Beranda / Urban / Hasrat sang Konsultan Idaman / Bab 1. Awal Yang Kelam

Share

Hasrat sang Konsultan Idaman
Hasrat sang Konsultan Idaman
Penulis: BayS

Bab 1. Awal Yang Kelam

Penulis: BayS
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-01 09:50:59

Klaghk!

“Aiihh..! Brengsek kau..!” seru terkejut marah seseorang di dalam kamar toilet. Saat seorang OB membuka begitu saja pintu kamar toilet itu.

“Hahh..! Ma-maaf Bu Devi..!” Klekh!

Bimo berseru terkejut bukan main, saat sepasang matanya melihat tubuh mulus setengah polos Devi, yang juga nampak buru-buru menarik celana bahannya ke atas.

Namun tentu saja Bimo sempat melihat sepasang paha jenjang mulus, dan juga belahan belakang yang menonjol kencang menggoda milik Devi tadi.

Cepat Bimo menutup kembali pintu kamar toilet itu dan melepas kedua earphone dari telinganya.

Ya, karena mendengarkan musik di earphone itulah, telinganya jadi tak peka mendengar suara seseorang di dalam kamar toilet itu.

“Celakalah aku..!” desis lirih Bimo dengan wajah panik dan cemas. Namun dia merasa harus tetap menanti Devi di luar kamar toilet, untuk menjelaskan kejadian yang tak disengaja itu.

Klekh!

Akhirnya Devi pun keluar dari kamar toilet itu dengan sepasang mata berkilat marah menatap Bimo.

“Bimo..! Apakah kau tuli dan tak mendengar desiran air di dalam kamar toilet ini..?! Atau kau memang sengaja ingin mengintipku..?!” seru tajam Devi, dengan wajah memerah marah sekaligus menahan rasa malunya.

“M-maaf Bu Devi. Ini memang kesalahan Bimo, karena biasanya tak pernah ada karyawan yang datang sepagi ini. Maaf Bu Devi,” ucap gugup Bimo dengan wajah tertunduk gelisah.

“Salah..! Apapun yang terjadi, kau harus selalu awas dan profesional dalam bekerja! Kulihat kau tadi memakai earphone Bimo! Kutunggu kau nanti di ruanganku, pada jam istirahat siang Bimo!” seru jengkel Devi, seraya bergegas melangkah keluar dari ruang toilet wanita itu.

“Baik, Bu Devi,” sahut Bimo resah.

Dan Bimo pun melanjutkan tugasnya membersihkan ruang toilet itu, tentu saja dengan hati yang tak tenang dan penuh kecemasan.

Karena Devi adalah wanita tercantik dan merupakan salah satu staf manajer di perusahaan itu. Bahkan diam-diam Bimo menyimpan rasa suka pada Devi!

Namun kali ini Bimo merasa pasti, jika dia akan mendapatkan sanksi dari Devi atas kejadian barusan.

Usai membersihkan ruang toilet, Bimo pun bergegas menuju ke arah dapur kantor. Bimo berjalan dengan pikiran setengah melamunkan kejadiannya dengan Devi tadi. Hingga di tikungan lorong menuju dapur...

Brughk!

Bimo bertabrakkan dengan dua sosok OB wanita, yang tengah berbelok ke arah berlawanan dengannya. Hal yang mengakibatkan seorang OB wanita terdorong kesamping, hingga menabrak dinding lorong.

“Ahh..! Sialan kau Bimo..! Kalau jalan pakai mata dong! Bahu kiriku sakit nih!” maki Wanti yang menabrak dinding itu, seraya mendelik kesal pada Bimo.

“Tahu nih Bimo! Kerjaannya bikin kasus saja setiap hari! Dasar gay..!” seru memaki Tia, rekan OB yang tengah jalan bersama Wanti.

“Ehh! M-maaf Wanti, Tia. Aku benar-benar tak sengaja!” seru kaget Bimo, seraya minta maaf.

“Maaf sih maaf Bimo..! Tapi karena bahuku sakit begini, tugasku cuci piring siang ini harus kau gantikan lho! Kalau tidak akan kulaporkan pada kepala OB, kau yang telah menyebabkan bahuku sakit!” seru marah Wanti, seraya meringis memegangi bahu kirinya.

