“Hei..! K-kenapa Bimo..?!” seru heran dan terkejut Lidya.
“Ada apa Bimo..?!” seru Rindy yang ikut merasa kaget dan heran melihat sikap Bimo. “Mbak Lidya. Apakah ada rekan pria sekantor Mbak Lidya yang mengendarai Rubicon hitam dan mengenakan jam Rolex..?” tanya Bimo dengan wajah serius. “Heii..! Bagaimana kau bisa mengenali Rudy manajer pemasaran di perusahaanku Bimo..?! Apakah kau pernah bertemu dengannya..?” sentak terkejut Lidya, mendengar ciri-ciri Rudy disebutkan dengan tepat oleh Bimo. “Sama sekali aku tak pernah bertemu dengannya Mbak Lidya. Hanya saja sebaiknya Mbak Lidya berhati-hati dengan orang itu. Apakah dia tadi memberikan sesuatu pada Mbak Lidya..?” ujar Bimo tenang, seraya bertanya. “Hahh..! Rudy memang memberikan parfum untukku tadi siang Bimo. Katanya itu hadiah dari temannya yang baru kembali dari Paris. Memangnya ada apa dengan parfum itu Bimo..?” seru heran Lidya lagi, merasa takjub dengan ketepatan terawangan Bimo. “Bisa kulihat parfum yang diberikan si Rudy itu Mbak..? Beruntung Mbak Lidya belum mencoba memakainya,” ujar Bimo tenang. Lidya pun langsung membuka tas kerjanya dan mengambil sebuah botol parfum, yang memang nampak mahal dan exclusive. “Ini Bimo,” seru Lidya dengan tangan agak bergetar. Sungguh dia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan Bimo pada parfum itu. Bimo nampak meniup telapak tangannya lebih dulu, sebelum dia menerima botol parfum itu. Dia pun merasakan sebuah getar arus energi yang cukup besar, saat tangannya mulai memegang botol parfum itu. “Nah, sekarang lihatlah Mbak Lidya. Aku akan coba mengusir khodam yang mengisi parfum ini. Khodam ini sangat berbahaya buat Mbak Lidya,” ujar Bimo, seraya mulai fokuskan aliran energinya mengalir ke telapak tangannya yang memegang botol parfum itu. Kini semua mata tertuju ke arah botol parfum yang tergeletak di telapak tangan Bimo. Dan tak lama kemudian.. Bssshhpp...! Keluar gumpalan asap kelabu dari botol parfum itu, asap kelabu itu berbentuk seperti sebuah kepala yang bertanduk. “Hahh..! A-apa itu..?!” seru Rindy ngeri. “S-setankah itu Bimo..?! Hiyy..!” seru Lidya tak kalah terkejutnya. Lidya dan Rindy secara reflek saling rangkul, dengan wajah yang menyiratkan rasa takut dan panik. Namun anehnya asap kelabu itu itu seolah ketakutan dan tunduk pada Bimo. “Pergilah ke alammu! Dan jangan kembali pada Tuanmu..! Sekali lagi aku melihatmu, kau akan kukirim ke neraka abadi!” desis Bimo mengancam makhluk ghaib itu. Shhhpps..! Kabut kelabu berbentuk kepala itu pun langsung ambyar lenyap, setelah anggukkan kepala bertanduknya pada Bimo. “Nah, sekarang parfum ini sudah aman untuk dipakai Mbak Lidya,” ucap Bimo, seraya serahkan kembali botol parfum itu pada Lidya. “Tidak Bimo. Aku takut..! Biar buat Bimo saja parfum itu!” seru cepat Lidya menolak, dengan wajah ketakutan. “Bimo. Memangnya apa yang akan terjadi pada Lidya, jika dia sempat memakai parfum itu..?” tanya Rindy penasaran. “Begini Tante. Kalau sampai Mbak