"Dan untuk awalan, aku akan membayarmu seratus juta perbulan Bimo. Untuk tempat tinggal, kau boleh pilih di antara 5 lokasi rumah yang kumiliki." "Ahh..! Apakah itu tak terlalu berlebihan Mbak Lidya..?" sentak Bimo terkejut, mendengar penawaran yang sangat fantastis baginya itu. "Tentu saja tidak Bimo. Kau harus mulai menghargai dirimu dan kemampuanmu yang luar biasa itu Bimo. Kau bahkan pantas mendapatkan lebih, dari apa yang kutawarkan sementara ini," sahut Lidya tersenyum. "Baiklah. Terimakasih atas kemurahan hati Mbak Lidya," ucap Bimo penuh rasa syukur.Ya, sungguh Bimo tak menyangka, jika kehidupannya akan berubah drastis setelah dia memutuskan menggunakan ilmu warisan leluhurnya. Bagai langit dan bumi. Namun Bimo sadar, amanah ilmu yang diembannya menuntut pengendalian diri yang luar biasa beratnya. Agar dia tak sampai jatuh dan hanyut dalam kesenangan dunia yang melenakan jiwa dan bisa merusak batinnya. "Nah. Ayo silahkan minuman dan camilannya di cicipi ya Non Lidya, Tua
"Ahhh..! Apakah kehadiranku nanti tak mengaganggu keleluasaanmu bergerak di sana Lidya?" sentak Bimo agak terkejut seraya bertanya. "Tentu saja tidak Mas Bimo. Kehadiranmu justru membuatku merasa aman dan nyaman. Karena Mas adalah konsultan dan juga pengawal pribadiku. Hehe..!" sanggah halus Lidya, seraya terkekeh senang. "Ohh, baiklah kalau begitu Lidya," sahut Bimo akhirnya, dengan wajah agak jengah. Karena ucapan Lidya saat menyebut dirinya sebagai pengawal pribadi wanita itu, sungguh terdengar intim bagi Bimo. Ya, entah mengapa Lidya kini merasakan dirinya semakin percaya diri dan nyaman, saat dirinya di dampingi oleh Bimo. Akhirnya Bimo tiba kembali di kostnya, namun Lidya tak ikut turun menemui Rindy. Karena dia hendak langsung kembali ke kantornya, untuk memimpin sebuah meeting para stafnya. "Sampaikan saja salamku pada Kak Rindy ya Mas Bimo. Kita akan tetap berkomunikasi via ponsel nanti ya," ucap Lidya, setelah Bimo turun dari mobilnya. "Baik Lidya, akan kusampaikan nan
'Ahh..! Mobil Devi. Ada apa gerangan?' batin Bimo agak terkejut. Klekh! "Malam Bimo. Kebetulan sekali aku bisa langsung bertemu denganmu," sapa Devi yang baru turun dari mobilnya. "Malam Bu Devi. Mari kita masuk saja dan bicara di teras Bu," ujar Bimo tersenyum ramah. "Hmm. Baiklah Bimo. Tapi sebaiknya kau memanggil namaku saja Bimo. Kita tidak sedang di kantor saat ini," ujar Devi, seraya ulaskan senyumny pada Bimo. "Baiklah Devi," sahut Bimo mengerti.Bimo dan Devi pun melangkah masuk halaman menuju ke teras kediaman Rindy. Teras itu memang dibebaskan oleh Rindy, untuk digunakan menerima tamu atau teman para penghuni kost itu. "Wah, siapa Mo..?" sapa Riko, rekan kost Bimo yang bekerja sebagai teknisi listrik pabrik. Sepasang matanya nampak menatap kagum pada kecantikkan Devi. Riko juga hendak keluar mencari makan malam, saat dia berpapasan dengan Bimo dan Devi. "Dia Devi, atasanku di kantor Rik," sahut Bimo santai. "Saya Riko, Mbak Devi. Teman kost Bimo," ucap Riko, seraya
