Share

Bab 3

Penulis: saraswatinda
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-31 10:29:03

“Kedatangan saya bukan atas kemauan Rafi. Ini kemauan saya sendiri. Saya ingin mengaku dosa kepadamu, karena telah menghancurkan hidupmu, Rafi dan anak-anak. Saya tak tenang, Naz. Apalagi sejak ayah meninggal. Saya merasa Rafi ... Rafi tak sungguh-sungguh ingin menghabiskan hidupnya bersama saya.” Renata tertunduk sesaat.

“Maksudnya?” tanya Nazwa tak mengerti.

“Sebagai seorang suami, Rafi adalah suami yang baik. Ia memberikan saya nafkah lahir yang lebih dari cukup. Tapi sebagai seorang laki-laki, ia bukan laki-laki pembohong. Ia tak bisa melenyapkan bayanganmu darinya. Dan itu yang membuat ia tak bisa menggenapkan nafkah batinnya kepada saya, Naz. Mungkin kamu tidak percaya, tapi saya berkata jujur.” Renata menatap mata Nazwa. “Sejak kami menikah, saya belum pernah disentuh Rafi,” lirih Renata pelan.

“Astaghfirullah alaziem,” ucap Nazwa dalam hati. Ditatapnya lekat-lekat mata Renata. Dan ia tidak menemukan kebohongan di sana. “Tega sekali Rafi,” batinnya lagi. Sebagai seorang wanita dewasa yang telah menikah, Nazwa bisa merasakan kegalauan Renata.

“Setiap kali saya tanyakan mengapa, Rafi bilang, bahwa ia tidak ingin menyakiti hati saya. Katanya, “Aku minta maaf, Ta. Tapi bukan aku sengaja. Aku hanya... aku tidak  bisa melakukannya dengan membayangkan wanita lain saat aku melakukannya denganmu. Tepatnya, aku hanya bisa melakukannya dengan wanita yang aku cintai. Sekali lagi, maaf, Ta. Kamu pun tahu alasan sesungguhnya aku menikahimu. Mungkin aku terdengar sangat egois. Tapi, inilah aku.” Renata menunduk sesaat.

“Jujur, setiap kali Rafi bicara seperti itu, saya marah padamu, Naz. Saya cemburu. Kesal! Mengapa Rafi tak segera menutup cerita kalian setelah menikah dengan saya?!” suara Renata terdengar penuh emosi.

Nazwa tak mampu berkata. Ia hanya menatap Renata dan membiarkannya meluapkan perasaannya. Sungguh ia tak mengerti harus bagaimana menyikapi perasaan Renata.

“Dua puluh dua tahun saya memendam harapan padanya. Dua puluh  dua tahun, Naz, kebersamaan kami. Tak sedetikpun saya melepaskan perasaan padanya. Saya selalu menunggu, saat ia mengutarakan perasaannya dan meminta saya  menikah dengannya. Ia pernah berjanji pada orang tua saya bahwa sebelum ia mapan, ia tak akan menikahi wanita manapun. Dan itu memang ditepatinya.”

Nazwa tak menyangka bahwa Renata memendam rasa terhadap Rafi. Diduganya selama ini, semua perhatian dari Renata terhadap keluarga kecilnya adalah tulus perhatian seorang sahabat dan saudara. Karena yang Naz ketahui, Rafi telah tinggal bersama keluarga Renata bertahun-tahun dan telah dianggap sebagai bagian dari keluarga mereka.

“Kamu tahu, Naz, ternyata orang tua saya pun menaruh harapan yang sama dengan saya. Mereka juga dengan sabar menanti kemapanan yang dirasa Rafi cukup untuk bekal mengajak saya menikah. Mereka menilai, Rafi adalah laki-laki yang bisa melindungi, menjaga dan menyayangi saya seperti yang selama ini ia perlihatkan. Rafi memang sangat care terhadap saya. Tapi ... “ Renata terdiam.

“Tapi apa?” tak urung Nazwa penasaran juga.

“Ternyata perasaan Rafi pada saya hanyalah sebatas persaudaraan. Saya mengetahuinya saat ia bercerita telah mengenal seorang wanita yang telah berhasil mencuri hatinya. Wanita itu   membuat hidupnya tak tenang, karena ia tak tahu perasaan wanita itu terhadapnya. Dua tahun lamanya saya menekan perasaan cemburu dalam-dalam. Mendengarkan dongeng tentang wanita pujannya dengan hati pedih tersayat-sayat.

