Home / Romansa / Hati Untuk Presdir / Mencari Bantuan

Share

Mencari Bantuan

last update Last Updated: 2021-05-21 10:52:00

Alya menatap Hanami dengan pandangan sendu. Baru saja sekretaris pribadinya itu melaporkan tentang penarikan saham dari 50 persen investor dan 25 persen supplier membatalkan kerja sama. Secara otomatis bulan depan mereka akan kehilangan banyak pasokan modal dan barang. 

"Tim sudah mencari tau latar belakang semua itu, mereka mundur atas tekanan dari seseorang. Mereka tidak mengatakan itu siapa, tapi aku yakin pastilah Egie Andirasmaja orangnya." Hanami menambahkan informasi yang dibawanya.

Dan seperti yang diprediksi, satu bulan berikutnya, Almanar kehilangan banyak investor dan supplier. Akibat dari penarikan saham dan pembatalan kerja sama, kini mereka memiliki hutang yang sangat besar untuk menutupi biaya pembelian barang. Jumlah barang di gudang dan etalase juga merosot tajam.

Alya berdiri dengan gelisah di hadapan dinding kaca. Ia harus membuat sebuah terobosan baru agar bisnisnya terus berkembang. Ia teringat Fahira, sahabat karibnya yang baru pulang beberapa hari lalu dari magister-nya di Virginia yang langsung dilanjutkan dengan umrah. Sahabatnya pasti bisa membantunya karena ayahnya memiliki banyak relasi bisnis dan orang-orang berpengalaman. Ia segera meneleponnya.

"Assalamu'alaikum, Alya, honey bunny, sweety, habibaty." Terdengar jawaban riang Fahira diiringi tawa.

Alya tersenyum geli mendengar kekonyolan ucapan sahabatnya. "Wa'alaikumsalam, kamu di rumah?" 

"Iya di rumah, nih lagi makan sama Miau. Ada apa?" 

"Aku ke situ, ya? Ada yang mau aku omongin," ucap Alya lirih.

"Eleuh-eleuh, bos eta moal tiasa jauh atuh (bos itu nggak boleh jalan jauh). Biar aku yang ke situ," sergah Fahira.

"Apaan sih, tunggu di situ aku langsung OTW, sekalian mau jenguk Miau, udah kangen ih." Alya langsung beranjak sambil tetap memegangi ponsel di telinganya.

Setelah selesai menelepon, ia menghubungi Hanami untuk menginformasikan bahwa dirinya sedang keluar. Lalu bergegas menuju ke mobilnya di area parkir khusus. Setelah menyebutkan alamat tujuannya, Pak Rusdi, sopir pribadinya, segera membawanya ke alamat tersebut.

"Ke rumah Neng Fahira kah, Neng?" tanya Pak Rusdi.

"Iya, Pak. Singgah dulu beli makanan Miau, ya?"

"Baik, Neng."

Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, akhirnya Alya tiba di rumah Fahira. Sahabatnya itu sudah menunggunya di depan rumah dan langsung menghambur ke pelukannya saat ia tiba di teras.

"Alyaaaa!!! I miss you so much (aku sangat merindukanmu)! Kaifahaluki (apa kabarmu)?" Fahira mengeratkan pelukannya.

"Alhamdulillah, bikhair (baik). Anti (kamu) tambah geulis (cantik) aja, Fa. Tambah berisi juga, pasti seneng ya di negeri orang?" seloroh Alya. 

"Iya kah? Hmmm, harus diet nih," tukas Fahira sambil tersenyum.

Alya memperbaiki jilbab Fahira yang miring karena pelukan mereka, lalu mencubit pipi sahabatnya dengan gemas. "Si geulis Fahira," celetuknya.

Mereka lalu masuk ke dalam. Alya mencari-cari Miau yang tidak nongol batang hidungnya. "Miau..., di mana kamu, Nak? Ini Ummi bawain snack!" panggil Alya. Tidak lama kemudian, Miau berlari dan mendekati mereka berdua. Kucing berbulu lebat itu menatap Fahira dan Alya bergantian, mungkin sedang berusaha mengenali Alya.

Alya segera berjongkok di hadapan Miau. "Kamu pasti lupa sama Ummi, kan? Sini biar Ummi gendong, masa kamu lupa sih." Alya segera mengangkat tubuh Miau, tapi kucing itu mengeraskan tubuhnya tidak menerima perlakuan Alya.

