Share

Pria Pengayom

Penulis: Wina Faathimah
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alya kembali ke rumah sakit setelah selesai meeting dengan Starbig. Bayang-bayang sosok Egie yang bersikap sangat dingin dan egois, tidak menerima penjelasannya, dan ancaman kerasnya terus berkelindan di dalam benaknya. Ia yang baru saja menjabat sebagai pimpinan perusahaan sudah harus berurusan dengan perusahaan raksasa seperti Starbig.

"Melamun?" 

Suara seorang pria mengagetkannya. Ia mendongak dan mendapati sebaris wajah tampan dengan senyum paling menawan ditambah tatapan mata teduh menenangkan. Ia membalas dengan senyuman.

"Aziz, baru datang?" Bukannya menjawab, ia justru balik bertanya.

"Tuh kan, pasti kamu ngelamun makanya nggak liat aku datang. Sudah dari tadi, tapi ketemu Ummi Amel dulu di dalam sekalian liat kondisi Abah." Aziz duduk tiga kursi dari tempat duduk Alya. Ia adalah calon tunangan Alya, seorang pria yang sangat sopan, religius, dan mengetahui batasan-batasan dengan lawan jenis. 

"Sudah makan?" tanya Aziz lagi. Alya menggeleng. Ia memang belum makan, rasa laparnya sudah hilang bersama bayang-bayang wajah menyeramkan Egie.

"Sudah jam 10 malam kamu belum dinner? Mau makan di kafe rumah sakit? Atau mau aku belikan makanan?" Aziz menawarkan diri.

"Syukron. Lakny lastu jai'an ba'd (tapi aku belum lapar)," tolak Alya.

"Tunggu di sini, biar aku belikan. Kamu harus makan, jangan sampe sakit, kasian Abah dan Umma kalo kamu juga ikut sakit." Aziz sangat mengetahui sifat Alya yang sangat keras, jika sudah memiliki satu fokus, ia bisa melupakan segala hal yang lainnya, termasuk makan. Ia yang sudah sejak remaja memang digadang-gadang akan bertunangan dengan Alya, sudah sering mengalami hal seperti ini, memaksa gadis itu makan.

"Nggak usah, biar aku ke kafe saja," Alya akhirnya mengalah. Ia berjalan mendahului Aziz, pemuda itu mengikutinya di belakang.

Setelah menemukan tempat yang pas dan memesan makanan, mereka kembali larut dalam obrolan.

"Aku sudah dengar masalah yang kamu hadapi. Aku akan membantumu, kita lewati ini sama-sama," ujar Aziz. Ia sangat mencintai Alya tentu akan membantunya keluar dari masalah pelik di awal-awal masa kepemimpinannya.

"Makasih, Ziz. Tapi sebaiknya kamu nggak usah ikut campur. Aku tidak mau membuat perusahaanmu bermasalah juga. Aku yakin, masalah ini akan cepat selesai." 

Tidak lama kemudian, makanan terhidang di meja. Alya mulai menikmati makan malamnya, sementara Aziz menyesap moccachino. Alya lebih banyak diam, tidak seperti biasanya yang banyak bicara jika sedang bersama Aziz, atau berdebat tentang sebuah karya ilmiah. Suasana menjadi terasa kaku.

 "Kalo kamu butuh bantuan, langsung beritahu aku, dengan senang hati aku pasti membantu," ucap Aziz lagi.

 "Pasti," jawab Alya sambil tersenyum.

 "Dua bulan lagi aku mau ke Kairo, terus lanjut ke Dubai. Ada urusan bisnis sekaligus mau ketemu sama guruku. Mau talaqqi (memperdengarkan) hafalanku juga sekalian. Aku pengennya... kita resmi bertunangan sebelum aku pergi. Atau menikah sekalian, jadi bisa bareng ke sana." Aziz menunduk karena malu mengatakan hal itu.

 Wajah Alya seketika merona merah, ia juga menunduk. Jantungnya berdegup kencang seperti sedang berlomba di sebuah arena. Ia mempercepat makan, tidak ingin berlama-lama berduaan dengan Aziz yang justru akan dimanfaatkan oleh setan, sebab jujur saja, sangat nyaman berada di dekat Aziz. 