"Dan sayatan itu semakin menganga lebar, saat dengan penuh binar ia berkata, “Ta, Renata. Dengar! Hidupku akan sempurna. Lengkap! Kamu tahu kenapa? Karena Nazwa telah bersedia menikah denganku! Kamu dengar? Nazwa bersedia menikah denganku!” setelah itu ia menari-nari dan bernyanyi seperti anak kecil mendapatkan permen.” Renata menghembuskan nafasnya sejenak.

“Sementara saya? Menatapnya dengan dipenuhi air mata. Saat Rafi merasa dunianya baru saja terbangun, saya merasakan dunia saya hancur. Saya tak sanggup menyampaikan berita ini kepada orang tua saya. Hati ini saja remuk redam, bagaimana nanti dengan hati orang tua saya? Tak tega rasanya menghancurkan impian mereka tentang saya, anak semata wayang yang telah mereka hidupi dengan perjuangan.” Renata berucap lirih.

“Maaf, Renata. Saya  tidak tahu kalau ... “ Naz menyela cerita Renata.

“Tak perlu meminta maaf, Naz. Itu bukan salahmu,” tutur Renata lembut. Dengan tersenyum, ia melanjutkan, “Sesungguhnya, saya juga tidak mengerti kesalahan siapakah ini sebenarnya? Apa salah orang tua saya, yang menginginkan Rafi benar-benar menjadi anaknya dengan menikahi saya? Salah sayakah, yang bermimpi bisa bersanding dengan laki-laki sebaik Rafi? Atau salah Rafi yang sepertinya tidak menyadari akan harapan saya dan orang tua saya? Entahlah Naz. Saat itu saya betul-betul patah hati. Saya bahkan tahu rasanya perasaan orang yang ingin bunuh diri.”

“Sampai sebegitukah rasanya?” tanya Nazwa tak percaya.

Renata tersenyum. “Mungkin kedengarannya lemah dan cengeng sekali, Naz. Jujur, iya. Saya ingin segera minggat dari dunia ini. Apa lagi yang mau saya harapkan, jika seseorang yang saya inginkan melangkah bersama dalam hidup ini tak lagi bisa saya miliki. Tapi, Alhamdulillah. Allah masih sayang pada saya. Tak sampai saya mengambil langkah pengecut itu.”

“Kamu memang perempuan yang tegar. Seingat saya, kamu dulu menghadiri pernikahan kami,” Ujar Nazwa lembut.

“Ya. Saya harus datang. Saya ingin memperlihatkan pada Rafi bahwa cinta saya benar-benar tulus untuknya. Jika ia bahagia denganmu, maka saya pun akan bahagia. Walau kenyataannya berat sekali.” Renata kembali tertunduk. “Mungkin kamu bertanya-tanya, mengapa ayah dan ibu saya tak menghadiri pernikahan kalian?” tanya Renata kemudian.

“Awalnya iya. Tapi Rafi menjelaskan bahwa ayah dan ibumu sedang ada di luar kota karena bersamaan ada keluarga yang merayakan pernikahan juga. Kehadiranmu sudah cukup mewakili, begitu kata Rafi. Dan saya bisa mengerti.” Jawab Nazwa.

Renata kembali tersenyum. “Ya, kejadian itu memang benar. Orang tua saya menjadi saksi pernikahan keponakan saya. Tapi, kalau mereka tahu bahwa Rafi juga akan menikah di hari yang sama, pastilah mereka tidak akan mengiyakan permintaan itu. Sejujurnya, saya tidak mengabarkan hal itu karena saya tahu dampak yang akan terjadi pada mereka. Dan saya memang melarang Rafi untuk memberitahu rencana pernikahannya.”

“Tapi, Ta. Apapun itu, sepertinya tidak akan ada gunanya lagi. Toh, saya dan Rafi sudah berpisah. Kami punya kehidupan masing-masing sekarang. Rafi denganmu, dan saya ... Insha Allah, sedang menuju hal yang sama dengan apa yang kamu dan Rafi lakukan saat ini,” Gamblang Nazwa bertutur.

“Itulah maksud kedatangan saya, Naz. Saya ingin kamu mempertimbangkan kembali sebelum semuanya terlambat.” Renata berkata dengan hati-hati.

“Maksudmu?” tanya Nazwa tak mengerti.