"Miauu!" seru kucing itu.

"Dia masih belum terbiasa sama orang baru, kamu kelamaan nggak ke sini jadi Miau lupa," ujar Fahira menengahi.

Alya memberengut, lalu memukul halus hidung Miau. "Kamu tega!" 

Fahira tertawa, lalu mengajak Alya ke taman belakang, tempat mereka dulu sering nongkrong. 

Alya memperhatikan keadaan sekitar, belum banyak berubah. Kolam ikan, air mancur, kursi malas, ayunan pohon, sepeda, semuanya masih sama letaknya dengan dua tahun lalu sewaktu Fahira hendak berangkat melanjutkan studi.

"Emang ada apaan? Kayaknya penting banget." Fahira memulai pembicaraan.

Sebelum Alya membuka suara, ponselnya berbunyi, sebuah pesan masuk dari Hanami.

"Ummi, sepuluh investor menarik saham lagi dan lima supplier memutus kerja sama. Satu supplier sudah mengirimkan pemberitahuan jatuh tempo pembayaran barang." 

Alya menghela napas, lalu membalasnya. "Baik, aku mengerti. Lakukan yang terbaik menurutmu."

"Al?" Fahira menepuk bahu Alya yang masih termenung menatap layar ponselnya yang telah mati.

"Fa, sebenarnya aku lagi ada masalah dengan sebuah perusahaan besar. Kamu tau Starbig, kan?" 

"Nggak terlalu tau, sih, cuma yang aku tau perusahaan besar aja. Emang kenapa sampe bermasalah sama mereka?" Fahira yang tidak tertarik dengan dunia bisnis wajar jika tidak tau, dia lebih tertarik menjadi seorang duta besar atau sejenisnya.

"Waktu itu, aku menerima suplai produk dari mereka. Aku heran aja kenapa perusahaan seperti itu bisa masuk sebagai supplier perusahaanku. Kamu tau sendiri kami selektif dalam menerima produk. Dan benar saja, setelah aku uji, produk-produk mereka mengandung bahan-bahan berbahaya dan sebagiannya dicampur dengan minuman keras...." Alya terus menjelaskan dengan detail seluruh kronologi yang menjadi sumber masalah.

"Abah langsung sakit begitu tau ini. Dan sekarang... sebagian besar investor dan supplier sudah menarik diri, tinggal beberapa yang tersisa. Mereka benar-benar penghisap darah, Fa. Kejam!" Wajah Alya seketika murung, di hadapan sahabat karibnya itu, ia tidak perlu terlihat tegar dan kuat.

"I see. Terus, apa yang bisa aku bantu?" Fahira menggenggam tangan sahabatnya, turut merasakan kesulitan yang tengah menerpanya.

"Aku butuh bantuanmu buat cari investor baru, paling tidak... yang bisa membantu keuangan perusahaanku. Jujur, sekarang keuangan kami hampir minus. Papa kamu pasti punya banyak relasi yang bisa membantu, Fa," ucap Alya penuh harap. 

Ponsel Alya kembali berdering, kali ini telepon dari ibunya. Ia segera mengangkatnya.

"Assalamu'alaikum, Mi," ucapnya dengan suara yang dibuat setenang mungkin. Ia tidak ingin membuat orang tuanya khawatir.

"Wa'alaikumsalam, Al, bisa ke rumah sakit sekarang, Nak? Ada hal penting yang harus kita bicarakan." Suara sang ibu terdengar serius.

"Baik, Mi. Alya ke rumah sakit sekarang." Telepon pun diakhiri. Ia mulai gelisah, khawatir terjadi sesuatu dengan ayahnya. 

"Ada apa?" Fahira juga menjadi khawatir melihat wajah Alya yang berubah menegang.

"Aku harus ke rumah sakit sekarang. Sepertinya ada hal penting yang mau dibicarakan." 

"Biar aku ikut, aku juga mau jenguk Abah," ucap Fahira. Alya mengangguk setuju.

Mereka pun meninggalkan rumah Fahira. Memasuki mobil Alya dan meluncur menuju ke rumah sakit.

Sesampainya di rumah sakit, mereka langsung menemui Bu Amelinda yang sedang bercakap-cakap dengan Abah. Bahkan pria paruh baya itu terlihat segar dan semakin membaik. Alya bernapas lega, kekhawatirannya tidak terjadi. Tapi, apa yang akan orang tuanya bicarakan?