 Pria itu ibarat sebuh pohon rindang di tengah terik matahari, mengayomi siapa saja yang berteduh di bawahnya. Meskipun dia calon pewaris bisnis pertambangan batu bara terbesar di tanah air, tapi dia lebih memilih membangun bisnisnya sendiri, membuka pabrik pengolahan kelapa sawit. Dia juga sudah memiliki perkebunan kelapa sawit di lebih dari 5 provinsi.

 "Kamu butuh seseorang yang menjagamu, Al. Aku akan bicarakan segera dengan Umma, apalagi kondisi Abah yang sering sakit, akan lebih baik kalau kita segera menghalalkan hubungan kita," ujar Aziz lagi, ia khawatir Alya akan menolak.

 "Iya, nanti aku bicarakan sama Umma dan Abah kalau sudah siuman."

 ***

  Egie masih duduk di hadapan para manajer dalam internal meeting bulanan. Ia tersenyum puas mendengar laporan tiap bagian perusahaannya, semua sesuai dengan ekspektasinya. Terlebih ia akan menjalin kerjasama dengan Doodle, sebuah perusahaan global yang berkhusus pada jasa dan produk Internet. Dengan kerja sama itu, Starbig akan berkesempatan menjadi nomor satu di situs-situs pencarian populer.

 "Siapkan penawaran terbaik, kita pasti punya banyak pesaing. Jangan sampai ada kesalahan apalagi kegagalan," ujarnya tegas.

 "Dan... mulai bersiap untuk menaikkan level perusahaan menjadi multinasional. Dengan begitu kita bisa lebih mudah berkembang di tiap negara. Dengan menjadi perusahaan multinasional, kita bisa fokus memproduksi sesuai dengan trend pasar masing-masing negara, seperti Umeshu di Jepang, dan lainnya," imbuhnya dengan wajah berapi-api.

 "Siap, Tuan!" seru para hadirin serentak.

 Setelah selesai meeting, Egie kembali ke ruangannya. Tommy mengikuti di belakangnya sambil menenteng berkas-berkas hasil meeting.

 Setelah sampai di ruangan, ia duduk di kursi kerjanya, menyalakan laptop, dan mulai sibuk bekerja. Ia seorang workaholic, bisa melupakan segala hal jika sudah tenggelam dengan pekerjaannya. Tommy lah orang yang memperhatikan hal-hal pribadinya seperti makanan, pakaian, olahraga, holiday, dan lain sebagainya. Tommy sudah seperti ibu yang mengurusi segala keperluan sehari-harinya.

 "Siapkan minuman!" perintahnya. Tommy segera berdiri, mengambilkan segelas fruit drink. Tanpa beralih dari layar laptop, Egie menyambar gelas yang disodorkan Tommy, meneguknya hingga tandas. Ia mengernyit begitu merasakan minuman itu berbeda dari biasanya.

 "Kamu mengambilkan aku minuman apa, Tommy? Kamu sudah berani melawanku?" Suara Egie penuh penekanan.

 "B-bukan begitu, Tuan. Saya hanya ingat pesan dokter, Anda harus mengurangi minuman beralkohol." 

 "Persetan dengan dokter!!! Cepat siapkan wine-ku!" teriak Egie. "Atau apa saja, asal bukan minuman hambar seperti tadi!"

 Tommy menarik napas berat, masih belum beranjak dari posisinya semula dengan gelas masih di dalam genggaman.

 "Kamu masih mematung di situ, Tommy?! Jangan khawatirkan aku, umurku masih panjang, aku punya banyak uang untuk berobat kalau aku sakit," ujarnya menatap tajam Tommy.

 "Tuan, apa Anda merindukan Yeanna sehingga ingin menyusulnya?" Terpaksa Tommy menggunakan kalimat itu untuk membuat tuannya menurut. Ia sangat hafal jika Egie sangat takut mati, tetapi juga sangat keras kepala tidak mematuhi peringatan dokter. 

 Diusianya yang masih muda itu dia harus menderita beberapa gangguan hati dan pencernaan karena terlalu banyak mengkonsumsi minuman beralkohol. Ia bahkan sudah dalam taraf kecanduan, oleh kerena itu dokter sudah menyarankan untuk menghentikan meminum minuman memabukkan, atau paling tidak mengurangi.