“Keluarga kecilmu bisa dipersatukan kembali, Naz. Aku akan melepaskan Rafi. Kalian bisa menikah kembali. Dan anak-anak tidak akan kehilangan ayah dan bundanya,” Jawab Renata berusaha meyakinkan.

***********

Bersambung

Bab terkait

  • Hati Yang Terpilih   Bab 4

    “Keluarga kecilmu bisa dipersatukan satukan kembali, Naz. Saya akan melepaskan Rafi. Kalian bisa menikah kembali. Dan anak-anak tidak akan kehilangan ayah dan bundanya,” Ucap Renata berusaha meyakinkan.Nazwa terdiam sejenak. Kemudian bertanya, “Ta, Rafi-kah yang memberitahu rencana pernikahan saya?”Renata hanya memandang Nazwa dalam.“Tolong, jujur pada saya, Ta!” ujar Nazwa lagi karena Renata tak menjawab.Renata menghembuskan nafasnya sebelum berbicara. “Ya. Rafi yang memberitahuku. Dan dia juga bilang, bahwa ia tak pernah benar-benar ingin melepaskanmu. Kalau ada yang bisa ia lakukan untuk mendapatkanmu kembali, dia akan melakukan apa saja, walaupun mempertaruhkan nyawanya. Asalkan kalian bisa bersatu lagi,” Jawab Renata pada akhirnya.“Aku sudah curiga. Karena saat dia tahu rencana ini, dia menyatakan keberatannya. Tapi ya, alasannya adalah anak-anak,” adu Nazwa berkeluh kesah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Hati Yang Terpilih   Bab 5

    “Assalamu’alaikum. Rafi, aku ingin bertemu. Bisa kamu datang ke Kafe Wien jam tiga nanti?” Nazwa berbicara cepat saat suara di seberang telinganya berkata halo.“Nazwa? Ada apa? Salsa dan Hanif ada masalah?” tanya Rafi kaget.“Mereka baik. Hanya ada yang aku mau bicarakan! Aku tunggu di sana ya.” Nazwa langsung menutup panggilannya. Ia tak ingin berbasa-basi dengan Rafi. Sesungguhnya ia enggan untuk membicarakan hal ini, tapi tak bisa dibiarkannya tindakan Rafi yang menurutnya sudah sangat menyebalkan.“Mama, bicara dengan siapa?” Pertanyaan Salsabila, putri pertamanya, mengagetkan Nazwa yang sempat melamun setelah menelpon Rafi tadi. “Astaghfirullah, Kakak. Kaget Mama, Nak,” Nazwa mengusap dadanya. “Mama kenapa sih? Sudah seminggu ini Salsa melihat Mama sering melamun,” Salsa kembali bertanya. Nazwa tersenyum. Diulurkan tanga

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-31
  • Hati Yang Terpilih   Bab 6

    Rafi menunduk sejenak. Kemudian ditatapnya Nazwa. “Maafkan aku, Naz. Aku memang terlalu pengecut untuk berkata jujur. Renata pastinya sudah bercerita kepadamu kejadiannya. Jujur, Naz. Aku tak pernah ingin berada dalam situasi seperti ini. Kalau aku bisa mengulang kembali cerita hidupku, ingin rasanya aku tak berhutang budi kepada orang tua Renata. Sehingga aku tak harus memenuhi permintaan ayah angkatku untuk menikahi Renata,” Keluh Rafi.“Aku tak meminta pembelaan dirimu, Fi. Yang terjadi pastilah yang harus terjadi. Aku hanya ingin kamu tidak berbohong padaku dan anak-anak! Kamu sendiri yang bilang, bahwa apapun yang akan kita lakukan itu berkaitan dengan anak-anak dan mereka mempunyai hak yang harus kita pertimbangkan dengan langkah yang akan kita ambil. Ingat, saat kamu mengetahui Kafka ingin menikahiku? Kamu kesal karena aku tak menanyakan pendapat anak-anak tentang itu. Bagaimana dengan kamu sendiri? Satu tahun bukan waktu yang sebentar, Fi!” tan

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-01
  • Hati Yang Terpilih   Bab 7