"Assalamu'alaikum, Ummi, Abah," salam Fahira seraya menyalami Bu Amelinda dan menangkupkan kedua tangan kepada Abah. Mereka tersenyum menatap Fahira.

"Kamu sudah pulang dari Virginia?" tanya Bu Amelinda seraya mengelus lengan Fahira.

"Iya, Ummi, baru beberapa hari yang lalu."

Lalu mereka pun terlibat percakapan ringan seputar kepergian dan kepulangan Fahira dari Virginia mengambil gelar magister-nya. 

"Al, Abah dan Umma sudah membicarakan tentang masalah perusahaan kita." Pembicaraan berubah menjadi serius dengan ucapan Bu Amelinda itu. Alya mendengarkan dengan seksama.

"Kalau kita terus bertahan, lama-lama perusahaan kita akan gulung tikar. Dan sekarang tinggal beberapa orang yang masih bertahan menjadi penyokong kita." Abah mengambil alih pembicaraan.

"Jadi, Abah sudah bicara sama Aziz, kalian segera menikah untuk mendapatkan bantuan dana dari orang tua Aziz. Dengan adanya Aziz dan orang tuanya, kita bisa mengembalikan stabilitas perusahaan. Kita tidak bisa membiarkan keterpurukan ini semakin lama," lanjut Abah.

Related chapters

  • Hati Untuk Presdir   Menikah Denganku!

    Alya menolak dengan tegas rencana ayahnya untuk segera menikahkah dirinya dengan Aziz. Bukan karena tidak mencintainya, tapi cara sang ayah menikahkan mereka yang ia tidak setujui. Ia ingin menikah dengan cara terhormat, bukan atas dasar kepentingan bisnis semata. Meskipun Aziz pasti akan membantunya, tapi ia tidak ingin pernikahan menjadi dasar dari bantuan itu. Juga, Egie pasti akan melibatkan Aziz dalam masalah mereka, sebab pria kejam itu tidak mengenal belas kasihan. Ia tentu tidak akan membuat Aziz dan keluarganya menderita sama seperti dirinya saat ini. Dan sore itu, Aziz sudah duduk di hadapannya di kantor, pemuda itu segera datang ke kantor Alya setelah mendengar penolakannya dari Abah Nayef."Kenapa kamu menolak pernikahan kita, Al?" tanya Aziz. "Maaf, Ziz. Bukan pernikahan seperti itu yang aku harapkan. Jika kamu mau membantu maka silakan bantu dengan suka rela, jangan libatkan pernikahan dalam urusan bisnis," tegas Alya. "Bukan be

    Last Updated : 2021-07-12
  • Hati Untuk Presdir   Senja Kelabu

    Alya berjalan dengan tergesa menyusuri koridor kantor Starbig meninggalkan ruangan Egie. Kejadian di dalam ruangan itu masih terekam jelas dalam otaknya. Bahkan kakinya terasa melayang tidak menapak lantai akibat rasa gugup yang tak kunjung sirna. Ia buru-buru masuk mobil. Menundukkan kepala di kemudi menetralisir hatinya yang bertabuh bertalu-talu. Padahal Egie tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri begitu dekat dengannya, tapi tetap saja sangat menakutkan. "Menikah? Bagaimana ini?" bisiknya dengan nada putus asa. Sejujurnya ia sudah ingin menyerah menghadapi pria kejam itu, sayangnya satu-satunya jalan hanya menikah. Alya memutuskan bertemu dengan Fahira di salah satu rumah makan langganan mereka. Ia pun menceritakan kegelisahan hatinya menindaklanjuti penawaran CEO Starbig. "Apa?! Menikah?! Yang benar saja si Egie itu!" Fahira membelalak tak percaya. "Apa mungkin dia menjebakku?" "Jelas. Sepertinya dia selalu menggunakan cara

    Last Updated : 2021-07-28
  • Hati Untuk Presdir   Lamaran

    "Aziz, pergi dari sini sekarang!" seru Alya. Baru kali ini ia berbicara dengan nada tinggi seperti itu. "Al...!" "Pergi! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah ini!" seru Alya lagi memotong ucapan Aziz. Aziz menatap tajam bola mata Egie dengan sorot penuh kebencian. Sementara Egie hanya berdiri dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Aziz mendengus, lalu keluar ruangan sambil menabrakkan sebelah bahunya ke bahu Egie. "Heh, berani melawanku? Bersiap gulung tikar!" desis Egie tersenyum sinis. Ia menepuk-nepuk bahunya yang bersentuhan dengan Aziz, seolah ada debu atau kotoran yang melekat di sana. Alya terdiam, membuang pandangan ke luar jendela. Terus terang ia amat sangat membenci Egie. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menuruti semua kemauannya. Aroma parfum pemuda itu yang memenuhi ruangannya membuatnya semakin muak. "Kau tidak menyambutku, tidak juga menyuruhku duduk?" Egie menarik kursi, la