Lidya memakai parfum itu, maka Mbak Lidya akan tunduk dan menuruti semua kemauan si Rudy itu. Sepertinya si Rudy itu punya niat jahat terhadap perusahaan Mbak Lidya,” ujar Bimo menerangkan. Namun tentu saja Lidya sebagai orang yang berpikir rasional, dia belum percaya begitu saja terhadap ucapan Bimo. Karena Rudy selama ini selalu bersikap baik dan perhatian padanya. “Bimo. Rudy adalah putra sahabat Ayahku. Dia menggantikan jabatan Ayahnya yang telah mengundurkan diri 2 tahun yang lalu. Apakah benar dia akan setega dan sejahat itu padaku..?” ujar Lidya agak ragu untuk menarik kesimpulan. “Entahlah Mbak Lidya. Memang sifat itu yang kulihat ada dalam diri Rudy saat ini. Tapi untuk lebih jelasnya, Mbak Lidya bisa periksa kamar mandi pribadi di ruang kerja Mbak Lidya,” ujar Bimo tetap tenang. “Ehh..! Memangnya ada apa di kamar mandi ruang kerjaku Bimo..?!” seru terkejut dan penasaran Lidya. “Entahlah Mbak Lidya. Dalam penglihatanku, dia sempat memasang sesuatu di sudut kamar mandi pribadi Mbak Lidya. Tepatnya di dekat exhaust fan,” ucap Bimo tersenyum. “Ahh..! Dua minggu yang lalu dia memang masuk ke ruang kerjaku, dan kita bicara soal pemasaran. Lalu dia sempat minta ijin ke kamar mandi, untuk buang air kecil sebentar. Baik Bimo, besok aku akan menyuruh teknisi kantor untuk mengecek kamar mandiku,” ujar Lidya, teringat akan hal itu. “Baiklah Tante Rindy, Mbak Lidya. Aku kembali ke kamar dulu ya. Badan rasanya sangat lelah dan gerah, ingin mandi dulu,” ujar Bimo tersenyum, seraya beranjak berdiri dari kursi teras. Ya, disamping ingin mandi, Bimo juga merasa tak etis untuk ikut nimbrung dalam pembicaraan Lidya dan Rindy yang bersaudara itu. “Makasih Bimo. Boleh aku menghubungi Bimo sewaktu-waktu nanti ya,” ujar Lidya dengan tatapan hangat dan bersahabat. “Tentu boleh Mbak Lidya.” “Ahh..! Baik Bimo. Terimakasih ya,” ucap Rindy tersenyum dengan tatapan penuh kekaguman pada Bimo. “Sama-sama Tante Rindy,” sahut Bimo. Dan Bimo pun langsung melangkah menuju kamarnya. “Wah! Benar-benar pria yang menarik si Bimo itu ya Kak Rindy,” bisik Lidya, sambil terus memandangi sosok Bimo hingga masuk ke dalam kamarnya. “Ehemm..! Apakah aku baru mendengar ada cewek yang tertarik pada anak kostku ya..? Hihihii..!” seloroh Rindy, sambil tertawa geli. ‘Jangankan kau yang baru melihatnya sekali ini Lidya. Aku pun telah lama tertarik pada pemuda itu. Tapi aku cukup tahu diri Lidya. Karena aku hanya butuh benihnya saja untuk menghamiliku’, batin Rindy. “Ihh..! Kak Rindy lho..!” seru keki Lidya seraya mencubit pelan lengan Rindy. “Hihihii..! Namanya juga jodoh siapa yang tahu Lidya,” ujar Rindy sambil terus tertawa menggoda sepupunya itu."Huhh..! Sepertinya susah mencari pria yang benar-benar tulus saat ini Kak Rindy. Lidya selalu melihat pamrih dari tiap kebaikkan yang mereka berikan pada wanita," sanggah Lidya.
"Tapi untuk yang satu itu aku berani jamin berbeda Lidya. Karena aku telah cukup lama mengamatinya," sahut Rindy yakin.