    Golden Tower “Maaf menunggu lama, Naz.” Ujar Kafka begitu masuk ke ruang rapat tempat Nazwa menunggunya. “Ada apa, Naz. Tiba-tiba datang ke sini. Ada hal penting sampai tak bisa menunggu aku datang ke rumahmu, Mmh? Besar sekalikah desakan kerinduanmu untukku?” goda Kafka. “Sepertinya hari ini cuaca hatimu sedang cerah ya?” Nazwa menyunggingkan senyum sinis. “Mmh ... ya. Aku berhasil memenangkan tender, Naz. Itu tender besar. Jelas aku excited sekali,” Jelas Kafka dengan senyum mengembang. “Oh ya? Bukan karena telah berhasil mendapatkan rival untuk memperlihatkan seberapa besar kekuatan kamu memikat wanita?” sin

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-24
  • Hati Yang Terpilih   Bab 8

    Rafi cukup terkejut dengan cerita yang dialami Kafka. “Tapi aku memaafkannya, Fi. Mengingat anak kami masih kecil. Saya minta Ewi untuk bersabar menunggu saya kembali memulihkan kondisi ekonomi kami. Tetapi bisnis saya tak mengalami kemajuan, dan saat bisnis saya benar-benar hancur, Ewi tidak terima. Ia memilih laki-laki lain yang bisa memuaskannya secara materi. Ia lebih memilih untuk menikahi seorang duda yang usianya di atas usia ayahnya sendiri. Sekarang anaknya menjadi lima orang. Satu anak kami dan empat orang anak duda itu. Ewi bilang itu bukan masalah, asal secara materi ia berkecukupan. Ya jelas saja, duda itu seorang direktur di salah satu bank swasta terkemuka. Cerita yang klise bukan, Fi? Tapi ya itu yang terjadi,” Hela Kafka. “Hidup memang terkadang kejam, Kaf. Kadang juga seperti mempermainkan kita,” s

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-27
  • Hati Yang Terpilih   Bab 9

    Setelah merasakan kekuatan yang tiba-tiba merasuk ke hatinya setelah kepasrahan dan permohonan yang ia panjatkan. Nazwa membuka matanya dan menatap dalam kedua mata Kafka. Mata teduh dan kelam itu begitu menentramkan hatinya acapkali dipandang. Jujur, pesona itu merebut hatinya untuk mau melabuhkan hatinya. Kafka memberikannya kedamaian, ketenangan juga perlindungan saat berada di dekatnya. Laki-laki sejati yang ia cari. Laki-laki tegar yang ia perlukan. Dan ia telah tahu ketegaran seorang Kafka saat ia ditinggalkan kekasih hatinya. tapi, Nazwa juga harus jujur pada dirinya sendiri saat ini. “Kafka, tolong. Aku butuh waktu untuk diriku sendiri saat ini. Setelah semuanya, aku betul-betul butuh berbicara dengan hati dan pikiranku. Kamu tahu kan, kita sudah pernah mengalami hal yang sangat menyakitkan dalam kehidupan kita masing-masing. Dan aku tidak in

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-28
  • Hati Yang Terpilih   Bab 10

    Belum lagi Salsa menjawab, hp Nazwa kembali berdering kencang. Rafi calling. Nazwa hanya meliriknya sebentar dan mengacuhkan panggilan itu.Kembali Nazwa mengulangi pertanyaannya. “Hanif kemana, Sa? Masih di kamar?”“Tadi pamit main sepeda sama Rio ke lapangan.”“Kok ngga pamit Mama?”“Tadi Mama sedang di kamar mandi, jadi pamitnya ke aku,” terang Salsa.“Oh begitu.” Nazwa menganggukan kepalanya. Tak lama ia membawa sebuah baki yang berisikan dua buah piring macaroni schotel dan dua buah gelas yang satu berisi coklat hangat untuk Salsa dan lemon tea hangat untuk dirinya sendiri.“Mmh . . . It’s look yummy,” Salsa menggesekkan kedua telapak tangannya sambil bergumam melihat makanan dan minuman yang dipindahkan oleh Nazwa dari baki ke atas meja.Nazwa tersenyum melihat reaksi Salsa. Inilah alasannya mengapa ia se

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-29
  • Hati Yang Terpilih   Bab 11