    Last Updated : 2021-07-29
  • Hati Untuk Presdir   Menjadi Nyonya Egie

    Tepat satu pekan setelah acara lamaran singkat tempo hari, acara pernikahan dilaksanakan di rumah Alya dengan sederhana. Bahkan setelah acara usai, Egie langsung memboyong Alya ke kediamannya. Rumah itu berada di puncak, vila lebih tepatnya. Sebuah bangunan mewah bergaya modern namun tetap mengusung tema natural. Alya belum sempat menikmati keindahan tempat itu karena Egie terus berjalan cepat masuk ke dalam rumah, lalu terus lagi berjalan hingga sampai di sebuah kamar. "Ini rumah khusus untukmu. Lakukan apa saja yang kamu inginkan di sini. Jangan coba-coba untuk kabur atau membuat makar, aku tidak akan berbelas kasihan." Egie berdiri di pintu kamar dengan tatapan tajam dan dingin, tatapan yang membuat Alya semakin membencinya. "Baik, aku mengerti." Dengan menunduk Alya menjawab.Egie masuk, mendekat ke arah istri barunya. Tubuh Alya menegang, jantungnya bertabuh sangat kencang, bahkan ia yakin Egie dapat mendengar detak jantungnya. Ia sang

    Last Updated : 2021-07-31
  • Hati Untuk Presdir   Horrible Nightmare

    Alya memindahkan duduknya menjadi lebih dekat pada Egie, tapi masih ada jarak sekitar satu meter di antara mereka. Ia benar-benar tidak punya ide hendak melakukan apa, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah memilin ujung jilbabnya dan meremas-remas jemarinya. Sementara Egie hanya diam, asyik sendiri dengan ponselnya. Sepertinya dia sangat sibuk karena begitu serius menatap layarnya, terkadang keningnya berkerut-kerut, terkadang mengangguk-angguk, tetapi tak ada satu pun senyuman terukir di sana. 'Apa sebaiknya aku buatkan minuman?' Alya membatin, rasanya sangat menegangkan terus menerus duduk di dekat Egie, hingga otot-ototnya terasa kaku. "M-maaf, Tuan, mungkin Anda ingin minum yang hangat? Teh, kopi, capuccino, atau...?" tanya Alya dengan suara pelan, khawatir membuat pria di sebelahnya itu murka. Beberapa saat Egie masih belum merespon, masih sibuk mengetik di layar ponsel. Lalu menoleh, melayangkan tatapan tajam dan dingin membuat siapa sa

    Last Updated : 2021-08-01
  • Hati Untuk Presdir   The First Night

    Alya tidak pernah berpikir bahwa malam pertama akan sangat menegangkan. Merasakan sebuah ciuman hangat di pipi, bibir, dan telinga. Semua itu... begitu mengejutkan dan... menggelikan. Ia bahkan tidak bisa bergerak, tubuhnya membeku seperti es batu baru saja keluar dari freezer, super dingin. Tapi Egie yang sudah berpengalaman tentu tidak akan membiarkan suasana sekaku itu. Ia tahu di mana seharusnya memancing wanita agar bisa mencair dan hanyut bersamanya. Dan kepolosan Alya membuatnya bangga dan merasa terhormat, bahwa dialah satu-satunya pria yang menyentuh tubuhnya. Perlakuan Egie yang lembut dan hangat, membuat Alya melupakan sikap dingin dan kejamnya. Ia mulai terhanyut bersama sapuan halus menggelitik di dalam mulutnya yang baru saja bisa membuka. Matanya telah terpejam melarut bersama sentuhan jemari kokoh yang menelusup masuk di balik gaun tidurnya. Ah, apa ini mimpi? Alya masih belum mempercayai kenyataan manis yang sedang dialaminya. Hingga akhirnya