“Ahh! J-jangan..! B-baik Wanti. Biar aku yang akan mencuci piring siang ini!” sentak Bimo panik.

“Benar ya Bimo! Awas kalau kau tak mengerjakannya nanti!” ancam Wanti, seraya menunjuk Bimo dan agak memajukan dadanya yang mencuat. Seolah menantang Bimo berkelahi.

“Iya Wanti,” sahut Bimo cepat, seraya meneruskan langkahnya ke arah dapur kantor.

“Sstthh! Kau lihat kan Tia, betapa tololnya si Bimo itu. Hihihii..!” bisik Wanti, seraya mengejek Bimo dan tertawa geli.

“Hihihi! Tentu saja Wanti. Sebenarnya kau tak benar-benar sakit bahu kan..?” sahut Tia ikut tertawa geli.

Ya, sesungguhnya si Wanti inilah yang menghembuskan rumor, bahwa Bimo adalah seorang gay. Hal yang dilakukannya untuk melampiaskan rasa marah, kecewa, dan kebenciannya pada Bimo. Karena Bimo pernah menolak pernyataan cintanya!

Siang itu Bimo tengah sibuk mencuci piring dan menatanya di rak dapur kantor. Tak ada seorang OB pun yang mendekat, apalagi mau ikut membantu pekerjaannya itu.

Dan di tengah kesibukkan yang dilakukan Bimo sambil melamunkan nasib pahit dirinya itu. Tiba-tiba..

Braakh!

“Bimo..! Apakah kau tuli..?! Sialan!” hardik marah Luki sang kepala OB, sambil menggebrak sisi dinding ruangan dapur.

“Hahh..!” Praanng!

Bimo tersentak kaget dari lamunannya, dan tak sengaja beberapa piring yang hendak di tatanya pun jatuh pecah berkeping di lantai dapur.

“Wahh! Celaka kau Bimo..! Itu kan piring-piring khusus para staf perusahaan ini! Kau harus menggantinya dengan potongan uang gajimu nanti!” seru terkejut dan marah Luki, melihat beberapa piring mahal yang pecah di lantai.

“Ahh! M-maaf Kak Luki! Aku benar-benar kaget dan tak sengaja..!” seru gugup Bimo dengan wajah cemas dan panik.

“Sudahlah! Cepat sana kau ke ruangan Bu Devi..! Kau disuruh menghadapnya! Tapi soal piring pecah ini tetap harus kautanggung dengan potongan gajimu bulan ini!” seru Luki kesal.

“Baik Kak,” sahut Bimo lemas, seraya bergegas menuju ke ruangan Devi.

Tok, tok, tok!

Dengan dada berdebar tegang, Bimo pun mengetuk pintu ruang kerja Devi di lantai dua.

“Masuklah..!” terdengar seruan Devi dalam dalam ruangan.

Klekh!

“Selamat siang Bu Devi,” ucap Bimo, setelah dia membuka pintu ruangan itu.

“Masuk dan duduklah Bimo! Aku hanya akan bicara singkat saja padamu!” seru tajam Devi, dengan wajah yang berubah dingin seketika.

Namun di mata Bimo, Devi tetaplah cantik dalam keadaan marah sekalipun. Dengan hidungnya yang meruncing, alis agak tebal, lesung pipit tipis, serta bibir yang selalu merekah basah.

Dan cetakkan buah dada yang kencang di balik pakaian kerja Devi sungguh mengundang. Bimo kerap mengira-ngira bentuk polos dua gunung perawan itu dalam fantasinya di kamar kostnya. Sungguh sempurna!

Hal yang masih dtambah dengan rambut hitam tebal berombak sebahu, yang tergerai lepas menguarkan aroma semerbak. Sungguh sensual. Tak salah jika Devi di nobatkan sebagai wanita tercantik di kantor itu!

Bimo pun duduk dengan wajah tegang, cemas, dan hati berdebar tegang, bak terdakwa yang tengah menanti vonis dari sang hakim.