    “Haruskah sejelas itu?” tanya Kafka masih dengan suara yang terdengar lirih. Nazwa balik menatap Kafka lekat. Ia pun tak mengerti. Hatinya dan pikirannya saat ini betul-betul tak seirama. Yang satu tak terima dengan perbuatan mereka, yang satunya bisa memakluminya. Tapi, ia tak ingin terlihat lemah. “Kamu tahu siapa aku kan, Kaf,” jawabnya pelan. “Naz, cobalah memandang masalah ini dari sudut pandang lain,” Kafka menyarankan. “Sudut pandang yang bagaimana? Sudut pandang siapa? Kamu atau Rafi?” sinis Nazwa berkata. “Jika aku harus memandang masalah ini dari sudut pandang kalian, mengapa kalian tidak melakukan hal yang sama? Memandang dari sudut pandang seorang Nazwa Rengganis! Perempuan yang baru saja berhasil menyembuhkan lukanya karena cinta, dan di saat ia memberanikan dirinya untuk kembali mencintai, kalian melecehkannya!” tandas Nazwa dingin. Kafka menghelakan nafasnya mendengar ucapan Nazwa. ‘Ya Tuhan, hati perempuan ini benar-benar terluka

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-30

Bab terbaru

  • Hati Yang Terpilih   Bab 61

    “Iya, Naz. Aku baru sampai di Jakarta. Aku mau bertemu Rafi dahulu. Dia bilang sudah mendapatkan hasil dari laporan kesehatan Nayla.” Kafka memberi kabar tentang dirinya pada Nazwa begitu menginjakkan kakinya di Bandara Soekarno Hatta.“Syukurlah,” terdengar hela napas lega Nazwa. “Dimana kalian mau bertemu?”“Rafi belum menentukan tempatnya. Aku sedang menunggu kabar dari Rafi.”“Kaf, aku … aku cemas akan hasilnya. Tapi aku sungguh penasaran.”“Tenanglah, Naz. Semua akan baik-baik saja.”“Tapi, bagaimana jika benar Nayla …,”“Nazwa Rengganis … Kamu percaya aku kan? Apapun hasilnya, aku tidak akan meninggalkan kamu. Rencana pernikahan kita akan tetap berjalan.”“Tapi keinginan Nayla …,”“Aku belum berbicara dengan Nayla langsung dan semuanya kita bisa bicarakan, Naz. Kamu tenang ya.”“Entahlah, Kaf. Aku …,”“Naz, aku butuh keyakinanmu, sayang. Please, jangan lagi menyerah dan berpikir semuanya kan terhenti di sini. Ingat Naz, ada Allah! Aku sebagaimana prasangka hamba-Ku, jadi berpiki

  • Hati Yang Terpilih   Bab 60

    “Bagaimana pertemuan kamu dengan Kafka, Naz?” Bapak bertanya setelah makan malam mereka selesai dan saat ini berkumpul di ruang keluarga.Nazwa yang sedang mengelus kepala Hanif yang bersandar di dadanya, menghentikan gerakannya. “Kafka … setuju untuk melanjutkan pernikahan kami, Pak. Tapi saat ini dia belum bisa kembali ke Jakarta karena baru saja alih jabatan dengan pejabat sebelumnya. Kafka menitip salam untuk Bapak dan Ibu. Dia bilang akan secepatnya mengatur waktu untuk datang ke sini dan membicarakan kelanjutan rencana pernikahan kami,” jawab Nazwa.Ia sengaja tidak memberitahu kejadian yang sebenarnya karena takut Bapak dan Ibu justru kembali tidak menyetujui pernikahan mereka. Nazwa tahu benar jika kali ini ia berspekulasi dengan kenyataan yang ada, tetapi bukankah di setiap ketidakmungkinan selalu ada kemungkinan itu sendiri. jadi, ia memilih untuk melihat kemungkinan yang ada.“Jadi, Om Kafka akan jadi ayah aku juga, Bun?” tanya Hanif.Nazwa tersenyum seraya menganggukkan ke

  • Hati Yang Terpilih   Bab 59

    “Tidak ada orang yang ingin rumah tangganya berantakan, Kaf! Kamu pikir, aku senang menikah berkali-kali?!” ujar Ewi sengit.Kafka menaikkan kedua bahunya tanda seolah tak mengerti atau bahkan tak peduli.“Jahat sekali pikiran kamu!” desis Ewi lagi.“Lalu, tindakan kamu meninggalkanku saat terpuruk dan menikah dengan lelaki lain, itu tidak jahat? Begitu?” cemoh Kafka.“Bisakah kamu melupakan hal yang sudah lalu?” ucap Ewi merendahkan nada suaranya.“Aku ingin sekali bisa melupakan peristiwa itu, Wi. Tapi sekeras apapun aku berusaha, ingatan itu tidak pernah hilang!” tekan Kafka. ‘Kamu tidak tahu aku sampai harus mengikuti terapi untuk bisa kembali waras’ lanjut Kafka dalam hatinya.“Jangan cengeng, Kaf! Kamu laki-laki!” cela Ewi.“Aku laki-laki yang punya hati, Wi! Punya perasaan! Tidak seperti kamu! Seorang perempuan yang justru bisa begitu tega, tak berperasaan!”“Kafka!” sentak Ewi tak suka dengan ucapan Kafka.“Apa? Mau bilang kalau kamu hanya berpikir rasional? Karena aku bangkru