    Last Updated : 2021-08-02
  • Hati Untuk Presdir   Menolak Produk Baru

    Alya masih mengamati sampel produk yang dikirimkan anak buahnya. Kemarin masuk barang sangat banyak dari supplier baru. Ia mengambil sebungkus milk shake dan mengamatinya dengan seksama, di sana tertulis kode X-B017. Lalu berpindah mengamati supplier produk tersebut, tertulis Starbig Foods."Tolong cari informasi tentang Starbig Foods sekarang juga!" perintah Alya, wajahnya merah padam melihat produk yang terdapat campuran barang haram di dalamnya. X-B adalah kode produk yang mengandung minuman keras dalam komposisi bahan.Tidak lama kemudian, seorang anak buah membawa sebuah dokumen di tangannya dan diserahkan kepada Alya."Starbig Foods adalah salah satu anak perusahaan Starbig Group, khusus memproduksi makanan. Mereka salah satu perusahaan manufaktur besar yang sudah mendunia," papar pria yang mengantar dokumen tadi."Mereka yang beberapa bulan lalu mengajukan kerja sama dan Abah Nayef yang menandatangani kontraknya," imbuh seorang pria di sebelahnya.

    Last Updated : 2021-05-19
  • Hati Untuk Presdir   Hancurkan Perusahaannya!

    Sementara itu, Egie baru saja menerima surat pengembalian barang dari Almanar Group yang dibawa oleh asisten pribadinya, Tommy. Sejenak ia membaca, wajahnya segera berubah merah padam dengan tangan terkepal. Selama ini, tidak ada seorang pun yang berani membuat setitik kesalahan padanya, apalagi sampai mengembalikan produk yang telah ia kirimkan. Harga dirinya seketika terasa terinjak jatuh ke dasar jurang. Dan yang lebih menggeramkan adalah perbuatan itu dilakukan oleh seorang wanita.Brak!Ia menggebrak mejanya dengan keras. Tommy mengkerut di hadapannya, takut kemarahan bosnya berimbas padanya. Sudah menjadi santapan harian Tommy menerima pelampiasan kemarahan dari Egie."Berani sekali perempuan itu menghinaku!!!" teriak Egie penuh amarah. "Cari informasi tentang dia sekarang juga!" serunya lagi.Tommy segera menuju ke ruangannya untuk melaksanakan tugas dari bosnya. Egie tidak pernah bisa menolerir kesalahan sedikit pun, meskipun itu dirinya yang notabene

    Last Updated : 2021-05-20

Latest chapter

  • Hati Untuk Presdir   The First Night

    Alya tidak pernah berpikir bahwa malam pertama akan sangat menegangkan. Merasakan sebuah ciuman hangat di pipi, bibir, dan telinga. Semua itu... begitu mengejutkan dan... menggelikan. Ia bahkan tidak bisa bergerak, tubuhnya membeku seperti es batu baru saja keluar dari freezer, super dingin. Tapi Egie yang sudah berpengalaman tentu tidak akan membiarkan suasana sekaku itu. Ia tahu di mana seharusnya memancing wanita agar bisa mencair dan hanyut bersamanya. Dan kepolosan Alya membuatnya bangga dan merasa terhormat, bahwa dialah satu-satunya pria yang menyentuh tubuhnya. Perlakuan Egie yang lembut dan hangat, membuat Alya melupakan sikap dingin dan kejamnya. Ia mulai terhanyut bersama sapuan halus menggelitik di dalam mulutnya yang baru saja bisa membuka. Matanya telah terpejam melarut bersama sentuhan jemari kokoh yang menelusup masuk di balik gaun tidurnya. Ah, apa ini mimpi? Alya masih belum mempercayai kenyataan manis yang sedang dialaminya. Hingga akhirnya

  • Hati Untuk Presdir   Horrible Nightmare

    Alya memindahkan duduknya menjadi lebih dekat pada Egie, tapi masih ada jarak sekitar satu meter di antara mereka. Ia benar-benar tidak punya ide hendak melakukan apa, satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah memilin ujung jilbabnya dan meremas-remas jemarinya. Sementara Egie hanya diam, asyik sendiri dengan ponselnya. Sepertinya dia sangat sibuk karena begitu serius menatap layarnya, terkadang keningnya berkerut-kerut, terkadang mengangguk-angguk, tetapi tak ada satu pun senyuman terukir di sana. 'Apa sebaiknya aku buatkan minuman?' Alya membatin, rasanya sangat menegangkan terus menerus duduk di dekat Egie, hingga otot-ototnya terasa kaku. "M-maaf, Tuan, mungkin Anda ingin minum yang hangat? Teh, kopi, capuccino, atau...?" tanya Alya dengan suara pelan, khawatir membuat pria di sebelahnya itu murka. Beberapa saat Egie masih belum merespon, masih sibuk mengetik di layar ponsel. Lalu menoleh, melayangkan tatapan tajam dan dingin membuat siapa sa

