keluarga Djaya, namun tentu saja semua itu mereka tolak.Keluarga Djaya tidak level untuk masuk ke dalam pemberitaan infotaiment atau pun acara bincang-bincang yang tidak jelas.“Sekarang anak kita jadi sorotan.” Keluh Utami.Arianto bersedekap seraya matanya tidak lepas dari layar televisi. “Aku tidak habis pikir semua ini terjadi pada keluarga kita.”“Tapi aku tetap bersyukur Ray selamat.” Balas Utami.“Tapi keri

  • Hati yang Tersakiti   57. Balas Dendam

    #57Beberapa hari sebelumnya.“Anton, aku butuh bantuanmu.”Prita duduk di sebuah ruangan yang lembab. Di sekitarnya terdapat beberapa kabinet yang berkarat. Cat tembok di ruangan itu begitu kusam dan beberapa bagian bahkan terlihat mengelupas.Sebuah kipas angin yang reyot berputar di atas. Kipas itu hanya memutar angin panas yang bersirkulasi di ruangan ini.“Prita, sudah lama sekali aku enggak bertemu denganmu.” Pria yang bernama Anton itu menyibakkan rambut ikal gondrongnya itu. Matanya memindai Prita yang sedari tadi mengipasi dirinya dengan kertas, dari atas sampai bawah. “Kamu terlihat begitu berbeda.”“Yah, tentu saja. Terakhir kita bertemu itu saat reuni SD. Ingat?”Anton mengangguk. “Lantas, apa yang bisa kubantu?”“Aku tahu kamu masih berkecimpung di bisnis itu kan?” Prita menyipitkan matanya.“Bisnis apa?” ula

  • Hati yang Tersakiti   56. Usai

    #56“Kiara!” Gian berlari ke arah tunangannya yang duduk di ranjang rumah sakit. Gaun yang dipakainya lusuh dan robek serta ada luka-luka di sekujur tubuhnya. Namun, kondisinya tidak begitu parah.“Gian…” Kiara memeluk kekasihnya itu dengan erat. Air mata langsung mengalir dari matanya. “A..aku…”“Sudahlah, Kiara.” Sergah Gian cepat, menghapus air mata yang membasahi pipi Kiara. “Aku sudah mendengar semuanya dari polisi. Yang penting kamu selamat, Sayang.”“Ray.” Tukas Kiara. “Dia yang menyelamatkanku, Gi.”“Aku tahu.”“Lantas, gimana keadaaannya sekarang?” tanya Kiara dengan suara yang agak gemetar.“Dia…dia sedang ada di ruang operasi. Dokter berusaha mengeluarkan peluru yang bersarang di perutnya.” Terang Gian. “Dia sepertinya banyak kehilangan darah juga.”Kiara kembali ter

  • Hati yang Tersakiti   55. Aksi Penyelamatan

    #55Lampu mobil Ray membelah jalanan yang gelap. Jalan yang dia lewati kini tidak beraspal. Di kanan kirinya terdapat beberapa bangunan kosong, tanah luas yang terbengkalai serta pepohonan yang lebat.Jantungnya berdentum cepat. Pikirannya begitu pening. Di kepalanya terlintas fakta bahwa memang benar wanita yang dia kenal selama ini bernama Jessica itu adalah mantan kakak iparnya. Lantas, Kiara yang dalam bahaya dan soal pembalasan dendam Alisa dan pria asing yang sedang dia untit ini.Untungnya, Ray masih sempat melihat Bobby di pelataran parkir dan berhasil mengikutinya sampai ke sini. Dengan menjaga jarak aman, Ray terus mengikuti mobil Bobby dari belakang.Ray menghentikan mobilnya di depan tanah kosong. Dengan kaki yang gemetar, dia berjalan menembus kegelapan. Ditemani cahaya senter dari ponselnya, Ray menerangi jalanan tanah yang basah. Samar-samar, dia melihat cetakan ban mobil yang menuntunnya ke sebuah gudang kosong yang gelap gulita.Ra