  • Hati Yang Terpilih   Bab 58

    “Maksudmu?” tanya Kafka tak mengerti.“Sebetulnya karyawan di perusahaanku sebulan lalu baru saja menjalani medical check up di rumah sakit yang sama di mana anakmu menjalani tes. Dan baru beberapa hari yang lalu, kami menerima hasilnya. Logo rumah sakit itu sedikit berbeda aku rasa. Entahlah. Tapi aku sungguh penasaran ingin mengecek kebenarannya,” terang Rafi.“Maksudmu, hasil test kesehatan itu palsu?” tanya Kafka lagi.“Aku belum bisa memastikan, sampai kita mengeceknya langsung bukan?” Rafi balik bertanya.“Tapi aku belum bisa balik ke Indonesia dalam waktu dekat ini,” keluh Kafka terdengar putus asa.“Tenang saja. Aku akan membantumu. Aku yang akan mengecek langsung. Masalahnya, aku harus punya salinan hasil tes kesehatan itu, Kaf,” ujar Rafi.Kafka paham sekarang mengapa Rafi menyuruhnya menemui Ewi, mantan istrinya itu alih-alih mengantarkan Nazwa kembali ke hotel.“Aku yang akan mengantarkan Nazwa kembali ke hotel. Kalian bisa berbicara nanti setelah kamu berhasil dengan misi

  • Hati Yang Terpilih   Bab 57

    Pupil mata Kafka melebar mendapati sosok yang sedang merangkul Nazwa-nya. Ya, perempuan yang sedang merebahkan kepalanya di dada laki-laki itu adalah Nazwa, calon istrinya. Ia sudah akan mengiyakan permintaan Nazwa untuk kembali melanjutkan pernikahan mereka. Tidak salah bukan, jika sejak saat itu Nazwa kembali menjadi miliknya. Walau jawabannya itu belum sempat didengar oleh Nazwa, karena kedatangan dan interupsi Ewi, mantan istrinya.“Nazwa!” tegur Kafka. Terdengar jelas nada tidak suka dari suaranya.Nazwa bergeming. Tubuhnya seperti kaku mendengar suara dari arah belakangnya itu. ia mengangkat kepalanya yang tadi direbahkannya di dada Razky. Ditatapnya Razky sebelum ia memutar tubuhnya ke arah sumber suara.“Kaf … ka?” lirihnya dengan nada terkejut.“Apa yang sedang kamu lakukan? Belum satu jam yang lalu kami memintaku untuk melanjutkan pernikahan kita. Lalu mengapa sekarang kamu bersandar pada dia!” tunjuk Kafka pada Razky penuh emosi.“Aku … aku hanya … me …,”“Apa kamu sedang m

  • Hati Yang Terpilih   Bab 56

    Nazwa mengerjapkan mata untuk meraih kesadarannya. Netranya menangkap siluet wajah seorang lelaki gagah yang terkejut melihat kehadirannya.“Razky?” tanyanya juga dengan tak percaya.Lelaki gagah yang bernama Razky itu tersenyum dengan sangat manis mendapati Nazwa menyebutkan namanya.“Kamu sedang apa di sini, Angel?” Razky mengulang pertanyaannya yang memang belum terjawab oleh Nazwa tadi.“Aku … Aku …,” tiba-tiba Nazwa tergugu saat menjawab pertanyaan Razky. Sontak ia menoleh ke arah belakang, ke tempat di mana ia bertemu dengan Kafka, Rafi dan Ewi. Nazwa menunjukkan telunjuknya ke arah Café Seroja.Razky paham dengan gerakan Nazwa. “Oke … Kamu dari Café itu?” tunjuknya.Nazwa menganggukkan kepalanya.“Bertemu siapa? Kamu ada urusan bisnis di sini?” tanya Razky menggali informasi.Nazwa menggelengkan kepalanya.Razky mengernyitkan keningnya. Perempuan di hadapannya saat ini bukanlah Nazwa yang ia kenal. Setahunya, Nazwa adalah perempuan yang tidak mudah terguncang oleh suatu peristi