"Lha..! Kalau begitu kenapa nggak buat Kak Rindy saja. Hihihii..!" balas Lidya, meledek telak kakak sepupunya itu.
"Hadeh Lidya..! Mengamati bukan berarti ada hati dodol..! Dia kan selalu wira wiri di depanku setiap harinya, wajar jika aku bisa mengambil penilaian padanya," sahut Rindy setengah sewot pada Lidya.
"Iya Kak, iya..! Lidya cuma bercanda kok. Hihihii..!" sahut Lidya seraya tertawa geli. Namun sesungguhnya dirinya juga mulai percaya dengan penilaian kakak sepupunya itu soal Bimo.
'Hmm. Bimo memang bersikap wajar dan tak terlihat sedikitpun menaaruh pamrih, atas bantuannya padaku tadi', bathin Lidya mengakui.
Dan pembicaraan kedua sepupu itu pun masuk dalam persoalan keluarga besar mereka. Rupanya kedatangan Lidya saat itu hendak mengundang Rindy, untuk datang dalam pertemuan keluarga besar ayahnya dari Winata Group.
***
Malam itu Bimo merasa tubuh dan pikirannya sangat lelah. Ya, tentu saja kesibukkan dan masalahnya sebagai OBnya para OB di kantor, ditambah lagi dengan pengerahan daya batinnya menangani kasus Pak Budi dan juga Lidya.Hal yang tentu saja membuat Bimo langsung terlelap pulas malam itu. Hingga saat jam 2 dini hari lewat.
Klekh! Perlahan pintu kamar Bimo terbuka, dan masuklah seseorang ke dalam kamar Bimo. Sosok itu langsung menutup kembali pintu kamar Bimo. Saking lelapnya tidur Bimo, dia sampai tak menyadari masuknya sosok itu. 'Hmm. Dalam keadaan tidur pun kau masih sangat menggemaskan Bimo', batin sosok itu penuh hasrat. "Ahh..! Devi.." desah Bimo, yang meracau dalam tidurnya. 'Heii..! Siapa Devi itu..?!'...'Heii..! Siapa Devi itu..?!' sentak penasaran batin sang penyelinap itu. Perlahan dia menghampiri ranjang tempat Bimo terbaring pulas. Perlahan dengan dada berdebar sosok penyelinap itu menatapi sosok Bimo, yang diam-diam telah lama mencuri hati dan menjadi obyek fantasinya. Ya, sosok itu adalah Rindy, sang pemilik kost! Malam itu usai Lidya pulang ke rumahnya, tiba-tiba saja Rindy merasa harus menuntaskan keinginan yang telah lama direncanakannya. Memiliki anak dari benih Bimo! Bahkan Rindy sudah mempersiapkan sebuah rumah di desa. Yang disiapkan untuk ditinggalinya, jika dia hamil dari benih Bimo nantinya. Dan dia akan kembali ke Kajarta setelah anaknya dilahirkan. Sementara dalam tidurnya, Bimo tiba-tiba saja bermimpi berada dalam ruangan Devi. Dalam mimpinya itu, Devi menyatakan rasa cintanya pada Bimo, dan tentu saja Bimo menerimanya. Bimo heran dengan keagresifan Devi dalam mimpinya itu, karena Devi dengan lincahnya membuka bajunya, sleetingnya, dan juga memelorotkan celan
"Bimo..! Kemarilah cepat..!" seru Luki memanggil dari arah pintu utara gedung kantor. Bimo pun bergegas menghampiri seniornya itu. "Ada apa Kak Luki..?" "Bimo, kau harus menjenguk Paul di klinik sebelah kantor secepatnya. Paul terus memanggil-manggil namamu sejak semalam. Sepertinya dia ingin bertemu denganmu!" seru Luki kesal. Karena sebenarnya dia enggan dan malas mengabarkan hal itu pada Bimo. 