 Dan benar saja, Egie segera terdiam. Lalu kembali sibuk dengan laptopnya, tidak membahas wine sialan itu lagi. Entah sudah seberapa sering Tommy menerima kemarahan Egie hanya karena masalah barang itu.

 "Bagaimana dengan perusahaan kecil itu? Sudah kamu lakukan yang aku perintahkan?" Egie mengubah topik pembicaraan.

 "Sudah, Tuan. Mereka akan segera kehilangan 50 persen investor dan 25 persen supplier. Dan perlu Anda ketahui bahwa Nona Alya adalah calon tunangan Tuan Aziz Mansyour, calon pewaris perusahaan besar Hasby Resources, tapi dia mendirikan perusahaan sendiri Aman Agraris." Tommy menjelaskan dengan detail.

 "Good! It's verry good! Kita liat, apa mereka masih bisa terus bertunangan?" Egie menyeringai lebar, lalu tertawa lepas.

Bab terkait

  • Hati Untuk Presdir   Mencari Bantuan

    Alya menatap Hanami dengan pandangan sendu. Baru saja sekretaris pribadinya itu melaporkan tentang penarikan saham dari 50 persen investor dan 25 persen supplier membatalkan kerja sama. Secara otomatis bulan depan mereka akan kehilangan banyak pasokan modal dan barang."Tim sudah mencari tau latar belakang semua itu, mereka mundur atas tekanan dari seseorang. Mereka tidak mengatakan itu siapa, tapi aku yakin pastilah Egie Andirasmaja orangnya." Hanami menambahkan informasi yang dibawanya.Dan seperti yang diprediksi, satu bulan berikutnya, Almanar kehilangan banyak investor dan supplier. Akibat dari penarikan saham dan pembatalan kerja sama, kini mereka memiliki hutang yang sangat besar untuk menutupi biaya pembelian barang. Jumlah barang di gudang dan etalase juga merosot tajam.Alya berdiri dengan gelisah di hadapan dinding kaca. Ia harus membuat sebuah terobosan baru agar bisnisnya terus berkembang. Ia teringat Fahira, sahabat karibnya yang baru pulang beb

  • Hati Untuk Presdir   Menikah Denganku!

    Alya menolak dengan tegas rencana ayahnya untuk segera menikahkah dirinya dengan Aziz. Bukan karena tidak mencintainya, tapi cara sang ayah menikahkan mereka yang ia tidak setujui. Ia ingin menikah dengan cara terhormat, bukan atas dasar kepentingan bisnis semata. Meskipun Aziz pasti akan membantunya, tapi ia tidak ingin pernikahan menjadi dasar dari bantuan itu. Juga, Egie pasti akan melibatkan Aziz dalam masalah mereka, sebab pria kejam itu tidak mengenal belas kasihan. Ia tentu tidak akan membuat Aziz dan keluarganya menderita sama seperti dirinya saat ini. Dan sore itu, Aziz sudah duduk di hadapannya di kantor, pemuda itu segera datang ke kantor Alya setelah mendengar penolakannya dari Abah Nayef."Kenapa kamu menolak pernikahan kita, Al?" tanya Aziz. "Maaf, Ziz. Bukan pernikahan seperti itu yang aku harapkan. Jika kamu mau membantu maka silakan bantu dengan suka rela, jangan libatkan pernikahan dalam urusan bisnis," tegas Alya. "Bukan be

  • Hati Untuk Presdir   Senja Kelabu

    Alya berjalan dengan tergesa menyusuri koridor kantor Starbig meninggalkan ruangan Egie. Kejadian di dalam ruangan itu masih terekam jelas dalam otaknya. Bahkan kakinya terasa melayang tidak menapak lantai akibat rasa gugup yang tak kunjung sirna. Ia buru-buru masuk mobil. Menundukkan kepala di kemudi menetralisir hatinya yang bertabuh bertalu-talu. Padahal Egie tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri begitu dekat dengannya, tapi tetap saja sangat menakutkan. "Menikah? Bagaimana ini?" bisiknya dengan nada putus asa. Sejujurnya ia sudah ingin menyerah menghadapi pria kejam itu, sayangnya satu-satunya jalan hanya menikah. Alya memutuskan bertemu dengan Fahira di salah satu rumah makan langganan mereka. Ia pun menceritakan kegelisahan hatinya menindaklanjuti penawaran CEO Starbig. "Apa?! Menikah?! Yang benar saja si Egie itu!" Fahira membelalak tak percaya. "Apa mungkin dia menjebakku?" "Jelas. Sepertinya dia selalu menggunakan cara