“Bimo! Aku akan mengajukan peringatan keras pada Kepala Personalia, terkait kelakuanmu tadi pagi! Aku tak akan memintanya untuk memecatmu Bimo! Tapi sekali lagi kau berbuat kesalahan, maka tak ada ampun lagi bagimu Bimo! Kau paham Bimo..?!” ucap Devi tegas dan tak terbantahkan.

“Paham Bu Devi,” sahut Bimo. Ada sedikit rasa lega di hatinya, karena Bimo menyangka tadinya dia akan dipecat dari pekerjaannya.

“Baik! Kau boleh keluar sekarang!” seru tajam Devi.

“Baik Bu Devi. Permisi,” ucap sopan Bimo, seraya beranjak keluar dari ruangan itu dengan lemas.

Di perjalanan pulang menuju kostnya, Bimo masih menatap jendela angkot dengan nanar.

Sepanjang hidupnya, ia tak pernah sekalipun merasakan keberuntungan. Bahkan sekarang, ia berada di ujung tanduk pekerjaannya setelah menyinggung bu Devi!

Bimo bahkan merasa hidupnya, pun sampai kelak ia meninggal, hanya akan diisi oleh kesialan-kesialan yang membabibuta!

“Jika hidupku sesial ini, buat apa hidup?” sesal Bimo pelan ketika sampai di depan pintu kamarnya.

Namun, tiba-tiba netranya mendapati sebuah cahaya merah di dalam kamarnya lewat jendela.

“Kebakaran?!”

Bimo langsung merangsek masuk, namun tiba-tiba kamarnya itu seperti meledak dan menguarkan cahaya merah!

Bimo pun tersungkur, namun tiba-tiba matanya menatap sumber cahaya merah terang itu, sebuah kotak kayu yang selama ini terlupakan dan teronggok di meja kosnya.

‘Kotak jati ukir itu, mungkinkah?!’ kejut hati Bimo.

Bab terkait

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 2. Kotak Warisan Leluhur

    Bimo pun menghampiri kotak jati warisan itu dan langsung menjamahnya. “Ahks..!” Bimo berseru terkejut, saat merasakan tangannya bagai terkena setrum dan di jalari oleh ribuan semut.Namun sekuat tenaga Bimo bertahan tetap memegang erat kotak jati ukir itu. Hingga akhirnya hawa hangat bercampur dengan hawa sejuk yang menenangkan, terasa menggantikan rasa mengejutkan itu.‘Aku hampir saja lupa dengan kotak warisan leluhur warisan Kakek! Tak ada jalan lain lagi! Aku akan memakai warisan ilmu leluhurku ini! Tak peduli apapun resikonya..!’ batin Bimo bertekad.Klagh! Clapsh..!Bimo langsung membuka kotak jati ukir seukuran kotak sepatu itu, dan seberkas cahaya merah terang pun langsung memancar dari dalam kotak itu.Aroma kayu akar wangi dan cendana pun seketika menguar semerbak, di dalam kamar Bimo. Sungguh menebarkan hawa mistis yang kental, namun damai dan menenangkan bagi Bimo.Nampak sebuah benda bulat sebesar kelereng yang berpijar merah terang, berada di tengah sampul kitab tebal y

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 3. Sanksi Dan Kejutan

    “Masuk..!” seru Budi dari dalam ruang kerjanya, setelah Bimo mengetuk pintu ruangan itu.“Selamat Pagi Pak Budi. Bapak memanggil saya?” ucap Bimo sopan.“Duduklah Bimo! Ada peringatan yang harus kaudengar dan perhatikan baik-baik!” ucap tegas Budi, dengan tatapan tajam ke arah Bimo.“Bimo! Aku mendapat laporan dari Bu Devi, tentang perilakumu yang ceroboh dan tak senonoh dalam bekerja! Karenanya aku langsung memberikan peringatan kedua padamu!”“Ahh! Langsung peringatan kedua Pak Budi..?” desah tegang Bimo bertanya.“Ya! Dan kau tahu artinya peringatan kedua itu Bimo..?! Sekali lagi kau membuat kesalahan, maka tak ada pilihan lain selain kau dipecat dan keluar dari kantor ini! Paham Bimo..?!”“Paham Pak Budi,” sahut Bimo, seraya memberanikan diri balas menatap wajah kepala personalia itu. Dan sebuah lintasan tentang Budi pun langsung tergambar jelas di benak Bimo.“Ahh..!” seru Bimo tanpa sadar. Hal yang tentu saja mengejutkan bagi Budi, pria berumur 39 tahun itu.“Kenapa kau terkejut