"Hahh..! B-baru seminggu Bimo..?!" seru gugup tak percaya Devi. 'Bagaimana mungkin dalam waktu seminggu Bimo bisa nampak begitu akrabnya dengan Lidya. Seperti dua sahabat yang telah saling kenal sejak lama!' bathin Devi tak percaya. "Benar Devi. Dan kebetulan Lidya adalah adik sepupu dari Tante Rindy tadi," sahut Bimo tersenyum. Dia bisa membaca ketak percayaan di wajah Devi.Namun Bimo tak hendak menceritakan perihal bantuannya pada Lidya, soal kejadian aneh yang menimpa gadis itu. Baginya itu adalah hal rahasia yang harus dijaganya. Akhirnya tak lama kemudian Devi pun pamit pulang pada Bimo. Dan saat mereka tiba di dekat mobil berkelas Devi,.. "Sebentar Bimo. Ada sesuatu yang harus kukembalikan padamu," ujar Devi, seraya masuk ke dalam mobilnya. "Bimo, ini tas ranselmu yang tertinggal di kantor tadi. Terimalah," ujar Devi tersenyum, seraya mengangsurkan tas Bimo yang tertinggal di ruang OB tadi. "Wahh! Aku hampir lupa dengan tasku itu Devi. Terimakasih ya," Bimo terkejut dan u
"Ahhk..!" Lidya pun menggeragap kaget. Karena mendengar suara Bimo yang serasa dekat sekali dengannya. Lidya pun spontan celingukkan menatap ke sekeliling kamarnya, namun dia sama sekali tak melihat sosok Bimo dalam kamarnya itu. 'Ahh, luar biasa kau Mas Bimo..!' bathin Lidya takjub. Kini bahkan dirinya bertambah yakin dan merasa aman, karena Bimo ternyata juga mampu memantaunya dari kejauhan. Dan sosok Bimo pun perlahan semakin jelas, memasuki lingkaran kehidupan Lidya. Malam itu Lidya tidur sangat pulas, dengan secercah senyuman di wajahnya. *** Hal yang sama juga dilakukan oleh Bimo. Bimo langsung tertidur nyenyak, usai dia melakukan pagaran pada diri Lidya dan kediamannya. Ya, daya batinnya memang cukup terkuras, setelah dia melakukan hal itu. Hingga saat dini hari, saat Bimo masih terlelap dan jam dinding di kamarnya menunjukkan pukul 2 dini hari lewat. Splash..! Sukma Bimo pun lepas dari raganya dan masuk ke pusaran dimensi masa lampau. "Hahh..! Di mana aku..?" sentak
"Bagaimana keadaanmu Luki..?" tanya Paul, yang pagi itu menyempatkan diri menengok Luki di klinik 24 jam dekat kantornya. "Uhhss..! Entahlah Paul. Seharusnya rasa sakitnya sudah berkurang, karena aku sudah diberi obat pereda nyeri oleh Dokter. Namun .. Ahhsk..! Sakitnya terasa masih sama saja seperti kemarin. Uhhsk..!" erang Luki menahan rasa sakitnya, sambil berkata-kata. "Aku ikut prihatin Luki. Tapi maukah kau mendengar saranku demi kesembuhanmu..?" ucap Paul setengah berbisik. Sungguh dia tak tega melihat wajah Luki hingga dadanya, yang dipenuhi dengan tempelan perban berwarna merah. "Ahks..! Saran apakah itu Paul. Seribu persen pasti akan kulakukan, jika saranmu bisa menyembuhkanku dari rasa sakit sialan ini..! Uhhkss..!" "Kau minta maaflah pada Bimo, Luki. Itulah saranku padamu," ucap Paul lirih. Ya, Paul hanya bisa sebatas itu menyarankan pada Luki. Karena dia terikat janji pada Bimo, untuk tak menceritakan kesembuhan dirinya berkat kemampuan ajaib Bimo. "A-apa..?! Cuihh.