  • Hati Untuk Presdir   Lamaran

    "Aziz, pergi dari sini sekarang!" seru Alya. Baru kali ini ia berbicara dengan nada tinggi seperti itu. "Al...!" "Pergi! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah ini!" seru Alya lagi memotong ucapan Aziz. Aziz menatap tajam bola mata Egie dengan sorot penuh kebencian. Sementara Egie hanya berdiri dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Aziz mendengus, lalu keluar ruangan sambil menabrakkan sebelah bahunya ke bahu Egie. "Heh, berani melawanku? Bersiap gulung tikar!" desis Egie tersenyum sinis. Ia menepuk-nepuk bahunya yang bersentuhan dengan Aziz, seolah ada debu atau kotoran yang melekat di sana. Alya terdiam, membuang pandangan ke luar jendela. Terus terang ia amat sangat membenci Egie. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menuruti semua kemauannya. Aroma parfum pemuda itu yang memenuhi ruangannya membuatnya semakin muak. "Kau tidak menyambutku, tidak juga menyuruhku duduk?" Egie menarik kursi, la

  • Hati Untuk Presdir   Menjadi Nyonya Egie

    Tepat satu pekan setelah acara lamaran singkat tempo hari, acara pernikahan dilaksanakan di rumah Alya dengan sederhana. Bahkan setelah acara usai, Egie langsung memboyong Alya ke kediamannya. Rumah itu berada di puncak, vila lebih tepatnya. Sebuah bangunan mewah bergaya modern namun tetap mengusung tema natural. Alya belum sempat menikmati keindahan tempat itu karena Egie terus berjalan cepat masuk ke dalam rumah, lalu terus lagi berjalan hingga sampai di sebuah kamar. "Ini rumah khusus untukmu. Lakukan apa saja yang kamu inginkan di sini. Jangan coba-coba untuk kabur atau membuat makar, aku tidak akan berbelas kasihan." Egie berdiri di pintu kamar dengan tatapan tajam dan dingin, tatapan yang membuat Alya semakin membencinya. "Baik, aku mengerti." Dengan menunduk Alya menjawab.Egie masuk, mendekat ke arah istri barunya. Tubuh Alya menegang, jantungnya bertabuh sangat kencang, bahkan ia yakin Egie dapat mendengar detak jantungnya. Ia sang

  • Hati Untuk Presdir   Horrible Nightmare

    Alya memindahkan duduknya menjadi lebih dekat pada Egie, tapi masih ada jarak sekitar satu meter di antara mereka. Ia benar-benar tidak punya ide hendak melakukan apa, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah memilin ujung jilbabnya dan meremas-remas jemarinya. Sementara Egie hanya diam, asyik sendiri dengan ponselnya. Sepertinya dia sangat sibuk karena begitu serius menatap layarnya, terkadang keningnya berkerut-kerut, terkadang mengangguk-angguk, tetapi tak ada satu pun senyuman terukir di sana. 'Apa sebaiknya aku buatkan minuman?' Alya membatin, rasanya sangat menegangkan terus menerus duduk di dekat Egie, hingga otot-ototnya terasa kaku. "M-maaf, Tuan, mungkin Anda ingin minum yang hangat? Teh, kopi, capuccino, atau...?" tanya Alya dengan suara pelan, khawatir membuat pria di sebelahnya itu murka. Beberapa saat Egie masih belum merespon, masih sibuk mengetik di layar ponsel. Lalu menoleh, melayangkan tatapan tajam dan dingin membuat siapa sa