  • Hati yang Tersakiti   54. Kebenaran

    #54Mobil Ray berhenti di pelataran parkir Apartemen Sunny Hill. Jantungnya berdentum keras. Dia akan mengendap masuk ke dalam unit tempat tinggal Jessica untuk memastikan kebenaran identitas wanita itu.“Ah, sungguh bodoh. Aku nggak tahu kata sandi apartemennya!” tukas Ray dari balik kemudi. Dia mengigit bibirnya keras-keras. “Apa yang harus kulakukan?”Tiba-tiba mata Ray menangkap sosok Jesica yang berjalan tergesa melintasi pelataran parkir. Ray segera turun dan menghampirinya.“Jess!” seru Ray.“Astaga, mau apa si bodoh itu ada di sini?” batin Alisa kesal.“Jess, kebetulan.” Ujar Ray begitu dia berada di depan Alisa yang kali ini mengenakan rok mini dan tank top hitam. Alisa mengapit tas tangan cokelat.“Sepertinya dia habis dari kelab Madam,” pikir Ray dalam hati.“Oh, hai Ray. Gimana istrimu? Dia selamat kan? Nggak ada yang mencurigai kamu kan?&

  • Hati yang Tersakiti   53. Penculikan

    #53Gian mengecup punggung tangan Kiara. “Kamu sungguh cantik malam ini.” Pujinya sembari kedua matanya memandangi penampilan Kiara.Dengan Gaun merah selutut tanpa lengan serta rambut Kiara yang digelung ke atas, membuatnya nampak begitu elegan. Sebuah kalung perak melingkar di lehernya yang jenjang.“Makasih, Gi. Tapi aku begitu gugup.” Balas Kiara. Dia bisa merasakan dentuman jangtungnya sendiri yang berdebar keras. “Ini kali pertamanya aku menghadiri acara di kantormu.”“Tenang saja, karyawanku nggak gigit kok.” Gian berusaha mencairkan suasana. Lantas, dia mengaitkan lengannya pada lengan Kiara, menuntunnya memasuki ballroom hotel yang mewah.Malam ini merupakan perayaan hari jadi perusahaan yang dipimpin Gian. Seluruh karyawan hadir beserta orang-orang penting. Itulah mengapa Kiara begitu cemas. Dia tahu bahwa semua mata akan tertuju padanya sebagai calon istri sang CEO. Apalagi pernikahan merek

  • Hati yang Tersakiti   52. Permintaan Maaf

    Kedua mata Prita membelalak lebar. Pandangannya sedikit kabur namun perlahan dia bisa menangkap dengan jelas kondisi di sekitar. Dia mendapati dirinya terbaring dengan infus yang menggantung. Kedua lubang hidungnya dialiri selang oksigen sementara itu telinganya menangkap bunyi jantungnya yang berdetak perlahan.Tak lama setelah itu, Prita mendengar suara pintu yang mengayun diikuti dengan derap langkah yang mendekati dirinya.Sudut matanya menangkap sesosok wanita yang kini berdiri di sebelah ranjangnya.“Hai, Prita.” Ucap wanita itu dengan suara yang dingin. “Aku turut bersedih dengan kejadian yang menimpa dirimu.”Prita memalingkan wajahnya dan mendapati Kiara yang menatapnya dengan tajam. Tenggorokannya begitu tercekat. “Untuk apa dia ada di sini?!” pekik Prita dalam hati.Kiara mengembuskan napas panjang. Jari-jarinya yang lentik itu membelai pundak Prita dengan lembut. “Sungguh malang, kalian

  • Hati yang Tersakiti   51. Bukti Perselingkuhan

    Siang itu, awan hitam menggantung di langit. Sesekali gemuruh geluduk terdengar dari kejauhan.“Kami turut berduka,” Alex menepuk pelan pundak adiknya itu. Ray hanya bisa mengangguk pelan sambil menghela napas panjang.“Apa yang sebenarnya terjadi, Ray?” tanya Utami tidak percaya. Dia memandangi sosok putra bungsunya dengan iba. Lingkaran hitam di bawah mata Ray nampak jelas dengan rambut yang mencuat kesana-kemari.Ray hanya bisa bersandar pada tembok selasar rumah sakit yang dingin. Sesekali dia menyugar rambutnya, tatapannya terpaku pada ujung sepatunya. Dia tidak berani memandang mata Mamanya itu.Hatinya begitu berkecamuk. Dia tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi ketika Prita sadar nanti.Ray mengigit bibir bawahnya keras-keras. Seharusnya, dia tidak meninggalkan istrinya yang sekarat begitu saja. Seharusnya dia tidak mengikuti saran bodoh dari wanita yang dikenalnya dengan nama Jessica itu. Tapi apa daya, pik

DMCA.com Protection Status