Malam harinya di kediaman Lidya.Malam itu di kediaman Lidya. Tak ada yang aneh dengan suasana jelang tengah malam di sekitar kediaman itu. Namun Lidya telah berada di kamarnya sejak jam 9 malam dan berdiam di dalamnya. Ya, malam itu adalah malam yang paling mencekam bagi Lidya. Karena Bimo telah mewanti dirinya untuk tetap berada dalam rumah malam itu. Ya, Lidya memang sudah terbiasa hidup mandiri sejak dia berusia 18 tahun. Dan pada usianya yang ke-23 tahun lalu, Lidya sudah memutuskan untuk tinggal di rumah yang dibelinya sendiri, terpisah dari kedua orangtuanya. Hendra Winata sang ayah dan Helda ibunda Lidya, keduanya adalah orang sibuk dan sama-sama pebisnis handal. Hal yang terbukti dengan semakin kokoh dan megahnya kerajaan bisnis Winata Group, yang berhasil mereka bangun dan kembangkan. Namun hal itu tak membuat Lidya terlena dan menjadi anak manja. Rupanya gen pebisnis juga kental mengalir dalam diri Lidya. Walau ada hal yang harus dikorbankan keluarga Winata, untuk m
"Bedebah..! Aku tak peduli siapa pun yang berada di belakangmu Bimo..! Kau hadapilah Keris Kalageniku ini..!" seru Ki Sukmo, seraya angkat tangannya ke atas. Blaph! Seketika sebilah keris yang diselimuti kobaran api tergenggam di tangan Ki Sukmo yang terangkat itu. Nampak sekujur tubuh Ki Sukmo perlahan juga mulai diselimuti oleh kobaran api yang merambat dari Keris Kalageninya itu. Hawa panas pun menebar di seantero kamar itu. Hal yang membuat Rudy tergopoh berlari keluar dari kamar itu. Karena dia merasa tersengat oleh hawa sangat panas, dan juga rasa ketakutan. Pandangan bathin Bimo melihat semua itu, dan sementara dibiarkannya saja Rudy berlari keluar dari kamar itu. Karena Bimo bermaksud membereskan urusannya dulu dengan Ki Sukmo. 'Raden Bimo. Tengadahkan tangan kananmu di depan dada..'. Sebuah suara bergema di batin Bimo. Dan dengan tenang, Bimo tengadahkan tangan kanan di depan dadanya. Dan... Blashp! Sebilah keris pancarkan cahaya merah keemasan seketika muncul dan ber
Sementara Andrew dan Lidya telah tiba di Hotel Mauli Sanayen. Andrew langsung mengarahkan dan membawa Lidya, menuju ke kamarnya yang terletak di lantai paling atas hotel itu. Setibanya di dalam kamarnya, Andrew langsung memberi garis darah ghaibnya. Dan dia langsung menerapkan ilmu'Tabir Wujud'nya pada sekeliling ruang tidur kamarnya. Ya, Andrew tak menyadari bahwa dia telah terlambat untuk itu. Karena Bimo telah melihat hotel tempatnya berada dalam lintasannya, tepat saat Andrew bergesekkan dengan Lidya di dalam mobil tadi. "Masuklah Ratuku sayang. Kita akan menjadikan malam ini penuh, bagi kita berdua," ucap lembut Andrew, mempersilahkan Lidya yang terpaku di sisinya. "Baik." Lidya berkata datar, seraya masuk ke dalam ruang tidur yang telah dipagari dengan ilmu 'Tabir Wujud' oleh Andrew itu. 'Hmm. Akan kusadarkan kau dari pengaruh hipnotisku, di tengah pemainan asmara kita nanti Lidya. Disaat kau sudah hanyut, dan tak bisa menolak lagi hunjaman asmaraku..! Hahahaa..!' bathin
"Baik." Ya, Lidya bagai kerbau dicucuk hidungnya terhadap Andrew. Dengan hanya mengenakan baju tidurnya, Lidya melangkah keluar dari kamarnya. Andrew pun mengikuti di belakangnya. Sungguh keadaan rumah Lidya sangat mendukung aksi Andrew, karena Bi Inah sudah tenggelam dalam mimpi di kamarnya. Lidya langsung meraih kunci mobilnya yang tergeletak di meja ruang tengah. Lalu dia pun menuju ke garasi, dengan Andrew menjajari langkahnya. Klekh..! Lidya pun masuk ke dalam mobil bersama Andrew yang duduk di sebelahnya. "Kita ke Hotel Mauli Sanayen Lidya sayang," ujar lembut Andrew, dengan menahan gejolak hasratnya yang meledak-ledak terhadap gadis jelita itu. Ya, Lidya memang memiliki kecantikkan yang natural. Bahkan tanpa make up seperto saat itu pun, dia tetaplah segar menantang di mata pria sehat dan normal mana pun juga. Termasuk Andrew..! "Baik," sahut datar Lidya, dingin tanpa ekspresi. Brrmm..! Tin..! Tinn..! Security yang berjaga di posko samping gerbang pun bergegas membuka