  • Hati Untuk Presdir   The First Night

    Alya tidak pernah berpikir bahwa malam pertama akan sangat menegangkan. Merasakan sebuah ciuman hangat di pipi, bibir, dan telinga. Semua itu... begitu mengejutkan dan... menggelikan. Ia bahkan tidak bisa bergerak, tubuhnya membeku seperti es batu baru saja keluar dari freezer, super dingin. Tapi Egie yang sudah berpengalaman tentu tidak akan membiarkan suasana sekaku itu. Ia tahu di mana seharusnya memancing wanita agar bisa mencair dan hanyut bersamanya. Dan kepolosan Alya membuatnya bangga dan merasa terhormat, bahwa dialah satu-satunya pria yang menyentuh tubuhnya. Perlakuan Egie yang lembut dan hangat, membuat Alya melupakan sikap dingin dan kejamnya. Ia mulai terhanyut bersama sapuan halus menggelitik di dalam mulutnya yang baru saja bisa membuka. Matanya telah terpejam melarut bersama sentuhan jemari kokoh yang menelusup masuk di balik gaun tidurnya. Ah, apa ini mimpi? Alya masih belum mempercayai kenyataan manis yang sedang dialaminya. Hingga akhirnya

  • Hati Untuk Presdir   Menolak Produk Baru

    Alya masih mengamati sampel produk yang dikirimkan anak buahnya. Kemarin masuk barang sangat banyak dari supplier baru. Ia mengambil sebungkus milk shake dan mengamatinya dengan seksama, di sana tertulis kode X-B017. Lalu berpindah mengamati supplier produk tersebut, tertulis Starbig Foods."Tolong cari informasi tentang Starbig Foods sekarang juga!" perintah Alya, wajahnya merah padam melihat produk yang terdapat campuran barang haram di dalamnya. X-B adalah kode produk yang mengandung minuman keras dalam komposisi bahan.Tidak lama kemudian, seorang anak buah membawa sebuah dokumen di tangannya dan diserahkan kepada Alya."Starbig Foods adalah salah satu anak perusahaan Starbig Group, khusus memproduksi makanan. Mereka salah satu perusahaan manufaktur besar yang sudah mendunia," papar pria yang mengantar dokumen tadi."Mereka yang beberapa bulan lalu mengajukan kerja sama dan Abah Nayef yang menandatangani kontraknya," imbuh seorang pria di sebelahnya.

Bab terbaru

  • Hati Untuk Presdir   The First Night

    Alya tidak pernah berpikir bahwa malam pertama akan sangat menegangkan. Merasakan sebuah ciuman hangat di pipi, bibir, dan telinga. Semua itu... begitu mengejutkan dan... menggelikan. Ia bahkan tidak bisa bergerak, tubuhnya membeku seperti es batu baru saja keluar dari freezer, super dingin. Tapi Egie yang sudah berpengalaman tentu tidak akan membiarkan suasana sekaku itu. Ia tahu di mana seharusnya memancing wanita agar bisa mencair dan hanyut bersamanya. Dan kepolosan Alya membuatnya bangga dan merasa terhormat, bahwa dialah satu-satunya pria yang menyentuh tubuhnya. Perlakuan Egie yang lembut dan hangat, membuat Alya melupakan sikap dingin dan kejamnya. Ia mulai terhanyut bersama sapuan halus menggelitik di dalam mulutnya yang baru saja bisa membuka. Matanya telah terpejam melarut bersama sentuhan jemari kokoh yang menelusup masuk di balik gaun tidurnya. Ah, apa ini mimpi? Alya masih belum mempercayai kenyataan manis yang sedang dialaminya. Hingga akhirnya

  • Hati Untuk Presdir   Horrible Nightmare

    Alya memindahkan duduknya menjadi lebih dekat pada Egie, tapi masih ada jarak sekitar satu meter di antara mereka. Ia benar-benar tidak punya ide hendak melakukan apa, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah memilin ujung jilbabnya dan meremas-remas jemarinya. Sementara Egie hanya diam, asyik sendiri dengan ponselnya. Sepertinya dia sangat sibuk karena begitu serius menatap layarnya, terkadang keningnya berkerut-kerut, terkadang mengangguk-angguk, tetapi tak ada satu pun senyuman terukir di sana. 'Apa sebaiknya aku buatkan minuman?' Alya membatin, rasanya sangat menegangkan terus menerus duduk di dekat Egie, hingga otot-ototnya terasa kaku. "M-maaf, Tuan, mungkin Anda ingin minum yang hangat? Teh, kopi, capuccino, atau...?" tanya Alya dengan suara pelan, khawatir membuat pria di sebelahnya itu murka. Beberapa saat Egie masih belum merespon, masih sibuk mengetik di layar ponsel. Lalu menoleh, melayangkan tatapan tajam dan dingin membuat siapa sa