'Entah apa hubungannya Bimo dengan penyakitmu Paul', batin Luki bingung. "Baik Kak Luki. Aku akan menemuinya di klinik sebelah setelah berganti pakaian," sahut Bimo, seraya beranjak hendak masuk ke gedung kantor. "Baik! Cepatlah Bimo!" seru Luki lagi. Akhirnya usai berganti dengan pakaian kerjanya, Bimo pun langsung keluar kantor dan menuju ke klinik 24 jam yang berada di sebelah kantornya itu. Nampak Wanti, Tia, Dino, serta rekan OB lainnya yang tengah menunggui Paul, karena memang saat itu belum masuk jam kerja. "Ahh! Akhirnya kau datang Bimo! Lekaslah kau temui Paul, sejak semalam
"Hai cantik..! Kok pagi-pagi sudah melamun di lobi..?" Seruan seorang pria mengejutkan Devi dari lamunannya, dia pun sontak menoleh ke arah suara itu. "Ahh! Tony mengejutkan saja. Hehe," sahut Devi terkejut seraya terkekeh. Setelah melihat sosok yang datang adalah Tony, putra sang Direktur Umum kantor itu. "Kenapa dengan OB tadi itu Devi..?" tanya Tony, yang rupanya ikut melihat ke arah pandangan Devi tadi. Jujur saja ada rasa kurang senang dan cemburu di hati Tony. Saat dia melihat cara Devi menatap hangat, pada sosok Bimo yang tengah berjalan tadi. Dan walau sekilas saja. Hal itu sudah cukup bagi Tony, untuk mengenali dan mengingat sosok Bimo. OB yang baru saja diperhatikan Devi. "Ahh! Tak ada apa-apa Tony. Hanya kebetulan saja aku sedang melihat ke arah sana," desah Devi menyahut. Dia agak terkejut, karena Tony mengetahui siapa yang tengah diperhatikannya barusan. "Oh begitu. Baik Devi, mari kita bicara di ruanganmu. Kebetulan ada hal yang ingin kubicarakan denganmu," ajak To
"Tidak Bimo! Kau duduklah di lantai saja. Toh lantai ruangan ini dilapisi karpet, tak akan membuat celanamu kotor!" seru Tony lagi. "Baik Pak Tony." "Hhh..!" dan Devi pun hanya bisa menghela nafas sebalnya, terhadap prilaku semena-mena Tony di hadapannya. Namun dia sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi untuk membela Bimo. 'Inilah yang menyebabkan aku tak sudi menerima cintamu Tony! Kau seperti anak kecil..!' sungut geram batin Devi. Dan memang sesungguhnya tak ada yang kotor atu pun salah dengan sepatu Tony. Dia hanya ingin menunjukkan kekuasaan dan kelebihannya saja atas diri Bimo, di hadapan Devi. Dengan berbuat begitu, maka Tony seperti ingin memperlihatkan pada Devi. Bahwa Bimo bukanlah apa-apa dan siapa-siapa dibanding dirinya! Sungguh Picik..! *** Akhirnya jam kerja pun usai. Bimo bergegas berganti pakaian dan beranjak hendak keluar dari gedung kantornya. "Bimo. Bisakah kita bicara sebentar di ruangku sebelum pulang?" ucap berbisik seseorang, yang bergegas menjajajri lang
'Awas kau Bimo..! Jika aku sampai dipecat, akan kuhadang dan kuhabisi kau bersama grupku!' bathin Luki mengancam, sambil terus berjalan keluar dari kantor. *** "Ini benar kau sudah ada uangnya Bimo..?" tanya Rindy agak heran, saat Bimo datang dan membayar sewa kost untuk dua bulan di muka. Ya, tentu saja begitu. Karena baru kemarin Bimo bicara padanya, soal kemungkinan akan telat membayar sewa kostnya. "Kebetulan Bimo ada rejeki tak terduga Tante," sahut Bimo tersenyum tenang. Hal yang membuat Rindy gemas, dan ingin mencium wajah Bimo saat itu juga. Namun dia masih sadar, jika mereka berada di teras terbuka kediamannya. Bimo memang telah menghitung isi amplop pemberian pak Budi. Amplop itu ternyata berisi uang senilai 15 juta. Uang yang cukup besar bagi Bimo, yang berpenghasilan di bawah UMR itu. "Baiklah, aku terima uangnya ya Bimo. Kalau kau butuh sesuatu, kau jangan sungkan bilang padaku ya," ucap Rindy akhirnya. "Baik Tante, terimakasih." "O ya Bimo. Jangan lupa dengan pe