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 4. Tulah Dan Perkenalan

    Pertanyaan bernada sindiran dan juga senyum mengejek, nampak jelas di wajah para rekan OBnya itu.“Aman..!” seru Bimo seraya tersenyum, untuk membuat keki para rekan OB yang pastinya berharap dia celaka bahkan dipecat itu.“Kalau begitu, sekarang cepat kau bersihkan ruang toilet lalu pel lorong lantai 2 sekalian..!” seru Luki dengan nada kesal dan wajah tak senang.“Lho? Bukankah tugas mengepel lantai 2 adalah tugas Paul, Kak Luki..?” ujar Bimo heran dan bernada protes.“Ya, hari ini kau yang mengerjakannya Bimo! Karena aku dan Paul akan keluar untuk membeli perlengkapan logistik! Kerjakan saja, jangan banyak tanya!” seru Luki bertambah kesal.“Banyak omong kau Bimo! Hihh..!” Blaakh! Paul ikut memaki marah, seraya menyepak betis Bimo. Karena dia merasa cemas tak jadi di ajak Luki keluar kantor, dan urung mendapatkan uang lebihan belanja.“Aihh..!” seru kaget semua rekan OB di ruangan itu, saat mendengar kerasnya suara sepakkan kaki Paul membentur betis kaki Bimo.Namun Bimo sendiri tak

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-02
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 5. Lelah Dan Mimpi

    “Hei..! K-kenapa Bimo..?!” seru heran dan terkejut Lidya.“Ada apa Bimo..?!” seru Rindy yang ikut merasa kaget dan heran melihat sikap Bimo.“Mbak Lidya. Apakah ada rekan pria sekantor Mbak Lidya yang mengendarai Rubicon hitam dan mengenakan jam Rolex..?” tanya Bimo dengan wajah serius.“Heii..! Bagaimana kau bisa mengenali Rudy manajer pemasaran di perusahaanku Bimo..?! Apakah kau pernah bertemu dengannya..?” sentak terkejut Lidya, mendengar ciri-ciri Rudy disebutkan dengan tepat oleh Bimo.“Sama sekali aku tak pernah bertemu dengannya Mbak Lidya. Hanya saja sebaiknya Mbak Lidya berhati-hati dengan orang itu. Apakah dia tadi memberikan sesuatu pada Mbak Lidya..?” ujar Bimo tenang, seraya bertanya.“Hahh..! Rudy memang memberikan parfum untukku tadi siang Bimo. Katanya itu hadiah dari temannya yang baru kembali dari Paris. Memangnya ada apa dengan parfum itu Bimo..?” seru heran Lidya lagi, merasa takjub dengan ketepatan terawangan Bimo.“Bisa kulihat parfum yang diberikan si Rudy itu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 6. Ungkapan Rindy

    'Heii..! Siapa Devi itu..?!' sentak penasaran batin sang penyelinap itu. Perlahan dia menghampiri ranjang tempat Bimo terbaring pulas. Perlahan dengan dada berdebar sosok penyelinap itu menatapi sosok Bimo, yang diam-diam telah lama mencuri hati dan menjadi obyek fantasinya. Ya, sosok itu adalah Rindy, sang pemilik kost! Malam itu usai Lidya pulang ke rumahnya, tiba-tiba saja Rindy merasa harus menuntaskan keinginan yang telah lama direncanakannya. Memiliki anak dari benih Bimo! Bahkan Rindy sudah mempersiapkan sebuah rumah di desa. Yang disiapkan untuk ditinggalinya, jika dia hamil dari benih Bimo nantinya. Dan dia akan kembali ke Kajarta setelah anaknya dilahirkan. Sementara dalam tidurnya, Bimo tiba-tiba saja bermimpi berada dalam ruangan Devi. Dalam mimpinya itu, Devi menyatakan rasa cintanya pada Bimo, dan tentu saja Bimo menerimanya. Bimo heran dengan keagresifan Devi dalam mimpinya itu, karena Devi dengan lincahnya membuka bajunya, sleetingnya, dan juga memelorotkan celan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 7. KESEPAKATAN RAHASIA