  • Hati Untuk Presdir   Menjadi Nyonya Egie

    Tepat satu pekan setelah acara lamaran singkat tempo hari, acara pernikahan dilaksanakan di rumah Alya dengan sederhana. Bahkan setelah acara usai, Egie langsung memboyong Alya ke kediamannya. Rumah itu berada di puncak, vila lebih tepatnya. Sebuah bangunan mewah bergaya modern namun tetap mengusung tema natural. Alya belum sempat menikmati keindahan tempat itu karena Egie terus berjalan cepat masuk ke dalam rumah, lalu terus lagi berjalan hingga sampai di sebuah kamar. "Ini rumah khusus untukmu. Lakukan apa saja yang kamu inginkan di sini. Jangan coba-coba untuk kabur atau membuat makar, aku tidak akan berbelas kasihan." Egie berdiri di pintu kamar dengan tatapan tajam dan dingin, tatapan yang membuat Alya semakin membencinya. "Baik, aku mengerti." Dengan menunduk Alya menjawab.Egie masuk, mendekat ke arah istri barunya. Tubuh Alya menegang, jantungnya bertabuh sangat kencang, bahkan ia yakin Egie dapat mendengar detak jantungnya. Ia sang

  • Hati Untuk Presdir   Lamaran

    "Aziz, pergi dari sini sekarang!" seru Alya. Baru kali ini ia berbicara dengan nada tinggi seperti itu. "Al...!" "Pergi! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah ini!" seru Alya lagi memotong ucapan Aziz. Aziz menatap tajam bola mata Egie dengan sorot penuh kebencian. Sementara Egie hanya berdiri dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Aziz mendengus, lalu keluar ruangan sambil menabrakkan sebelah bahunya ke bahu Egie. "Heh, berani melawanku? Bersiap gulung tikar!" desis Egie tersenyum sinis. Ia menepuk-nepuk bahunya yang bersentuhan dengan Aziz, seolah ada debu atau kotoran yang melekat di sana. Alya terdiam, membuang pandangan ke luar jendela. Terus terang ia amat sangat membenci Egie. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menuruti semua kemauannya. Aroma parfum pemuda itu yang memenuhi ruangannya membuatnya semakin muak. "Kau tidak menyambutku, tidak juga menyuruhku duduk?" Egie menarik kursi, la

  • Hati Untuk Presdir   Senja Kelabu

    Alya berjalan dengan tergesa menyusuri koridor kantor Starbig meninggalkan ruangan Egie. Kejadian di dalam ruangan itu masih terekam jelas dalam otaknya. Bahkan kakinya terasa melayang tidak menapak lantai akibat rasa gugup yang tak kunjung sirna. Ia buru-buru masuk mobil. Menundukkan kepala di kemudi menetralisir hatinya yang bertabuh bertalu-talu. Padahal Egie tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri begitu dekat dengannya, tapi tetap saja sangat menakutkan. "Menikah? Bagaimana ini?" bisiknya dengan nada putus asa. Sejujurnya ia sudah ingin menyerah menghadapi pria kejam itu, sayangnya satu-satunya jalan hanya menikah. Alya memutuskan bertemu dengan Fahira di salah satu rumah makan langganan mereka. Ia pun menceritakan kegelisahan hatinya menindaklanjuti penawaran CEO Starbig. "Apa?! Menikah?! Yang benar saja si Egie itu!" Fahira membelalak tak percaya. "Apa mungkin dia menjebakku?" "Jelas. Sepertinya dia selalu menggunakan cara

  • Hati Untuk Presdir   Menikah Denganku!