"Heii..! Bimo..! Kau sungguh OB yang tak tahu diri dan tak becus dalam bekerja..! Bisa hancur nama perusahaan Ayahku ini, jika kau terus bekerja di sini..!" seru keras Tony di tengah ruang lobi. Bimo pun hanya tertunduk diam, mendengarkan seruan serta caci maki Tony di ruang lobi terbuka itu. Namun wajah Bimo sama sekali tak menampakkan rasa takut atau panik, mendengar teguran keras Tony itu. Dan sontak para karyawan lain pun heboh. Dengan diam-diam mereka mencoba mengintip, atau pura-pura melintas di ruang lobi. Hanya untuk mengetahui kenapa Bimo mendapat teguran keras dari Tony. Nampak Devi, Pak Budi, serta beberapa staf lain juga berjalan menuju ke arah lobi. Bahkan para OB seperti Wanti, Dino, Paul, dan lainnya juga ikut menyaksikan dari sudut koridor di sisi ruang lobi. *** Sementara di saat yang sama.Masuk ke area kantor Bimo sebuah sedan Audi A8L hitam, yang langsung memarkirkan mobilnya di area parkir kantor. Klekh! Turun sepasang kaki jenjang seorang wanita cantik dar
"Arrgghhkss..!!" Brughk..! Tony berteriak nyaring lalu ambruk ke lantai, bersama pecahan kaca kristal dan rangka lampu gantung yang cukup besar itu. "Arrghhksk..!!" Drap, drap, draph..!Sementara Luki yang berdiri tak jauh dari Tony juga berseru pilu, saat serpihan pecahan kaca lampu hias itu juga menerpa wajah dan tubuhnya. Dia pun berlari menjauh, sambil pegangi wajahnya yang berlumuran darah. "Ahhh..!!!" seru ngeri serentak semua orang yang menyaksikan hal itu. Nampak darah menggenang di sekitar sosok Tony, yang terkapar tak sadarkan diri seketika itu juga. "Ahh..! Tony..! Cepat siapkan mobil ambulan kantor..!" seru Donald panik dan sangat cemas, melihat putranya yang nampak terluka cukup parah itu. Dan kehebohan dan ketegangan pun kembali terjadi di lobi kantor. Kini semua orang nampak sibuk membantu mengamankan posisi Tony, yang tertimpa lampu gantung hias itu. Sementara Luki sendiri langsung di bawa ke klinik dekat kantor, oleh para rekan OBnya. Namun kini semua karyawan
"Dan untuk awalan, aku akan membayarmu seratus juta perbulan Bimo. Untuk tempat tinggal, kau boleh pilih di antara 5 lokasi rumah yang kumiliki." "Ahh..! Apakah itu tak terlalu berlebihan Mbak Lidya..?" sentak Bimo terkejut, mendengar penawaran yang sangat fantastis baginya itu. "Tentu saja tidak Bimo. Kau harus mulai menghargai dirimu dan kemampuanmu yang luar biasa itu Bimo. Kau bahkan pantas mendapatkan lebih, dari apa yang kutawarkan sementara ini," sahut Lidya tersenyum. "Baiklah. Terimakasih atas kemurahan hati Mbak Lidya," ucap Bimo penuh rasa syukur.Ya, sungguh Bimo tak menyangka, jika kehidupannya akan berubah drastis setelah dia memutuskan menggunakan ilmu warisan leluhurnya. Bagai langit dan bumi. Namun Bimo sadar, amanah ilmu yang diembannya menuntut pengendalian diri yang luar biasa beratnya. Agar dia tak sampai jatuh dan hanyut dalam kesenangan dunia yang melenakan jiwa dan bisa merusak batinnya. "Nah. Ayo silahkan minuman dan camilannya di cicipi ya Non Lidya, Tua