  • Hati Yang Terpilih   Bab 55

    “Jika apa?” tanya Kafka dipenuhi rasa penasaran.Ewi menghembuskan napasnya, seolah berat untuk menjawab pertanyaan Kafka. “Nayla bilang, ia ingin bertemu denganmu jika kamu sudah menjadi Papa-nya lagi.”“Menjadi Papa-nya lagi?” taut Kafka tak mengerti.“Iya … Dia bilang kita harus tinggal serumah dulu, baru kamu adalah Papa-nya lagi,” jawab Ewi.Kafka tertawa mendengarnya. “Lelucon apa ini? Anak sekecil Nayla bicara begitu? Aku yakin, itu hanya akal-akalanmu saja, Wi!” decih Kafka.“Kalau kamu tak percaya, terserah,” jawab Ewi seolah tak terpengaruh dengan ucapan Kafka. Walau dalam hatinya ia meradang karena tak menyangka reaksi Kafka akan seperti ini. Ternyata Kafka yang sekarang bukanlah lagi Kafka yang ia kenal dahulu.“Kamu tahu … Aku tak percaya kalau Nayla mempunyai pikiran seperti itu.” Kafka mengembuskan napasnya dengan kesal. “Dengar, aku akan gugat kamu jika kamu masih menjauhkan Nayla dariku! Satu lagi, aku sibuk. Kalau kamu sudah selesai, silahkan keluar! Pintunya di sebe

  • Hati Yang Terpilih   Bab 54

    afka melepaskan pelukannya pada Nazwa cepat. Ia terkejut dengan kedatangan Ewi, mantan istrinya ini. Hal yang sama pun dirasakan oleh Nazwa dan Rafi. Walau mereka belum pernah bertemu secara langsung, tetapi mereka sudah mendengar kisah pernikahan Kafka dan istrinya itu.“Ewi? Jangan bilang kalau …,”“Apa? Jangan bilang apa? Jangan bilang kalau anak kita sedang menderita sakit yang parah, yang umurnya tak lama lagi itu, ia ingin kita kembali bersatu. Kamu pikir aku main-main? Iya?!” Ewi kembali memotong ucapan Kafka.“Ini … Jika kamu membutuhkan bukti-bukti! Jika kamu tak mempercayai omonganku!” Ewi menyerahkan sebuah dokumen kepada Kafka.Kafka menerima itu dengan pandangan tak percaya. Tangannya bergetar. Menyadari jika apa yang ada di dalam dokumen itu benar, maka …“Kamu yang bernama Nazwa?” tanya Ewi pada Nazwa seraya menarik sebuah kursi untuk ia tempati. “Kenalkan, aku Ewi. Dan Kamu siapa?” tanyanya pada Rafi.“Aku Rafi …,” jawab Rafi menilai penampilan Ewi. Ia mencoba menging

  • Hati Yang Terpilih   Bab 53

    Nazwa segera turun dari ranjangnya dan berjalan menuju kamar mandi. Tak lama setelah itu ia berpakaian dengan baju yang telah ia persiapkan malam sebelumnya. Nazwa melihat tampilan dirinya di depan cermin. Ia tersenyum manis dan berkata, “Semangat Nazwa! Kita mulai dengan Bismillah!”Detik itu jua ia kembali merasakan debaran kencang di hatinya. Dan debaran itu mengiringi langkah kakinya meninggalkan hotel tepatnya menginap dan menyebrangi jalan menuju Café Seroja, tempat yang ditunjukkan oleh Rafi dimana Kafka berada di pagi hari ini.Nazwa mengedarkan pandangannya mencari sosok lelaki yang dicintainya itu. Didapatinya sosok itu tengah bercengkrama dengan dengan laki-laki yang Nazwa ketahui sosoknya. Hey, bagaimana bisa … Tak ayal Nazwa juga merasa heran. Tapi sedetik kemudian ia menyadari kebiasaan sosok itu. Dasar Rafi! Geram Nazwa dalam hatinya.“Naz …Wa?” Kafka yang pertama bersuara saat Nazwa berada di antara Kafka dan Rafi duduk.Nazwa bisa melihat keterkejutan di wajah Kafk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status