  • Hati Untuk Presdir   Menjadi Nyonya Egie

    Tepat satu pekan setelah acara lamaran singkat tempo hari, acara pernikahan dilaksanakan di rumah Alya dengan sederhana. Bahkan setelah acara usai, Egie langsung memboyong Alya ke kediamannya. Rumah itu berada di puncak, vila lebih tepatnya. Sebuah bangunan mewah bergaya modern namun tetap mengusung tema natural. Alya belum sempat menikmati keindahan tempat itu karena Egie terus berjalan cepat masuk ke dalam rumah, lalu terus lagi berjalan hingga sampai di sebuah kamar. "Ini rumah khusus untukmu. Lakukan apa saja yang kamu inginkan di sini. Jangan coba-coba untuk kabur atau membuat makar, aku tidak akan berbelas kasihan." Egie berdiri di pintu kamar dengan tatapan tajam dan dingin, tatapan yang membuat Alya semakin membencinya. "Baik, aku mengerti." Dengan menunduk Alya menjawab.Egie masuk, mendekat ke arah istri barunya. Tubuh Alya menegang, jantungnya bertabuh sangat kencang, bahkan ia yakin Egie dapat mendengar detak jantungnya. Ia sang

  • Hati Untuk Presdir   Lamaran

    "Aziz, pergi dari sini sekarang!" seru Alya. Baru kali ini ia berbicara dengan nada tinggi seperti itu. "Al...!" "Pergi! Aku tidak ingin melibatkanmu dalam masalah ini!" seru Alya lagi memotong ucapan Aziz. Aziz menatap tajam bola mata Egie dengan sorot penuh kebencian. Sementara Egie hanya berdiri dengan santai sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Aziz mendengus, lalu keluar ruangan sambil menabrakkan sebelah bahunya ke bahu Egie. "Heh, berani melawanku? Bersiap gulung tikar!" desis Egie tersenyum sinis. Ia menepuk-nepuk bahunya yang bersentuhan dengan Aziz, seolah ada debu atau kotoran yang melekat di sana. Alya terdiam, membuang pandangan ke luar jendela. Terus terang ia amat sangat membenci Egie. Tapi tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menuruti semua kemauannya. Aroma parfum pemuda itu yang memenuhi ruangannya membuatnya semakin muak. "Kau tidak menyambutku, tidak juga menyuruhku duduk?" Egie menarik kursi, la

  • Hati Untuk Presdir   Senja Kelabu

    Alya berjalan dengan tergesa menyusuri koridor kantor Starbig meninggalkan ruangan Egie. Kejadian di dalam ruangan itu masih terekam jelas dalam otaknya. Bahkan kakinya terasa melayang tidak menapak lantai akibat rasa gugup yang tak kunjung sirna. Ia buru-buru masuk mobil. Menundukkan kepala di kemudi menetralisir hatinya yang bertabuh bertalu-talu. Padahal Egie tidak melakukan apa-apa, hanya berdiri begitu dekat dengannya, tapi tetap saja sangat menakutkan. "Menikah? Bagaimana ini?" bisiknya dengan nada putus asa. Sejujurnya ia sudah ingin menyerah menghadapi pria kejam itu, sayangnya satu-satunya jalan hanya menikah. Alya memutuskan bertemu dengan Fahira di salah satu rumah makan langganan mereka. Ia pun menceritakan kegelisahan hatinya menindaklanjuti penawaran CEO Starbig. "Apa?! Menikah?! Yang benar saja si Egie itu!" Fahira membelalak tak percaya. "Apa mungkin dia menjebakku?" "Jelas. Sepertinya dia selalu menggunakan cara

  • Hati Untuk Presdir   Menikah Denganku!