    "Bimo..! Kemarilah cepat..!" seru Luki memanggil dari arah pintu utara gedung kantor. Bimo pun bergegas menghampiri seniornya itu. "Ada apa Kak Luki..?" "Bimo, kau harus menjenguk Paul di klinik sebelah kantor secepatnya. Paul terus memanggil-manggil namamu sejak semalam. Sepertinya dia ingin bertemu denganmu!" seru Luki kesal. Karena sebenarnya dia enggan dan malas mengabarkan hal itu pada Bimo. 'Entah apa hubungannya Bimo dengan penyakitmu Paul', batin Luki bingung. "Baik Kak Luki. Aku akan menemuinya di klinik sebelah setelah berganti pakaian," sahut Bimo, seraya beranjak hendak masuk ke gedung kantor. "Baik! Cepatlah Bimo!" seru Luki lagi. Akhirnya usai berganti dengan pakaian kerjanya, Bimo pun langsung keluar kantor dan menuju ke klinik 24 jam yang berada di sebelah kantornya itu. Nampak Wanti, Tia, Dino, serta rekan OB lainnya yang tengah menunggui Paul, karena memang saat itu belum masuk jam kerja. "Ahh! Akhirnya kau datang Bimo! Lekaslah kau temui Paul, sejak semalam

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 8. Kesombongan Memuakkan

    "Hai cantik..! Kok pagi-pagi sudah melamun di lobi..?" Seruan seorang pria mengejutkan Devi dari lamunannya, dia pun sontak menoleh ke arah suara itu. "Ahh! Tony mengejutkan saja. Hehe," sahut Devi terkejut seraya terkekeh. Setelah melihat sosok yang datang adalah Tony, putra sang Direktur Umum kantor itu. "Kenapa dengan OB tadi itu Devi..?" tanya Tony, yang rupanya ikut melihat ke arah pandangan Devi tadi. Jujur saja ada rasa kurang senang dan cemburu di hati Tony. Saat dia melihat cara Devi menatap hangat, pada sosok Bimo yang tengah berjalan tadi. Dan walau sekilas saja. Hal itu sudah cukup bagi Tony, untuk mengenali dan mengingat sosok Bimo. OB yang baru saja diperhatikan Devi. "Ahh! Tak ada apa-apa Tony. Hanya kebetulan saja aku sedang melihat ke arah sana," desah Devi menyahut. Dia agak terkejut, karena Tony mengetahui siapa yang tengah diperhatikannya barusan. "Oh begitu. Baik Devi, mari kita bicara di ruanganmu. Kebetulan ada hal yang ingin kubicarakan denganmu," ajak To

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-05
  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 9. PENGHINAAN DAN HADIAH

    "Tidak Bimo! Kau duduklah di lantai saja. Toh lantai ruangan ini dilapisi karpet, tak akan membuat celanamu kotor!" seru Tony lagi. "Baik Pak Tony." "Hhh..!" dan Devi pun hanya bisa menghela nafas sebalnya, terhadap prilaku semena-mena Tony di hadapannya. Namun dia sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk membela Bimo. 'Inilah yang menyebabkan aku tak sudi menerima cintamu Tony! Kau seperti anak kecil..!' sungut geram batin Devi. Dan memang sesungguhnya tak ada yang kotor atu pun salah dengan sepatu Tony. Dia hanya ingin menunjukkan kekuasaan dan kelebihannya saja atas diri Bimo, di hadapan Devi. Dengan berbuat begitu, maka Tony seperti ingin memperlihatkan pada Devi. Bahwa Bimo bukanlah apa-apa dan siapa-siapa dibanding dirinya! Sungguh Picik..! *** Akhirnya jam kerja pun usai. Bimo bergegas berganti pakaian dan beranjak hendak keluar dari gedung kantornya. "Bimo. Bisakah kita bicara sebentar di ruangku sebelum pulang?" ucap berbisik seseorang, yang bergegas menjajajri lang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-06

Bab terbaru

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 151.