"Tanya Bos..! Berapa lama kami harus latihan dan siap kerja nantinya..?!" tanya seorang anggota lagi. "Itu sangat tergantung pada keseriusan, dan kemampuan kalian dalam menyerap ilmu yang kuberikan. Sepertinya waktu 2-4 bulan saja cukup untuk persiapan kalian bekerja. Asalkan kalian menjalani latihan dengan serius.Tinggalkan kebiasaan mabuk-mabukkan..! Karena itu hanya akan melemahkan kondisi dan stamina tubuh kalian..! Kalian mengerti..?!" kembali Bimo berkata lantang. "Hahh..?! Hanya 2 sampai 4 bulan saja..?!" "Siap Boss..!!!" "Yang penting dapat pekerjaan..! Kami siapp..!" Seruan-seruan gembira dan penuh harapan terdengar dari seluruh anggota. Karena sesungguhnya mereka semua juga telah berpikir, jika tak selamanya mereka akan hidup dari jalanan. Layaknya kebanyakkan orang, mereka juga ingin menjalani kehidupan yang wajar dan tenang di masa mendatang. Bekerja, menikah, dan memiliki keluarga..!Ya, tawaran Bimo bagaikan memberi 'jalan terang' bagi mereka untuk hidup lebih bai
"Selamat datang semuanya..! Masuklah..!" seru Bimo tersenyum lebar, seraya menuruni teras rumahnya menyambut Denta cs. "Baik Bos Bimo..! Ayo kawan semua..! Kita masuk..! Parkir yang rapih dan teratur..! Hahaha..!" seru Denta tergelak senang. Dia berada paling depan di barisan gank motornya. "Siapp..!!!" "Malam Bos Bimo..!!!" Ngungg..! Ngenngg..! ... Ngunngg..!!! Dan berbondong-bondong barisan gank motor itu pun masuk ke halaman kediaman Bimo. Nampak tak kurang dari 75 unit motor meluncur masuk dan parkir berderet secara teratur, di halaman depan dan samping. Beruntung Bimo memiliki halaman yang cukup luas, untuk menampung semua kendaraan itu. Tutt.. Tuutt..!Ponsel Bimo berdering, 'Toko Ben;S Food memanggil'. Klikh..! "Ya. Apakah pesanan saya sudah berangkat..?" sapa Bimo. "Benar Tuan Bimo. Kami mengabarkan saat ini sedang di jalan, dan tak sampai 5 menit lagi akan tiba di tujuan." "Baik. Nanti langsung masuk saja, pagar sudah terbuka." "Baik Tuan Bimo." Klikh! "Silahkan
'Baiklah..! Nanti malam akan kudatangi kau Lidya!' bathin Andrew, seraya rebahkan diri di ranjang. Lalu sepasang matanya pun terpejam dengan cepat, kaku dan dingin.! Ya, sepertinya Andrew merasa sangat nyaman berada dalam ruang kamarnya yang remang, dengan semua korden yang tertutup rapat. *** Devi tengah bersantai di ruang tengah kantornya saat itu. Dia baru saja selesai menata ruangan kerjanya, dan juga ruang kerja pribadi Bimo. Ngunngg..! Cit..! Tin.. Tinn..! "Ahh..! Mas Bimo datang..!' seru senang bathin Devi, saat melihat sosok Bimo yang masuk ke halaman depan kantor dengan motornya. Dia pun bergegas melangkah ke teras, untuk menyambut Bos sekaligus pria idamannya itu. "Hei Devi..!" seru Bimo, seraya lemparkan senyumnya ke arah Devi. "Wah, Mas Bimo langsung ke sini tho. Kirain pulang dulu ke rumah," ujar Devi balas tersenyum. "Tidak Devi. Ada hal penting yang harus kubicarakan denganmu sebelum kantor kita ini resmi dibuka." "Ok Mas Bimo. Kita masuk saja yuk," ajak Devi t