    Alya menolak dengan tegas rencana ayahnya untuk segera menikahkah dirinya dengan Aziz. Bukan karena tidak mencintainya, tapi cara sang ayah menikahkan mereka yang ia tidak setujui. Ia ingin menikah dengan cara terhormat, bukan atas dasar kepentingan bisnis semata. Meskipun Aziz pasti akan membantunya, tapi ia tidak ingin pernikahan menjadi dasar dari bantuan itu. Juga, Egie pasti akan melibatkan Aziz dalam masalah mereka, sebab pria kejam itu tidak mengenal belas kasihan. Ia tentu tidak akan membuat Aziz dan keluarganya menderita sama seperti dirinya saat ini. Dan sore itu, Aziz sudah duduk di hadapannya di kantor, pemuda itu segera datang ke kantor Alya setelah mendengar penolakannya dari Abah Nayef."Kenapa kamu menolak pernikahan kita, Al?" tanya Aziz. "Maaf, Ziz. Bukan pernikahan seperti itu yang aku harapkan. Jika kamu mau membantu maka silakan bantu dengan suka rela, jangan libatkan pernikahan dalam urusan bisnis," tegas Alya. "Bukan be

  • Hati Untuk Presdir   Mencari Bantuan

    Alya menatap Hanami dengan pandangan sendu. Baru saja sekretaris pribadinya itu melaporkan tentang penarikan saham dari 50 persen investor dan 25 persen supplier membatalkan kerja sama. Secara otomatis bulan depan mereka akan kehilangan banyak pasokan modal dan barang."Tim sudah mencari tau latar belakang semua itu, mereka mundur atas tekanan dari seseorang. Mereka tidak mengatakan itu siapa, tapi aku yakin pastilah Egie Andirasmaja orangnya." Hanami menambahkan informasi yang dibawanya.Dan seperti yang diprediksi, satu bulan berikutnya, Almanar kehilangan banyak investor dan supplier. Akibat dari penarikan saham dan pembatalan kerja sama, kini mereka memiliki hutang yang sangat besar untuk menutupi biaya pembelian barang. Jumlah barang di gudang dan etalase juga merosot tajam.Alya berdiri dengan gelisah di hadapan dinding kaca. Ia harus membuat sebuah terobosan baru agar bisnisnya terus berkembang. Ia teringat Fahira, sahabat karibnya yang baru pulang beb

  • Hati Untuk Presdir   Pria Pengayom

    Alya kembali ke rumah sakit setelah selesai meeting dengan Starbig. Bayang-bayang sosok Egie yang bersikap sangat dingin dan egois, tidak menerima penjelasannya, dan ancaman kerasnya terus berkelindan di dalam benaknya. Ia yang baru saja menjabat sebagai pimpinan perusahaan sudah harus berurusan dengan perusahaan raksasa seperti Starbig. "Melamun?" Suara seorang pria mengagetkannya. Ia mendongak dan mendapati sebaris wajah tampan dengan senyum paling menawan ditambah tatapan mata teduh menenangkan. Ia membalas dengan senyuman. "Aziz, baru datang?" Bukannya menjawab, ia justru balik bertanya. "Tuh kan, pasti kamu ngelamun makanya nggak liat aku datang. Sudah dari tadi, tapi ketemu Ummi Amel dulu di dalam sekalian liat kondisi Abah." Aziz duduk tiga kursi dari te

  • Hati Untuk Presdir   Negosiasi

    Alya menangis terisak-isak di depan ruang ICU, menyesali perbuatannya yang menyebabkan sang ayah yang baru satu bulan keluar dari rumah sakit, kini harus kembali masuk untuk di rawat lagi.Ummi Amelinda --ibunya-- menyentuh pundaknya yang bergetar hebat akibat isak tangis, mengusap pelan agar sang putri tenang dan bersabar."Duduk dulu, Al. Sabar, Abah pasti baik-baik saja. Kita berdoa semoga kesehatan Abah secepatnya pulih," hibur ibunya."Mi, ini salah Alya. Harusnya Alya diskusikan dulu sama Abi tentang keputusan pengembalian produk itu. Sekarang Abi jadi sakit lagi." Alya masih terus terisak, sang ibu menyusut air matanya dengan jemari lembutnya."Alya nggak salah. Ini semua sudah ditakdirkan sama yang di atas. Kita harus menerimanya dengan ikhlas." Ummi Amelinda menenangkan.Mereka beriringan berjalan menuju ke kursi tunggu tidak jauh dari ruang ICU.Sementara menenangkan, Hanami datang dengan sedikit tergesa. Langkahnya ter

DMCA.com Protection Status