    Alya menolak dengan tegas rencana ayahnya untuk segera menikahkah dirinya dengan Aziz. Bukan karena tidak mencintainya, tapi cara sang ayah menikahkan mereka yang ia tidak setujui. Ia ingin menikah dengan cara terhormat, bukan atas dasar kepentingan bisnis semata. Meskipun Aziz pasti akan membantunya, tapi ia tidak ingin pernikahan menjadi dasar dari bantuan itu. Juga, Egie pasti akan melibatkan Aziz dalam masalah mereka, sebab pria kejam itu tidak mengenal belas kasihan. Ia tentu tidak akan membuat Aziz dan keluarganya menderita sama seperti dirinya saat ini. Dan sore itu, Aziz sudah duduk di hadapannya di kantor, pemuda itu segera datang ke kantor Alya setelah mendengar penolakannya dari Abah Nayef."Kenapa kamu menolak pernikahan kita, Al?" tanya Aziz. "Maaf, Ziz. Bukan pernikahan seperti itu yang aku harapkan. Jika kamu mau membantu maka silakan bantu dengan suka rela, jangan libatkan pernikahan dalam urusan bisnis," tegas Alya. "Bukan be

  • Hati Untuk Presdir   Mencari Bantuan

    Alya menatap Hanami dengan pandangan sendu. Baru saja sekretaris pribadinya itu melaporkan tentang penarikan saham dari 50 persen investor dan 25 persen supplier membatalkan kerja sama. Secara otomatis bulan depan mereka akan kehilangan banyak pasokan modal dan barang."Tim sudah mencari tau latar belakang semua itu, mereka mundur atas tekanan dari seseorang. Mereka tidak mengatakan itu siapa, tapi aku yakin pastilah Egie Andirasmaja orangnya." Hanami menambahkan informasi yang dibawanya.Dan seperti yang diprediksi, satu bulan berikutnya, Almanar kehilangan banyak investor dan supplier. Akibat dari penarikan saham dan pembatalan kerja sama, kini mereka memiliki hutang yang sangat besar untuk menutupi biaya pembelian barang. Jumlah barang di gudang dan etalase juga merosot tajam.Alya berdiri dengan gelisah di hadapan dinding kaca. Ia harus membuat sebuah terobosan baru agar bisnisnya terus berkembang. Ia teringat Fahira, sahabat karibnya yang baru pulang beb

  • Hati Untuk Presdir   Pria Pengayom

    Alya kembali ke rumah sakit setelah selesai meeting dengan Starbig. Bayang-bayang sosok Egie yang bersikap sangat dingin dan egois, tidak menerima penjelasannya, dan ancaman kerasnya terus berkelindan di dalam benaknya. Ia yang baru saja menjabat sebagai pimpinan perusahaan sudah harus berurusan dengan perusahaan raksasa seperti Starbig. "Melamun?" Suara seorang pria mengagetkannya. Ia mendongak dan mendapati sebaris wajah tampan dengan senyum paling menawan ditambah tatapan mata teduh menenangkan. Ia membalas dengan senyuman. "Aziz, baru datang?" Bukannya menjawab, ia justru balik bertanya. "Tuh kan, pasti kamu ngelamun makanya nggak liat aku datang. Sudah dari tadi, tapi ketemu Ummi Amel dulu di dalam sekalian liat kondisi Abah." Aziz duduk tiga kursi dari te

  • Hati Untuk Presdir   Negosiasi

    Alya menangis terisak-isak di depan ruang ICU, menyesali perbuatannya yang menyebabkan sang ayah yang baru satu bulan keluar dari rumah sakit, kini harus kembali masuk untuk di rawat lagi.Ummi Amelinda --ibunya-- menyentuh pundaknya yang bergetar hebat akibat isak tangis, mengusap pelan agar sang putri tenang dan bersabar."Duduk dulu, Al. Sabar, Abah pasti baik-baik saja. Kita berdoa semoga kesehatan Abah secepatnya pulih," hibur ibunya."Mi, ini salah Alya. Harusnya Alya diskusikan dulu sama Abi tentang keputusan pengembalian produk itu. Sekarang Abi jadi sakit lagi." Alya masih terus terisak, sang ibu menyusut air matanya dengan jemari lembutnya."Alya nggak salah. Ini semua sudah ditakdirkan sama yang di atas. Kita harus menerimanya dengan ikhlas." Ummi Amelinda menenangkan.Mereka beriringan berjalan menuju ke kursi tunggu tidak jauh dari ruang ICU.Sementara menenangkan, Hanami datang dengan sedikit tergesa. Langkahnya ter

DMCA.com Protection Status