"Ahh..! B-baiklah Kang..! K-kami menyerah..!" seru gugup dan gentar Denta. Kini terbuka sudah matanya, bahwa yang tengah dihadapinya bukanlah sembarang orang. "A-ampun Kang..!" "Tobat Kang..!" Pengakuan menyerah Denta, segera diikuti seruan-seruan minta ampun dari para anggotanya yang kesemuanya masih terkapar di tanah. Nampak senjata-senjata rusak dan patah para anggota gank, yang berserakkan di tanah. "Gelo..!" "Luar biasa..!" "S-siapa dia..?!" Seruan kaget dan takjub juga keluar dari mulut para karyawan dan security cafe itu, yang menyaksikan pengeroyokkan gank Road Spiders pada Bimo. Mereka selama ini memang tak berani melaporkan tindak semena-mena anggota gank itu pada polisi. Karena mereka sadar dan takut akan balasan para anggota gank Road Spiders, yang jumlahnya ratusan orang itu. Ya, kekaguman dan rasa takjub menyelimuti hati mereka semuanya, setelah melihat kemampuan Bimo yang berada di luar nalar dan sangat menggetarkan nyali itu. "Baik..! Mulai saat ini anggap s
Seth..! Denta dan anggota lainnya pun serentak menoleh ke arah Bimo, seraya ganti menatap layar ponsel itu. Dan.. "Hmm..! Mari kita kepung dia..!" bisik tajam Denta, seraya beranjak berdiri dari duduknya. Serentak seluruh gerombolan itu pun berdiri, dan melangkah ke arah Bimo berada. 'Hmm. Mereka telah mengenaliku rupanya', bathin Bimo, seraya tetap duduk tenang di kursinya. Bimo seolah tak melihat pergerakkan gerombolan itu, yang tengah mengelilingi pohon yang menaungi mejanya. Slakh..! Slagh..! ... Sregh..! Beberapa anggota nampak telah mengunus dan mengeluarkan senjata kesayangan mereka masing-masing. Karambit, pisau lipat, celurit kecil, knuckle, bahkan pistol pun terlihat dalam genggaman anggota gerombolan itu. Dengan dikelilinginya meja Bimo, maka otomatis pengunjung lain tak bisa lagi melihat posisi Bimo saat itu. Dan para pengunjung pun langsung keluar dari cafe itu dengan tergesa, takut terkena sasaran dari kerusuhan yang mereka duga pasti akan terjadi itu. Maka otomat
'Ahh..! Tubuhnya masih diselimuti aura hijau itu', bathin Bimo. Dia pun kembali menutup mata bathinnya terhadap Lidya. Namun diam-diam kini timbul pertanyaan dan keheranan di hati Bimo terhadap Lidya. Ya, benda apa sesungguhnya yang berada dalam kantung merah dalam tas tangan Lidya, yang dilihatnya kemarin malam itu..?Karena benda itulah, yang menjadi sumber pancaran aura hijau, yang menyelimuti sosok Lidya. "Mas Bimo, duduklah. Ada camilan dan wedang jahe merah kesukaanmu nih. Bi Inah khusus membuatkannya buat Mas bImo," ujar Lidya tersenyum. "Wah..! Bi Inah tahu saja kesukaanku Lidya. Hehe," ujar Bimo terkekeh senang. Dan pembicaraan hangat dan santai pun terjadi di teras belakang kediaman Lidya itu. *** Sementara malam itu, di markas pusat gank Blantix yang telah diambil alih dan dikuasai oleh gank Shadow pimpinan Yoga. "Baik..! Kuputuskan 40 anggota Sahdow akan ikut aku ekspansi ke Kajarta..! Edo, kau paketkan 40 motor kita via ekspedisi. Kita akan jemput langsung motor i
Segumpalan asap hitam melayang di atas gedung Winata Group, gumpalan asap hitam itu bagai menyatu dengan kegelapan malam di angkasa. Dan saat Porsche merah yang dikemudikan Lidya meluncur keluar dari gedung Winata Group. 'Hmm. Itu dia..!' bathin sukma Andrew. Dan gumpalan asap hitam pekat itu pun ikut melayang cepat di atas ketinggian, mengikuti ke mana arah Porsche merah Lidya melaju. Sementara perbincangan hangat dan santai terus berlangsung antara Bimo dan Lidya di dalam mobil. Bimo merasa senang, melihat Lidya kini telah kembali ceria dan bisa melupakan rasa dukanya. Dan saat itu Bimo memang sama sekali tak menyadari, jika mereka tengah dikuntit dari ketinggian angkasa oleh Andrew. Ya, Andrew memang telah menerapkan ilmu 'Tabir Wujud'nya saat itu, sehingga pancaran aura sukma dan energinya tak terdeteksi oleh Bimo. Sementara Bimo sendiri masih menutup mata bathinnya pada Lidya, hingga sedikit banyak hal itu mempengaruhi kepekaan bathinnya akan keberadaan Andrew. Tutt.. Tut