"Tanya Bos..! Berapa lama kami harus latihan dan siap kerja nantinya..?!" tanya seorang anggota lagi. "Itu sangat tergantung pada keseriusan, dan kemampuan kalian dalam menyerap ilmu yang kuberikan. Sepertinya waktu 2-4 bulan saja cukup untuk persiapan kalian bekerja. Asalkan kalian menjalani latihan dengan serius.Tinggalkan kebiasaan mabuk-mabukkan..! Karena itu hanya akan melemahkan kondisi dan stamina tubuh kalian..! Kalian mengerti..?!" kembali Bimo berkata lantang. "Hahh..?! Hanya 2 sampai 4 bulan saja..?!" "Siap Boss..!!!" "Yang penting dapat pekerjaan..! Kami siapp..!" Seruan-seruan gembira dan penuh harapan terdengar dari seluruh anggota. Karena sesungguhnya mereka semua juga telah berpikir, jika tak selamanya mereka akan hidup dari jalanan. Layaknya kebanyakkan orang, mereka juga ingin menjalani kehidupan yang wajar dan tenang di masa mendatang. Bekerja, menikah, dan memiliki keluarga..!Ya, tawaran Bimo bagaikan memberi 'jalan terang' bagi mereka untuk hidup lebih bai
"Selamat datang semuanya..! Masuklah..!" seru Bimo tersenyum lebar, seraya menuruni teras rumahnya menyambut Denta cs. "Baik Bos Bimo..! Ayo kawan semua..! Kita masuk..! Parkir yang rapih dan teratur..! Hahaha..!" seru Denta tergelak senang. Dia berada paling depan di barisan gank motornya. "Siapp..!!!" "Malam Bos Bimo..!!!" Ngungg..! Ngenngg..! ... Ngunngg..!!! Dan berbondong-bondong barisan gank motor itu pun masuk ke halaman kediaman Bimo. Nampak tak kurang dari 75 unit motor meluncur masuk dan parkir berderet secara teratur, di halaman depan dan samping. Beruntung Bimo memiliki halaman yang cukup luas, untuk menampung semua kendaraan itu. Tutt.. Tuutt..!Ponsel Bimo berdering, 'Toko Ben;S Food memanggil'. Klikh..! "Ya. Apakah pesanan saya sudah berangkat..?" sapa Bimo. "Benar Tuan Bimo. Kami mengabarkan saat ini sedang di jalan, dan tak sampai 5 menit lagi akan tiba di tujuan." "Baik. Nanti langsung masuk saja, pagar sudah terbuka." "Baik Tuan Bimo." Klikh! "Silahkan
'Baiklah..! Nanti malam akan kudatangi kau Lidya!' bathin Andrew, seraya rebahkan diri di ranjang. Lalu sepasang matanya pun terpejam dengan cepat, kaku dan dingin.! Ya, sepertinya Andrew merasa sangat nyaman berada dalam ruang kamarnya yang remang, dengan semua korden yang tertutup rapat. *** Devi tengah bersantai di ruang tengah kantornya saat itu. Dia baru saja selesai menata ruangan kerjanya, dan juga ruang kerja pribadi Bimo. Ngunngg..! Cit..! Tin.. Tinn..! "Ahh..! Mas Bimo datang..!' seru senang bathin Devi, saat melihat sosok Bimo yang masuk ke halaman depan kantor dengan motornya. Dia pun bergegas melangkah ke teras, untuk menyambut Bos sekaligus pria idamannya itu. "Hei Devi..!" seru Bimo, seraya lemparkan senyumnya ke arah Devi. "Wah, Mas Bimo langsung ke sini tho. Kirain pulang dulu ke rumah," ujar Devi balas tersenyum. "Tidak Devi. Ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu sebelum kantor kita ini resmi dibuka." "Ok Mas Bimo. Kita masuk saja yuk," ajak Devi t