    "Huhh..! Kebetulan sekali kalau begitu..! Ayo Bu, kita bicara langsung saja dengan Bimo..!" seru Baskara, seraya mengajak istrinya ikut menemui Bimo. Dan memang benar Bimolah yang datang berkunjung ke kediaman Baskara saat itu. Klekh..! "Wah..! Mas Bimo jadi juga datang ke sini. Silahkan duduk Mas," sambut Devi tersenyum gembira, melihat kedatangan Bimo. Kendati hatinya juga diliputi rasa was was akan sikap orangtuanya terhadap Bimo nanti. "Lho..! Ada tamu kok disuruh duduk di teras Devi. Persilahkan saja Bimo masuk ke ruang tamu sini. Kami juga hendak bicara dengannya," ujar Baskara dingin dari dalam pintu. Ya, Bsaskara dan Rini merasa enggan ikut keluar menyambut Bimo. Walau mereka juga agak terkejut, saat melihat Bimo datang dengan mengendarai mobil yang cukup berkelas. "Hmm..! Apakah itu mobilnya atau pinjaman ya Bu..?" bisik Baskara di dekat telinga Rini. "Entahlah Mas. Yang jelas kita tanya saja padanya, apa sebenarnya yang bisa dia tawarkan pada putri kita dengan bekerja

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 150.

    Klik.! "Ya, halo Mbak Ratri,” sahut Bimo. “Pagi Bimo. Sedang sibukkah sekarang?” tanya Ratri. “Aku baru saja mandi Mbak. Bagaimana kabarnya nih?” sahut Bimo bertanya. " O ya Bimo. Tak lama setelah kamu pergi A' Rahadian meminta bantuanku, untuk mengirim dana ke rekeningmu sebesar 5 miliar. Semoga sudah kau terima ya Bimo." Ratri mengabarkan.“Lho, darimana Mbak Ratri tahu nomor rekeningku?” tanya Bimo heran. “Bukankah saat Bimo membawa A'a Rahadian ke rumah sakit, kamu yang membayarkan biayanya Bimo? Dari situlah aku mengetahui nomor rekeningmu,” sahut Ratri tenang. “Oh iya, hehe. Kalau begitu, sampaikan terimakasihku pada Mas Rahadian ya. Tapi sebetulnya tak perlu berlebihan Ratri. Mas Rahadian seharusnya bisa menggunakan uang itu untuk pengembangan bisnisnya saja." “Tidak Bimo. Bahkan menurutku kamu pantas menerima yang lebih dari itu." “Ahh, kalian ini. O iya, bagaimana kabar si Desi kecil Mbak?” “Wahh, dia sekarang jadi fans beratmu Bimo. Dimana-mana dia bercerita soal k

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 149.

    Bruaghhk..! Braaghk..!! Ciittt...!! Gedubraghhk..!! "Arrghk..!!" terdengar teriakkan orang-orang dalam dua kendaraan itu. Dua APV hitam itu pun langsung miring dan terguling ke arah ladang singkong di seberang jalan. Taph..! Yoga mendarat ringan di dekat kedua mobil pengangkut yang terguling itu. Dan dengan cepat dia keluarkan pistol dari balik pakaiannya. Lalu... Darr..! Darr..! ... Darr..!! Dua pengemudi mobil dan dua rekannya yang mendampingi di dalam mobil pengangkut itu. Keempatnya tewas seketika dengan kepala berlubang, diterjang timah panas yang dilepaskan Yoga dengan tanpa ampun. Cittt...!! Tiga pengendara motor segera injak rem motor mereka dengan tiba-tiba dan berseru kaget dan marah ke arah Yoga. "Heii..!! S-siapa.. Dor, dor, ... Dorr..!! Namun rentetan tembakkan dari para anak buah Yoga langsung menjawab, dan menembus tubuh ketiga pengendara motor yang mengawal mobil pengangkut itu. "Ahkss..!!" Brugh..! ... Brugh..! Ketiga security pengawal itu pun ikut tewas

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 148.

    "Hebat Mas Iwan. Kalau begitu Mas Iwan akan Lidya tempatkan di divisi pengawasan anggaran proyek saja ya. Jadi Mas Iwan bisa langsung terjun ke lapangan proyek nantinya," jelas Lidya. "Terimakasih Mbak Lidya. Saya siap ditempatkan dimanapun itu. Saya akan mencurahkan seluruh daya, kesetiaan, dan kemampuan saya pada perusahaan Mbak Lidya. Dan saya berterimakasih sekali atas bantuan dan pertolongan Mbak Lidya dan Mas Bimo. Rasanya sampai mati pun, saya tak akan bisa membalas hutang budi saya pada kalian berdua," ucap Iwan, dengan suara serak penuh rasa haru dan terimakasih. "Tak perlu terlalu dipikirkan Mas Iwan. Besok datanglah dengan membawa CV Mas Iwan ke kantor saya. Temuilah kepala personalia di sana. Ini kartu saya, perlihatkan saja pada kepala personalia. Selanjutnya Mas Iwan tinggal ikuti saja arahannya ya," ujar Lidya, ikut merasa terharu dan senang mendengar ucapan Iwan. "Benar Mas Iwan. Tak perlu terlalu dijadikan beban pikiran. Hanya saja, jika melihat orang disekitar M

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 147.

    "Hahh..! K-kamu punya perusaahaan..?!" sentak terkejut Hesti, seolah tak percaya. Ya, walau memiliki sebuah perusahaan ternama, penampilan Lidya memang terkesan biasa saja. Lidya memang tak suka menunjukkan perhiasan atau pun gemerlap pakaian, yang biasa dikenakan oleh orang-orang kelas elite. Padahal jika Hesti dan Darma berkesempatan melihat semua perhiasan yang dimiliki Lidya di lemari koleksinya. Niscaya mata mereka akan katarak dan buta seketika..!Karena saking berkilau, langka, dan banyaknya koleksi perhiasan Lidya..! "T-tapi perusahaannya harus ternama. Minimal kami mengenalnya Lidya..!" seru gagap Hesti, tak mau menyerah begitu saja. "Ayah..! Kenapa Ayah mempermalukan Tari di depan orang-orang..?! Tari bukan barang dagangan, Ayah..!" sentak Tari, yang merasa malu sekali, terhadap prilaku kedua orangtuanya. Di depan Iwan dan kedua pendampingnya itu. "Kamu diam dulu Tari..! Ini untuk kebaikkanmu sendiri, dan juga nama baik keluarga..!" hardik Darma, seraya membelalakkan mat

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 146.

    'Ahh..! Mas Bimo, Mbak Lidya..! Sebegitu besar bantuan kalian padaku..!' bathin Iwan tersentak kaget penuh keharuan. Dia pun menatap Bimo dan Lidya bergantian, dengan sepasang mata beriak basah. Dengan diam-diam Bimo menepuk pelan punggung Iwan, untuk mengisyaratkan agar Iwan tetap tenang dalam pembicaraan itu. Dan Iwan pun memahami isyarat menenangkan dari Bimo itu. "B-baik..! Kami akanmenghitung uang itu nanti," ujar Hesti seraya beranjak dari kursinya, hendak memanggil putrinya. Ya, Tari akhir-akhir ini memang lebih senang mengurung diri di kamarnya. Setelah peristiwa kekasihnya yang dipermalukan oleh kedua orangtuanya itu. Tok, tok, tok..! "Tari..! Keluarlah sebentar, ada tamu yang ingin bertemu denganmu Nak..!" seru sang ibu, setelah mengetuk pintu kamar Tari. Namun Tari yang berada dalam kamar itu merasa sangat enggan, untuk menyahuti seruan ibunya itu. Tari tetap tenggelam dalam lamunan dan kesedihannya. Dia tak ambil peduli dengan panggilan ibunya itu. Ya, perasaan Tari

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 145.