"Ahh..! B-baiklah Kang..! K-kami menyerah..!" seru gugup dan gentar Denta. Kini terbuka sudah matanya, bahwa yang tengah dihadapinya bukanlah sembarang orang. "A-ampun Kang..!" "Tobat Kang..!" Pengakuan menyerah Denta, segera diikuti seruan-seruan minta ampun dari para anggotanya yang kesemuanya masih terkapar di tanah. Nampak senjata-senjata rusak dan patah para anggota gank, yang berserakkan di tanah. "Gelo..!" "Luar biasa..!" "S-siapa dia..?!" Seruan kaget dan takjub juga keluar dari mulut para karyawan dan security cafe itu, yang menyaksikan pengeroyokkan gank Road Spiders pada Bimo. Mereka selama ini memang tak berani melaporkan tindak semena-mena anggota gank itu pada polisi. Karena mereka sadar dan takut akan balasan para anggota gank Road Spiders, yang jumlahnya ratusan orang itu. Ya, kekaguman dan rasa takjub menyelimuti hati mereka semuanya, setelah melihat kemampuan Bimo yang berada di luar nalar dan sangat menggetarkan nyali itu. "Baik..! Mulai saat ini anggap s
Seth..! Denta dan anggota lainnya pun serentak menoleh ke arah Bimo, seraya ganti menatap layar ponsel itu. Dan.. "Hmm..! Mari kita kepung dia..!" bisik tajam Denta, seraya beranjak berdiri dari duduknya. Serentak seluruh gerombolan itu pun berdiri, dan melangkah ke arah Bimo berada. 'Hmm. Mereka telah mengenaliku rupanya', bathin Bimo, seraya tetap duduk tenang di kursinya. Bimo seolah tak melihat pergerakkan gerombolan itu, yang tengah mengelilingi pohon yang menaungi mejanya. Slakh..! Slagh..! ... Sregh..! Beberapa anggota nampak telah mengunus dan mengeluarkan senjata kesayangan mereka masing-masing. Karambit, pisau lipat, celurit kecil, knuckle, bahkan pistol pun terlihat dalam genggaman anggota gerombolan itu. Dengan dikelilinginya meja Bimo, maka otomatis pengunjung lain tak bisa lagi melihat posisi Bimo saat itu. Dan para pengunjung pun langsung keluar dari cafe itu dengan tergesa, takut terkena sasaran dari kerusuhan yang mereka duga pasti akan terjadi itu. Maka otomat
'Ahh..! Tubuhnya masih diselimuti aura hijau itu', bathin Bimo. Dia pun kembali menutup mata bathinnya terhadap Lidya. Namun diam-diam kini timbul pertanyaan dan keheranan di hati Bimo terhadap Lidya. Ya, benda apa sesungguhnya yang berada dalam kantung merah dalam tas tangan Lidya, yang dilihatnya kemarin malam itu..?Karena benda itulah, yang menjadi sumber pancaran aura hijau, yang menyelimuti sosok Lidya. "Mas Bimo, duduklah. Ada camilan dan wedang jahe merah kesukaanmu nih. Bi Inah khusus membuatkannya buat Mas bImo," ujar Lidya tersenyum. "Wah..! Bi Inah tahu saja kesukaanku Lidya. Hehe," ujar Bimo terkekeh senang. Dan pembicaraan hangat dan santai pun terjadi di teras belakang kediaman Lidya itu. *** Sementara malam itu, di markas pusat gank Blantix yang telah diambil alih dan dikuasai oleh gank Shadow pimpinan Yoga. "Baik..! Kuputuskan 40 anggota Sahdow akan ikut aku ekspansi ke Kajarta..! Edo, kau paketkan 40 motor kita via ekspedisi. Kita akan jemput langsung motor i
Segumpalan asap hitam melayang di atas gedung Winata Group, gumpalan asap hitam itu bagai menyatu dengan kegelapan malam di angkasa. Dan saat Porsche merah yang dikemudikan Lidya meluncur keluar dari gedung Winata Group. 'Hmm. Itu dia..!' bathin sukma Andrew. Dan gumpalan asap hitam pekat itu pun ikut melayang cepat di atas ketinggian, mengikuti ke mana arah Porsche merah Lidya melaju. Sementara perbincangan hangat dan santai terus berlangsung antara Bimo dan Lidya di dalam mobil. Bimo merasa senang, melihat Lidya kini telah kembali ceria dan bisa melupakan rasa dukanya. Dan saat itu Bimo memang sama sekali tak menyadari, jika mereka tengah dikuntit dari ketinggian angkasa oleh Andrew. Ya, Andrew memang telah menerapkan ilmu 'Tabir Wujud'nya saat itu, sehingga pancaran aura sukma dan energinya tak terdeteksi oleh Bimo. Sementara Bimo sendiri masih menutup mata bathinnya pada Lidya, hingga sedikit banyak hal itu mempengaruhi kepekaan bathinnya akan keberadaan Andrew. Tutt.. Tut
"Terimakasih Mas Bimo, Lily. Kesepakatan akhirnya berakhir saling menguntungkan bagi Winata Group. Karena 45 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit dalam investasi itu," ujar Hendra tersenyum puas, di sofa ruang kerja pribadinya. Ya, di ruang pribadi Hendra saat itu, memang hanya ada Bimo dan Lidya yang duduk menemaninya. "Syukurlah Pak Hendra. Bimo ikut senang mendengar kelancaran lobi Winata Group hari ini," sahut Bimo tersenyum. "Pah. Apakah Papah tak merasakan hal aneh, saat tadi berjabat tangan dengan si Andrew itu..?" tanya Lidya. "Hmm. Rasanya memang agak dingin tangan si Andrew itu tadi Lidya. Seperti... seperti.. "Seperti orang yang sudah mati ya Pah..?" "Wah..! I-iya benar Lidya, seperti itulah..!" sentak terbata Hendra, membenarkan pendapat putrinya itu. "Wah..! Selain dingin, Lidya bahkan merasa ada arus listrik kecil yang seperti menarik-narik aliran darah di tubuh Lidya, Ayah..!" "Ahh..! Begitukah..? Apa artinya itu Mas Bimo..?" seru kaget Hendra, dia pun langsung
'Brengsek..! Powernya mampu mengimbangiku..! Siapa dia sebenarnya..?!' maki bathin Andrew lagi. Kini dirinya bertambah murka dan penasaran dengan sosok Bimo. Namun Andrew sadar misi utamanya saat itu adalah menggolkan lobi Pieter, demi kejayaan Livingstone Group. Maka dia pun menahan sementara amarahnya pada Bimo. Namun Andrew juga maklum, tak urung dirinya juga akan berhadapan dengan Bimo. Karena tak mungkin Bimo akan berdiam diri, melihat 'aksinya' terhadap Hendra di dalam ruang lobi. Satu jam sudah lobi berjalan antara Pieter dan Hendra di dalam ruangan tertutup itu. Dan seperti hal yang sudah biasa dilakukan oleh Andrew, dia pun bersiap melakukan misinya. Untuk merasuki dan mengendalikan lawan lobi Pieter, Hendra Winata..! 'Hmm. Dia mulai beraksi', bathin Bimo yang mulai merasakan pancaran power yang menguat dari Andrew. Lalu... Sshhssp..! Dan secara tak kasat mata, nampak gumpalan asap hitam yang keluar dari kepala Andrew. Lalu asap hitam itu pun berhembus masuk menembus ke