    "Hahh..! Kau lagi..! M-mau a.. Darma berseru keras pada Iwan, namun seketika seruannya terhenti di tengah jalan. Demi dilihatnya wanita cantik dan pemuda gagah penuh wibawa yang tersenyum di belakang Iwan. "Maaf Pak. Saya Bimo, kami datang menemani saudara kami Mas Iwan, untuk membicarakan sesuatu dengan keluarga Bapak," ujar Bimo tersenyum tenang. "Ohh..! Ehh..! I-iya Mas. I-itu mobil kaliankah..?" sahut gugup Darma, seraya menanyakan mobil berkelas yang parkir di depan rumahnya. "Benar Pak, itu milik kami," sahut Lidya tersenyum ramah. Kendati hati Lidya merasa jengkel, dengan cara Darma menerima kedatangan Iwan tadi. 'Hhh..! Bagusnya Iwan segera tinggal di rumah sendiri, setelah menikah dengan putrinya nanti', bathin Lidya.Ya, Lidya bisa membayangkan tekanan mental yang akan dialami Iwan, jika dia tinggal serumah dengan mertua yang berprilaku seperti Darma itu. "Ohh. Mari silahkan masuk..! Bu..! Ada Iwan datang..!" Darma segera mempersilahkan mereka masuk, seraya berseru mem

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 144.

    'Maafkan aku Tari. Susah kuupayakan sekuat dayaku mencari dana 250 juta itu. Namun rupanya kita memang belum berjodoh. Semoga kau mendapatkan jodoh yang terbaik dalam hidupmu', bathin Iwan pasrah sudah. Iwan kembali naik ke atas motornya, sebetulnya dia ingin langsung saja pulang ke kontrakkannya. Namun... 'Heii..! Aku sudah janji malam ini ketemuan sama Mas Bimo, di taman kota kemarin itu..!' bathin Iwan terkejut sendiri. Saat dia teringat janjinya dengan Bimo, teman barunya itu. Iwan pun langsung bergegas menstarter motor matic yang kreditnya masih berjalan itu. Dia sama sekali tak berpikir macam-macam, soal ucapan terakhir Bimo soal solusi yang dirasanya aneh itu. Ya, yang ada di benak Iwan hanyalah dia ingin bicara lebih lama dengan Bimo. Karena Iwan merasa, saat dia bicara dengan Bimo, semua masalah hidup yang dialaminya tersa terlupakan walau sejenak. 'Nanti aku akan minta nomor ponselnya ahh..! Terlalu sekali aku, sampai lupa bertukar kontak dengannya kemarin itu!' sungut

  • Hasrat sang Konsultan Idaman   Bab 143.

    'Maha Kuasa Engkau Ya Tuhan. Tante Mira ternyata sedang mengandung..!' seru terkejut bathin Bimo. "Tante Mira. Bimo ikut berduka dengan kematian Tonny. Tapi kalau boleh Bimo menyarankan Tante jangan terlalu larut dalam kesedihan ya.Kasihan dengan janin di dalam rahim Tante nantinya. Karena dialah yang akan meneruskan bisnis Pak Donald nantinya." "Aihh..! A-apa Mas Bimo..?! A-aku hamil..?!" Terdengar seruan kaget tertahan Mira di sana. "Benar Tante. Tante bisa memeriksakan kandungan Tante nanti bersama Pak Donald ya. Jangan terlalu bersedih ya Tante. Pasti Tuhan akan memberikan yang terbaik buat keluarga Tante." "Ahh..! M-mas Bimo benar. T-terimakasih Mas Bimo. Aku tak akan tahu sedang mengandung, jika Mas tak memberitahuku..! T-terimakasih Mas Bimo, aku akan segera mengabarkan hal ini pada suamiku." Klikh! Entah harus bersedih atau gembira hati Mira saat itu, karena kabar buruk dan kabar bahagia datang di saat yang bersamaan dalam keluarganya.Namun Mira merasa harus memberitah

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status